BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL PENELITIAN

ASUHAN PADA BAYI DENGAN TETANUS NEONATORUM

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan Ibu dan Anak menjadi target dalam tujuan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan dan kematian dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. transisi yang baik terhadap kehidupannya diluar uterus. Bayi baru lahir

BAB 1 PENDAHULUAN. wanita dalam usia reproduksi yaitu usia tahun baik yang berstatus kawin, janda maupun

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Saver (MPS) di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

B. Status Obstetrikus (meliputi : paritas ibu dan jarak kelahiran) 1. Paritas Ibu

BAB I PENDAHULUAN. yang khusus agar ibu dan janin dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikandungnya. Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu

GAMBARAN CARA PERAWATAN TALI PUSAT DAN LAMA WAKTU PELEPASAN TALI PUSAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN BAKI SUKOHARJO

ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketika bayi lahir, kondisi bayi masih lemah sehinggga butuh perhatian dan

SITUASI UPAYA KESEHATAN JAKARTA PUSAT

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. hamil perlu dilakukan pelayanan antenatal secara berkesinambungan, seperti

1. ASUHAN IBU SELAMA MASA NIFAS

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA BIDAN DESA TENTANG PELAYANAN ANTENATAL DI KABUPATEN PIDIE TAHUN 2014

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan neonatal dan bayi muda infeksi

Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Penurunan AKI juga merupakan indikator keberhasilan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkedudukan di masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, hlm. 215).

BAB 1 PENDAHULUAN. penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit

KOMPLIKASI PADA IBU HAMIL, BERSALIN, DAN NIFAS. Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio Plasenta

PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan

Pertanyaan yang Sering Diajukan (PSD) tentang Suplementasi Vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan total ke kemandirian fisiologis. Proses perubahan yang rumit

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencegahan terhadap penyakit tetanus. Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencapaian derajat kesehatan ditandai dengan menurunnya angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. dukun paraji. Saat ini, dukun bayi sebagian besar ditemukan di desa-desa. Peran

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini dalam setiap menit setiap hari, seorang ibu meninggal disebabkan

Kuesioner Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Hamil Terhadap Imunisasi Toxoid Tetanus

BAB 1 PENDAHULUAN. penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka kematian karena kanker ini. sebanyak jiwa per tahun (Emilia, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan melaksanakan upaya dalam peningkatan kesehatan ibu dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sudut satuan bahasa sebagaimana satuan itu berhubungan dengan yang lain.

BAB 1 PENDAHULUAN. selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin. Sisa tali

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 3 Permasalahan Neonatus-Berat Badan lahir rendah. Catatan untuk fasilitator.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Angka kematian maternal di negara negara maju berkisar antara 5-10

Kuesioner Penelitian Gambaran Perilaku Ibu Hamil dalam Melakukan Perawatan Kehamilan di Desa Manis Kabupaten Asahan Kecamatan Pulau Rakyat Tahun 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan dengan target Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Bayi Baru Lahir (BBL) atau neonatus adalah bayi umur 0-28 hari

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN

Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid di Puskesmas Rurukan Kecamatan Tomohon Timur Kota Tomohon

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap saat yang dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi (Marmi, 2011:11).

BAB 1 PENDAHULUAN. instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari

PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR

Lampiran III Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 900/MENKES/SK/VII/2002 Tanggal : 25 Juli 2002

BAB I PENDAHULUAN. persallinan, bayi baru lahir, dan masa nifas.

Tali Pusat Pada Janin

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa

BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan. semakin beranekaragamnya penyakit dan faktor-faktor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk menurunkan angka kematian anak. Salah satu indikator angka

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya hidup dalam lingkungan dan berperilaku hidup sehat, memiliki

BAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini berisi pembahasan asuhan kebidanan pada Ny.S di

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatur secara universal melalui berbagai kesepakatan yang difasilitasi oleh World Health

panduan praktis Pelayanan Kebidanan & Neonatal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Asuhan Kebidanan merupakan penerapan fungsi dan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. hari) dan ada yang mengalami kelambatan dalam penyembuhannya (Rejeki,

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 5 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. suka cita, tetapi untuk beberapa wanita melahirkan bisa membuat stress dan

MAKALAH KOMUNIKASI PADA IBU NIFAS

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

Puji Astutik STIKes Satria Bhakti Nganjuk ABSTRAK

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 47

BAB I PENDAHULUAN. berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyara kat yang setinggitingginya.

