II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

I. PENDAHULUAN. digunakan untuk pangan pokok saja, tetapi juga diolah menjadi berbagai produk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

DAYA WARIS DAN HARAPAN KEMAJUAN SELEKSI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F 2

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

VII. PEMBAHASAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan tanaman berumah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

PENDUGAAN KOMPONEN GENETIK, DAYA GABUNG, DAN SEGREGASI BIJI PADA JAGUNG MANIS KUNING KISUT

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

PENDAHULUAN Latar Belakang

menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen dominan sempurna dan jika hp < -1 atau hp > 1 menunjukkan karakter tersebut dikendalikan aksi gen

PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. Tingginya tingkat konsumsi beras di Indonesia harus diimbangi oleh produksi

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu

1. TAHAP-TAHAP PEMULIAAN TANAMAN: KONSEP LOKO DAN GERBONG

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

Padi. Sistem budidaya padi, ada 4 macam

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

Pemuliaan Tanaman Serealia

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

Jurnal Pertanian Kepulauan, Vol.3. No.2, Oktober 2004 : ( ) 115

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai

I. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah

I. PENDAHULUAN. setelah beras. Selain itu juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan baku

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH ,

Kemajuan Genetik Dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F 2 Persilangan Wilis Dan Mlg 2521

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L.) dalam

MANFAAT MATA KULIAH. 2.Merancang program perbaikan sifat tanaman. 1.Menilai sifat dan kemampuan tanaman

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seleksi Perbaikan hasil dan kualitas hasil melalui pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan cara seleksi, baik seleksi langsung terhadap karakter yang bersangkutan maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat seleksi tidak langsung (melalui karakter sekunder) adalah adanya korelasi genetik antara karakter primer dan sekunder. Korelasi fenotipik juga penting dalam seleksi tanaman, karena seleksi dilakukan terhadap karakter fenotipik. Korelasi genetik antara karakter satu dengan karakter lainnya dapat menguntungkan apabila karakter yang berkorelasi tersebut menunjang perbaikan karakter yang diuji dan hal ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan seleksi tidak langsung (Fehr, 1987). Kemajuan genetik atau sering disebut respons seleksi menggambarkan perubahan rataan populasi sebagai akibat adanya seleksi, yaitu merepresentasikan perbedaan nilai rataan fenotipik antara keturunan tetua terseleksi dan seluruh tetua sebelum seleksi (Hill dkk., 1998). Seleksi beberapa karakter tepat dilakukan untuk karakter yang sangat dipengaruhi lingkungan seperti produksi, terekspresi dengan lambat atau memiliki nilai heritabilitas rendah (Wirnas, 2006).

Nilai fenotipe suatu tanaman tidak hanya terdiri dari pengaruh genotipe, tetapi 9 juga oleh pengaruh lingkungan dan interaksi genotipe dengan lingkungan (Falconer & Mackay, 1996). Adanya pengaruh genotipe dan interaksi genotipe dengan lingkungan ini akan mengaburkan penarikan kesimpulan mengenai nilai fenotipe tanaman. Oleh sebab itu, suatu individu tanaman dengan keragaan terbaik dalam suatu populasi bersegregasi belum tentu akan menghasilkan populasi zuriat atau suatu famili dengan keragaan yang sama seperti induknya, apabila keragaan terbaik pada induknya itu berasal dari kontribusi pengaruh lingkungan yang lebih besar. Keadaan inilah yang menyebabkan setiap metode seleksi memerlukan waktu paling sedikit enam generasi seleksi (S6), atau hingga mencapai sedikitnya generasi kawin sendiri F7, untuk menghasilkan suatu galur harapan (Jambormias dan Riry, 2009). Berdasarkan diskusi langsung dengan Saiful Hikam, 2015, seleksi yang dilakukan selama ini adalah seleksi berdasarkan varietas. Keberadaan QTL di antara varietas tanaman tersebut memberikan harapan akan peningkatan produksi. Karakter QTL dapat diamati secara kasat mata. Hal ini memudahkan proses seleksi tanaman yang akan memberikan hasil produksi tinggi. Seleksi berdasarkan QTL lebih sederhana dibandingkan varietas. Pemulia tanaman yang ingin merilis suatu varietas harus memenuhi syarat DUS (Distinct, Uniform, Stable), sedangkan dengan QTL bahkan para petani dapat secara mandiri menyeleksi tanaman padi. Hal ini diharapkan dapat mendukung program Participatory Breeding yang akan berdampak pada peningkatan plasma nutfah dan ketahanan pangan.

