BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERENCANAAN FASILITAS GUDANG PENYALUR LOGISTIK PADA BENCANA ERUPSI GUNUNG MERAPI DI SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri. Oleh Priska Eudia Hehanussa

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. subduksi yaitu pertemuan Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI LOGISTIK BENCANA MERAPI. SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menempati wilayah zona tektonik tempat pertemuan tiga

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2080, 2014 BNPB. Logistik. Penanggulangan Bencana. Standarisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. 1

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. latar belakang permasalahan, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan laporan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan korban jiwa, kerugian harta benda kerusakan lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2010 PEMBENTUKAN ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

BAB I PENDAHULUAN. dari Palang Merah Indonesia berada di Jakarta, unit pusat ini mengkoordinir unit

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2083, 2014 BNPB. Bantuan Logistik. Penanggulangan Bencana. Pemanfaatan

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana dilihat dari beberapa sumber memiliki definisi yang cukup luas.

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

PEMETAAN SISTEM KONFIGURASI JARINGAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI TANGGAP DARURAT BENCANA DI INDONESIA

GUIDELINE AKSI TANGGAP BENCANA

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN : 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kelalaian manusia. Tanah longsor, gempa bumi, puting beliung, tsunami, banjir dan

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 1. Di Kabupaten Malang penerapan manajemen rantai pasok dilaksakan

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

1.1 Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terletak pada pertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia, lempeng Australia, dan lempeng Pasifik. Pertemuan tiga lempeng ini bergerak aktif sehingga berpotensi terhadap ancaman bencana letusan gunung berapi mengingat sekitar 250 gunung aktif berada di Indonesia. Konsekuensi kondisi geologi ini menjadikan daerah di Indonesia memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana letusan gunung berapi. Gambar 1.1. menggambarkan kondisi geologi Indonesia berada pada tiga lempeng. EURASIA PASIFIC INDO-AUSTRALIA Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu lokasi rawan bencana letusan gunung berapi. Kondisi ini didukung adanya Gunung Merapi sebagai 1

gunung api aktif terbesar di wilayah administratifnya, yaitu pada Kabupaten Sleman. Lokasi rawan bencana berpotensi mengancam kehidupan manusia karena menimbulkan kerugian, seperti korban jiwa, korban luka, pengungsian, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, dan gangguan kegiatan yang disertai dampak psikologis bagi masyarakat (Sayudi dkk, 2010). Besarnya ancaman bencana di wilayah Kabupaten Sleman yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, tidak disertai dengan sistem penanggulangan bencana yang berjalan dengan baik (Bintoro, 2012). Hal ini ditunjukkan oleh kejadian bencana letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 yang mengakibatkan korban dan kerugian besar, penanganan yang terkesan lambat, serta dampak berkepanjangan. Dampak letusan Gunung Merapi ditunjukkan Gambar 1.2. Gambar 1.2. Dampak Letusan Gunung Merapi Berdasarkan dampak letusan Gunung Merapi, Pemerintah Kabupaten Sleman menggalakan berbagai aktivitas penanggulangan bencana letusan Gunung Merapi. Salah satu komponen utama agar suatu aktivitas 2

penanggulangan bencana dapat berjalan dengan baik terlihat dari pelaksanaan sistem logistik bencananya. Sistem logistik bencana digunakan dalam pengukuran kinerja penanganan bencana sehingga menjadi indikator penting dalam keberhasilan suatu sistem penanggulangan bencana (Bintoro, 2012). Pentingnya sistem logistik bencana dalam aktivitas penanggulangan bencana, namun dalam pelaksanaannya masih menimbulkan permasalahan, yaitu terjadinya ketidaksesuaian dalam distribusi logistik, kelebihan stok barang untuk kebutuhan yang tidak mendesak sementara barang yang mendesak dibutuhkan justru mengalami kekurangan, kurangnya profesionalisme dan koordinasi antarpelaku penanganan bencana, serta kurangnya pemahaman akan pentingnya logistik itu sendiri (Patriatama, 2012). Permasalahan ketidaksesuaian dalam distribusi logistik terlihat dari mekanisme distribusi barang bantuan yang kurang terarah sehingga menyebabkan lambannya proses distribusi dan tidak tepatnya barang bantuan. Sumber utama permasalahan sistem logistik terletak pada fungsi dan koordinasi gudang logistik Kabupaten. Gudang Kabupaten atau gudang utama merupakan titik persinggahan logistik dari pemasok pusat dan berfungsi untuk distribusi barang bantuan ke korban bencana. Gudang utama yang berjumlah satu namun harus mengirimkan barang bantuan ke berbagai jenis bencana yang berbeda menyebabakan tidak tercapainya kemampuan gudang dalam memenuhi kebutuhan barang bantuan pada lokasi bencana (Hehanussa, 2012). 3