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut World Health Organization (WHO) (2008), angka prevalensi anemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harapan seseorang (Arifin dan Rahayu, 2011). diartikan sebagai rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Maternal and Neonatal Tetanus (MNT) merupakan masalah penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Asuhan Kebidanan Komprehensif..., Witri Puji Rahayu, Kebidanan DIII UMP, 2015

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu maupun perinatal (Manuaba 2010:109). Perlunya asuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu. Upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat (Pantikawati dan Saryono,2010:1). Namun, dalam prosesnya terdapat

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tetanus Neonatorum 2.1.1. Definisi Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi yang terjadi melalui luka irisan pada umbilicus pada waktu persalinan akibat masuknya spora Clostridium tetani yang berasal dari alat-alat persalinan yang kurang bersih dengan masa inkubasi antara 3-10 hari (Soedarto, 1995). Menurut Depkes RI, 1996, tetanus neonatorum adalah penyakit pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh infeksi kuman tetanus yang masuk melalui luka tali pusat, akibat pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak bersih atau ditaburi ramuan. 2.1.2. Penyebab Tetanus Neonatorum Penyakit tetanus neonaotrum adalah penyakit tetanus yang sering terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh Clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin/racun dan menyerang sistem syaraf pusat. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, lurus, langsing berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron, bersifat gram positif dan tidak berkapsul, membentuk spora, bersifat obligat anaerob dan mudah tumbuh pada nutrien media yang biasa. Kuman ini membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin, suatu neuro toksin yang kuat (Soedarto, 1990). Clostridium tetani berkembang cepat pada jaringan yang rusak (luka) dan dalam suansana anaerob basil tetanus berubah dari bentuk spora ke dalam bentuk vegetatif. Pada keadaan itu, Clostridium tetani mengeluarkan eksotoksin yang menyebabkan penyakit tetanus. Pada waktu Clostridium tetani dalam bentuk vegetatif makan akan sangat sensitif terhadap panas dan beberapa antibiotik dan tidak dapat bertahan karena adanya oksigen. Sebaiknya dalam bentuk spora sangat resisten pada keadaan panas dan antiseptik biasa. Spora ini dapat hidup pada 5

6 pemanasan autoklaf 121 0 C selama 10-15 menit dan relatif resisten terhadap phenol dan bahan-bahan kimia lain (PAHO, 1993). Dalam bentuk spora Clostridium tetani dapat tahan hidup bertahun-tahun di dalam tanah asalkan tidak terdapat sinar matahari. Selain itu dapat pula ditemukan dalam tanah, laut, air tawar, debu rumah, dan tinja berbagai spesies binatang. Clostridium tetani baik dalam bentuk spora maupun bentuk vegetatif dapat ditemukan pada usus manusia (Behrman dan Vaughman, 1992). 2.1.3. Patogenesis Spora dari kuman tersebut masuk melalui pintu masuk satu-satunya ke tubuh bayi baru lahir, yaitu: tali pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi baru lahir maupun saat perawatannya sebelum puput atau lepasnya tali pusat (Depkes RI, 1993). 2.1.4. Masa Inkubasi Terdapat variasi masa inkubasi pada tetanus, dari satu minggu sampai beberapa minggu lamanya. Semakin pendek masa inkubasi tetanus, semakin buruk prognosis penyakit. Bila kurang dari satu minggu, maka sifat tetanus adalah fatal (Soedarto, 1990). Menurut Behrman (1992) masa tunas organisme ini berkisar antara 3-14 setelah luka, tetapi dapat kurang satu hari atau lebih dari beberapa bulan dan pada tetanus neonatorum biasanya mulai ketika neonatus berusia 3-10 hari. Sejak kuman masuk ke dalam tubuh bayi sampai mulai timbulnya gejala (masa inkubasi) dibutuhkan waktu 3-28 hari (rata-rata 6 hari). Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari seperti biasanya penyakit lebih parah dengan angka kematian tinggi (Depkes RI, 1993). 2.1.5. Gejala Klinis Menurut Depkes RI, 1996, gejala klinis tetanus neonatorum adalah: bayi yang semula bisa menetek dengan baik tiba-tiba tidak bisa menetek, mulut bayi mencucu seperti mulut ikan, mudah sekali dan sering kejang-kejang terutama

