Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

ANCAMAN BADAI MATAHARI

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

KLASIFIKASI DAN PERUBAHAN JUMLAH SUNSPOT DIAMATI DARI LABORATORIUM ASTRONOMI JURUSAN FISIKA FMIPA UM PADA BULAN AGUSTUS OKTOBER 2012

ANALIS1S EVOLUSI GRUP SUNSPOTSPD WATUKOSEK UNTUK MEMPEROLEH INDIKATOR KEMUNCULAN FLARE

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Raja Kerajaan Tata Surya

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

PREDIKSI BINTIK MATAHARI UNTUK SIKLUS 24 SECARA NUMERIK

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

STRUKTUR MATAHARI DAN FENOMENA SURIA

HUBUNGAN LUAS DAN TEMPERATUR UMBRA SUNSPOT MENGGUNAKAN SOFTWARE INTERACTIVE DATA LANGUAGE (IDL)

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

BAB III METODE PENELITIAN

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

FENOMENA ASTRONOMI SISTEM BUMI, BULAN & MATAHARI

Silabus IPA Fisika SMP dan MTs Jilid 3 1

APLIKASI VEKTOR UNTUK ANALISIS PERGERAKAN GRUP SUNSPOT MATAHARI DARI DATA SUNSPOT SIKLUS KE-23

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

Perbandingan Model Linier Versus Analisis Vektor pada Gerak Grup Sunspot di Lintang Selatan dari Siklus Matahari Ke-23

Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Angin bintang dapat difahami sebagai aliran materi/partikel-partikel

IDENT1FIKASI FLUKS MAGNETIK DARI GERAK PASANGAN BINTIK BIPOLAR,

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini, data harian yang diambil merupakan data sekunder

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

BBM 8. RADIASI ENERGI MATAHARI Oleh : Andi Suhandi

Daftar Isi. Tata Surya. Matahari. Gerak edar bumi dan bulan. Lithosfer. Atmosfer.

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

TELAAH MODEL NUMERIK MEKANISME TERJADINYA FLARE DI MATAHARI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

BAB 13 STRUKTUR BUMI DAN STRUKTUR MATAHARI

SISTEM TATA SURYA. Matahari merupakan salah satu bintang yang menghiasi galaksi Bima sakti. Suhu

MANAJEMEN FREKUENSI DAN EVALUASI KANAL HF SEBAGAI LANGKAH ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LAPISAN IONOSFER

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

Gudang March 29 Permalink

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

FISIKA SMA MODUL. Tim Akademik - PT Rezeki Lancar Terus

Analisis Empirik Kejadian Flare Terkait dengan Perubahan Fisik Sunspot

BAB III METODE PENELITIAN

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

ANALISIS KLASTER K-MEANS DARI DATA LUAS GRUP SUNSPOT DAN DATA GRUP SUNSPOT KLASIFIKASI MC.INTOSH YANG MEMBANGKITKAN FLARE SOFT X-RAY DAN Hα

ANALISIS NILAI ENERGI DARI INTENSITAS TOTAL PADA CITRA GRAYSCALE MENGGUNAKAN SOFTWARE IDL VERSI 5.0

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

Gambar 2.1. Kecenderungan posisi sebuah magnet

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL SMP SELEKSI TINGKAT KABUPATEN/KOTA TAHUN 2007

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

LEDAKAN MATAHARI PEMICU ANOMALI DINAMIKA ATMOSFER BUMI

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Fisika EBTANAS Tahun 2001

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menerapkan metode deskripsi analitik dan menganalisis data

Copyright all right reserved

Radio Aktivitas dan Reaksi Inti

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

BAB VII TATA SURYA. STANDAR KOMPETENSI : Memahami Sistem Tata Surya dan Proses yang terjadidi dalamnya.

