BAB I PENDAHULUAN. salah satunya yaitu membeli dari lelang. Perihal lelang diatur dalam Peraturan

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG

PEJABAT LELANG TERANCAM HUKUMAN 5 TAHUN PENJARA.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti

c. Pihak yang Dilayani/Stakeholder: Pemohon Lelang/Penjual.

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

Imma Indra Dewi Windajani

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 8 -

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; 13.

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

RESUME KARAKTERISTIK HAK MILIK ATAS TANAH DAN RUMAH YANG PEROLEHANNYA MELALUI LELANG

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Elizabeth Karina Leonita, FH UI, Universitas Indonesia

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

LAMPIRAN I. Persetujuan Permohonan Izin. Melaksanakan Penelitian Di. KPKNL Medan

KEWENANGAN RELATIF KANTOR LELANG DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DEBITUR DI INDONESIA. Oleh : Revy S.M.Korah 1

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. transaksi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk kredit atau pinjaman.

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

Sejarah Lelang. DTSS Pejabat Lelang I Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa Latin

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 160/PMK.06/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dan

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti bautan, sifat, dan tanda.

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

KEPUTUSAN KEPALA BADAN URUSAN PIUTANG DAN LELANG NEGARA NOMOR 42/PN/2000 TAHUN 2000 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN LELANG

LELANG OBJEK JAMINAN PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH (BPD) OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA (PUPN)

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat Jamlat : : : : : : : Jamlat : : :

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Indonesia Nomor 4313); 5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia seba

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sudiono (2001: 52), lelang adalah penjualan dihadapan orang banyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan laju perekonomian akan menimbulkan tumbuh dan

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lela

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 306/KMK.01/2002 TENTANG BALAI LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Piutang Negara. Pengurusan. Perubahan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan perjanjian adalah tindakan jual-beli. Jual-beli berasal dari. maupun barang yang tidak berwujud.

1 of 6 18/12/ :54

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Menimbang : a. Mengingat : Peraturan...

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

Pembebanan Jaminan Fidusia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Hak milik atas sesuatu barang dapat diperoleh dari berbagai macam cara, salah satunya yaitu membeli dari lelang. Perihal lelang diatur dalam Peraturan Lelang Peraturan Penjualan di Muka Umum di Indonesia (Ordonansi 28 Pebruari 1908, S. 1908-189, berlaku sejak 1 April 1908) (selanjutnya disingkat Peraturan Lelang). Peraturan Lelang menyebut penjualan umum (openbare verkopingen) adalah pelelangan atau penjualan barang- barang yang dilakukan kepada umum dengan penawaran harga yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut-serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup sebagaimana pasal 1 Peraturan Lelang. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (selanjutnya disebut PMK Juklak Lelang) menyebut dengan lelang yaitu penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang. Memperhatikan definisi lelang atau penjualan di muka umum di atas dapat dijelaskan bahwa lelang adalah: penjualan di muka umum berarti yang menjadi 1

2 peserta lelang lebih dari satu dan harga ditentukan berdasarkan penawaran baik dilakukan secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, dan didahului dengan pengumuman lelang. Pengumuman lelang yang dimaksud adalah pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan. Pengumuman lelang penting artinya karena lelang harus diikuti oleh beberapa peserta lelang yang mengetahui dari pengumuman lelang tersebut. Penjualan lelang harus dilakukan di hadapan juru lelang, kecuali ditentukan lain dalam peraturan pemerintah sesuai dengan ketentuan pasal 1 Peraturan Lelang, namun jika tidak dilakukan di hadapan juru lelang berdasarkan Peraturan Lelang akan diberi sanksi pidana berupa denda, namun jika didasarkan atas PMK Juklak Lelang, maka lelang yang demikian adalah dapat dibatalkan sesuai dengan yang dimaksud oleh pasal 3, bahwa lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan, yang berarti bahwa lelang tersebut tetap sah meskipun tidak dilakukan di hadapan juru lelang, namun jika terdapat pihak yang keberatan dapat mengajukan pembatalan lelang tersebut, jadi tidak batal dengan sendirinya, melainkan harus dimohonkan pembatalan. Lelang dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Lelang non eksekusi dibedakan antara wajib dan sukarela. Lelang non eksekusi wajib adalah lelang untuk