7 karena rangsangan sentuhan, rangsangan sinar dan rangsangan suara, wajahnya mungkin kebiruan, kadang-kadang disertai demam. 2.1.6. Prognosis Moralitas penyakit tetanus neonatorum sebesar 60% atau lebih tinggi lagi (Nelson, 1992). Prognosis penyakit tetanus neonatorum antara lain dipengaruhi oleh luasnya keterlibatan otot yang mengalami kejang sebagai tanda bahwa toksin sudah masuk ke jaringan/susunan syaraf pusat, demam tinggi, masa inkubasi yang pendek, serta mutu perawatan penunjang yang diberikan kepada penderita. Kesembuhan dari tetanus tidak memberikan kekebalan, karena itu imunisasi aktif penderita setelah kesembuhan merupakan suatu keharusan. 2.1.7. Cara Pencegahan Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum dapat dicegah dengan cara: 1. Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil. Pada awalnya sasaran program imunisasi TT untuk mencegah penyakit tetanus neonatorum adalah ibu hamil. Menurut rekomendasi WHO, pemberian imunisasi TT sebanyak 5 dosis dengan internal minimal antara satu dosis ke dosis berikutnya seperti yang telah ditentukan, akan memberikan perlindungannya seumur hidup. Saat ini imunisasi TT diberikan kepada murid SD kelas VI, wanita calon pengantin wanita, dan ibu hamil. 2. Peningkatan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih diri, bersih tempat, dan bersih alat. 3. Promosi perawatan tali pusat yang benar. 2.1.8. Epidemiologi Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke delapan (Force, 1997), serta dapat membawa kematian pada 70 90% kasus. Perawatan medis modern, yang langka di dunia ketiga di mana penyakit ini amat lazim, jarang mengurangi mortalitas sampai kurang dari 50% (Foster, 1984).

8 Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur Tengah, dan Afrika pada tahun 1978 1982 menekankan bahwa penyakit tetanus neonatorum banyak dijumpai di daerah pedesaan negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki angka proporsi kematian neonatal akibat penyakit tetanus neonatorum mencapai 51%. Pada kasus tetanus neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari (Depkes, 1993). Di Jepang, penurunan angka kematian akibat penyakit tetanus neonatorum dari 0,036 per 1000 lahir hidup pada tahun 1947 menjadi 0,07 per 1000 lahir hidup pada tahun 1961 terjadi pada saat keadaan sosial ekonomi dan proporsi bayi-bayi yang dilahirkan di klinik atau rumah sakit meningkat dengan cepat dan kontaminasi lanjutan dari bungkul tali pusat pada proses perawatan tali pusat dapat dicegah. Pernyataan tersebut di atas secara implisit menyatakan bahwa keadaan sebaliknya atau persalinan di rumah mengandung risiko tetanus neonatorum yang tinggi. Nelson menyebutkan bahwa kasus tetanus neonatorum sering didapatkan pada anak dengan berat badan lahir rendah (Nelson, 1992). 2.2. Faktor-faktor Risiko Kejadian Tetanus Neonatorum 2.2.1. Pemeriksaan Antenatal Pemeriksaan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu hamil dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Tujuannya adalah untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan, dan nifas dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat. Pemeriksaan kehamilan dilakukan oleh tenaga terlatih dan terdidik dalam bidang kebidanan, yaitu pembantu bidan, bidan, dokter, dan perawat yang sudah terlatih (Depkes RI, 1994). Pemeriksaan antenatal, hendaknya memenuhi tiga aspek pokok, yaitu: 1. Aspek medis yang meliputi diagnosis kehamilan, penemuan kelainan secara dini, dan pemberian terapi sesuai dengan diagnosis.