Pertanyaan Final (rebutan)

Fisika Modern (Teori Atom)

ANALISIS KEJADIAN SPREAD F IONOSFER PADA GEMPA SOLOK 6 MARET 2007

Bab II Tinjauan Pustaka

ANALISIS PERGERAKAN SUNSPOT UNTUK MENGKAJI POTENSI TERJADINYA FLARE PADA BULAN MARET-JUNI 2015 TUGAS AKHIR

OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2009 TINGKAT KABUPATEN/KOTA FISIKA SMP

KAJIAN STUDI KASUS PERISTIWA PENINGKATAN ABSORPSI LAPISAN D PADA TANGGAL 7 MARET 2012 TERHADAP FREKUENSI KERJA JARINGAN KOMUNIKASI ALE

SIMULASI MAGNETOHIDRODINAMIKA NON-IDEAL PADA INTERAKSI BADAI MATAHARI TERHADAP PLANET VENUS

PERCOBAAN PEMBELOKAN RADIASI SINAR BETA OLEH MEDAN MAGNET

01. Perhatikan gambar di bawah ini!

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20

PENGARUH LINGKUNGAN PADA TEKNOLOGI WAHANA ANTARIKSA

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK UTARA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA MUSYAWARAH KERJA KEPALA SEKOLAH (MKKS) SMA TRY OUT UJIAN NASIONAL 2010

PLTS. Pembangkit listrik yang memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. (Sumber : Buku Paket Kelas XI, Yudhistira)

Transkripsi:

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek Muhammad F. Rouf Hasan 1, Bambang Setiahadi, Sutrisno Jurusan Fisika, Universitas Negeri Malang 1 Email: jendralrouf@gmail.com Abstrak Aktivitas Matahari paling mudah diamati dari Bumi adalah aktivitas yang terjadi pada lapisan fotosfer, kromosfer dan korona Matahari. Bintik Matahari (Sunspot) dan Ledakan Matahari (Flare) merupakan fenomena paling mudah untuk diamati dan telah lama mendapatkan perhatian dari para ahli astrofisika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas Matahari pada bulan Januari-Maret 2015, serta mempelajari karakteristik terjadinya Flare pada pergeseran sudut rotasi Group Sunspot dari Sunspot sampel yang teramati. Metode yang digunakan adalah diskriptif, sedangkan data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kuantitatif. Penentuan koordinat Sunspot menggunakan software IDL. Pengamatan ini dilakukan di Balai Pengamatan Dirgantara (BPD) LAPAN Watukosek. Data yang digunakan berupa Sunspot sket milik BPD LAPAN Watukosek, yaitu Sunspot sket bulan Januari-Maret pada Tahun 2015 dan data yang diambil dari NOAA. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa flare tidak selalu terjadi pada group sunspot kelas besar, namun kelas kecil pun mampu menghasilkan flare. Sebagian besar flare terjadi setelah mengalami pergeseran sudut pada bagian preceeding atau following meskipun dengan besar sudut yang tidak terlalu besar (<10 ). Adapun aktivitas matahari paling tinggi terjadi pada bulan Januari 2015 dengan munculnya Group Sunspot sebanyak 130 yang terdiri dari 1063 Sunspot. Kata Kunci: Sunspot, Flare, IDL (Interactive Data Language) PENDAHULUAN Bintang yang paling dekat dengan kita adalah matahari dengan jarak rata-ratanya mencapai 149.680.000 kilometer. Matahari merupakan plasma dengan temperatur yang sangat tinggi. Matahari terdiri dari inti dan tiga lapisan kulit yaitu fotosfer, kromosfer, dan korona. Aktivitas Matahari yang dapat diamati dari Bumi adalah Sunspot dan Flare. Bintik matahari adalah suatu peristiwa pemunculan bintik-bintik hitam di permukaan matahari. Kemunculan bintik matahari dapat menunjukkan tingkat aktivitas matahari. Yang berarti jika jumlah bintik dipermukaan matahari banyak maka aktivitas matahari pun tinggi. Sebaliknya jika jumlah bintik di permukaan matahari sedikit maka aktivitas matahari pun rendah (Maspupu, 2011). Bintik matahari terbentuk akibat perpotongan tabung medan magnet dengan fotosfer, kemunculan bintik matahari diawali dengan sebuah bintik hitam berukuran kecil. Semakin kompleks suatu konfigurasi bintik matahari, semakin besar kemungkinan terjadi ketidakstabilan (instability) medan magnet, sehingga memicu peristiwa flare atau CME (Budhi, 2011). Selama kala hidupnya sunspot akan mengalami perubahan fisisnya antara lain perubahan luas dan medan magnet, baik kuat medan magnetnya maupun komplesitasnya (Setiyowati, 2012). Dengan mempelajari perubahan bentuk, jumlah dan pergerakan posisi titik berat spot-spot di bagian preceeding dan following yang terjadi selama evolusi group sunspot maka dapat ditentukan karakteristik indikator fenomena flare (Widodo, 2000). Flare merupakan suatu fenomena ledakan di matahari sebagai akibat terbukanya salah satu kumparan medan magnet pada bagian matahari (Maspupu, 2011). Peristiwa flare terjadi karena akibat penumpukan medan magnet sunspot yang kehilangan daya untuk menahan desakan plasma 1

