IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN. kebijakan pembangunan antara wilayah/negara daratan (continental/landlock

7.1. Potensi Lokal Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki

ABSTRACT. Development centers, input-output, scalogram, key sectors, final demand Impact, service fascilities.

I. PENDAHULUAN. rona wilayah yang heterogen terdiri dari pulau-pulau. Menurut Yakub (2004),

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi

VIII. ANALISIS KEMAMPUAN FASILITAS PELAYANAN DAN HIRARKI PUSAT PENGEMBANGAN WILAYAH DI WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

PENGEMBANGAN KAWASAN SENTRA PRODUKSI DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN DI PROVINSI MALUKU DISERTASI IZAAC TONNY MATITAPUTTY

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

Agriekonomika, ISSN SEKTOR PERTANIAN MERUPAKAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI PROVINSI MALUKU

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

VI. ANALISIS MULTIPLIER PEMBANGUNAN JALAN TERHADAP EKONOMI

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis angka pengganda (multiplier) meliputi value added multiplier

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

DAMPAK INVESTASI SWASTA YANG TERCATAT DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN JAWA TENGAH (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengertian Produk Domestik Bruto

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk. bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah.

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

VI. ANALISIS DAMPAK INVESTASI, EKSPOR DAN SIMULASI KEBIJAKAN SEKTOR PERTAMBANGAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

IX. ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan. masyarakat meningkat dalam periode waktu yang panjang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

APLIKASI INPUT OUTPUT

BAB I PENDAHULUAN. 2005, hlm Tulus Tambunan, Pembangunan Ekonomi dan Utang Luar Negeri, Rajawali Pres,

Analisis Sektor Unggulan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

ABSTRAKSI Dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, Indonesia dituntut untuk siap bersaing dengan negara-negara lain. Agar dapat bersain

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

V. PERAN SEKTOR PERTAMBANGAN BATUBARA PADA PEREKONOMIAN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Transkripsi:

IX. SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengembangan kawasan sentra produksi dalam meningkatkan perekonomian wilayah kepulauan Provinsi Maluku, maka dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Sektor-sektor unggulan (key sectors) berdasarkan kriteria struktur output dan nilai tambah bruto adalah sama yaitu: sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor perikanan. Sektor-sektor unggulan berdasarkan kriteria multiplier effect berdasarkan pengganda output adalah: sektor industri barang lain dari kayu dan hasil hutan lainnya, dan sektor bangunan; berdasarkan pengganda pendapatan adalah: sektor bangunan, dan sektor industri barang lain dari kayu dan hasil hutan lainnya; sedangkan berdasarkan pengganda tenaga kerja sektoral adalah: sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor industri penggergajian kayu. Sektor-sektor unggulan berdasarkan kriteria intersectoral linkages keterkaitan ke depan adalah: sektor perdagangan besar dan eceran, dan sektor industri pengilangan minyak bumi; sedangkan keterkaitan ke belakang adalah: sektor industri barang lain dari kayu dan hasil hutan lainnya, dan sektor kayu lapis. 2. Berdasarkan analisis konektivitas struktur output dan nilai tambah bruto diketahui ada enam sektor yang memiliki konektivitas yaitu: sektor perdagangan besar dan eceran, sektor perikanan, sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor angkutan Air, sektor angkutan darat, dan sektor sewa bangunan. Berdasarkan konektivitas multiplier effect diketahui ada empat sektor yang memiliki konektivitas, yaitu: sektor industri kayu lapis, sektor