9 2. Penyuluhan, penjagaan kesehatan diri serta janinnya, pengenalan tandatanda bahaya dan faktor risiko yang dimiliki, dan pencarian pertolongan yang memadai secara tepat waktu. 3. Rujukan: ibu hamil dengan risiko tinggi harus dirujuk ke tempat pelayanan yang mempunyai fasilitas lebih lengkap. Adapun perawatan kehamilan meliputi pemeriksaan fisik, yang meliputi pemeriksaan muka, gigi, mulut, leher, payudara, jantung, hati, paru-paru, perut, dan organ reproduksi. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan urin dan haemoglobin, sedangkan pemeriksaan kebidanan meliputi 5T yaitu penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT dan pemberian tablet tambah darah. Selain itu ibu hamil mendapat penyuluhan tentang jenis dan jumlah makanan bergizi tinggi yang diperlukan selama hamil, kebersihan perorangan, perawatan payudara, dan air susu ibu, keluarga berencana, kebiasaan hidup sehat selama hamil serta faktorfaktor yang berhubungan dengan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Dari rangkaian pemeriksaan antenatal, pemberian imunisasi TT adalah hal yang paling penting dilakukan untuk mencegah infeksi tetanus neonatorum. Pemeriksaan antenatal dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit, rumah bersalin, maupun di rumah penduduk. Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan oleh dokter, bidan, atau perawat kesehatan. Pemeriksaan dilakukan minimal sebanyak empat kali, yaitu pada triwulan pertama, triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga. 2.2.2. Imunisasi Tetanus Toksoid Pada Ibu Hamil Salah satu komitmen global yang ingin dicapai adalah untuk menekan insiden tetanus neonatorum hingga di bawah 1 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Pencapaian program ETN di tingkat kabupaten atau kota dinilai berdasarkan cakupan imunisasi TT ibu hamil dan TT wanita usia subur (WUS) serta cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan (Depkes RI, 1999). Pemberian imunisasi tetanus toksoid pada ibu hamil dimaksudkan agar bayi yang dilahirkan sudah mempunyai kekebalan terhadap toksin tetanus yang didapatkan secara pasif sewaktu masih berada dalam kandungan. Dua dosis TT

10 sekurangnya dengan jarak waktu satu bulan serta sekurangnya sebulan menjelang persalinan, hampir 100% efektif mencegah tetanus neonatorum. Jadi tidak adanya imunisasi tetanus pada ibu merupakan faktor risiko yang berarti untuk tetanus pada neonatus yang akhirnya menyebabkan kematian (Depkes RI, 1994). Imunisasi TT dua dosis (TT2) memberikan perlindungan selama tiga tahun, artinya apabila dalam waktu tiga tahun seorang ibu akan melahirkan, bayi yang dilahirkan akan terlindung dari tetanus neonatorum. Sebaliknya imunisasi TT tidak lengkap (TT1) hanya langkah awal untuk mengembangkan kekebalan tubuh terhadap infeksi (Depkes RI, 1996). Meskipun terdapat banyak kendala, di banyak daerah di Indonesia, tetanus neonatorum bukan lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hendaknya dicatat, bahwa keberhasilan penuh barulah tercapai setelah semua wanita usia subur yang tidak hamil juga dijadikan sasaran imunisasi. Mengingat pengalaman ini dan rendahnya cakupan TT pada wanita hamil berisiko pada saat ini, WHO pada pertemuan kelompok penasehat seluruh dunia mengubah target TT menjadi untuk semua wanita usia subur (15-44 tahun). Bila program pengembangan imunisasi WHO sudah sepenuhnya mencakup bayi dan anak kecil, maka satu suntikan TT untuk wanita muda, yang pada masa kanak-kanaknya sudah diimunisasi akan dapat mencegah tetanus neonatorum (Foster, 1988). 2.2.3. Jenis penolong persalinan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu sekitar 50%, selebihnya ditolong oleh dukun bayi baik yang terlatih maupun yang tidak terlatih. Hal ini menyebabkan masih banyak ditemukan persalinan yang tiba-tiba mengalami komplikasi dan memerlukan penanganan professional tetapi tidak ditangani secara memadai dan tepat waktu, sehingga mengakibatkan kematian. Dengan mengupayakan agar persalinan yang ditolong oleh dukun bayi didampingi bidan, maka selain pertolongan persalinan 3 bersih lebih terjamin, diharapkan persalinan yang aman juga terjamin. Pertolongan persalinan yang bersih, meliputi: bersih tangan penolong, bersih daerah perineum ibu, jalan lahir tidak tersentuh oleh sesuatu yang tidak