yang terus masuk kedalamnya, bila penumpukan telah mencapai titik jenuhnya maka gangguan kecil saja sudah cukup untuk membebaskan sejumlah besar energinya. Medan magnet akan melepaskan plasma yang dikandungnya. Flare pada matahari dapat mempengaruhi atmosfer bumi, kekuatan radiasi dari perjalanan flare menuju bumi selama 8 menit dan bisa mempengaruhi : lapisan atmosfer bumi paling atas menjadi lebih terionisasi dan meluas, sinyal radio jarak jauh menjadi terganggu akibat perubahan lapisan ionosfer bumi, dan dapat merusak komponen elektronik satelit (Munir, 2005). Berdasarkan latar belakang diatas dijelaskan beberapa aktifitas sunspot dapat memicu terjadinya flare, mulai dari perubahan luas sampai dengan pergeseran posisi sunspot. Pengamatan tentang pengaruh luasan sunspot terhadap potensi terjadinya flare sudah banyak dilakukan, maka dari itu penulis mencoba mengamati potensi terjadinya flare berdasarkan penyebab yang lain yaitu pergeseran sudut rotasi group sunspot dengan mengambil judul Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot Pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek. KAJIAN TEORI Matahari terlihat seperti bola besar yang memancarkan cahaya terang dan terlihat tenang, namun jika dikaji lebih dalam matahari mengalami aktivitas setiap saat. Dari hasil-hasil observasi matahari, telah ditemukan bahwa aktivitas di matahari setidaknya terdiri dari tiga jenis peristiwa. Ketiga fenomena aktivitas matahari ini antara lain dikenal dengan sebutan Flare, lontaran masa korona atau CME (coronal mass ejection) dan bintik matahari (Sunspot) (Maspupu, 2011). Matahari terbentuk dari plasma bukan benda padat, sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan rotasi pada matahari. Rotasi pada daerah khatulistiwa lebih cepat dari pada daerah kutub, peristiwa ini yang kita sebut dengan rotasi diferensial. 1. Bintik Matahari (Sunspot) Bintik Matahari (Sunspot) adalah suatu peristiwa pemunculan bintik-bintik hitam di permukaan matahari dengan daerah di lapisan fotosfer yang temperaturnya lebih rendah (4000 0 4500 0 K) daripada daerah di sekelilingnya (6000 0 K). Sunspot terdiri dari dua bagian, bagian pusat yang paling gelap disebut umbra dan dikelilingi bagian yang lebih terang atau biasa disebut penumbra. Gambar 1. Bintik Matahari Rotasi diferensial dianggap sebagai penyebab utama terjadinya bintik matahari yang terbentuk akibat terjadinya perpotongan antara tabung medan magnet dengan fotosfer. Adanya perbedaan rotasi Matahari mengakibatkan medan magnet Matahari menjadi terpuntir. Jika puntiran garis medan magnet bertambah maka intensitas lokal dari medan magnet semakin besar. Akibatnya setelah mencapai puncak puntiran, intensitas dari medan magnet beratus-ratus kali lebih kuat dari medan magnet pada permukaan Matahari yang lainnya. Pada kondisi ini puntiran medan magnet menjadi meledak atau menembus keluar melewati lapisan fotosfer. 2

