BAKTERIOSIN DAN PERANNYA DALAM EKOLOGI MIKROBA RUMEN

dokumen-dokumen yang mirip
bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

KARAKTERISTIK ANTI BAKTERI ISOLAT Lactobacillus DARI TEMPOYAK. (Skripsi) Oleh : Pratika Viogenta

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Bakteriosin

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditumbuhkan dalam substrat. Starter merupakan populasi mikroba dalam jumlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam laktat (BAL) yaitu kelompok bakteri gram positif, katalase

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Kemurnian Bakteri L. plantarum dan Patogen

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FESES BAYI DAN EVALUASI IN VITRO POTENSI PROBIOTIK

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Volume Usus Besar Pasca Transportasi

LAPORAN AKHIR PROGRAM IPTEKS BAGI INOVASI DAN KREATIVITAS KAMPUS JUDUL. Tahun I dari rencana 3 tahun

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun

KARAKTERISASI MOLEKULAR BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL) PROBIOTIK DENGAN GEN 16S

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu pangan fungsional yang

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

I. TINJAUAN PUSTAKA. nutrisi untuk pertumbuhan, perkembangan bayi dan memberikan perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan dalam firman-nya dalam surat al-baqarah ayat 168 sebagai berikut:

BAKTERIOSIN ASAL BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI BIOPRESERVATIF PANGAN

Bakteri asam laktat dapat dibedakan atas 2 kelompok berdasarkan hasil. 1. Bakteri homofermentaif : glukosa difermentasi menghasilkan asam laktat

BAB I PENDAHULUAN. unik: sepertiga spesies bakteri dalam mulut terdapat di lidah.1

Fermentasi Susu. Nur Hidayat Mikrobiologi Industri. Susu sapi sesuai untuk fermentasi mikrobia

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12

Inhibition Test of Bacterial Isolates Gut Duck (Anas Domestica) on Gram Positive Bacteria and Growth Patterns Isolates on Media Mrs Broth

tumbuhan (nabati). Ayam broiler merupakan salah satu produk pangan sumber

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006).

BABI PENDAHULUAN. pentingnya makanan sehat mengalami peningkatan. Hal ini mendorong timbulnya

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

II TINJAUAN PUSTAKA. Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah

Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. KUALITAS BIOLOGIS dan MANIPULASI MIKROBA: Probiotik

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

PENDAHULUAN. Latar Belakang. semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

I. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PRASYARAT GELAR... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... PENETAPAN PANITIA PENGUJI... UCAPAN TERIMAKASIH... ABSTRACT...

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

Bidang Kajian Bioteknologi

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio.

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB II LANDASAN TEORI. A.Tinjauan Pustaka. 1.Tanaman Tebu. tinggi dibanding tanaman lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pemanis (Lutony,

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. karbohidrat (Pato, 2003). Semua bakteri asam laktat memerlukan karbohidrat yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

Fermentasi Susu. Nur Hidayat Agroindustri Produk Fermentasi Kuliah Minggu ke-13. Susu sapi sesuai untuk fermentasi mikrobia

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ciri-ciri dan Kandungan Gizi Ikan Tongkol. Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan golongan dari ikan tuna

KAJIAN DAYA HAMBAT BAKTERI ASAM LAKTAT SILASE RANSUM KOMPLIT BERBASIS HASIL SAMPING JAGUNG, UBI KAYU DAN SAWIT

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

BAB II LANDASAN TEORI

AKTIVITAS PENGHAMBATAN ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT IKAN NILA DAN TONGKOL TERHADAP BAKTERI MERUGIKAN PRODUK PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Ketahanan Lactobacillus plantarum Terhadap Asam

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (2): ISSN: POTENSI ANTIBAKTERIAL BAKTERI ASAM LAKTAT DARI PEDA, JAMBAL ROTI, DAN BEKASAM

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

PENDAHULUAN. Latar Belakang Produk pangan yang memiliki kandungan gizi dan. kesehatan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi sekaligus

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Yoghurt adalah salah satu produk olahan pangan bersifat probiotik yang

