PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR. Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. serta implikasi yang berkaitan dengan kajian yang telah dilakukan.

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kawasan Cepat Tumbuh

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAROLANGUN NOMOR TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh:

PERENCANAAN WILAYAH. GG 425

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

PELAYANAN SARANA PENDIDIKAN DI KAWASAN PERBATASAN SEMARANG-DEMAK TUGAS AKHIR

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

EVALUASI PELETAKAN TERMINAL BANYUMANIK DAN TERMINAL PENGGARON DALAM MENDUKUNG SISTEM AKTIVITAS SEKITAR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

I. PENDAHULUAN. di wilayah Kabupaten Siak Propinsi Riau. Jaringan jalan yang terdapat di

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

IX. KETERKAITAN ANTARA ALTERNATIF STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DAN IDENTIFIKASI WILAYAH CIANJUR SELATAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda (Riyadi, 2002) dalam Ishak, Marenda 2008.

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

STUDI POLA RUANG ALIRAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN ANTARWILAYAH DI PROVINSI BANTEN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. pemicu munculnya permasalahan lingkungan baik biotik, sosial, kultural,

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

KRITERIA TIPOLOGI PENINJAUAN KEMBALI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

BAB I PENDAHULUAN. hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

BAB 2 KETENTUAN UMUM

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

L E M B A R A N D A E R A H

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Sinkronisasi Rencana Pola Ruang Pada Wilayah Perbatasan Kota Semarang dan Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan kota-kota besar di Indonesia saat ini berada dalam tahap yang

BAB I PENDAHULUAN. arah perubahan struktural desa-kota diharapkan dapat berlangsung secara seimbang

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PLANO MADANI VOLUME 5 NOMOR 2, OKTOBER 2016, P ISSN X - E ISSN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Transkripsi:

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD SYAHRIR L2D 300 369 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G 2 0 0 4