Dalam buku Hasil Uji Simulasi MHD Matahari-Bumi (Setiahadi, 2001:3) menjelaskan bahwa: Proses terbentuknya Sunspot adalah sebagai akibat dari rotasi diferensial dan turbulensi MHD (Magnetohidrodinamika) dalam lapisan konvektif Matahari. Medan magnet secara dinamis akan berevolusi dan berinteraksi dengan gerakan-gerakan plasma dalam lapisan konvektif dalam skala granula dan supergranula. Sebelum terbentuknya Sunspot dipermukaan Matahari (lapisan fotosfer), jauh di dalam fotosfer terjadi transfer secara perlahan dari komponen poloidal medan magnet menjadi komponen toroidal karena rotasi diferensial baik menuju ekuator maupun menuju kutub. Gambar 2. Proses terjadinya Sunspot Kemunculan bintik matahari diawali dengan sebuah bintik hitam berukuran kecil. Seiring dengan waktu, bila tabung medan magnet terus-menerus keluar dari dalam matahari akibat gaya apung (bouncy force), maka akan tampak dua buah bintik dengan polaritas medan magnet berlawanan (bipolar). Bintik matahari berkembang menjadi konfigurasi lebih kompleks, yaitu jumlah bintik dan luas bertambah. Semakin kompleks suatu konfigurasi bintik matahari, semakin besar kemungkinan terjadi ketidakstabilan (instability) medan magnet, sehingga memicu peristiwa Flare atau CME (Budhi, 2011). Sunspot juga terbagi menjadi beberapa kelas sebagai berikut : Eratnya hubungan Sunspot dengan medan magnet mengakibatkan Sunspot terjadi dalam group biopolar, dimana seluruh Sunspot terdiri dari dua kelompok spot yang terpisah menjadi spot yang lebih kecil, yaitu preceeding (p) spot (kelompok spot disebelah barat) dan following (f) spot (kelompok spot disebelah timur). Antara preecending dan following spot memiliki prioritas yang berbeda (Haryani, 2000). Dalam teori medan magnet Sunspot (Priest, 1981), pergeseran Sunspot tersebut disebabkan oleh adanya gerak punter (twist) dan gerak (shear) tabung medan magnet Sunspot. Perubahan posisi (pada arah derajat bujur dan derajat lintang) dari kelompok spot di bagian preceeding dan atau bagian following (bagian barat dan atau timur cakram) dalam rangkaian evolusi hariannya menunjukkan adanya pergeseran relatif terhadap posisi group Sunspot semula (Munir, 2005). 2. Flare (Ledakan Matahari) Flare adalah ledakan besar di Matahari yang memancarkan energi yang sangat besar. Pada umumnya Flare terjadi di daerah aktif di Matahari, yaitu di sekitar bintik Matahari. Flare melepaskan energi dalam berbagai panjang gelombang, mulai dari orde 10-10 cm sampai dengan orde 10 6 cm, dan dalam berbagai bentuk, elektromagnetik, partikel energetik, dan aliran 3

