TAKFIR AN HAK BERBEA PENAPAT Yusuf Rahman 1
Takfir dan Hak Berbeda Pendapat alam salah satu karyanya yang cukup terkenal Tahafut al- Falasifa (Kerancuan para Filusuf), Abu Hamid al-gazali (w. 1111) memberikan cap kafir kepada para filusuf Muslim karena beberapa pandangan mereka yang dianggap bertentangan dengan ajaranajaran Islam. Sebagai konsekwensi dari pengkafiran ini, banyak orang berpendapat bahwa perkembangan filsafat Islam menjadi mandeg. e m o c r a c y P e r p u s t a Pengkafiran terhadap pemikiran 2
seseorang atau bahkan institusi ternyata masih terus berlangsung hingga saat ini. Kasus yang ingin dikaji dalam tulisan ini adalah yang menimpa r. Nashr Hamid Abu Zaid (l. 1943), seorang pemikir Muslim asal Mesir yang mengajar di Fakultas Sastra Universitas Kairo namun sejak tahun 1995 harus mengasingkan diri bersama istrinya di Leiden, Belanda. Kasus Abu Zaid sangat menarik untuk diteliti tidak saja karena ia telah dikafirkan oleh kalangan fundamentalis, tapi pihak pemerintah pun, lewat perangkat hukumnya, turut serta mendukung pentakfiran itu. Pertanyaannya kemudian adalah: apa alasan kelompok fundamentalis dan pengadilan Mesir mengkafirkan Abu Zaid? apakah dosa Abu Zaid? dan mengapa pentakfiran semacam itu bisa terjadi? 3
Konflik Kelompok Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Charles Kurzman dalam bukunya Liberal Islam: a Source Book, pertentangan antara kelompok muslim fundamentalis dan muslim liberal sudah merupakan hal yang biasa terjadi di kebanyakan masyarakat muslim. i Mesir sendiri banyak pemikir muslim liberal yang menjadi korban pentakfiran kelompok fundamentalis, sehingga karyakarya mereka dilarang terbit. Sebut saja misalnya kasus Thaha Husain (w. 1973) dan Muhammad Ahmad Khalaf Allah (w. 1998). Yang pertama menulis Fi al-syi r al-jahili (Tentang Puisi Masa Pra-Islam) pada tahun 1926 namun dicabut dari peredaran karena memuat pandangan yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Buku tersebut baru bisa diterbitkan kembali pada e m o c r a c y P e r p u s t a 4
tahun 1927 dengan menggunakan judul baru Fi al-adab al-jahili (Tentang Sastra Pra-Islam) dan beberapa pandangan kontroversialnya dihapus. emikian pula nasib disertasi al-fann al-qashashi fi al-qur an (Seni Narasi di dalam al-qur an) yang ditulis oleh Khalaf Allah pada tahun 1947 namun tidak jadi dipertahankan karena beberapa anggota tim penguji sudah mencapnya tidak layak untuk diuji karena ditengarai bertentangan dengan Islam. Perlawanan kelompok fundamentalis terhadap pemikiran liberal tidak bisa dilepaskan dari upaya mereka untuk memberlakukan pelaksanaan syari at Islam di Mesir yang sudah bertahun-tahun mereka perjuangkan. Ini berawal dari gebrakan Presiden Anwar Sadat pada tahun 1970-an yang dalam rangka menarik dukungan politis 5
dari umat Islam di negeri itu menggantikan kata-kata di dalam konstitusi Republik Mesir dari kalimat syari at Islam adalah salah satu sumber utama dari pembuatan undang-undang menjadi syari at Islam adalah satu-satunya sumber utama legislasi. Kasus Abu Zaid Kasus Abu Zaid bermula dari dalam lingkungan universitas ketika ia mengajukan karyakarya ilmiahnya untuk keperluan kenaikan pangkat ke tingkat guru besar. Setelah memperhatikan karya-karya tersebut, salah satu dari anggota tim penilai karya ilmiah yang bernama Abd al- Shabur Syahin, seorang dosen di fakultas ar al- Ulum dan juga imam tetap Masjid Amr bin al- Ash, memvonis pandangan Abu Zaid tidak sesuai dengan ajaran Islam. Singkat cerita, e m o c r a c y P e r p u s t a 6
dari perdebatan di lingkungan universitas beberapa pengacara yang bersimpati kepada kelompok fundamentalis membawa vonis takfir ini ke pengadilan dan mengajukan gugatan cerai tanpa persetujuan atau keinginan sendiri baik dari Abu Zaid maupun istrinya. Mereka menengarai bahwa perkawinan seorang murtad dengan wanita muslim adalah tidak sah dan karenanya memohon kepada pengadilan untuk membatalkan tali perkawinan mereka. Alasan utama penyebab kemurtadan Abu Zaid, menurut para pengkritiknya, adalah karena ia menganut paham kiri dan menggunakan teori Marxis di dalam tulisan-tulisannya. Sebagai contoh, seorang profesor dari Universitas al-azhar, Ahmad Fayd Haykal, menilai buku Mafhum al- Nashsh, karya utama Abu Zaid, sebagai suatu kajian al-qur an 7