I. PENDAHULUAN. cukup sempurna karena mengandung zat zat gizi yang lengkap dan mudah

KEJU. Materi 14 TATAP MUKA KE-14 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAKTERIOSIN DAN PERANNYA DALAM EKOLOGI MIKROBA RUMEN SUPARJO jajo66.wordpress.com I. PENDAHULUAN Antibiotik telah lama digunakan dalam usaha peternakan, baik untuk pengobatan (therapeutic) maupun untuk pencegahan penyakit atau peningkatan produksi (subtherapeutic). Keuntungan penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (growth promoter) diantaranya meningkatan produksi dan efisiensi penggunaan pakan. Sisi negatif penggunaan antibiotik diantaranya timbulnya organisme yang resisten terhadap antibiotik tertentu dan residu yang tersisa pada produkproduk peternakan. Antibiotik mempunyai spektrum kerja yang luas sehingga dapat membunuh semua jenis organisme yang ada, baik organisme yang menguntungkan maupun patogen. Pengurangan penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (growth promoters) ternak memberi implikasi pada meningkatnya intensitas penggunaan substansi pemacu pertumbuhan alternatif. Beberapa bahan seperti probiotik, prebiotik (Suskovic dkk. 2001), ekstrak tanaman (Tucker 2002), enzim (Rosen 2000) dan asam organik (Caja, Garin dan Mesia 2000) terus diteliti penggunaannya sebagai pemacu pertumbuhan alternatif pengganti antibiotik. Probiotik merupakan salah satu alternatif antibiotik yang dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan. Probiotik secara umum didefinisikan sebagai kultur tunggal atau campuran mikroorganisme hidup yang mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap induk semang melalui peningkatan karakteristik mikroflora indigenous (Havenaar, Brink dan Veld 1992). Probiotik dapat dianggap sebagai food ingredient (Touhy 2003), dietary supplement (Roberford 2000) atau feed supplement (Fuller 1989) berupa mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi kesehatan manusia atau ternak. Bakteri probiotik yang digunakan secara komersial dewasa ini umumnya berasal dari genus Lactobacillus dan Bifidobacterium (Heller 2001; Šušković dkk. 2001; Touhy 2003). Beberapa spesies bakteri yang biasa digunakan sebagai probiotik ditampilkan pada Tabel 1. Bakteri yang paling banyak digunakan 2008. BAKTERIOSIN DAN PERANNYA DALAM EKOLOGI MIKROBA RUMEN. Suparjo. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi

2008 2 sebagai probiotik baik pada bidang peternakan maupun bidang pangan adalah bakteri asam laktat (BAL). BAL didefinisikan sebagai bakteri pembentuk asam laktat dalam metabolisme karbohidrat dan terdiri dari berbagai macam kelompok bakteri gram positif. BAL mempunyai peranan penting dalam pengawetan bahan pangan dan melawan bakteri patogen melalui senyawa peptida antimikroba. Mekanisme kerja probiotik dapat diekspresikan melalui 3 cara (Šušković dkk. 2001), yaitu; (1) menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen pada saluran pencernaan melalui produksi substansi antimikroba (asam laktat, asam asetat, asetaldehida, hidrogen peroksida dan bakteriosin), persaingan mendapatkan zat makanan dan persaingan reseptor pada epitelium usus; (2) merubah metabolisme mikrobial dengan meningkatkan aktifitas enzim yang bermanfaat seperti galactosidase atau menekan enzim yang tak bermanfaat seperti gluruconidase, glucosidase, nitroreductase dan (3) merangsang pembentukan kekebalan tubuh. Tabel 1. Beberapa Spesies Mikroorganisme sebagai Probiotik LACTOBACILLUS BIFIDOBACTERIA BAL LAIN NON BAL L. acidophilus B. adolescentis Enterococccus faecalis Bacilus cereus var toyoi L. amylovorus B. animalis Enterococccus faecium Saccharomyces cerevisiae L. casei B. bifidum Lactococcus lactis Saccharomyces boulardii L. cripatus B. breve Leuconstoc mesenteroides L. delbrueckii subsp. B. infontis Pediococcus acidilactici bulgaricus L. gallinarum B. lactis Sporolactobacillus inulinus L. gasseri B. longum Streptococcus thermophilus L. johnsonii L. paracasei L. olantarum L. reuteri L. rhamnosus Sumber : Holzapfel dkk. (2001) Produksi senyawa toksin merupakan hal yang sering terjadi dalam interaksi kompetisi antara mikroba dan beberapa senyawa tersebut telah berhasil diadopsi dan diaplikasikan dalam mengontrol populasi mikroba. Beberapa bakteri probiotik mampu menghasilkan senyawa mirip antibiotik yang mempunyai pengaruh langsung terhadap bakteri dalam saluran pencernaan (Hillman 2001) yang disebut bakteriosin (Martinez dkk. 2000). Bakteriosin bakteri asam laktat tertentu mempunyai aktivitas yang menghambat bakteri Butyrivibro spp. (Kalmokoff dkk. 1996). Bakteriosin dapat menjadi alternatif pengganti antibiotik dalam memanipulasi populasi mikroba