materi. Terjadinya Flare sangat berkaitan dengan medan magnetik di Matahari (Yatini, dkk, 2010). Peristiwa Flare terjadi karena akibat penumpukan medan magnet Sunspot yang kehilangan daya untuk menahan desakan plasma yang terus masuk kedalamnya, bila penumpukan telah mencapai titik jenuhnya maka gangguan kecil saja sudah cukup untuk membebaskan sejumlah besar energinya. Medan magnet akan melepaskan plasma yang dikandungnya. Munculnya Sunspot dapat digunakan sebagai pertanda bahwa aktifitas magnetik di daerah tersebut mulai meningkat dibandingkan dengan daerah lain yang tidak terdapat Sunspot dipermukaan matahari. Karena itu mekanisme pelepasan energi dalam suatu peristiwa Flare selalu dikaitkan dengan evolusi group Sunspot. Peristiwa Flare matahari terjadi di atas dan di lingkungan grup Sunspot, sehingga Sunspot dipakai untuk memperkirakan terjadinya peristiwa Flare. Banyaknya Flare yang terjadi pada umumnya ditentukan oleh jumlah, ukuran dan kompleksitas Sunspot. Gambar 3. Flare Flare menghasilkan radiasi elektromagnet pada seluruh panjang gelombang, dari gelombang radio sampai sinar gamma (Yatini, dkk, 2010). Pada saat Flare terjadi, muncullah pancaran partikel berenergi tinggi seperti proton dan electron yang bergerak dengan kecepatan 500-1.000 km/det. Pancaran ini disertai dengan radiasi elektromagnetik. Beberapa waktu (sekitar satu sampai dua hari) setelah Flare besar terjadi, dibumi biasanya akan terjadi gangguan komunikasi atau terputusnya aliran listrik selama beberapa waktu. Peristiwa Flare bisa juga mengganggu eksplorasi sumur minyak bumi yang alat-alatnya menggunakan prinsip-prinsip geomagnetisme. Selain radiasi elektromagnetik, Flare juga melontarkan partikel-partikel material korona seperti proton dan elektron dalam kecepatan tinggi. Pelontaran materil korona matahari disebut juga dengan CME (Coronal Mass ejection). Radiasi elektromagnetik dan CME yang ditimbulkan saat terjadi Flare sangatlah berbahaya bagi bumi dikarenakan medan magnet yang terlontar dari matahari akan mengganggu medan magnet bumi. Hal ini menyebabkan gangguan pada satelit buatan bumi. Selain itu, partikel proton dan elektron yang ikut terlontar jika mengenai atmosfer bumi juga dapat menyebabkan ionasi unsur-unsur tertentu sehingga telekomunikasi seperti GPS, radio yang membutuhkan atmosfer untuk pantulan gelombang siar dan lain-lain juga ikut terganggu. METODE PENELITIAN Pengamatan dilakukan di Balai Pengamatan Dirgantara (BPD) LAPAN Watukosek, yang beralamatkan di Jalan Raya Watukosek, PO BOX 4 Gempol Pasuruan Jawa Timur. Tepatnya pada letak geografis 7 34'0" LU dan 112 40'37" BT Pada Bulan Januari sampai dengan Maret 2015. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang menggambarkan hasil pengamatan, yaitu aktivitas Matahari berupa Sunspot dan Flare, dengan teleskop yang dimiliki oleh LAPAN yaitu teleskop Sunspot dan bantuan data Flare dari NOAA, yang kemudian data dari hasil pengamatan tersebut dipadukan 4

dan akan dianalisis berdasarkan data yang telah dipilih. Dengan variabel terikat adalah data Flare yang diperoleh dari NOAA. Dan variabel bebas adalah group sunspot sampel, group sunspot sampel yaitu group sunspot pilihan yang telah memenuhi beberapa bersyaratan berikut: sunspot yang berevolusi minimal selama lima hari dan berakhir dengan terjadinya flare, serta memiliki titik preceeding dan titik following. Data tersebut diperoleh dari Sunspot Sket LAPAN. A. Prosedur Kerja Prosedur kerja pada pengamatan ini melalui empat tahapan, yang pertama pengumpulan data, tahap kedua yakni melakukan seleksi data, kemudian melakukan pengolahan awal dan yang terakhir melakukan pengambilan data menggunakan software IDL. 1. Pengumpulan Data Hal pertama yang harus dilakukan dalam pengamatan ini yaitu mengumpulkan semua data, meliputi data Sunspot sket dari LAPAN selama tiga bulan (Januari-Maret 2015) dan data Sunspot dan Flare dari NOAA (hal ini dilakukan karena pada saat itu teleskop H-alpha yang digunakan untuk mengamati Flare yang dimiliki LAPAN dalam tahap perbaikan) pengambilan data dari NOAA bisa dilakukan secara online. 2. Seleksi Data Sebelum melakukan proses ini data yang diperoleh dari NOAA dicocokkan dengan data yang diperoleh LAPAN dengan memperhatikan saat terjadinya Flare. Dari data yang diperoleh harus dilakukan seleksi, seleksi data dilakukan untuk memilih Sunspot yang sesuai dengan kriteria. Adapun kriteria yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : sunspot yang berevolusi minimal selama lima hari dan berakhir dengan terjadinya flare, serta memiliki titik preceeding dan titik following. Sunspot ini yang kemudian kita sebut dengan nama sunspot sampel. 3. Pengolahan Awal Pengolaha awal yang harus dilakukan adalah men scan data Sunspot sket karna data yang nantinya akan diolah adalah dalam bentuk softfile. Proses berikutnya adalah melakukan konversi gambar hasil scan, karena tidak semua gambar bisa dibaca oleh software IDL, software IDL yang akan digunakan hanya bisa membaca gambar dalam bentuk JPEG dengan resolusi dan ukuran yang tidak terlalu besar yaitu +- 100 KB. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan software imagpal2.win. Tahap ini dilakukan di LAPAN Watukosek. 4. Pengambilan Data Pada proses pengambilan data hal pertama yang harus dilakukan adalah menginstal software IDL pada komputer. Setelah itu membuka aplikasi IDL kemudian memanggil input file berupa Sunspot sket dengan cara memasukkan kode termasuk Po dan Bo. Dari sinilah kita bisa menentukan posisi Sunspot dengan cara melakukan klik kiri dan kanan pada koordinat lintang utara sebelah barat dan timur, lintang barat kemudian lintang timur (masingmasing tiga kali) dan yang terakhir klik kiri dan kanan pada sunspot sampel yang telah ditentukan dalam dua daerah yaitu bagian terluar dari titik timur dan barat masing masing satu kali. Catatan : klik kiri untuk merekam data dan klik kanan untuk melepas Kemudian output file akan keluar dalam bentuk notepad. Data yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam bentuk table, dengan bantuan Microsoft Excel. Perlu diingat bahwa output dari IDL dalam satuan derajat. 5