246 industri roti, biskuit dan sejenisnya, sektor industri makanan dan minuman lainnya, dan sektor industri penggilingan padi. Berdasarkan konektivitas intersectoral linkages diketahui ada dua sektor yang memiliki konektivitas yaitu: sektor industri kerang-kerangan dan sektor industri kain tenun. Berdasarkan kriteria analisis konektivitas secara keseluruhan (struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect dan intersectoral linkages) diketahui bahwa sektor-sektor unggulan belum menunjukkan konektivitas diantara kriteria analisis tersebut. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya sektor unggulan yang sama di semua kriteria analisis yang berbasis spasial dan potensi lokal (local spesific) wilayah. 3. Hasil simulasi output final demand impacts memperlihatkan sektor berbasis karakteristik wilayah kepulauan yang menerima perubahan output belum di rasakan pada sektor berbassis bahari/maritim. Sektor-sektor terbesar penerima perubahan output lebih di rasakan pada sektor perdagangan dan indusrti, sedangkan sektor perikanan berada pada posisi ketiga dan keempat. 4. Lambatnya penyediaan fasilitas pelayanan wilayah seperti, pelabuhan laut, bandar udara dan jalan raya di pusat-pusat pengembangan wilayah mengakibatkan rendahnya peran dan fungsi pusat-pusat pengembangan wilayah di daerah ini. Rendahnya peran dan fungsi pusat-pusat pengembangan wilayah dalam menyediakan fasilitas pelayanan mengakibatkan rendahnya peningkatan sektor-sektor unggulan berbasis local spesific pada kawasan sentra produksi di pusat-pusat pengembangan wilayah kepulauan Provinsi Maluku.

247 5. Masih terpusatnya pusat pengembangan wilayah utama di Kota Ambon berdasarkan peringkat atau hirarki pusat-pusat pengembangan wilayah di Provinsi Maluku, diikuti pusat-pusat pengembangan lainnya seperti; Kabupaten Maluku Tengah peringkat kedua, Kabupaten Buru peringkat ketiga dan diikuti oleh kabupaten lainnya. 6. Kebijakan ekonomi wilayah kepulauan Provinsi Maluku masih bersifat jangka pendek karena lebih mengutamakan sektor-sektor yang tidak sesuai dengan spasial dan potensi lokal (local spesific) wilayah seperti; sektor perdagangan besar dan eceran, sektor industri pengilangan minyak bumi dan sektor industri lainnya. Konsep kebijakan pembangunan wilayah lebih berorientasi pada konsep wilayah daratan (continental) bukan kepulauan (archipelago) seperti masih rendah atau belum unggulnya sektor-sektor potensial yang berbasis wilayah kepulauan seperti sektor jasa, angkutan, komunikasi dan sektor perikanan. 9.2. Saran Sehubungan dengan simpulan di atas berikut ini disampaikan beberapa saran berkenan dengan arah dan strategi kebijakan pemerintah daerah Provinsi Maluku dan pengembangan penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Sektor unggulan wilayah kepulauan Provinsi Maluku belum memperlihatkan konektivitas diantara kriteria-kriteria yang dibangun seperti sektor unggulan berdasarkan analisis kriteria struktur output, nilai tambah bruto, multiplier effect dan intersectoral linkages, sehingga diperlukan konektivitas diantara sektor-sektor unggulan dari berbagai kriteria yang dibangun untuk menjadi model bagi pemerintah daerah Provinsi Maluku guna menentukkan sektor-