3 melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang, sedangkan lelang Non-eksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta, orang atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela. Perihal penjualan lelang pada Kantor Lelang sebagai penyelenggara lelang didasarkan atas permintaan pemilik barang, yaitu orang atau badan hukum/usaha yang memiliki hak kepemilikan atas suatu barang yang dilelang. Perihal obyek yang dilelang dalam lelang eksekusi termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia, Lelang Eksekusi Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai atau Barang yang Dikuasai Negara-Bea Cukai, Lelang Barang Temuan, Lelang Eksekusi Gadai, Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 sesuai dengan pasal 5 PMK Juklak Lelang. Lelang Noneksekusi Wajib termasuk tetapi tidak terbatas pada Lelang Barang Milik Negara/Daerah, Lelang Barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), Lelang Barang Yang Menjadi Milik Negara-Bea Cukai, Lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT), dan Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama sebagaimana pasal 6 PMK Juklak

4 Lelang. Lelang Non-eksekusi Sukarela termasuk tetapi tidak terbatas pada Lelang Barang Milik BUMN/D berbentuk Persero, Lelang harta milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, Lelang Barang Milik Perwakilan Negara Asing, dan Lelang Barang Milik Swasta sebagaimana pasal 7 PMK Juklak Lelang. Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa penjualan lelang melalui Kantor Lelang Negara baik lelang eksekusi, lelang eksekusi wajib maupun lelang eksekusi secara sukarela. Di antara obyek lelang adalah termasuk barang milik BUMD dan Kantor Lelang Negara sebagai pihak penyelenggara lelang. Dengan adanya penjualan melalui lelang yang berarti terjadi peralihan kepemilikan hak atas suatu benda yang dijadikan obyek lelang. Karena yang dialihkan adalah hak kepemilikan dan di antaranya hak atas kepemilikan benda milik BUMD, maka penjual haruslah benar-benar sebagai pemilik atas barang yang dijual lelang tersebut. Lelang sekalipun telah dilaksanakan oleh Kantor Lelang dan telah ditetapkan pemenang lelang dengan diberikannya risalah lelang, kenyataannya lelang tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Negeri sebagaimana kasus lelang di bawah ini: Lelang barang jaminan atas permohonan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) cq. Kanwil PT Bank Rakyat Indonesia Denpasar cq. PT Bank Rakyat, ternyata dipermasalahkan oleh Zulkarnaen sebagai pemenang lelang. Zulkarnaen sebagai pemenang lelang setelah selesai melakukan transaksi jual beli tanah dan bangunan tersebut di atas dengan PT Bank Rakyat dan telah melakukan

5 pembayaran secara kontan dengan harga sesuai kwitansi Rp 9.965.500,- (sembilan juta sembilan ratus enam puluh lima ribu lima ratus rupiah), selanjutnya PT Bank Rakyat menyerahkan surat-surat yang berhubungan dengan transaksi tersebut, yaitu sertifikat tanah, sertifikat hipotik, dan petikan risalah lelang. Setelah suratsurat tersebut di atas terima, Zulkarnaen mengajukan permohonan balik nama atas tanah dan bangunan yang beli dari Tergugat I di Kantor Pertanahan Kabupaten Bima, akan tetapi belum sampai selesai proses balik nama pihak pemilik barang jaminan semula yang bernama H. Abdullah Abu Fandi mengajukan surat pencegahan atau keberatan. Sebagai tindak lanjut dari surat pencegahan H. Abdullah Abu Fandi mengajukan gugatan pembatalan jual beli antara Zulkarnaen dengan PT Bank Rakyat ke Pengadilan negeri Bima sebagai PT Bank Rakyat, Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Lelang Negara Cabang Mataram sebagai Tergugat II dan Zulkarnaen sendiri sebagai Tergugat III. Terhadap gugatan H. Abdullah Abu Fandi tersebut Pengadilan negeri Bima telah memutuskan memenangkan H. Abdullah Abu Fandi dan membatalkan jual beli antar PT Bank Rakyat dengan Zulkarnaen dengan putusannya No. 12/PDT.G/1994/PN.RBI tanggal 26 September 1994, Putusan Pengadilan Tinggi NTB No. 158/PDT/ 1994/PT.NTB dan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2488 K/Pdt/1995 tanggal 23 Maret 2000 dan tetap memenangkan H. Abdullah Abu Fandi. Hal ini berarti bahwa lelang dapat dibatalkan oleh pengadilan jika ternyata terdapat kesalahan dalam pelaksanaan lelang.