rumen. Bakteriosin mempunyai kelebihan dibanding antibiotik karena mempunyai target yang spesifik, rentan terhadap pencernaan proteolitik, memungkinkan untuk dilakukan manipulasi dan transfer genetik dan aman digunakan. Ternak ruminansia memanfaatkan makanan yang 2008 3 dikonsumsinya setelah dilakukan proses fermentasi di dalam rumen dan saluran pecernaan lainnya. Rumen merupakan kantong yang berisi bermiliaran mikroba yang terdiri dari bakteri, protozoa dan fungi. Rumen berisikan berbagai spesies mikroba. Setiap gram isi rumen mengandung sekitar 10 10 bakteri dengan 200 spesies, 10 6 protozoa dengan 25 genus dan 10 6 fungi dengan 5 genus (Mackie dkk. 1999). Rumen dengan volume 50 liter maka terdapat sekitar 5 x 10 14 bakteri, 5 x 10 10 protozoa dan 5 x 10 10 fungi. Dalam aktivitasnya, mikroba tersebut saling berinteraksi baik sesama spesies maupun antara spesies atau genus. Interaksi yang terjadi dapat bersifat positif yang saling menguntungkan maupun negatif yang dapat menghambat perkembangan mikroba lain. Bakteriosin merupakan salah satu peptida antimikroba yang dapat menghambat bakteri. Sifat penghambatan bakteriosin sangat spesifik karena hanya menghambat atau membunuh spesies bakteri lain yang mempunyai hubungan yang dekat. Namun sejauh ini, perhatian tentang bakteriosin lebih banyak ditujukan pada bidang pengawetan pangan. Populasi bakteri di dalam rumen memungkinkan terjadinya kompetisi yang ketat dalam memperoleh zat makanan. Permasalahannya apakah bakteriosin berperan dalam kompetisi tersebut yang dapat merubah sistem ekologi rumen. II. KARAKTERISTIK BAKTERIOSIN Bakteriosin adalah peptida antimikroba yang disintesis secara ribosomal yang dihasilkan sejumlah bakteri (Martirani dkk. 2002) dan mempunyai pengaruh bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri yang mempunyai hubungan yang dekat dengan bakteri penghasilnya (Ko dan Ahn 2000). Bakteriosin dihasilkan baik oleh bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Bakteriosin gram positif mengandung 30 sampai 60 asam amino dengan aktifitas yang bervariasi dari spektrum sempit sampai luas dalam melawan bakteri grampositif lain (Jack dkk. 1995) bahkan ada yang beraksi terhadap bakteri gram negatif. Penamaan bakteriosin umumnya disesuaikan dengan bakteri penghasilnya seperti Lactococcin A, Lactococcin G, lactococcin 972 dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis, Enterococcin (Enterococcus faecalis), Carnobactericin (Carnobacterium piscicola), Aurecin (Staphylococcus aureus), Bacillocin (Bacillus licheniformis), Acidolin, Acidophilin, Lactacin (Lactobacillus acidophilus), Lactocin, Helveticin (L. helveticus), Plantaricin, Planticin (L. plantarum) dan lain sebagainya.

2008 4 Bakteriosin pertama kali terdeteksi pada tahun 1925 oleh Andre Gratia yang mengamati pertumbuhan beberapa strain E. coli yang pertumbuhannya dihambat oleh senyawa antimikroba yaitu colicin (Oscárriz dan Pisabarro 2001). Bakteriosin selain berperan dalam menjaga kesehatan ternak dan manusia melalui penyeimbangan ekosistem pencernaan, bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat juga berperan sebagai pengawet alami dalam penyimpanan dan pengolahan bahan pangan (Soomro dkk. 2002) Penggunaan istilah bakteriosin sering dikacaukan dengan istilah antibiotik dan antimikroba. Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme. Bakteriosin adalah zat kimia berupa peptida atau protein yang dihasilkan oleh bakteri sedangkan antimikroba disamping zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme (antibiotik, bakteriosin) juga substansi yang diperoleh secara sintetik. Bakteriosin secara umum berbeda dengan antibiotik dalam hal sintesis, mekanisme kerja, spektrum dan tujuan pemakaian (Tabel 2). Bakteriosin meskipun mempunyai heterogenitas komposisi kimia dan aktifitas biologis biasanya mempunyai beberapa karakteristik umum, seperti menghambat pertumbuhan atau membunuh strain bakteri yang hampir sama; tidak efektif melawan bakteri penghasilnya; mempunyai spektrum sempit dan mempunyai protein moiety yang dibutuhkan untuk aktifitas biologi (Schlegel dan Slade 1972). Mekanisme kerja bakteriosin dalam melawan bakteri lain secara umum dengan menyerang membran sitoplasma (Montville dan Chen 1998) melalui pembentukan pori membran sitoplasma (Sablon, Contreras dan Vandamme 2000) dan penembusan membran sel sehingga meningkatkan permeabilitas membran sitoplasma (Jack dkk. 1995) atau penghambatan pembentukan septum (Martinez dkk. 2000). Tabel 2. Beberapa Perbedaan utama Bakteriosin dan Antibiotik Karakteristik Bakteriosin Antibiotik Aplikasi Pangan Klinikal Sintesis Ribosomal Metabolit sekunder Aktivitas Spektrum sempit Spektrum luas Imunitas Sel Induk Semang Ya Tidak Mekanisme Sel Target Biasanya penyesuaian sel Biasanya pemindahan yang dipengaruhi secara genetik Kebutuhan Interaksi Docking molekul Target khusus Mekanisme Kerja Sebagian besar pembentukan Membran sel atau target pori, dan beberapa dalam intraseluler biosintesis dinding sel Efek samping Belum diketahui Ya Sumber: Cleveland dkk. (2001)