2.2 Segregasi Transgresif 10 Zuriat pertama (F1) dari suatu hasil persilangan umumnya homogen dan heterozigot, dengan homogenitas dan heterozigositas maksimum tercapai pada hasil persilangan tunggal. Heterozigositas persilangan tunggal bahkan ditemukan pada semua lokus. Hasil perkawinan sendiri (selfing) zuriat F1, menghasilkan zuriat F2 yang umumnya merupakan populasi hasil segregasi yang heterogen, dengan campuran individu-individu yang mengandung genotipe-genotipe homozigot, kombinasi homozigot dan heterozigot, dan genotipe-genotipe heterozigot (Stoskopf dkk., 1993). Di antara genotipe-genotipe yang heterogen ini, terdapat genotipe-genotipe hasil segregasi yang bersifat transgresif (Poehlman & Sleper, 1996). Frekuensi heterozigositas akan semakin berkurang dengan bertambahnya generasi kawin sendiri F3, F4, F5, F6 dan seterusnya, dan berimplikasi pada meningkatnya homozigositas (Allard, 1960). Pelaksanaan seleksi setelah persilangan untuk pemuliaan galur bertujuan untuk meningkatkan frekuensi genotipe-genotipe segregan transgresif yang dikehendaki dari dalam populasi homozigositas dan heterozigositas pada setiap generasi, hingga diperoleh genotipe-genotipe segregran transgresif homozigot untuk semua gen yang telah mengalami fiksasi. Segregasi transgresif adalah segregasi gen pada sifat-sifat kuantitatif dari zuriat hasil persilangan dua tetua yang memiliki jangkauan sebaran yang melampaui jangkauan sebaran kedua tetuanya (Poehlman & Sleper, 1996). Genotipe-genotipe dengan perilaku demikian dapat disebut sebagai segregan transgresif. Bila tidak

ada pengaruh lingkungan yang besar, maka teoritis, suatu segregan transgresif 11 telah ada pada Generasi Segregasi F2. Segregasi transgresif membentuk dua gugus segregan transgresif dalam spektrum sebaran, yaitu lebih kecil dari sebaran tetua dengan keragaan rendah, dan lebih besar dari sebaran tetua dengan keragaan tinggi. Bila menggunakan seleksi positif, misalnya seleksi untuk memperoleh varietas yang produksi bijinya tinggi, kandungan protein biji tinggi, dan berbagai sifat yang ingin ditingkatkan nilai fenotipenya, maka gugus segregan transgresif dengan keragaan yang lebih besar dari keragaan tetua tertinggi yang akan ditingkatkan frekuensi genotipenya, sedangkan gugus segregan trasgresif dengan sebaran yang lebih kecil dari keragaan tetua rendah dibuang. Keadaan sebaliknya berlaku untuk seleksi negatif, misalnya seleksi untuk memperoleh varietas berumur genjah. 2.3 Quantitative Trait Loci (QTL) Pemetaan QTL melibatkan langsung genom, satu penanda dalam satu kali, membagi individu-individu ke dalam kelas penanda genotipe, dan melakukan uji statistik untuk menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan dalam fenotipe antara kelas penanda genotipe. Jika ada perbedaan seperti itu, maka QTL ini terkait dengan penanda. Prosedur ini, seperti dijelaskan, kurang memperhitungkan pengaruh QTL dari segi jumlah yang sebanding dengan jarak QTL dari lokus marker, tapi masalah ini mudah diatasi dengan pemetaan QTL relatif terhadap dua penanda yang terapit (pemetaan interval) (Mackay, 2001).