ABSTRAKSI Wilayah Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu di Propinsi Jawa Tengah sebagai jalur utama pantura untuk menuju kota-kota lainnya. Hal ini didukung oleh kerajinan batik di Kota Pekalongan, memiliki dua fungsi yakni sektor primer dan sektor sekunder. Dari dua sektor tersebut tingkat pelayanan antar kota-kota kecamatan sangat mendukung perkembangan wilayahnya, terutama kecamatan pada daerah jalur utama Pantura sangat berkembang karena dilalui oleh jalur pantura sedangkan di kecamatan di selatan kurang berkembang karena kondisi wilayahnya berada didaerah pegunungan dan perbukitan serta kurang mendukungnya sarana dan prasaranan. Agar dapat tercapainya suatu gerak langkah pada kota-kota di Kabupaten Pekalongan, dalam arti tidak ada kesenjangan yang menolok dalam sistem kota dan perwilayahan. Pada kecamatan di jalur utama pantura dan selatan kecamatan Kabupaten Pekalongan sangat kurang menguntungkan pada kecamatan di selatan antara lain Kecamatan Kandangserang karena daerahnya kurang strategis dan banyaknya lahan yang mudah erosi dan sulit berhubungan antardesa, karena daerah tersebut rawan terhadap tanah longsor, sedangkan Kecamatan Paninggaran jauh dari ibukota dan daratannya yang berbukit-bukit, dan Kecamatan Petungkriyono daerahnya berupa pegunungan dan perbukitan menyulitkan dalam pengembangan prasarana transportasi. Perubahan kegiatan aktivitas ekonomi kecamatan pada daerah jalur utama Pantura dan kecamatan di selatan Kabupaten Pekalongan. Kajian terhadap laju pertumbuhan. Pertumbuhan tidaklah hanya merupakan lokalisasi sektor industri sebagai sektor pedorong, akan tetapi harus mampu mendorong ekspansi yang besar di wilayah sekitarnya, oleh karena itu pengaruh polarisasi strategis lebih menonjol dari pada ketergantungan antar indusrti. Prasarana yang sudah ada atau sudah berkembang itu karna di kecamatan jalur utama Pantura, tetapi pada kecamatan di selatan Kabupaten Pelakogan penyediaan sarana dan prasarana belum bekembang sedangkan penyediaan pelayanan pusat-pusat sentral belum terlaksanan dengan baik. Struktur/bentuk keruangan pada kecamatan dijalur uatama Pantura dan kecamatan di selatan Kabupaten Pekalongan. Kajian terhadap pola pemanfaatan ruang, terhadap suatu hirarki kota terjadinya ketergantungan pada kota-kota yang berperan sebagai pusat pertumbuhan wilayah, sehingga diharapkan tidak terjadi polarisasi yang kuat ke arah pusat pertumbuhan utama. Dan merangsang terbentuknya kutub-kutub baru sebagai pusat pelayanan terpadu, diutamakan pada wilayah pengembangan yang punya potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Melakukan upaya peningkatan keterkaitan antara wilayah kecamatan yang tergabung dalam satuan SWP (Sub Wilayah Pengembangan). Seperti diketahui bahwa jenis dan bentuk aktivitas yang terdapat pada wilayah perkotaan menjadi sangat beragam dan saling mempunyai kepentingan yang berbeda. Untuk mengoptimalkan proses pengembangan fungsi-fungsi perkotaan serta untuk menghindari terjadinya konflik antarkegiatan tersebut, perlu dilakukan upaya pengalokasian kegiatan pada bagian ruang tertentu sesuai dengan karakteristik kegiatan serta daya dukung ruang terhadap kegiatan yang dikembangkan untuk jangka panjang (Yunus. 2000). Pada sisi lain, perkembangan aktivitas pada lingkungan perkotaan akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah arus urbanisasi dari wilayah hinterland ke dalam wilayah kota (Bryant. 1987). Analisis Tipologi kecamatann dapat menganalisa rata-rata pertumbuhan dan tingkat pendapatan sehingga dapat diramalkan kecenderungan tingkat ekonomi perkecamatan di Kabupaten Pekalongan, sehingga dapat diprediksikan tingkat perkembangan yang terjadi untuk masa mendatang, Pembentukan yang dilakukan dengan melakukan kajian mengkategorikan Klaassen dan tipologi kecamatan terhadap 16 kecamatan yang berada di Kabupaten Pekalongan, diolah dari berbagai literatur dan studi yang ada, kemudian dilakukan proses Kolaborasi dari dua analisis tipologi terhadap 16 kecamatan. Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan, kecenderungan terhadap kolaborasi dari dua analisis tersebut terdapat beberapa kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang masih tergolong tertinggal baik itukecamatan di jalur utama Pantura maupun kecamatan di selatan.perkembangan kecamatan bukan pada satu kecamatan saja melainkan diseluruh kecamatan di Kabupaten Pekalongan. Pada akhirnya, studi ini menunjukkan beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai arahan untuk pengembangan lebih lanjut mengenai proses tipologi kecamatan, menunjukkan besarnya peranan sektor dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu wilayah. Dalam pertumbuhan ekonomi terhadap wilayah atau kecamatan yang tertinggal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah Kabupaten Pekalongan merupakan sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berada di jalur utama Pantura yang mempunyai akses untuk menuju ke daerah-daerah lainnya. Perkembangan Kabupaten Pekalongan, baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh perkembangan daerah lain, terutama Kota Pekalongan yang berbatasan langsung dengan jalur utama Pantura Kabupaten Pekalongan. Dari segi aktivitas di Kabupaten Pekalongan memiliki aktivitas yang terdiri dua sektor, yaitu sektor primer dan sektor sekunder. Sektor primer meliputi sektor pertanian, sektor perikanan, sektor peternakan, pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan lain sebagainya, sedangkan sektor sekunder yaitu sektor industri, sektor perdagangan dan jasa. Dari kegiatan-kegiatan tersebut, terlepas dari Kota Pekalongan sebagai wilayah yang didukungnya, Kabupaten Pekalongan juga mempunyai fungsi tersendiri sebagai simpul koleksi dan distribusi bagi kawasan-kawasan di dalamnya. Dari dua sektor tersebut tingkat pelayanan antarkota kecamatan sangat mendukung perkembangan wilayahnya, terutama untuk kecamatan di jalur utama Pantura di Kabupaten Pekalongan yang lebih berkembang karena dilalui oleh jalur Pantura sedangkan pada kecamatan di selatan Kabupaten Pekalongan kurang berkembang karena kondisi wilayahnya berada di daerah pegunungan dan perbukitan serta kurangnya dukungan sarana dan prasarana. Pada pengembangan peran dan fungsi kota, secara spesifik dalam rencana tata ruang kota harus mempertimbangkan dengan saksama potensi yang dimiliki hinterland-nya, sehingga terjadi suatu keserasian interaksi antara pusat dengan wilayahnya (core-periphery) yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Dalam pembagian wilayah administrasi, Kabupaten Pekalongan terdiri dari satu Ibukota Kabupaten dan enambelas Ibukota Kecamatan. Dalam aspek kebijakan, penataan ruang wilayah Kabupaten Pekalongan dimaksudkan sebagai upaya pemanfaatan ruang secara terpadu, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, dan seimbang dalam kerangka pembangunan daerah yang berkelanjutan (sustainable development). Matra ruang 1