III. PENGGOLONGAN BAKTERIOSIN Bakteriosin yang dihasilkan bakteri gram positif secara umum terbagi menjadi 2 kelompok besar yaitu lantibiotics dan nonlantibiotics bacteriocin (Teather dkk. 1999). Bakteriosin berdasarkan sifat kimia, struktur dan fungsinya (Worobo dkk. 2008 5 1995) dibagi menjadi 4 kelompok (Tabel 3) yaitu kelas I: Lantibiotics, peptida molekul kecil (berat molekul < dari 5 kda) mengandung lanthionine dan β methyl lanthionine; kelas II: peptida yang stabil terhadap panas, berat molekul lebih kecil dari 10 kda dan tidak terjadi perubahan asam amino, kelas III: protein labil terhadap panas dengan molekul lebih besar dari 30 kda (Ness dkk. 1996) dan kelas IV: glikoprotein dan lipoprotein (Oscárriz dan Pisabarro 2001). Bakteriosin kelompok non lantibiotics dapat dikelompokkan berdasarkan kandungan sistein atau jembatan disulfida menjadi 3 kelompok (Tabel 4), yaitu cystibiotic (mengandung dua atau lebih asam amino sistein untuk jembatan disulfida); thiolbiotic (satu sistein) dan tanpa sistein (Jack dkk. 1995). Tabel 3. Klasifikasi Bakteriosin KELOMPOK KARAKTERISTIK I A Molekul kecil (2 5 kda), mengandung asam amino lanthionine dan β methyllanthionine, bermuatan positif berbentuk ulir B Molekul kecil (< 2 kda) bermuatan negatif atau netral berbentuk globular Nisin Pep 5 CONTOH BAKTERIOSIN Epidermin Lactoccin S Gallidermin Lacticin 481 Mersacidin Actagardin Cinnamycin BAKTERI PENGHASIL Lactococcus lactis Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis Lactobaillus sake Staphylococcus gallinarum Lactococcus lactis Bacillus subtilis Actinoplasnes sp. Strepomyces cinnamoneus II a Peptida anti listerial Pediocin PA 1/AcH, Pediococcus acidilactici H/PAC1.0 Sakacin A Lactobacillus sake LB706 Sakacin P Lactobacillus sake LTH 674 Leucocin A UAK 187 Leuconostoc gelidum UAL 187 Carnobacteriocin B2 Mesentericin Y105 Lactococcin MMFII Carnobactrium piscicola LV17B Leuconostoc mesenteroides Lactococcus lactis b Bakteriosin 2 peptida Lactococcin G Lactococcus lactis Lactococcin M Lactacin F Plantacirin A Plantacirin EF Plantacirin JK Lactococcus lactis Lactobacillus johnsonii Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum Lactobacillus plantarum

2008 6 KELOMPOK III c KARAKTERISTIK Baktreiosin dikeluarkan melalui sec dependent Molekul besar (>30 kda), sensitif terhadap panas CONTOH BAKTERIOSIN Acidin B Carnobacteriocin A Divergicin A Enterocin P Enterocin B Lactococcin A Lactococcin B Acidocin B Cerein 7/8 Helveticins J Helveticins V 1829 BAKTERI PENGHASIL Lactobacillus acidophilus Carnobactrium piscicola LV17A Arnobacterium divergens LV13 Eenterococcus faecum Eenterococcus faecum T136 Lactococcus lactis LMG2130 Lactococcus lactis WMA4 Lactobacillus acidophilus M46 Bacillus cereus Bc7 Lactobacillus helveticus Lactobacillus helveticus IV Bakteriosin yang mengandung protein atau lipid Lactococcin 27 Lacstrecins Sumber : Cleveland dkk. (2001): Oscárriz dan Pisabarro (2001); Chen dan Hoover (2003) Bakteriosin kelas I, LANTIBIOTIC LANthione containing antibiotic mempunyai berat molekul lebih kecil dari 5 kda, peptida mengandung asam amino tak biasa, lanthionine (Lan), β methyllanthionine (MeLan), dehydroalanine dan dehydrobutyrine (Chen dan Hoover, 2003) dan mengandung 19 sampai 50 asam amino (Cleveland dkk. 2001). Kelompok ini dibagi lagi menjadi 2 tipe berdasarkan struktur kimia dan aktifitas antimikroba, Tipe A dan Tipe B. Tipe A, berbentuk ulir, bermuatan positif, aktifitasnya berhubungan dengan pembentukan pori pada membran sel. Tipe B, berbentuk globular bermuatan negatif atau netral, aktifitas antimikrobanya terkait dengan penghambatan enzim specifik (Nissen Meyer dan Nes 1997). Bakteriosin kelas II, mempunyai berat molekul lebih kecil dari 10 kda, heat stable dan tidak mengandung asam amino lanthionine. Kelas ini dibagi menjadi 3 subkelas, bakteriosin yang mempunyai efek antilisterial (IIa), bakteriosin dengan dua peptida (IIb) dan bakteriosin yang disekresikan melalui secdependent (IIc) (Martinez dkk. 1999). Namun van Belkum dan Stiles (2000) membagi bakteriosin kelas II ini menjadi 6 subklelas, yaitu IIa: cystibiotics dengan 2 jembatan disulfida yang dihasilkan dari 4 residu sistein (Pediocin PA 1/AcH, Enterocin A dan Divercin V41); IIb: cystibiotics dengan satu jembatan disulfida dari 2 residu sistein pada N section peptida (Leucocin A); IIc: cystibiotics dengan satu jembatan disulfida yang menjangkau N dan C section peptida (Carnobacteriocin A dan Enterocin B); IId: peptida yang mengandung satu (thiolbiotics) atau tanpa residu sistein (Lactococcin A dan B); IIe: bakteriosin 2 peptida (Thermophilin 13, Lactacin F, Plantaricin S, A, EF dan JK, Lactococcin G dan M) dan IIf: bakteriosin khas (Enterocin 4). Bakteriosin kelas III, mempunyai berat molekul lebih dari 30 kda dan heat labile.