Permasalahan di atas menjadi dasar bagi Pemerintah Kabupaten Sleman untuk melakukan perbaikan dalam sistem logistik bencana, terutama dalam perancangan jaringan logistik dari gudang utama ke berbagai lokasi bencana. Didasari oleh Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan Penanggulangan Bencana, Pemerintah Kabupaten Sleman berencana membangun fasilitas gudang penyalur yang belum ditetapkan dalam rantai pasok logistik. Gudang penyalur ini nantinya berfungsi dalam distribusi barang bantuan dari gudang utama ke lokasi bencana secepat mungkin. Dalam melakukan perencanaan fasilitas, Heragu (1997) memaparkan perlunya analisis mulai dari jumlah yang diperlukan, lokasi, dan luasan tiap-tiap lokasi. Hal ini menjadi dasar penelitian sebagai bentuk perencanaan fasilitas gudang penyalur oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. Penentuan jumlah dan lokasi gudang penyalur sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Hehanussa (2012) dalam perancangan jaringan logistik bencana. Hasil penelitian tersebut perlu dianalisis lanjut mengingat titik lokasi gudang yang belum dianalis. Dalam penentuan luasan gudang penyalur, perlu memperhatikan layout gudang. Perancangan layout gudang penyalur menjadi analisis dalam penentuan luasan gudang sekaligus mendukung aktivitas distribusi logistik. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Nakersos) Kabupaten Sleman sebagai pengelola gudang memaparkan belum adanya standardisasi dan penggunaan pedoman pergudangan dalam penataan gudang saat ini menimbulkan berbagai permasalahan, yaitu lambannya proses penerimaan dan 4

pengiriman barang bantuan, pendataan jumlah barang bantuan menjadi kurang akurat sehingga jumlah permintaan pada lokasi bencana seringkali tidak sesuai bahkan tidak terpenuhinya permintaan barang bantuan. Permasalahan gudang selanjutnya adalah penataan gudang saat ini belum melakukan pengelompokkan barang bantuan serta tidak nampaknya media pallet dalam penyimpanan logistik sehingga barang bantuan rentan terhadap kerusakan akibat kontak langsung dengan alas gudang. Gambar 1.3. menunjukkan penataan gudang utama yang tidak teratur dan tidak adanya penggunaan pallet. Gambar 1.3. Penataan Gudang yang Kurang Teratur 1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah Pemerintah Sleman merencanakan pembangunan fasilitas gudang penyalur guna melengkapi rantai pasokan logistik. Penelitian sebelumnya belum menganalisis titik lokasi gudang penyalur dalam penentuan jumlah dan lokasi gudang, sehingga diperlukan analisis jaringan distribusi logistik bencana. Permasalahan penataan gudang juga nampak dengan tidak adanya standarisasi dan penggunaan pedoman pergudangan. 5

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: a. Menentukan jumlah dan lokasi gudang penyalur logistik dengan melakukan analisis jaringan distribusi logistik bencana. b. Melakukan perancangan layout fasilitas gudang penyalur logistik sehingga diperoleh luasan gudang. Bagan perencanaan penelitian ditunjukkan Gambar 1.4. Penelitian sebelumnya belum menganalisis titik lokasi gudang Perencanaan fasilitas gudang penyalur Tidak ada standarisasi dalam penataan gudang Analisis jaringan distribusi logistik Perancangan layout fasilitas gudang penyalur Jumlah gudang penyalur Lokasi gudang penyalur Luasan gudang penyalur Gambar 1.4. Bagan Perencanaan Penelitian 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu: a. Ancaman bencana yang diteliti yaitu letusan Gunung Merapi pada Kabupaten Sleman. b. Hasil penelitian yaitu jaringan distribusi logistik bencana dan model layout gudang belum sampai pada tahap implementasi. c. Data yang digunakan terbatas pada tahun 2012. 6

d. Software yang digunakan dalam pengambilan data jarak lokasi menggunakan software Maps for Mobile. Penggunaan software ini didasari oleh kemudahan dalam perolehan sinyal. e. Rute distribusi logistik ke lokasi bencana digunakan rute terpendek tanpa memperhatikan alternatif rute lain yang digunakan. f. Perhitungan waktu tempuh menggunakan kecepatan rata-rata alat transportasi yang digunakan. g. Faktor perekonomian, sosial, politik, dan lingkungan tidak dianalisis pada penelitian ini. 1.5. Metodologi Penelitian Langkah-langkah dalam penelitian ini ditunjukkan oleh diagram metodologi penelitian pada Gambar 1.5. Setiap langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1.5.1. Pemahaman sistem Pemahaman sistem merupakan pembelajaran awal sebagai bentuk pemahaman sistem logistik bencana. Melalui pemahaman sistem, penulis memiliki gambaran pentingnya sistem logistik dalam keseluruhan sistem penanggulangan bencana dan perlunya analisis jaringan distribusi logistik serta perancangan layout gudang penyalur logistik. 1.5.2. Perumusan masalah dan tujuan penelitian Perumusan masalah dalam penelitian ini berkaitan dengan perencanaan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam rangka pembangunan fasilitas gudang penyalur logistik. Analisis jaringan distribusi logistik bencana dilakukan 7