11 bersih, bersih alas tempat melahirkan, dan memotong tali pusat menggunakan alat yang bersih (Depkes RI, 2000). Bahkan bila kenaikan proporsi persalinan yang dilakukan oleh tenaga paramedis dan medis ternyata efektif, maka biaya untuk melatih tenaga dalam jumlah yang memadai agar diperoleh cakupan yang luas merupakan penghalang bagi negara berkembang, terutama bila yang digunakan adalah bidan-bidan yang terlatih atau dokter. Lebih jauh lagi, andai kata tenaga-tenaga itu tersedia mungkin juga mereka tidak selalu digunakan. Banyak peneliti menemukan kenyataan bahwa ibu-ibu tetap lebih menyukai dukun bayi yang tidak terlatih meskipun fasilitas-fasilitas untuk persalinan di lembaga-lembaga kedokteran, atau meskipun ada tenaga-tenaga kesehatan masyarakat yang terlatih (Ross, 1988). Beberapa hal yang mungkin menjadi alasan masyarakat memilih tenaga dukun bayi untuk pertolongan persalinannya (Adji, 1995): 1. Apabila kelahiran ditangani oleh bidan puskesmas, bayarannya jauh lebih mahal dan harus berupa uang. Selain itu tugas bidan hanyalah untuk membantu persalinan, padahal setiap bayi masih harus menjalani upacara adat. 2. Selain alasan ekonomi, masyarakat memilih dukun bayi dengan maksud agar tidak menyinggung perasaan dukun yang akan dimintai tolong untuk memimpin upacara adat, serta sebagai upaya untuk menjaga hubungan baik. 2.2.4. Tempat Persalinan Persalinan di rumah mengandung risiko tetanus neonatorum yang tinggi, tetapi persalinan di rumah sakit tidak menjamin perlindungan untuk tidak terkena tetanus neonatorum, karena lamanya tinggal di rumah sakit sangatlah pendek (setelah bayi lahir langsung pulang). Sampai di rumah, biasanya perawatan ibu dan bayi diserahkan kepada dukun beranak (Silvia, 1982). Meskipun persalinan itu berlangsung di pusat pelayanan kesehatan atau klinik bersalin, tidak jarang sekembalinya ke rumah, para wanita yang baru melahirkan itu menjalani perawatan secara tradisional. Namun, di daerah

12 pedesaan apalagi yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan yang berlokasi di ibukota kecamatan, proses persalinan selalu berlangsung di rumah (Ulaen, 1998). 2.2.5. Alat Pemotong Tali Pusat Penggunaan sembilu untuk memotong tali pusat sampai kini masih dilakukan oleh beberapa dukun bayi terutama di pedesaan. Pada masyarakat Sunda alat pemotong (sembilu) ini dikenal dengan hinis (Soedarno, 1998). Penelitian di pedesaan Pulau Lombok juga memperlihatkan keadaan yang sama. Tali pusat bayi yang baru lahir dipotong dengan cara mengikat bagian pangkal dan kira-kira tiga jari di bagian atasnya, kemudian dipotong bagian tengahnya dengan sembilu yang terbuat dari irisan kulit bambu yang diambil dari rangka atap rumah bagian depan (Pratiwi, 1998). Penelitian di Desa Kmantan Kebalai Kabupaten Kerinci menunjukkan bahwa masih terdapat penggunaan sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir, sembilu diambil dari bambu yang merupakan alat penghembus api milik keluarga yang sedang digunakan di dapur. Sembilu tidak perlu dicuci karena dianggap sudah bersih (Adji, 1998). Meskipun pemotong tali pusat telah dilakukan dengan gunting atau benang, para dukun masih sering tidak membersihkan alat-alat itu lebih dahulu, sama halnya saat mereka menggunakan sembilu (Adji, 1998). 2.2.6. Perawatan Tali Pusat Tiga segi perawatan pusar dan tali pusat mempunyai pengaruh terhadap risiko tetanus neonatorum, yaitu: alat pemotong tali pusat, praktek menyimpul, atau membuka simpulnya, serta bahan yang diurapkan atau dioleskan pada pangkal potongan tali pusat yang belum kering (Foster, 1988). Merawat tali pusat berarti menjaga agar luka tersebut tetap bersih, tidak terkena kencing, kotoran bayi, atau tanah. Bila kotor, luka tali pusat dicuci dengan air bersih yang mengalir dan segera keringkan dengan kain/kasa bersih dan kering. Tidak boleh membubuhkan atau mengoleskan ramuan, abu dapur, dan sebagainya pada luka tali pusat sebab dapat menyebabkan infeksi dan tetanus