2008 7 Bakteriosin kelas III dan IV sejauh ini masih kurang mendapat perhatian dari ilmuan sehingga masih sedikit informasi yang diperoleh. Tabel 4. Penggolongan Bakteriosin Berdasarkan Kandungan Sistein PEPTIDA ANTIMIKROBA BERAT MOLEKUL kda) ASAM AMINO BAKTERI PENGHASIL CYSTIBIOTICS Pediocin AcH/PA1 4.6 44 Pediococcus acidilactici H/PAC 1.0 Leucocin A/UAL 187 3.9 37 Leuconostoc gelidum UAL 187 Mesentericin Y 105 3.8 37 Leuconostoc mesenteroides Y 105 Sakacin A 4.3 41 Lactobacillus sake LB 706 Sakacin P 4.4 43 Lactobacillus sake LTH 674 Lactacin F 5.6 57 Lactobacillus acidophilus 11088 Carnobacteriocin A 5.1 53 Carnobacterium piscicola LV 17A Carnobacteriocin BM1 4.5 43 Carnobacterium piscicola LV 17B Carnobacteriocin B2 4.9 48 Carnobacterium piscicola LV 17B Cerein 7/8 4.9 56 Bacillus cereus Bc7 THIOLBIOTICS Lactococcin B 5.3 47 Lactococcus lactis subsp cremoris 9 B4 NO CYSTEINE Lactococcin A 5.8 54 Lactococcus lactis subsp cremoris 9 B4 L. lactis subsp. cremoris LMG 2130 L. lactis subsp. lactis bv diacetylactis WM4 Lactococcin M 4.3 48 L. lactis subsp. cremoris 9 B4 Lactococcin N 4.4 47 L. lactis subsp. cremoris 9 44 Lactococcin Gα 4.3 39 L. lactis subsp. lactis LMG 2081 Lactococcin Gβ 4.1 65 L. lactis subsp. lactis LMG 2081 Sumber: Jack dkk. (1995);Oscárriz dan Pisabarro (2001) IV. PERAN BAKTERIOSIN TERHADAP EKOLOGI MIKROBA RUMEN Bakteriosin rumen Rumen merupakan kantung besar dalam saluran pencernaan sejumlah herbivora, yang berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fermentasi bahan makanan oleh mikroba anaerob. Populasi mikroba dalam rumen sekitar 10 10 bakteri, 10 6 protozoa dan 10 6 fungi per ml cairan rumen (Dehority 1998). Konsekuensi dari tingginya tingkat keragaman dan populasi mikroba, memungkinkan terjadinya interaksi dan kompetisi antara mikroba, baik interaksi positif yang saling menguntungkan maupun negatif yang dapat menghambat mikroba lain. Penghambatan perkembangan bakteri dapat terjadi karena adanya senyawa yang mempunyai aktivitas seperti bakteriosin (BACTERIOCIN LIKE INHIBITORY SUBSTANCE =BLIS) (Teather dkk. 1999). Beberapa bakteriosin telah berhasil diisolasi baik dari bakteri anaerob OBLIGATE dari rumen seperti Clostridium spp., Bacteroides spp., Bifidobacter spp.