6 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka permasalahan berkaitan dengan lelang ini adalah: a. Apakah benda jaminan yang dipegang oleh Bank BUMN pelelangannya harus melalui kantor lelang negara? b. Bagaimana tanggung jawab kantor lelang negara jika dikemudian hari lelangnya dibatalkan oleh pengadilan? 3. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah benda jaminan yang dipegang oleh Bank BUMN pelelangannya harus melalui kantor lelang negara 2. Untuk mengetahui langkah selanjutnya, yaitu menganalisis tanggung jawab kantor lelang negara jika terjadi gugatan oleh pemilik benda jaminan. 4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang ingin dicapai adalah dari segi teoritis maupun praktis sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi penulis umumnya di bidang penjualan melalui lelang dan khususnya perlindungan hukum pemenang lelang jika terjadi gugatan oleh pemilik benda jaminan.

7 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran pada para pihak dan institusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. 5. Tinjauan Pustaka Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Selain tanggung jawab dikenal pula istilah tanggung gugat. Menurut Moegni Djojodirdjo memberikan penjelasan mengenai tanggung gugat adalah sebagai berikut: Pengertian istilah tanggung gugat untuk melukiskan adanya aansprakelijkheid adalah untuk lebih mengedepankan bahwa karena adanya tanggung gugat pada seorang pelaku perbuatan melanggar hukum, maka si pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya dan karena pertanggungan jawab tersebut si pelaku tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam gugatan yang diajukan di hadapan pengadilan oleh penderita terhadap si pelaku. 1 Apabila memperhatikan pengertian tanggung gugat yang disampaikan oleh Moegni Djojodirdjo di atas dapat dijelaskan bahwa tanggung gugat adalah suatu keadaan wajib menanggung kerugian yang terjadi dan disengketakan. Mengenai pihak yang bertanggung gugat ini adalah pelaku yang melakukan perbuatan, yang karena perbuatannya menimbulkan kerugian pada orang lain. Sehubungan dengan tanggung gugat ini, menurut Moegni Djojodiredjo termasuk untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan melanggar hukum 113. 1 Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, h.

8 oleh orang lain, 2 yang berarti bahwa tidak selalu pelaku perbuatan yang dapat dimintakan pertanggungan gugat, melainkan dapat juga orang lain, meskipun orang tersebut bukan sebagai pihak yang benar-benar melakukan perbuatan melanggar hukum. Tanggung gugat ada kaitannya dengan tuntutan ganti kerugian. Perihal gugatan ganti rugi yang digunakan sebagai dasar beracara dalam acara prdata adalah HIR maupun RBg, yaitu rangkaian peraturan perundangundangan yang membuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum perdata, 3 tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan gugat. Menurut Riduan Syahrani, yang mengemukakan sebagai berikut: Perkara perdata yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, dapat diselesaikan melalui pengadilan, di mana pihak yang merasa dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya, yakni deng-an menyampaikan gugatan terhadap pihak yang dirasa merugikan. 4 Pasal 1 Peraturan Lelang (L.N. 1908 No. 189), menyatakan bahwa: Untuk melaksanakan peraturan ini dan peraturan pelaksanaan yang ditetapkan lebih jauh berdasarkan peraturan ini yang dimaksud dengan penjualan di muka umum ialah pelelangan dan penjualan barang, yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga yang makin meningkat, dengan persetujuan harga yang 2 Ibid. 13. 3 Wirjono Prodjodikoro, Hukum AcaraPerdata Di Indonesia, Sumur Bandung, 1991, h. 4 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum, Pustaka Kartini, Jakarta, 1998, h. 21.

9 makin menurun atau dengan pendaftaran harga, atau di mana orang-orang yang diundang atau sebelumnya sudah diberitahu tentang pelelangan atau penjualan, atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang berlelang atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau mendaftarkan. Sebagaimana disebutkan di dalam pasal 1 Peraturan Lelang bahwa penjualan lelang yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Penjualan di muka umum harta kekayaan tergugat yang telah disita eksekusi. Atau dengan kata lain, menjual di muka umum barang sitaan milik tergugat (debitor); b. Penjualan dimuka umum (pelelangan) hanya boleh dilakukan didepan juru lelang. Dengan kata lain, penjualan lelang dilakukan dengan perantaraan atau bantuan kantor lelang (juru lelang), dan c. Cara penjualannya dengan jalan harga penawaran semakin meningkat, atau makin menurun melalui penawaran secara tertulis (penawaran dengan pendaftaran). Penjualan di muka umum menurut Rochmat Soemitro adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat di mana kesempatan lenyap. 5 Lelang atau penjualan di muka umum dapat dikatakan sebagai suatu proses saat akan dilaksanakan, pelaksanaan hingga berakhirnya lelang karena telah ada pemenangnya. Pemenang lelang akan mendapat berita acara lelang atau risalah lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Risalah 5 Rochmat Soemitri, Peraturan dan Instruksi Lelang, Edisi Kedua,, Eresco, Bandung, 1997, h. 106, h. 106.