guna menentukan jumlah dan lokasi gudang, serta belum adanya standarisasi dan penggunaan pedoman pergudangan sehingga diperlukan suatu perancangan layout gudang dan perolehan hasil luasan gudang penyalur logistik. 1.5.3. Studi literatur Studi literatur dilakukan guna memperdalam pemahaman sistem logistik bencana dan pembelajaran proses penyelesaian masalah. Studi literatur dilakukan pada berbagai referensi yaitu jurnal penelitian, perundang-undangan, buku teks, SOP pelaksanaan, dokumen organisasi atau kelembagaan penanganan bencana, dan referensi pendukung lainnya. 1.5.4. Studi lapangan Studi lapangan dilakukan guna memperoleh gambaran kondisi nyata yang terjadi di lapangan. Studi lapangan dilakukan dengan mengamati gudang logistik yang ada saat ini dan berbagai lokasi balai desa. Studi lapangan dilakukan melalui proses interview dengan staf pemerintahan Kabupaten Sleman yaitu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serta Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Nakersos) Kabupaten Sleman, peneliti sebelumnya, relawan bencana, dan beberapa masyarakat terkena dampak bencana letusan Gunung Merapi. 1.5.5. Pengumpulan data Dalam penelitian ini, data-data yang dikumpulkan meliputi data jaringan distribusi logistik dan data pergudangan. Data jaringan distribusi logistik mengacu penelitian sebelumnya meliputi peta risiko bencana 8

Kabupaten Sleman, data bencana letusan Gunung Merapi, peta kawasan rawan bencana, data lokasi terkena dampak, dan data jumlah penduduk. Analisis jaringan distribusi logistik memerlukan peta kontijensi bencana Merapi, data lokasi balai desa Kabupaten Sleman, dan data distribusi logistik. Dalam perancangan layout gudang penyalur memerlukan data mekanisme pergudangan, data layout gudang saat ini, layout balai desa, data stock opname logistik, dan data material handling. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu: a. Interview Penulis melakukan interview/wawancara dengan pihak Pemerintah Kabupaten Sleman (BPBD dan Nakersos), peneliti sebelumnya, serta petugas gudang logistik untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan data jaringan logistik dan data pergudangan. b. Studi pustaka Penulis melakukan studi pustaka melalui jurnal penelitian sebelumnya, dokumen kebencanaan, dan perundang-undangan yang dipublikasikan BNPB maupun oleh pemerintah daerah setempat. 1.5.6. Analisis data tahap awal Pada tahap ini, penulis melakukan analisis awal dengan mengecek kelengkapan data yang dibutuhkan. Pada tahap ini juga dilakukan analisis penelitian sebelumnya mengenai jaringan distribusi logistik. 1.5.7. Analisis jaringan distribusi logistik Analisis jaringan distribusi logistik dilakukan dengan penentuan titik lokasi gudang dan pengukuran 9

jarak lokasi. Langkah selanjutnya adalah menganalisis penelitian sebelumnya, analisis jarak terpendek, dan analisis kebutuhan jumlah gudang sehingga diperoleh jumlah dan lokasi gudang penyalur optimum. Jaringan distribusi logistik bencana selanjutnya dirancang kembali dengan menentukan area covering gudang penyalur logistik. Keluaran dalam analisis ini adalah jarak tempuh dan waktu respon distribusi logistik. Penilaian jaringan distribusi logistik dilakukan dengan simulasi jaringan logistik. 1.5.8. Perancangan layout fasilitas gudang penyalur Perancangan layout gudang penyalur dilakukan dengan menganalisis aktivitas gudang, penentuan berbagai ruang dalam gudang, analisis kapasitas gudang, pengelompokan logistik, perhitungan luas tiap-tiap ruang, dan pembuatan sketsa ruang. Sketsa ruang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan model layout gudang penyalur. Hasil model layout dilakukan penyesuaian dengan area ketersediaan lokasi gudang penyalur. Penilaian hasil model layout gudang penyalur dilakukan dengan penilaian aktivitas gudang, simulasi gudang, dan aliran dalam gudang penyalur. 1.5.9. Kesimpulan dan saran Tahap kesimpulan dan saran merupakan tahapan akhir dalam penelitian. Kesimpulan memaparkan inti dan hasil penelitian yang menjawab rumusan masalah dan tujuan dari penelitian. Saran penelitian selanjutnya turut dijelaskan guna pengembangan dalam penelitian selanjutnya. 10

