Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk Sulawesi Tengah dengan padi, kakao, kelapa, cengkeh dan ikan laut sebagai komoditi utama dan unggulan daerah. Oleh karena itu pembangunan sektor pertanian menjadi sangat penting dan menjadi prioritas Produksi Padi Sulteng (ton) 1.200.000 1.038.459 1.034.870 985.418 953.396 957.108 1.000.000 857.508 800.000 600.000 400.000 200.000-2007* 2008* 2009* 2010* 2011** 2012*** *) ATAP ; **) ASEM ; ***) ARAM I Sumber : BPS Provinsi Sulteng Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah. Pentingnya peranan sektor pertanian dapat dilihat dari besarnya sumbangan sektor ini terhadap pembentukan PDRB Sulawesi Tengah. Selain itu, berdasarkan hasil Location Quotient (LQ) analysis, sektor pertanian merupakan sektor unggulan Sulawesi Tengah dengan nilai LQ terbesar. Salah satu komoditas pertanian yang sangat penting bagi perekonomian Sulawesi Tengah adalah komoditas padi yang cenderung dikonsumsi oleh seluruh masyarakat Sulawesi Tengah Ketahanan Pangan Beras Di Sulawesi Tengah Angka produksi padi Sulawesi Tengah tahun 2011 sebanyak 1.038.459 ton, meningkat 8,50% jika dibandingkan dengan produksi padi tahun 2010 sebesar 957.108 ton. Peningkatan produksi tersebut disebabkan membaiknya produktifitas (dari 45,90 kwintal/ha tahun 2010 menjadi 46,96 kwintal/ha tahun 2011) dan bertambahnya luas panen (dari 208.085 ha tahun 2010 menjadi 214.332 ha tahun 2011).
No. Tabel. Ketersediaan Beras di Sulawesi Tengah Tahun 2009 Kabupaten/Kota Penduduk (orang) Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sulteng Di lihat dari sisi ketahanan pangan, Sulawesi Tengah sebagai sentra produksi padi nasional mengalami surplus sepanjang tahunnya. Menurut data dari Badan Ketahanan Pangan, pada tahun 2009 kabupaten yang mengalami surplus diantaranya Banggai, Morowali, Poso, Donggala, Tolitoli, dan Parigi Moutong. Sementara kabupaten/kota yang mengalami defisit antara lain Banggai Kepulauan, Buol, Tojo Una-una dan kota Palu. Akan tetapi surplus beras di Sulawesi Tengah ini menghadapi tantangan berupa transaksi perdagangan yang cukup tinggi dengan daerah lainnya. Berdasarkan peta perdagangan dengan provinsi lain dapat dilihat misalkan Sulawesi Tenggara atau Sulawesi Utara. Produksi Beras (konversi) Konsumsi/K ap/thn Keperluan Beras (ton) (kg/cap) (ton) (ton) 1 Banggai Kepulauan 155.728 1.315 139,15 21.670 (20.355) 2 Banggai 295.555 106.354 139,15 41.127 65.227 3 Morowali 177.720 35.560 139,15 24.730 10.830 4 Poso 160.830 51.595 139,15 22.380 29.215 5 Donggala 249.192 64.415 139,15 34.675 29.740 6 Tolitoli 198.441 51.270 139,15 27.613 23.657 7 Buol 117.028 16.117 139,15 16.284 (167) 8 Parigi Moutong 372.286 131.463 139,15 51.804 79.659 9 Tojo Una-una 180.261 3.910 139,15 25.083 (21.173) 10 Palu 309.032 36.140 139,15 43.002 (6.862) 11 Sigi 222.300 63.796 139,15 30.933 32.863 2.438.373 561.935 139,15 339.301 222.634 Gambar Peta Perdagangan Beras Provinsi Sulteng Dengan Provinsi Balikpapan Mamuju Makassar Tujuan Pemasaran Asal Input Barang Palu Lain Sumber :Survei Primer KPw BI Sulteng Gorontalo Kendari Manado Ternate Konsumsi Deficit bahwa Provinsi Sulawesi Tengah memiliki arus perdagangan dan distribusi yang tinggi dengan berbagai provinsi khususnya di Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Hal ini berkaitan erat dengan letak geografis Sulawesi Tengah yang berada di tengah-tengah pulau Sulawesi dan berdekatan dengan Kalimantan sehingga memiliki keunggulan komparatif yaitu cakupan jarak yang lebih dekat dibandingkan provinsi lain Selain ke berbagai kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tengah, produsen dan lembaga pemasaran di Sulawesi Tengah juga menjual komoditas beras ke provinsi lain seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur. Walaupun Sulawesi Ambon
Tengah merupakan sentra produksi beras akan tetapi tingginya volume beras yang ditransaksikan keluar provinsi ini menyebabkan pedagang di Sulawesi Tengah juga harus membeli beras dari provinsi lain seperti Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Selain karena kurangnya pasokan, faktor harga dan margin yang kompetitif menjadi salah satu pertimbangan pedagang untuk membeli beras dari provinsi lain. Jalur Distribusi dan Struktur Pasar Petani dan Beras Berdasarkan survei yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah dengan wilayah cakupan survei di Kota Palu, Kabupaten Parimo, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala diperoleh informasi bahwa umumnya beras yang dipasarkan di Kota Palu berasal dari beberapa daerah di luar Kota Palu. Rantai