10 lelang dapat disamakan dengan akta notaris bukan produk PUPN, risalah lelang berisi jual beli yang didasari kesepakatan dua pihak. Pejabat lelang sebagai pejabat umum hanya menyaksikan dan mengesahkan. Risalah lelang sebagai suatu akta otentik, dibuat oleh pejabat lelang sebagai pejabat umum. 6 Istilah eksekusi diartikan sebagai pelaksanaan putusan atau dapat pula diartikan sebagai menjalankan putusan pengadilan, yang melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankannya secara sukarela, eksekusi itu dapat dilakukan apabila telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 7 Eksekusi riil hanya mungkin terjadi berdasarkan putusan pengadilan untuk melakukan suatu tindakan nyata atau riil, yang berarti merupakan pelaksanaan putusan pengadilan didasarkan atas suatu sengketa antara pihak-pihak. Dalam suatu sengketa di pengadilan pihak yang dirugikan dalam hal ini Sri Soenarsih Bisma agar dalam gugatannya jika dikabulkan tidak menang di atas kertas, disertakan pula permohonan sita atas barang milik tergugat. Barang yang disita tersebut dimaksudkan sebagai pelaksanaan putusan jika tergugat tidak secara sukarela melaksanakan putusan pengadilan. Sedangkan eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan akta yang gunanya untuk melakukan pembayaran sejumlah uang yang oleh undang-undang disamakan nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum. Akta yang digunakan sebagai dasar 6 Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, Mandar Maju, Bandung, 2008, h. 432-433. 7 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta dalam pembuktian dan Eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, 119.

11 eksekusi adalah surat yang ditanda tangani, dibuat untuk digunakan sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat. 8 Meskipun demikian tidak semua akta dapat dijadikan dasar eksekusi, melainkan akta yang harus dibuat memenuhi syarat-syarat tertentu. Kaitannya dengan eksekusi terdapat dua hal penting dalam pelaksanaan eksekusi barang jaminan. Pertama, dikenal dengan parate eksekusi yang disederhanakan. Apabila debitur tidak dapat melunasi hutangnya, kreditur pemegang hak jaminan mempunyai hak untuk menjual obyek hak jaminan atas kekuasaan sendiri serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Ketentuan ini berarti bahwa jika terdapat lebih dari seorang kreditur yang mengikat barang yang sama, maka hak untuk menjual obyek hak jaminan diberikan kepada kreditur pertama untuk memperoleh pelunasan piutangnya atas hasil penjualan obyek hak jaminan. Penjualan obyek hak jaminan atas kekuasaan kreditur pertama sendiri tersebut dilakukan tanpa harus terlebih dahulu meminta persetujuan debitur selaku pemilik jaminan, asalkan penjualannya dilakukan dengan perantaraan kantor lelang. Parate eksekusi yang pelaksanaan eksekusi dengan kekuatan sendiri jika di dalam akta tersebut terdapoat irah-irah kalimat Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kedua, dengan menggunakan acara fiat eksekusi sebagaimana diatur dalam pasal 224 HIR atau pasal 258 RBg. Atas permohonan kreditur pemegang hak hipotik, Ketua Pengadilan Negeri memberi perintah agar debitur memenuhi kewajibannya dan apabila perintah itu diabaikan, maka diperintahkan eksekusinya 8 Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, terjemahan Isa Arif, Intermasa, Jakarta, 1978, h. 52.