248 sektor unggulannya. Dengan demikian Provinsi Maluku perlu meningkatkan sektor-sektor unggulan berbasis bahari/maritim seperti, sektor perikanan, sektor angkutan air (laut), sektor udara, sektor darat dan sektor turunan dari sektor perikanan seperti, sektor kerang-kerangan sebagai sektor unggulan wilayahnya pada semua kriteria analisis secara konektivitas. 2. Sektor-sektor unggulan wilayah kepulauan Provinsi Maluku berbasis potensi lokal wilayah (local spesific) memerlukan dukungan penyediaan atau peningkatan kemampuan fasilitas pelayanan pada level kabupaten/kota sebagai pusat-pusat pengembangan wilayah kepulauan, sehingga mampu memberi aspek dukungan ke depan (spread effect) dan ke belakang (backwash effect) terhadap sektor unggulan wilayahnya. Dengan kemampuan penyediaan fasilitas pelayanan yang lebih lengkap akan mampu menciptakan pusat-pusat pengembangan atau pusat pertumbuhan baru (new growth poles) sehingga aktivitas ekonomi wilayah di Provinsi Maluku sebagai wilayah kepulauan tidak terpusat pada satu pusat pertumbuhan (growth pole) saja yaitu di Kota Ambon sebagai ibukota Provinsi Maluku. 3. Pada wilayah kabupaten/kota sebaiknya pembangunan sektor-sektor perekonomian wilayah didasarkan pada aspek kapasitas atau potensi lokal (local spesific) wilayah dengan mengutamakan sektor-sektor unggulan dan berkelanjutan di masing-masing wilayah kabupaten/kota serta didukung dengan kemampuan fasilitas pelayanan yang baik dan memadai. 4. Sektor-sektor yang memperlihatkan perubahan output dari hasil permintaan akhir sebaiknya menjadi acuan untuk mengkaji lagi arah dan strategi kebijakan pembangunan yang berbasis wilayah kepulauan seperti sektor

249 angkutan air, darat dan tanaman pangan ubi-ubian sebagai sektor pendorong utama terhadap sektor lainnya. 5. Masih rendahnya sektor-sektor potensial seperti, sektor jasa, sektor angkutan dan komunikasi serta sektor perikanan yang berbasis spasial atau lokasi wilayah dan potensi lokal (local spesific) wilayah kepulauan, sehingga diperlukan integrasi dan regulasi kebijakan pada sektor-sektor potensial tersebut untuk meningkatkan efek ganda antarwilayah (interregional) dan antarsektor (intersectoral) di Provinsi Maluku. 6. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang lebih terperinci pada sektor-sektor ekonomi unggulan wilayah berbasis potensi lokal (local spesific) bahari/ maritim pada level kabupaten/kota setelah pemekaran wilayah (otonomi) di atas tahun 2002. 9.3. Implikasi Kebijakan 1. Pengembangan ekonomi wilayah kepulauan berbasis spasial bahari/maritim dan potensi lokal (local spesific) wilayah harus mampu menentukan pengembangan sektor-sektor unggulan yang berkelanjutan dan mampu menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru (new growth poles) dan tidak tergantung pada satu pusat pertumbuhan saja. Sektor-sektor unggulan yang dimaksud yaitu, sektor perikanan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor industri pengolahan dan didukung dengan ketersediaan fasilitas pelayanan lainnya. 2. Arah dan strategi kebijakan pengembangan ekonomi wilayah perlu menjadi perhatian serius khususnya pada sektor-sektor unggulan yang berbasis spasial dan potensi lokal wilayah. Kebijakan pengembangan seperti ini dinilai

250 mampu mengembangkan sektor-sektor ekonomi lainnya yang memiliki keterkaitan (linkages) dan efek pengganda (multiplier effect) terhadap pengembangan wilayah kepulauan seperti Provinsi Maluku yang memiliki potensi lokal (local spesific) di sektor perikanan bila pusat-pusat pengembangan mampu menyediakan fasilitas pelayanan yang dapat meningkatkan pengembangan sektor-sektor unggulan di Provinsi Maluku. 3. Sebagai wilayah kepulauan berbasis bahari/maririm dan memiliki potensi perikanan terbesar dari wilayah lain, membuat pengambil kebijakan di daerah ini harus memiliki visi dan misi untuk menciptakan atau mengembangkan ekonomi wilayah melalui intervensi pemerintah dalam menyediakan fasilitas pelayanan guna peningkatan investasi pada sektorsektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan Provinsi Maluku. Peningkatan investasi pada sektor-sektor yang berpeluang menjadi komoditi ekspor dengan basis potensi lokal wilayah kepulauan melalui simulasi permintaan akhir memperlihatkan bahwa sektor perikanan sangat besar untuk dikembangkan menjadi sektor unggulan wilayah.