dan Propionibacter spp. maupun bakteri anaerob FACULTATIVE dari usus halus seperti Streptococcus spp., Lactobacillus spp., Staphylococcus spp. dan Enterococcus spp (Kalmokoff dkk. 1996). Butyrivibrio merupakan bakteri yang di dominan di dalam rumen (Kalmokoff dkk. 1996) dan mempunyai tingkat keragaman 2008 8 genetik yang besar. Kalmokoff dan Teather (1997) menemukan bahwa 25 dari 49 strain bakteri Butyrivibrio yang diisolasi menghasilkan BLIS, namun sejauh ini baru dua BLIS yang diuraikan lebih lanjut yaitu Butyrivibriocin AR 10 dan Butyrivibriocin OR79. Bakteriosin Butyrivibrio AR10 termasuk ke dalam bakteriosin kelas IIc berdasarkan urutan asam amino N terminal. Bakteriosin mempunyai spektrum aktivitas yang luas terhadap strain Butyrivibrio tetapi relatif sempit terhadap genus lain. Urutan peptida pada butyrivibriocin mempunyai kesamaan (homolog) dengan Acidocin B, bakteriosin yang dihasilkan Lactobacillus acidophillus. Butyrivibrio OR79 dihasilkan oleh Butyrivibrio fibrisolvens OR79, mempunyai spektrum aktivitas yang luas terhadap bakteri butyrivirio dan bakteri patogen bahan makanan. Butyrivibriocin OR79 dibedakan menjadi 2 jenis yaitu Butyrivibriocin OR79A dan Butyrivibriocin OR79B karena adanya perbedaan residu asam amino pada N terminal. Bakteriosin Eksogenus Bakteriosin eksogenus, misalnya bakteriosin dari bakteri asam laktat, dapat memegang peranan penting sebagai antimikroba dalam nutrisi ruminansia. Silase merupakan jalur potensial pemberian bakteriosin bakteri asam laktat dalam sistem produksi ternak ruminansia. Inokulan bakteri dalam silase mengandung campuran bakteri pediococcus acidopillus dan Lactobacillus pantararum yang banyak menghasilkan bakteriosin (Tabel 1). Bakteriosin yang dihasilkan selama proses ensilase memegang peranan penting dalam menghambat organisme pembusuk dan mungkin berpengaruh terhadap bakteri rumen yang mengkonsumsi silase. Pediosin merupakan bakterison yang paling penting karena terdapat pada banyak tempat dan spektrum aktivitas yang luas (Kalmokoff 1996). V. MEKANISME KERJA BAKTERIOSIN Struktur kimia yang beragam menyebabkan bakteriosin mempunyai pengaruhi yang berbeda terhadap fungsi fungsi sel transkripsi, translasi, replikasi dan biosintesis dinding sel (Oscárriz dan Pisabarro 2001). Bakteriosin Gram positif merupakan senyawa aktif membran (Jack dkk. 1995) yang bekerja melalui pembentukan pori pada membran sel target (Eijsink dkk. 2002; Cleveland dkk. 2001; Oscárriz dan Pisabarro 2001), menghambat aktifitas enzim (Breukink dan Kruifjff

2008 9 1999), pertumbuhan spora (van Belkum dan Stiles 2000) atau pembentukan septum (Martinez dkk. 2000). Pembentukan pori pada membran sel merangsang permeabilitas membran yang dapat menggangu keseimbangan ADP/ATP intraseluler akibat kebocoran fostat inorganik (Martinez dkk. 2000), mengurangi daya gerak proton (Eijsink dkk. 2002) dan jumlah kation bivalensi (Mg 2+ atau Ca 2+ ) menyebabkan penetralan muatan negatif fosfolipid, dan penurunan cairan membran, memungkinkan perembasan ion (K + dan Mg 2+ ), asam amino (asam glutamat dan lisin) dan ATP (Oscárriz dan Pisabarro 2001). Daya gerak proton (Proton Motive Force = PMF) merupakan gradien elektokimia membran sitoplasma yang mengatur sintesis dan penimbunan ATP. Kegagalan PMF menyebabkan kematian sel melalui penghentian semua reaksi yang membutuhkan energi (Gajić 2003). Bakteriosin dalam pembentukan pori harus berinteraksi dengan membran sitoplasma sel target. Lipid membran sitoplasma yang bermuatan negatif merupakan reseptor utama bakteriosin dalam proses pembentukan pori (Moll dkk. 1999). Interaksi elektrostatik bakteriosin yang bermuatan positif yang bersifat hidrofobik (Cleveland dkk. 2001) dengan gugus fosfat bermuatan negatif pada membran sel target merupakan tahap awal pengikatan bakteriosin dengan membran target. Bagian hidrofobik bakteriosin masuk ke dalam membran membentuk pori. Konduktivitas dan stabilitas pori pada bakteriosin lantibiotic ditingkatkan melalui pengikatan molekul (molecule docking) sedangkan pada bakteriosin kelas II, reseptor membran target bekerja terhadap spesifikasi tertentu (Chen dan Hoover 2003). Proses penembusan membran fosfolipid oleh peptida membran aktif umumnya terjadi melalui 2 mekanisme (Gambar 1) yaitu model tong kayu (barrel stave model) dan model baji (wedge model) atau karpet (carpet) (Zhao, 2003). Pada model tong, peptida menghadap hampir tegak lurus terhadap membran, kemudian masuk dan membuat saluran ion sepanjang membran diikuti dengan pengikatan monomer tambahan membentuk pori (Cleveland dkk. 2001). Pada model karpet, peptida berikatan dengan permukaan membran, jika konsentrasi ambang batas monomer peptida tercapai, membran ditembus dan pori sementara terbentuk (Zhao, 2003).