B. Teknik Analisis Data Hal pertama yang harus dilakukan dalam analisis data adalah memasukkan data output dari IDL ke dalam Microsoft Exel dalam bentuk table. Konsep awal yang ditanamkan yaitu, menentukan Sunspot sampel titik timur pada hari pertama pengamatan sebagai acuan untuk harihari berikutnya (untuk satu data/nomor grup Sunspot sampel yang diamati). Dalam hal ini acuan yang dimaksudkan adalah titik nol ketika Sunspot hari berikutnya ditranslasikan pada hari pertama. Sunspot pada hari kedua dan seterusnya harus ditranslasikan menuju titik yang telah disepakati pada hari pertama yaitu titik Timur. Hari-hari berikutnya digeser menuju titik Timur hari pertama, kemudian jumlah dari translasi tersebut dijumlahkan kepada titik Barat hari-hari berikutnya agar titik Barat ikut berpindah menuju titik awal. Dari titik Barat hari pertama dan hasil translasi inilah kita bisa mengukur besar sudut rotasi sunspot. Kemunculan bintik matahari dapat mengindikasikan tingkat aktivitas matahari. Yang berarti jika jumlah bintik dipermukaan matahari banyak maka aktivitas matahari pun tinggi. Sebaliknya jika jumlah bintik di permukaan matahari sedikit maka aktivitas matahari pun rendah (Maspupu, 2011). Selain bintik matahari ada juga fenomena lain yaitu flare atau bisa kita kenal dengan lidah api atau semburan yang keluar dari permukaan matahari, yang kemunculannya diawali dengan munculnya sunspot. Pengamatan ini dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Maret 2015 di LAPAN Watukosek untuk memantau aktivitas harian matahari. Berikut kami tampilkan grafik kemunculan group sunspot selama tiga bulan Hari pertama Hari kedua, dst Gambar 4. Translasi sunspot sampel HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Aktivitas Matahari Berdasarkan Jumlah Kemunculan Group Sunspot pada Bulan Januari-Maret 2015 Gambar 5. Grafik hubungan antara jumlah sunspot dan evolusi sunspot dalam tanggal pada bulan Januari - Maret 2015 Dari ketiga grafik tersebut bulan Januari ditandai dengan warna Biru sedangkan Bulan Februari ditandai dengan warna Hijau Muda dan untuk Bulan Maret ditandai dengan warna Ungu dengan disertakan julah Sunspot ditandai dengan warna yang sesuai dengan Bulannya. Pada bulan Januari terdapat tiga sunspot yang bernilai nol yaitu pada tanggal 13, 20 dan 31, bukan berarti pada hari itu tidak ada sunspot sama sekali, melainkan pada hari itu LAPAN tidak melakukan pengamatan disebabkan kendala teknis. 6