2 dalam pembangunan daerah dibutuhkan untuk mencapai pembangunan sektoral yang optimal. Maka perlu diusahakan agar kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan potensi dan permasalahan yang terjadi di daerah. Kondisi umum kecamatan-kecamatan di Kabupaten Pekalongan yang kurang menguntungkan terlihat pada kecamatan-kecamatan di selatan Kabupaten Pekalonagn antara lain Kecamatan Kandangserang, Kecamatan Paninggaran, dan Kecamatan Petungkriyono dengan daerahnya berupa pegunungan dan perbukitan yang rawan bencana sehingga menyulitkan interaksi antardesa dan membatasi pengembangan prasarana transportasi. Adapun perbedaan perkembangan pada kecamatan di jalur utama Pantura dan di selatan Kabupaten Pekalongan yaitu perkembangan perkotaan seperti di Kecamatan Wiradesa mempunyai wilayah pendukung aktivitas yang cukup luas bahkan hingga luar SWP-nya, sebagai fungsi perdagangan dan jasa, serta industri. Sedangkan kecamatan di selatan tidak berkembang karena adanya keterbatasan fisik dasar yaitu sarana dan prasarana jaringan jalan yang perlu diprioritaskan untuk dikembangkan. Seperti diungkapkan di atas bahwa perhatian terhadap perkembangan kecamatan di utara terutama jalur utama Pantura cenderung berkembang. Sedangkan kecamatan di selatan lebih lambat dikarenakan penyebaran pembangunan tidak merata dan lebih berkonsentrasi di jalur utama Pantura, sehinggga terjadi apa yang disebut sebagai kesenjangan/disparitas antarwilayah. Menurut Budhy Tjahjati, 1991 mengemukakan bahwa terdapat dua permasalahan yang timbul seiring dengan proses pertumbuhan kota, yaitu permasalahan pada lingkup makro dan mikro. Pada lingkup makro, proses pertumbuhan kota akan menyebabkan terjadinya pergeseran peran kota dalam konstelasi sistem perkotaan. Sementara dalam lingkup mikro, pertumbuhan kota akan menyebabkan semakin kompleksnya perkembangan aktivitas masyarakat, peningkatan kebutuhan terhadap sumberdaya serta semakin langkanya jumlah dan jenis sumberdaya yang tersedia pada lingkungan kota yang dibutuhkan untuk mendukung proses pengembangan aktivitas perkotaan. Pada lingkup wilayah perkotaan seperti pada tingkat kecamatan di atas, kebutuhan terhadap adanya suatu rencana tata ruang yang berkualitas muncul sebagai akibat terjadinya proses pertumbuhan kota. Pertumbuhan wilayah maupun kota menyebabkan perlu dirumuskannya suatu kebijakan dasar yang mampu berfungsi sebagai pedoman bagi

3 seluruh komponen dalam kegiatan pengelolaan kota (Bryant, 1987) agar lingkungan kota dapat berfungsi secara ideal. Seperti diketahui bahwa jenis dan bentuk aktivitas yang terdapat pada wilayah perkotaan menjadi sangat beragam dan saling mempunyai kepentingan yang berbeda. Untuk mengoptimalkan proses pengembangan fungsi-fungsi perkotaan serta untuk menghindari terjadinya konflik antarkegiatan tersebut, perlu dilakukan upaya pengalokasian kegiatan pada bagian ruang tertentu sesuai dengan karakteristik kegiatan serta daya dukung ruang terhadap kegiatan yang dikembangkan untuk jangka panjang (Yunus, 2000). Pada sisi lain, perkembangan aktivitas pada lingkungan perkotaan akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah arus urbanisasi dari wilayah hinterland ke dalam wilayah kota (Bryant, 1987), sehingga secara kuantitatif jumlah penduduk kota akan semakin bertambah. Pertambahan jumlah penduduk tersebut akan menyebabkan perlu dilakukannya upaya penambahan jumlah dan jenis infrastruktur kota agar kemampuan pelayanan infrastruktur serta daya dukung lingkungan kota dapat lebih disesuaikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat. Sebagai sebuah kebijakan yang berimplikasi terhadap aktivitas masyarakat secara luas dan bertujuan jangka panjang, maka dalam proses perumusan rencana tata ruang kecamatan, perlu melibatkan seluruh stakeholders yang terlibat dalam proses pelaksanaan pembangunan, serta harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti daya dukung lingkungan, serta sistem interaksi wilayah. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut diharapkan akan dapat disusun kebijakan tata ruang yang berkualitas, yang mampu menyelesaikan permasalahan spasial yang berkembang pada saat sekarang serta mampu mengantisipasi dinamika permasalahan yang mungkin akan berkembang pada masa yang akan datang. Pada pola pemanfaatan lahan/ruang pada suatu wilayah kabupaten dapat mencerminkan perkembangan tingkat pembangunan wilayah tersebut. Sebab penggunaan lahan bersifat dinamis dan selalu berganti menyesuaikan dengan dinamika pembangunan wilayah. Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Pekalongan meliputi penggunaan lahan untuk fungsi yang beragam yaitu permukiman, pertanian lahan kering, sawah, perkebunan, peternakan, perikanan, perhubungan, areal berhutan, tanah kritis/rusak, padang rumput, industri, pertambangan terbuka dan sebagainya.