Berdasarkan diskusi langsung dengan Saiful Hikam, 2015, tampilan fenotipe 12 seperti tinggi tanaman, umur berbunga, dan lain-lain dapat dijadikan dasar dalam seleksi. Karakter fenotipik yang dapat dijadikan dasar seleksi merupakan sifat kuantitatif yang berpengaruh positif terhadap produksi. Quantitative trait loci merupakan daerah gen yang berkontribusi terhadap sifat kuantitatif tersebut. Sifat kuantitatif ini dikendalikan oleh gen minor yang jumlahnya banyak. Faktor lingkungan tidak dapat diabaikan, tetapi dengan terbuktinya 1-2 gen saja untuk kendali maka, lingkungan dapat diabaikan. Recurrent phenotypic selection adalah proses seleksi berdasarkan tampilan karakter fenotipik suatu tanaman. Pada lingkungan yang berbeda-beda fenotipe tersebut tetap muncul dan stabil sehingga, diduga ada gen yang mengendalikan. Gene sequencing menggunakan isozyme atau polymerase chain reaction (PCR) dapat membuktikkan keberadaan gen kendali tersebut. Adapun fenotipe QTL yang telah terbukti keberadaannya adalah sebagai berkut a. Sudut Anakan Lokus untuk sudut kemiringan anakan yaitu yrqta-9a mengendalikan sudut anakan yang besar pada fase vegetatif kemudian mengecil pada fase pematangan biji (Chen dkk., 2008 dalam Suprayogi, 2011). b. Jumlah Bulir Jumlah bulir per malai merupakan komponen penting dalam sifat hasil padi. Pemetaan QTL untuk jumlah bulir menggunakan persilangan antara Pusa 1.266 bulir tinggi) dan Pusa Basmati 1 (jumlah bulir rendah) mengidentifikasi satu gen yang konsisten yaitu QTL qgn4-1 pada lengan panjang dari kromosom 4 yang berpengaruh besar terhadap jumlah bulir. QTL ini bekerja sama dengan QTL

lokal tanaman padi tersebut dengan QTL utama untuk cabang primer dan 13 sekunder per malai, dan jumlah malai per tanaman. Interval QTL dipersempit menjadi 11,1 cm (0,78 Mbp) dengan enam penanda tambahan. Microarray transcriptome profile mengungkapkan delapan gen dalam qgn4-1 wilayah diferensial dinyatakan antara dua tetua selama pengembangan awal malai (Deshmukh dkk., 2010). c. Tinggi tanaman Lin dkk. (2011) melaporkan bahwa terdapat 10 QTL yang mempengaruhi tinggi tanaman (plant height) yakni pada kromosom pertama berada di antara E60551 dan RM1387, pada kromosom keenam yang berada di antara R3879 dan RM30 yang merupakan interval yang berdekatan dengan Qph6.2, RM30 dan RM340. 2.4 Program Pemuliaan Tanaman pada Padi Sawah Upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan sesuai dengan kondisi ekosistem, sosial, budaya, serta minat masyarakat. Sejalan dengan berkembangnya kondisi sosial ekonomi masyarakat, permintaan akan tipe varietas yang dihasilkan juga berbeda-beda. Laju peningkatan produktivitas padi sawah melonjak tajam setelah tahun 1977. Namun, peningkatan produktivitas mulai melandai pada tahun 1985 2000, yang menandakan semakin sempitnya keragaman genetik potensi hasil varietas yang telah dilepas. Untuk mengantisipasi melonjaknya kebutuhan beras di masa sekarang dan yang akan datang, perbaikan potensi hasil padi mutlak diperlukan (Susanto dkk., 2003).

14 Menurut Harahap dkk. (1972), persilangan padi di Indonesia dimulai pada tahun 1920-an, dengan memanfaatkan gene pool yang dibangun melalui introduksi tanaman. Sampai dengan tahun 1960-an, pemuliaan padi diarahkan pada lahan dengan pemupukan yang rendah, atau tanaman kurang responsif terhadap pemupukan. Pelepasan varietas padi pertama kali dilakukan pada tahun 1943, yaitu varietas Bengawan. Varietas tipe Bengawan memiliki latar belakang genetik yang merupakan perbaikan dari varietas Cina yang berasal dari Cina, Latisail dari India, dan Benong dari Indonesia (Hargrove dkk., 1979). Varietas IR64 diintroduksi dan dilepas sebagai varietas unggul di Indonesia pada tahun 1986. Varietas ini sangat digemari oleh petani dan konsumen, terutama karena rasa nasi yang enak, umur genjah, dan hasil relatif tinggi. Pembentukan varietas padi dilakukan dengan menyilangkan beberapa tetua, kemudian dari turunan persilangan tersebut dipilih tanaman-tanaman yang mempunyai sifat-sifat yang baik. Persilangan umumnya dilakukan dengan silang tunggal (single cross), silang puncak (top cross), silang ganda (double cross), dan silang balik (back cross). Metode pemuliaan yang digunakan di Indonesia sampai dengan tahun 1950-an adalah metode bulk, kemudian beralih kepada metode pedigree. Varietas-varietas yang ditanam petani saat ini memiliki kekerabatan yang erat. Eratnya kekerabatan antarvarietas tersebut terjadi akibat suatu varietas disilangkan dengan sisterline-nya atau dengan varietas yang merupakan keturunannya. Kekerabatan yang tinggi atau latar belakang genetik yang sempit menyebabkan tidak diperolehnya peningkatan potensi hasil yang nyata, sehingga terjadi kemandegan peningkatan potensi hasil padi di Indonesia.