13 yang dapat berakhir dengan kematian neonatal. Infeksi tali pusat merupakan faktor risiko untuk terjadinya tetanus neonatorum (Depkes RI, 2000). Ramuan tradisional umumnya masih banyak digunakan oleh masyarakat pedesaan, terutama oleh dukun bayi atau keluarga. Telah didapati bahwa 60% dukun bayi memakai ramuan seperti kunyit, kapur, dan abu sebagai bahan perawatan tali pusat. Alasan digunakannya obat/bahan tradisional pada masyarakat yaitu karena dianggap manjur dan cocok, sudah merupakan kebiasaan keluarga, mudah didapat, murah, dan masyarakat lebih yakin terhadap khasiat obat atau bahan tradisional tersebut (Soedarno, 1998). Penggunaan abu dapur bekas pembakaran kayu di tungku untuk melumuri bekas potongan tali pusat agar luka cepat kering, sering mengakibatkan pusar bayi menjadi bengkak dan berwarna merah. Jika tidak dirawat dengan baik, keadaan ini dapat mengakibatkan kematian. Adanya kematian bayi akibat serangan tetanus neonatorum banyak terjadi karena praktek perawatan luka dengan cara seperti di atas (Danandjaja, 1980).

14 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Perawatan 4. Kehamilan Tenaga pemeriksa 5. Frekuensi kunjungan antenatal Status Imunisasi Pertolongan Persalinan Tenaga penolong persalinan 6. Tempat persalinan 7. Alat pemotong tali pusat 8. Perawatan 9. Tali Pusat 10. Tenaga perawatan tali pusat 11. Obat/ramuan yang dibubuhkan 12. pada tali pusat bayi Tetanus Neonatorum Manajemen Rujukan ke RS Virulensi Masa Inkubasi Kematian TN Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 14

15 3.2. Definisi Operasional 1. Tetanus neonatorum: penyakit tetanus pada bayi berumur kurang dari satu bulan yang disebabkan oleh Clostridium tetani dengan tanda-tanda bayi tiba-tiba tidak dapat menetek, mulut mencucu, dan kejang-kejang. Diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Ya 2. Tidak 2. Jenis kelamin neonatus: jenis kelamin neonatus saat lahir. Diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Laki-laki 2. Perempuan 3. Frekuensi kunjungan antenatal adalah banyaknya kunjungan ibu hamil ke tenaga kesehatan untuk memeriksa kehamilannya, diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. < 4 kali 2. 4 kali 4. Tenaga pemeriksa kesehatan adalah orang yang melakukan pemeriksaan kesehatan ibu bayi pada saat hamil, diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Bukan tenaga kesehatan 2. Tenaga kesehatan 5. Status imunisasi adalah imunisasi TT yang di dapat ibu hamil selama kehamilannya, atau sewaktu calon pengantin, atau selama masa kehamilan sebelumnya. Diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari 2005 hingga Desember t 2008. 1) Tidak imunisasi adalah ibu hamil yang tidak mendapatkan imunisasi TT selama masa kehamilannya atau waktu sebelumnya

16 2) Imunisasi adalah ibu hamil yang telah mendapatkan imunisasi TT selama masa kehamilannya Kategori: 1. Tidak imunisasi 2. Imunisasi lengkap 6. Penolong persalinan adalah orang yang membantu proses persalinan ibu hamil secara langsung, diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. 1) Bukan tenaga kesehatan adalah penolong persalinan yang tidak pernah mendapatkan pendidikan formal bidang kesehatan tetapi mempunyai kemampuan dan keterampilan menolong persalinan atau perawatan setelah persalinan sampai tali pusat sembuh. 2) Tenaga kesehatan adalah orang yang mendapatkan pendidikan formal dalam bidang kesehatan untuk menolong persalinan, terdiri dari pembantu bidan, bidan, perawat, dan dokter. Kategori: 1. Bukan tenaga kesehatan 2. Tenaga kesehatan 7. Tempat persalinan adalah temapat dimana ibu hamil menjalani proses persalinan, diketahui berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Rumah 2. Tempat pelayanan kesehatan 8. Alat pemotong tali pusat adalah alat yang digunakan untuk memotong tali pusat sesuadah bayi baru lahir, diketahui berdasarakan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Tidak steril 2. Steril 9. Tenaga perawatan tali pusat adalah orang yang merawat tali pusat setelah proses persalinan selesai sampai luka bekas tali pusat sembuh. Diketahui

17 berdasarkan catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Bukan tenaga kesehatan 2. Tenaga kesehatan 10. Obat atau ramuan yang dibubuhkan pada tali pusat adalah obat ramuan yang digunakan untuk merawat tali pusat. catatan pada formulir T2 di Dinas Kesehatan Kabupaten Serang dari Januari tahun 2005 hingga Desember tahun 2008. Kategori: 1. Non antiseptik 2. Antiseptik