2008 10 Gambar 1. Model Pembentukan Pori pada Membran, Barrel Stave dan Carpet Model (Zhao, 2003) VI. IMUNITAS BAKTERI PENGHASIL BAKTERIOSIN Salah satu perbedaan bakteriosin dengan antibiotik adalah adanya mekanisme perlindungan bakteri penghasil terhadap kerja bakteriosinnya. Perlindungan pada bakteriosin lantibiotic dapat dimediasi melalui protein imunitas, LanI dan lanfeg. Terdapat 2 sistem yang bekerja secara sinergis untuk melindungi sel penghasil dari bakteriosinnya sendiri. LanI, yang sebagian besar berikatan pada sisi luar membaran sitoplasma, memberikan imunitas kepada dengan mencegah pembentukan pori oleh bakteriosin. LanFEG bekerja melalui pengangkutan molekul bakteriosin yang telah masuk ke dalam membran kembali ke medium sekeliling dan menjaga konsentrasi bakteriosin dalam membran dibawah tingkat kritis. Protein imunitas bakteriosin non lantibiotic disandikan oleh suatu gen yang terdapat pada bagian hilir gen bakteriosin (Gajic, 2003) kecuali gen imunitas bakteriosin kelas IIc (van Belkum dan Stiles 2000). Sistem imunitas bakteriosin sejauh ini belum berhasil dijabarkan semuanya kecuali LciA, protein imunitas Lactococcin A. LciA dapat mencegah aksi Lactococcin A dengan mengikat kemudian menetralisir bakteriosin atau dengan berinteraksi dan merintangi reseptor bakteriosin (Gambar 2). Melalui interaksi Lactococcin A reseptor dalam LciA menjangkau kedalam membran sitoplasma. Ujung C protein imunitas berada diluar sel sedangkan unjung N berada didalam sitoplasma. Dengan mengikat reseptor, LciA mencegah lactococcin A masuk kedalam membran tetapi ikatan lactociccin A pada reseptor tetap terjadi (Venema dkk. 1995).

2008 11 Gambar 2. Model Mekanisme Kerja Protein Imunitas (Venema dkk. 1995) VII. PENUTUP Dinamika dan perkembangan penyelidikan bakteriosin terus berlanjut. Hal ini dapat dilihat dari sistem penggolongan bakteriosin yang terus berkemban ng. Dari sejumlah bakteriosin yang telah ditemukan baru sedikit sekali yang dapat dapat dilaporkan secara lengkap mengenai susunan genetik, biosintesis maupun mekanismes kerjanya. Bakteriosin memegang peranan penting dalam kompetisi antar strain dalam rumen yang berhubungan karena mempunyai target yang spesifik. Bakteriosin yang terlibat dalam sistem ekologi rumen tidak hanya dihasilkan oleh mikroba rumen tetapi juga dapat dari luar yang ditambahkan ke dalam rumen, baik dengan inokulasi bakteri penghasil, bakteriosin murni ataupun produk produkk fermentasi. VIII. DAFTAR PUSTAKA Breukink, E. and B. de Kruijff. 1999. The lantibiotic nisin, a special case or not?. Biocimia et Biophysica Acta 1462:23 234 Caja, G., D. Garin and J. Mesia. 2000. Stimulating rumen function: Organic acid salts as growth promoters. Feed International, Augustus 2002: 23 25. Chen, H and D.G. Hoover. 2003. Bacteriocins and their food application. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. Vol. 2:82 100. http:/ //www. ift.org/publication/crtsts Chen, J. and P.J. Weimer. 2001. Competition among three predominant ruminal ellulolytic bacteria in the absence orpresence of non cellulolytic bacteria. Microbiology.147, 21 30

2008 12 Cleveland, J., T.J. Montville, I.F. Nes, M.L. Chikindas. 2001. Bacteriocins: safe, natural antimicrobials for food preservation. Intern. J. Food Microbiol. 71:1 20. Dehority, B.A. 1998. Microbial interactions in the rumen. Rev. Fac. Agron. 15: 69 86 Eijsink, V.G.H., L. Axelsson, D.B. Diep, L.S. Havarstein, H. Holo and. I.F. Nes. 2002. Production of class II bacteriocins by lactic acid bacteria; an example of biological welfare and communication. Antonie van Leeuwenhoek 81:639 654. Fuller. R. 1989. Probiotics in man an animals. J Appl Bacteriol. 66:365 378. Gajić, O. 2003. Relationships between MDR proteins, bacteriocin production and proteolysis in Lactococcus lactis. Dissertation. University of Groningen. Netherlands. Havenaar, R., B.T. Brink and J.H.J.H.I. Veld. 1992. Selection of strain for probiotic use. In: Fuller R. (ed). Probiotics: The scinetific basis. Chapman & Hall. London. Heller. K.J. 2001. Probiotic bacteria in fermented foods: product characteristics and starter organisms. Am J Clin Nutr. 73(Suppl):374S 379S. Hillman, K. 2001. Bacteriological aspect of the use of antibiotics and their alternatives in the feed of non ruminant animals. In: Recent Advances in animal Nutrition. Nothingham University Press. London. Holzapfel W.H., P. Haberer, R. Geisen, J. Bjorkroth and U. Schilliner. 2001. Taxonomy and important features of probiotic microorganisms in food and nutrition. Am J Clin Nutr. 73(Suppl):365S 373S. Jack,R.W., J.R. Tagg and B. Ray. 1995. Bacteriocins of Grampositive bacteria. Microbi. Rev. 59(2):171 200. Kalmokoff, M.L., F. Bartlett and R.M. Teather. 1996. Are ruminal bacteria armed with bacteriocins?. J, Dairy Sci. 79:2297 2306. Kalmokoff, M.L. and R.M. Teather. 1996. Isolation and characterization of bacteriocin (Butyrivibiriocin AR10) from the rumen anaerobe Butyrivibrio fibrisolvens AR10. Appl Environ Microbiol. 63:394 402. Ko, Seuk Hyun and C. Ahn. 2000. Bacteriocin production by Lactococcus lactis KCA2386 isolated from White Kimchi. Food Sci. Biotehnol. 9(4):263 269.