Pada grafik tersebut jumlah sunspot tidak menentu, artinya dalam satu bulan tertentu jumlah sunspot selalu bertambah atau berkurang, bisa saja bertambah dan bisa juga berkurang, bisa juga tidak muncul sama sekali tergantung tingkat aktivitas matahari. Begitu pula dengan evolusi sunspot, luas permukaan sunspot tidak selalu berkembang mulai kelas A-F, akan tetapi bisa jadi ditengah-tengah evolusi mengalami perkembangan yang naik turun bahkan bisa juga baru menginjak kelas A/B kemudian hilang. Pada Bulan Januari dan Februari sunspot mula-mula bertambah banyak kemudian menurun kemudian naik lagi. Sedangkan pada Bulan Maret jumlah sunspot mula-mula turun kemudian naik kemudian turun lagi dan naik lagi dan pada akhirnya turun lagi. Jumlah total kemunculan Sunspot yang teramati paling banyak terjadi pada bulan Januari dengan 130 Group Sunspot dan terdiri dari 1063 Sunspot (pengamatan dilakukan selama 28 hari pada bulan Januari), sedangkan pada Bulan Februari terdapat 83 Group Sunspot dan terdiri dari 791 Sunspot, dan pada Bulan Maret terdapat 85 Group Sunspot dan terdiri dari 662 Sunspot. Jadi berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat dilihat selama tiga bulan tersebut aktifitas matahari paling aktif terjadi pada bulan Januari. B. Karakteristik Terjadinya Flare pada Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot dari Sunspot Sampel yang Teramati Munculnya Sunspot dapat digunakan sebagai pertanda bahwa aktifitas magnetik di daerah tersebut mulai meningkat dibandingkan dengan daerah lain yang tidak terdapat Sunspot dipermukaan matahari. Karena itu mekanisme pelepasan energi dalam suatu peristiwa Flare selalu dikaitkan dengan evolusi group Sunspot. Kelas group sunspot dan kompleksitas medan magnetiknya sangat menentukan produktivitas pembentukan flare (Dani. Tahun tidak disebutkan). Umumnya flare cenderung muncul pada group-group sunspot yang tergolong besar, karena pada group sunspot yang tergolong besar dimungkinkan memiliki kompleksitas medan magnet yang besar pula. Sehingga ketika terjadi penumpukan medan magnet sunspot dan sunspot tersebut tidak mampu menahan desakan plasma yang terus masuk kedalamnya maka terjadilah flare. Bila penumpukan telah mencapai titik jenuhnya maka gangguan kecil saja sudah cukup untuk membebaskan sejumlah besar energinya. Medan magnet akan melepaskan plasma yang dikandungnya Peristiwa medan magnet yang saling bersinggungan dapat kita amati melalui gerak rotasi yang terjadi pada group sunspot antara titik preceeding dan following. Pada umumnya flare cenderung lebih sering terjadi pada group-group sunspot kelas besar (seperti kelas D, E, F, G, H, J). Namun berdasarkan data pengamatan group sunspot Nomor 12290 dan 12293 (NOAA) atau 42 dan 47 (LAPAN) dimana group tersebut tergolong sunspot dengan kelas kecil (untuk 42 kelas C dan untuk 47 kelas B), kemudian beberapa hari setelah mengalami evolusi ternyata mampu menghasilkan flare. Artinya sunspot kelas tersebut telah memasuki fase dimana dia tidak sanggup lagi menahan desakan plasma yang terjadi, sehingga terjadilah flare, meskipun group tersebut tergolong masih kecil. Berikut hasil pengamatanya 7