Pemahaman sistem Perumusan masalah dan tujuan penelitian Studi literatur Studi lapangan Pengumpulan data Data penelitian sebelumnya (Hehanussa,2012): Peta risiko bencana Kabupaten Sleman, data bencana letusan Gunung Merapi, peta kawasan rawan bencana, data lokasi demand, data jumlah penduduk Data jaringan logistik: Peta kontijensi bencana Merapi, data lokasi balai desa Kabupaten Sleman, data distribusi logistik Data pergudangan: Data mekanisme pergudangan, data layout gudang utama, layout balai desa Bangunkerto dan Sinduharjo, data stock opname logistik, data material handling TIDAK Data cukup? YA Analisis data tahap awal Sistem logistik bencana Jaringan distribusi logistik A Gambar 1.5. Diagram Metodologi Penelitian 11

A Analisis titik lokasi gudang Pengukuran jarak lokasi Analisis penelitian sebelumnya Analisis lokasi demand Pemenuhan kriteria aman Pemenuhan kriteria cepat dan tepat Analisis jumlah demand Penentuan lokasi gudang penyalur Pemenuhan kriteria mudah dijangkau Analisis jarak terpendek B Gambar 1.5. Lanjutan 12

B Analisis kebutuhan jumlah gudang TIDAK Jumlah optimum? YA Penentuan area covering Perlu redistribusi beban? YA Redistribusi beban logistik Perhitungan jarak tempuh TIDAK Perhitungan waktu respon Simulasi jaringan distribusi logistik Analisis aktivitas gudang C Gambar 1.5. Lanjutan 13

C Analisis kebutuhan ruang Analisis kapasitas gudang Perhitungan kapasitas gudang Simulasi distribusi logistik Analisis hasil simulasi Analisis luas ruang dengan pallet Pengelompokkan barang bantuan Perhitungan kebutuhan pallet Analisis luas ruang D Gambar 1.5. Lanjutan 14

D Layouting gudang penyalur Penataan pallet Penentuan arus penerimaan dan pengiriman Penggambaran sketsa ruang Perancangan layout dengan kesesuaian lokasi Analisis ketersediaan lokasi Perancangan model layout Penyesuaian model layout dengan lokasi Penilaian layout gudang penyalur Penilaian aktivitas gudang Simulasi gudang Aliran dalam gudang Kesimpulan dan saran Gambar 1.5. Lanjutan 15

1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan penelitian ini terdiri dari tujuh bab yang disusun sebagai berikut: BAB 1 PENDAHULUAN Bagian ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan laporan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini berisi uraian singkat tentang penelitian terdahulu dengan kemiripan bahasan penelitian sebagai pengantar penelitian sekarang. Bab ini memaparkan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang. BAB 3 LANDASAN TEORI Bagian ini berisi uraian teori yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan penelitian. Landasan teori diambil dari sejumlah referensi dan jurnal penelitian yang mendukung. BAB 4 SISTEM LOGISTIK BENCANA GUNUNG MERAPI Bagian ini berisi gambaran penelitian sebelumnya meliputi pemetaan risiko kebencanaan Kabupaten Sleman, bencana letusan Gunung Merapi, sistem logistik bencana letusan Gunung Merapi, sistem pergudangan, hingga jaringan distribusi logistik sebagai hasil penelitian sebelumnya. 16

BAB 5 ANALISIS JARINGAN DISTRIBUSI LOGISTIK Bagian ini berisi uraian tentang perancangan jaringan logistik di Kabupaten Sleman untuk menentukan lokasi dan jumlah gudang penyalur. Langkah analisis jaringan distribusi logistik yaitu analisis titik lokasi, pengukuran jarak lokasi, analisis penelitian sebelumnya, penentuan lokasi gudang penyalur, analisis kebutuhan jumlah gudang, penentuan area covering, perhitungan jarak tempuh, perhitungan waktu respon, dan simulasi jaringan distribusi logistik. BAB 6 PERANCANGAN LAYOUT GUDANG PENYALUR Bagian ini berisi uraian tentang tahapan yang dilakukan dalam merancang layout gudang penyalur. Tahapan perancangan layout gudang penyalur yaitu analisis aktivitas gudang, analisis kebutuhan ruang, analisis kapasitas gudang, analisis luas ruang dengan pallet, analisis luas ruang, layouting gudang penyalur, dan penilaian layout gudang penyalur. BAB 7 PENUTUP Bagian ini berisi kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 17