yang menggunakan teori kiri. Bahkan Muhammad Imarah, tokoh Islam moderat yang lain, menulis satu buku yang secara khusus mengkaji pemikiran Abu Zaid yang ia beri judul al-tafsir al-markisi fi al-islam (Penafsiran Marxis dalam Islam). Untuk membuktikan tuduhannya itu, Imarah menjelaskan bahwa sebagian besar karya Abu Zaid diterbitkan oleh majalah serta penerbit yang berhaluan kiri. i samping itu, Imarah juga melihat bahwa Abu Zaid menggunakan teori materialis di dalam mengkaji al-qur an, seperti pendapatnya bahwa al-qur an dibentuk oleh budaya Arab. Pandangan ini, menurut Imarah, menegasikan sakralitas al-qur an, atau dengan kata lain, menyatakan bahwa al- Qur an bukan diciptakan oleh Allah akan tetapi oleh budaya Arab. e m o c r a c y P e r p u s t a 8
Mengapa takfir? Benar bahwa Abu Zaid berpendapat al-qur an dibentuk oleh budaya Arab, akan tetapi itu tidak berarti bahwa ia tidak meyakini al-qur an sebagai ciptaan Allah. Sebagaimana keyakinan kaum muslimin, Abu Zayd juga percaya bahwa al-qur an adalah firman Allah SWT yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril dalam waktu lebih dari dua puluh tahun. Walaupun al-qur an merupakan firman Allah, al-qur an menggunakan bahasa manusia (bahasa Arab), diwahyukan kepada manusia (nabi Muhammad) untuk kemudian disampaikan kepada seluruh umat manusia untuk kepentingan mereka. Selain itu, fakta bahwa al-qur an diturunkan selama kurang lebih dua puluh tiga tahun, serta adanya literatur tentang asbab 9
al-nuzul, ayat-ayat Mekah dan Madinah dan juga tentang ayatayat yang dihapus/diganti dan menggantikan (mansukh wa nasikh), membuktikan bahwa konteks sosio-politik dan historis sangat mempengaruhi turunnya ayat-ayat al-qur an. Pandangan Abu Zayd ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan tesis kaum Mu tazilah yang berpendapat bahwa al- Qur an adalah makhluq/muhdats (diciptakan) karena firman Allah merupakan produk dari sifat Allah Yang Berbicara (al- Qa il), salah satu sifat-nya yang fi liyyah. Sebagai produk dari sifat fi liyyah, ia diciptakan pada masa tertentu. Sementara itu kelompok Hanbaliyyah dan Asy ariyyah berpendapat bahwa al-qur an adalah qadim (tidak bermula) dan eksis bersamaan (co-exist) dengan Allah. Konsekwensinya, situasi sosial dan historis pada saat e m o c r a c y P e r p u s t a 10
nuzulnya al-qur an tidak terlalu berperan, karena menurut mereka al-qur an secara keseluruhan telah ada sebelum dunia ini diciptakan. unia Islam telah sekian lama didominasi oleh pemikiran Hanbaliyyah/Asy ariyyah, sehingga yang terakhir ini sering diklaim sebagai pemikiran yang terbenar, dan ketika ada pandangan yang berbeda dengan status quo langsung saja dicap sesat dan kafir. Padahal sejarah pernah mencatat bahwa dulunya pandangan Mu tazilah juga pernah berjaya dan bahkan khalifah al-ma mun, khalifah ketujuh dari dinasti Abbasiyyah, sempat menjadikan mazhab Mu tazilah sebagai mazhabnya negara. Tapi setelah itu, lagilagi berkat dukungan penguasa yang menggantikan al-ma mun, mazhab Asy ariyyah-lah yang kemudian mendominasi hingga 11
12 saat ini. Kalau pada masa al- Ma mun pandangan Mu tazilah merupakan pemikiran ortodoksi dalam Islam, bahkan mereka yang tidak menganut mazhab Mu tazilah dihukum (inquisition/ mihnah), setelah itu pemikiran yang sama dicap kafir dan sesat. Apakah kita akan terus terjebak dalam kungkungan pengkafiran suatu pemikiran yang nyatanyata sangat dipengaruhi oleh dukungan/kepentingan politik praktis? Tidakkah sepatutnya bagi masing-masing untuk memperoleh hak hidup, hak berijtihad dan hak berbeda pendapat? Apakah kita memiliki otoritas untuk menghakimi keimanan seseorang? Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam surat al-baqarah ayat 147-148: al- Haqq mi r-rabbika fala takunanna mina l-mumtarin (Kebenaran itu hanyalah dari Tuhanmu, maka janganlah kamu termasuk orang yang ragu-ragu).[] e m o c r a c y P e r p u s t a
2011 ini diterbitkan oleh emocracy Project, Yayasan Abad emokrasi. Untuk berlangganan, kunjungi www.abad-demokrasi.com Kode kolom: 042K-YUR001 Sumber gambar: www.id.qantara.de & www.dn.se 13