Gambar 6. Evolusi Sunspot Nomor 42 Begitu juga dengan data pengamatan group sunspot Nomor 12305 (NOAA) atau 54 (LAPAN) dimana group sunspot tersebut tergolong kelas besar (Kelas E) namun tidak seketika itu pula mengalami flare, melainkan mengalami pergeseran ataupun aktivitas perpotongan medan magnet beberapa hari kemudian pada hari ke lima baru mengalami flare. Karena akibat pergerakan rotasi itulah terjadi peristiwa medan magnet yang saling bersinggungan yang mengakibatkan medan magnet terus mendesak sunspot dan ketika sunspot tidak mampu menahan maka terjadilah flare. Berikut hasil pengamatannya Gambar 7. Evolusi Sunspot Nomor 54 Dari beberapa perbandingan data diatas menunjukkan bahwa pergeseran sudut rotasi sunspot yang terjadi pada group sunspot sampel bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya flare. Tabel tersebut menunjukkaan bahwa flare terjadi setelah mengalami pergeseran rotasi sunspot pada sudut antara 1-10 derajat. Besar pergeseran sudut rotasi tidak selalu naik atau pun sebaliknya, bisa juga naik kemudian turun, atau turun baru kemudian naik, dan bisa juga tetap tergantung besar medan magnet yang bekerja. Sebagai contoh berikut kami tampilkan salah satu grafik hasil pengamatan kami Gambar 8. Grafik hubungan besar Pergeseran Sudut Rotasi Sunspot dengan JD Dari hasil pengamatan kita bisa melihat bahwa jarang sekali terjadi pergeseran posisi Sunspot Preceeding maupun Following pada arah lintang baik utara maupun selatan yang terjadi secara signifikan (>10 ). Adapun sebagian besar Flare terjadi setelah mengalami pergeseran posisi bagian Preceeding atau Following meskipun dengan besar sudut yang tidak terlalu besar (<10 ). KESIMPULAN Jumlah total kemunculan Sunspot yang teramati paling banyak terjadi pada bulan Januari dengan 130 Group Sunspot dan terdiri dari 1063 Sunspot, pada bulan Februari terdapat 83 Group Sunspot dan terdiri dari 791 Sunspot, dan pada bulan Maret terdapat 85 Group Sunspot dan terdiri dari 662 Sunspot. Jadi dapat disimpulkan bahwa selama tiga bulan tersebut aktifitas matahari paling aktif terjadi pada bulan Januari. Flare tidak selalu terjadi pada Group Sunspot kelas besar, namun kelas kecil pun mampu menghasilkan Flare, hal ini menunjukkan bahwa Flare terjadi setelah mengalami pergeseran sudut pada bagian Preceeding atau Following meskipun dengan besar sudut yang tidak terlalu besar (<10 ). 8

DAFTAR RUJUKAN Budhi, Gregorius Satia, dkk. 2011. Kombinasi Self-Organizing Map Neural Network dan K-Nearest Neighbor untuk Klasifikasi Otomatis Citra Kelompok Bintik Matahari. Konferensi Nasional Sistem dan Informatika. Universitas Kristen Petra Surabaya. Yatini, Clara Y. 2010. Modul Diseminasi Interaksi Matahari-Bumi untuk Kalangan Guru Sekolah Menengah Atas. Laporan. Program Insentif Percepatan Difusi dan Pemanfaatan IPTEK. LAPAN Haryani, N. 2000. Analisa Korelasi Antara Sunspot dan Solar Fluks pada Panjang Gelombang 10. 7 cm. Laporan Praktek tidak diterbitkan. Surabaya: Jurusan Matematika FMIPA ITS. Maspupu, John. 2011. Prediksi Bintik Matahari Untuk Siklus 24 Secara Numerik. Jurnal. FMIPA UNY. Munir, Muhammad Syahrul. 2005. Analisis Grup Sunspot dan Saat Terjadinya Flare. Skripsi. Tidak diterbitkan. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Setiahadi, Bambang. 2001. Hasil Uji Simulasi MHD Matahari-Bumi. Watukosek: Observatorium Matahari Watukosek, LAPAN. Setiyowati. 2012. Keterkaitan Luas Group Sunspot Kelas D, D, dan F Dengan Peristiwa Flare Kelas M dan X pada Siklus Matahari ke-23. Skripsi tidak diterbitkan : Universitas Pendidikan Indonesia. Widodo, Nanang. 2000. Menentukan perkiraan umur produktif sunspot kelas D, E dan F berdasarkan frekuensi flare, Warta LAPAN Vol. 2, No. 2. 9