2.5 Pemanfaatan Bahan Organik pada Padi Gogo 15 Padi gogo yang ditanam di lahan kering tentu membutuhkan kondisi lingkungan yang mendukung. Karena padi pada umumnya dibudidayakan di lahan persawahan maka, pada lahan kering ini dibutuhkan bahan organik untuk dapat menjaga ketersediaan air lebih lama. Bahan organik tanah merupakan sisa jaringan tanaman dan hewan yang telah mengalami dekomposisi, baik sebagian maupun seluruhnya, biomasa mikroorganisme, bahan organik tanah terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik berperan penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Peran bahan organik adalah meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah memegang air, meningkatkan pori-pori tanah, dan memperbaiki media perkembangan mikroba tanah. Tanah berkadar bahan organik rendah berarti kemampuan tanah mendukung produktivitas tanaman rendah. Hasil dekomposisi lahan organik berupa hara makro (N, P, dan K), makro sekunder (Ca, Mg, dan S) serta hara mikro yang dapat meningkatkan kesuburan tanaman. Hasil dekomposisi juga dapat berupa asam organik yang dapat meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Dalam jangka panjang pemberian bahan organik dapat meningkatkan ph tanah, hara P, KTK tanah dan hasil tanaman, serta dapat menurunkan kadar Al, Fe, dan Mn. Pemberian kompos 5 t/ha meningkatkan kandungan air tanah pada tanah subur (Kasno, 2009). Hara dalam kotoran ternak tidak mudah tersedia bagi tanaman. Ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi atau mineralisasi dari bahan-bahan

16 tersebut. Rendahnya ketersediaan hara dari kotoran ternak antara lain disebabkan karena bentuk N, P, serta unsur lain terdapat dalam bentuk senyawa kompleks organo protein atau senyawa asam humat atau lignin yang sulit terdekomposisi (Hartatik dan Widowati, 2006). 2.6 Keragaman Genetik dan Heritabilitas Keragaman genetik disebabkan oleh perbedaaan nilai genotipe suatu populasi, dinyatakan dengan koefisien keragaman genetik. Nilai koefisien keragaman genetik membantu pengukuran diversitas genetik pada suatu sifat dan melengkapi cara dalam membandingkan keragaman genetik di dalam sifat-sifat kuantitatif. Kemajuan seleksi yang efektif didapatkan dengan menggunakan koefisien keragaman genetik dipadu dengan nilai heritabilitas (Dimyati, 1977). Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memegang peranan yang sangat penting karena semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan sumber gen bagi karakter yang akan diperbaiki. Keragaman genetik yang luas menunjukkan adanya pengaruh genetik yang lebih dominan daripada pengaruh lingkungan (Martono, 2009). Besarnya keragaman genetik suatu sifat dalam populasi akan mempengaruhi besarnya heritabilitas. Agar seleksi sifat interest dapat diturunkan kepada zuriat hibrida, tetua inbred harus memiliki kemampuan pewarisan sangat penting dalam suatu perakitan varietas baru (Fehr, 1987). Nilai dugaan heritabilitas suatu karakter perlu diketahui untuk menduga kemajuan dari suatu seleksi. Heritabilitas dalam arti luas merupakan proporsi ragam genetik

terhadap ragam fenotipiknya. Dalam hal ini, ragam genetik merupakan ragam 17 genetik total yang mencakup ragam dominan (σ 2 g D), ragam aditif (σ 2 g A), dan ragam epistasis (σ 2 g I) (Roy, 2000). Nilai heritabilitas berguna untuk menentukan derajat perbedaaan fenotipe yang disebabkan oleh pengaruh genotipe (Johnson, 1963). Fehr (1987) menyatakan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya. Sedangkan korelasi antar karakter fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk mengetahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi terhadap produktivitas yang tinggi (Wirnas dkk., 2006). Fehr (1987) menyatakan bahwa seleksi terhadap karakter tersebut dapat dimulai pada generasi awal karena karakter tersebut akan mudah diwariskan. Sedangkan Kojima dan Kelleher (1963) mengemukakan jika suatu populasi memiliki nilai heritabilitas tinggi untuk suatu karakter maka seleksi massa akan lebih efisien dalam memperbaiki karakter tersebut.