distribusi pemasaran beras cenderung panjang. Banyaknya lembaga pelaku pemasaran yang terlibat dalam mekanisme pendistribusian beras sampai ke konsumen sangat mungkin menjadi penyebab kenaikan tingkat harga beras di Petani Gambar Jalur Distribusi Beras Provinsi Yang Sama Pengepul/ Tengkulak Grosir Eceran Tradisional Sumber :Survei Primer KPw BI Sulteng tingkatan pedagang eceran di Kota Palu. Jalur distribusi beras dari produsen sebelum ke konsumen akhir pada umumnya melewati pengepul, pedagang besar, grosir dan pengecer (tradisional dan modern). Dari hasil survei yang dilakukan oleh KPw BI Prov. Sulawesi Tengah diperoleh informasi bahwa dalam melakukan pembelian barang dagangan, pedagang mayoritas menggunakan sistem kontrak, diikuti pembelian secara tunai dengan alasan lebih murah dibandingkan harga pasar. Di sisi hambatan, mayoritas pedagang beras di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parimo menganggap ketersediaan bahan baku yang bersifat musiman menjadi hambatan utama dalam pembelian barang dagangan, diikuti faktor alam (hujan dan banjir) dan faktor keterbatasan jumlah angkutan (armada). Di sisi pergudangan, mayoritas pedagang beras memilih lokasi gudang berdasarkan kedekatan (jarak) ke pasar dan tempat produksi. Lama durasi penyimpanan barang dagangan hasil produksi di dalam gudang rata-rata kurang dari satu bulan. Besar Konsumen Akhir Eceran Modern Provinsi Lain Pengumpul/ Tengkulak Besar Eceran Dalam menentukan harga jual, mayoritas responden memilih untuk mengikuti harga pesaing/penjual lain diikuti dengan cara mengikuti harga pasar tertinggi lokal dan internasional
dan menggunakan formula biaya pembelian ditambah dengan margin. Faktor harga beli barang dagangan dari petani/pedagang besar dan faktor ketersediaan supply/pasokan menjadi pertimbangan utama dalam penentuan harga jual. Faktor kenaikan harga (ekspektasi inflasi) serta harga pesaing/penjual menjadi faktor dominan dalam penentuan besaran margin yang diambil. Mayoritas pedagang juga mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan konsumen, tingkat persaingan antar pedagang saat ini cukup tinggi. Terkait perda, mayoritas responden menyatakan bahwa saat ini tidak ada peraturan pemerintah yang membatasi pasokan barang dagangan beras untuk keluar atau masuk di wilayah cakupan survei. Khusus untuk struktur pasar, harga beli di tingkat pedagang pengumpul ditentukan oleh Tabel 4.13 Struktur Pasar Sumber :DinasPertanian Prov. Sulteng pedagang sehingga ada kecenderungan posisi tawar petani cenderung lemah, terutama jika petani terikat hutang permodalan. Kondisi ini mengakibatkan kondisi struktur pasar persaingan sempurna pada petani dan oligopsoni pada pedagang pengumpul. Di sisi lain beras yang ada di tingkat pengumpul akan didistribusikan ke pedagang besar yang memiliki posisi tawar yang lebih besar. Jumlah pedagang besar yang relatif sedikit dan berpengaruh besar dalam pasokan dan harga yang terjadi di pasar menyebabkan terjadinya struktur oligopoli pada titik ini. Selanjutnya beras yang ada pada pedagang besar akan didistribusikan ke grosir dan pengecer. Banyaknya pedagang di titik grosir dan pedagang eceran serta adanya kesepakatan antara pembeli dan penjual dalam transaksi perdagangan menyebabkan terjadinya pasar persaingan sempurna pada titik ini. Rekomendasi Kebijakan Terkait dengan tantangan yang muncul dalam ketahanan pangan, tata niaga dan struktur pasar beras, maka perlu dilakukan berbagai kebijakan seperti: 1. Optimalisasi pengembangan cadangan pangan pemerintah dan pengembangan lumbung pangan masyarakat. 2. Meningkatkan akses petani terhadap Saprodi dan teknologi serta meningkatkan subsidi pupuk dan benih 3. Melakukan sejumlah langkah antisipatif terhadap anomali Iklim yang semakin sulit diprediksi dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian produksi (gagal panen, banjir, kemarau panjang), salah satunya dengan pembangunan gudang di dekat sentra produksi.
4. Melakukan penyuluhan tentang pengelolaan padi pasca panen mengingat masih cukup besarnya loss hasil produksi padi akibat cara merontokkan padi yang masih menggunakan cara tradisional. 5. Peningkatan aksesibilitas petani dan nelayan terhadap sumber pembiayaan formal 6. Perbaikan infrastruktur untuk mendukung ketersediaan supply kebutuhan barang dan jasa di daerah. 7. Pemerintah daerah dapat melakukan program yang bertujuan untuk mengurangi gap informasi harga beras yang ada di berbagai daerah melalui penyediaan informasi harga komoditas di berbagai media misalnya melalui sms, internet atau surat kabar. --- o0o ---