2008 13 Mackie, R.I. R.I. Aminov, H.R. Gaskins, B.A. White. 1999. Molecular microbial ecology in gut ecosystems. Proceeding of the 8 th International Symposium on Microbiolgy Ecology. Atlantic Canada Society for Microbiolgy Ecology, Halifax, Canada. Martinez, B., A. Rodriquez and J.E. Suarez. 2000. Lactococcin 972, a bacteriocin that inhibits septum formation in lactococci. Microbiolgy 146:949 955. Martinez, B., M. Fernandez, J.E.Suarez. and A. Rodriguez. 1999. Synthesis of lactococcin 972, a bacteriocin produced by Lactococcus lactis IPLA 972, depends on the expression of a plasmid encoded bicistronic operon. Microbiology. 145:3255 3161. Martirani, L., M. Varcamonti, G. Naclerio and M. De Felice. 2002. Purification and partial characterization of Bacillon 490, a novel bacteriocin produced by thermophillic strain of Bacillus licheniformis. Microb Cell Fact. 1(1):1. Moll, G.N., W.N. Koning and A.J.M. Driessen. 1999. Bacteriocins: mechanisms of membrane insertion and pore formation. Antonie van Leeuwenhoek 76:185 198. Montville, T.J. and Y. Chen. 1998. Mechanistic action of pediocin and nisin: recent progress and unresolved questions. App. Microbiol Biotehnol 50(5):511 519. Ness, I.F., B.D. Diep, L.S. Havarstein, M.B. Brurberg, V. Eisink and H. Holo. 1996. Biosynthesis of bacteriocins in lactic acid bacteria. Antonie Leeuwenhoek 70:113 128. Nissen Meyer, J. and I.F. Nes. 1997. Ribosomally synthesized antimicrobial peptides: their function, structure, biogenesis and mechanism of action. Arch Microbiol 167:67 77. Oscárriz, J.C. and A.G. Pisabarro. 2001. Classification and mode of action of membrane active bacteriocins produced by gram positive bacteria. Int. Microbiol. 4:13 19. Roberford M.M. 2000. Prebiotics and probiotisc: are they functional foods?. Am J Clin Nutr. 71(Suppl):1682S 1687S. Rosen, G.D. 2000. Enzyme for broilers: A multi factorial Assessment. Feed International. December 2000:14 17. Sablon, E., B. Contreras and E. Vandamme, 2000. Antimicrobial peptides of lactic acid bacteria: Mode of action, genetics and biosynthesis. Adv Biochem Eng Biothenol. 68:21 60. Schlegel R. and H.D. Slade. 1972. Bacteriocin production by tranformable group H Streptococci. Journal of Bacteriology. Vol. 112(2):824 829.

2008 14 Soomro, A.H., T. Masud and K. Anwaar. 2002. Role of Lactic Acid Bacteria (LAB) in food preservation and human health A Review. Pakistan Journal of Nutrition 1(1):20 24. Suskovic, J., B. Kos, J. Goreta and S. Matosic. 2001. Role of Lactic Acid Bacteria and Bifidobacteria in Synbiotic Effect. Food Technol. Biotechnol. 39(3):227 235. Teather, R.M. M.L. Kalmokoff and M.F. Whitford. 1999. The Role of bacteriocins in rumen microbial ecology. Proceeding of the 8 th International Symposium on Microbiolgy Ecology. Atlantic Canada Society for Microbiolgy Ecology, Halifax, Canada. Touhy, K.M., H.M. Probert, C.W. Smejkal and G.R. Gibson. 2003. Using probiotics and prebiotics to improve gut helath. DDT Vol. 8(15):692 700. Tucker, L. 2002. Botanical Broiler: Plant Extract to maintain poultry performance. Feed Management. September 2002: 26 28. van Belkum and M.E. Stiles. 2000. Nonlantibiotics antibacterial peptides from lactic acid bacteria. Nat. Prod. Rep. 17:323 335. Venema, K., G. Venema and J. Kok. 1995. Lacococcal bancteriocins: mode of ation and immunity. Trends Microbiol. 3:299 304 Worobo, R.W., M.J. van Belkum, M. Sailer, K.L. Roy, J.C. Vederas and M.C. Stiles. 1995. A Signal peptide secretion dependent bacteriocin from Carnobacterium divergens. Journal of Bacteriology. Vol. 177(11): 3143 3149. Zhao, H. 2003. Mode of Action of Antimicrobial Peptides. Dissertation. University of Helsinki. Finland.