12 tanpa diperlukan pengajuan gugatan terlebih dahulu. Eksekusi dilaksanakan karena debitur tidak dapat memenuhi prestasinya dengan baik, sehingga pemenuhannya harus dilakukan melalui paksaan hukum. Jika pemenuhan prestasi tersebut disertai dengan pengikatan barang sebagai jaminan, maka kreditur akan dapat dengan mudah memperoleh kembali piutangnya. 6. Metode Penelitian a. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). 9 Statute approach, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengidentifikasi serta membahas peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan lelang dan perlindungan hukum terhadap pemenang lelang. Sedangkan pendekatan secara case approach, yaitu suatu pendekatan dengan menggunakan kasus sebagai pembahasan materi tesis. Pendekatan peraturan perundang-undangan di sini adalah pendekatan yang menekankan pada pencarian norma yang terdapat dalam peraturan perundangundangan. Pendekatan konseptual yang dimaksud adalah pendekatan dengan melihat konsep-konsep yang ada dan berlaku berkaitan dengan pemrosesan dalam lelang, sehingga ketiga pendekatan tersebut diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. 9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 93.

13 b. Bahan hukum Sesuai dengan karakter penulisan yang normatif, penulisan ini menggunakan bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang selanjutnya diolah dan dikelompokkan berdasarkan kriteria yang cermat sesuai dengan perumusan masalah penelitian untuk dianalisis. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat dalam bentuk peraturan perundang-undangan, khususnya yang mengatur atau berkenaan dengan pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Sedang bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer 10 Bahan hukum primer, berupa : Burgerlijke Wetboek, Peraturan Lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan peraturan lain yang berkaitan dengan materi yang dibahas. Bahan sekunder berupa buku-buku, jurnal-jurnal dan makalah-makalah yang ditulis oleh para ahli hukum, termasuk laporan hasil penelitian sebelumnya, sepanjang isinya relevan dengan pokok masalah yang dibahas dalam tulisan ini. c. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh akan diinventarisasi dan diidentifikasi untuk selanjutnya dipergunakan untuk menganalisis pokokpokok permasalahan yang berhubungan dengan kajian penelitian ini dan dilakukan sesuai kebutuhan. Langkah tersebut dapat digunakan sebagai bahan 10 Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, cet IV, Raja Gafindo Persada, Jakarta h, 12-13.

14 menganalisis pokok-pokok permasalahan. Tahapan berikutnya adalah melakukan analisis dengan menggunakan deskripsi yang bersifat kritis. d. Analisis Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder tersebut di atas, diolah atau dianalisis secara kualitatif. Analisis ini dilakukan dalam rangka menjawab pokok permasalahan dalam penelitian ini. Dalam penelitian hukum normatif, analisis hukum juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode interprestasi. Analisis bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama, bahan hukum primer yang berupa peraturan perundangundangan diidentifikasi sesuai dengan pokok masalah yang dibahas. Tahap kedua, bahan primer tersebut diklasifikasi dan dicari relevansinya dengan bahan hukum sekunder. Setelah bahan-bahan hukum tersusun menurut klasifikasi masalah, maka tahap ketiga adalah melakukan analisis bahan hukum. Setelah bahan hukum dianalisis, pada tahap keempat yaitu menarik kesimpulan terhadap pokok masalah berdasarkan bahan-bahan hukum tersebut diatas. 7. Pertanggungjawaban Sistematika Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang : permasalahan yang memuat latarbelakang masalah, rumusan masalah, manfaat dan tujuan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian yang meliputi tipe penelitian, bahan hukum, prosedur pengumpulan bahan hukum, analisis bahan hukum, dan sebagai sub bab terakhir dari bab I ini adalah pertanggungjawaban sistematika.

15 Bab kedua, membahas permasalahan hukum yang pertama, yang berisi tentang pelelangan benda jaminan yang dipegang oleh BUMN. Bab ini dikaji secara teoritis yang digunakan sebagai dasar untuk membahas permasalahan apakah benda jaminan yang dipegang oleh BUMN pelelangannya harus melalui kantor lelang negara. Bab ketiga, membahas permasalahan hukum yang kedua, yaitu tanggung jawab kantor lelang negara jika dikemudian hari lelangnya dibatalkan oleh pengadilan. Bab ini dikaji secara teoritis yang digunakan sebagai dasar untuk membahas permasalahan kedua yaitu, bagaimana tanggung jawab kantor lelang negara jika dikemudian hari lelangnya dibatalkan oleh pengadilan. Bab keempat, merupakan bab terakhir yang pada hakikatnya akan ditemukan kesimpulan dalam bentuk jawaban masalah dan kemudian disarankan sebagai alternatif pemecahan permasalahan.