Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza

dokumen-dokumen yang mirip
MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

RENCANA STRATEGIS NASIONAL PENGENDALIAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA

Perkembangan Flu Burung pada Manusia dan Langkah-Langkah Pengendaliannya

RENCANA STRATEGIS NASIONAL PENGENDALIAN FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG

PENANGANAN INFLUENZA DI MASYARAKAT (SARS, H5N1, H1N1, H7N9)

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)?

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan Pasal 5, 8, 65, 66,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY :

RENCANA STRATEGIS NASIONAL PENGENDALIAN FLU BURUNG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

Penanggulangan Penyakit Menular

Simulasi Kejadian Luar Biasa Flu Burung di Desa Dangin Tukadaya

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEMENHAN. Satuan Kesehatan. Pengendalian. Zoonosis. Pelibatan.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

Prevalensi Virus Influenza (Influenza Like Illness) di Laboratorium Regional Avian Influenza Semarang

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/405/2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

RAPAT DENGAR PENDAPAT KEMENKES DENGAN PANJA KESEHATAN HAJI KOMISI IX DPR - RI

Tinjauan Mengenai Flu Burung

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor

Prof. Dr. Drh. I Gusti Ngurah Mahardika Universitas Udayana Denpasar-Bali HP:

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN TUBERKULOSIS

KERANGKA ACUAN PROGRAM P2 DBD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

Bab I. Pendahuluan. Model Penyebaran Avian Flu Hendra Mairides

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/633/2016 TENTANG TIM KOORDINASI PENGUATAN DAN PENERAPAN EPIDEMIOLOGI LAPANGAN

ABSTRACT PENDAHULUAN SOSIALISASI FLU BURUNG SERTA PEMERIKSAAN JUMLAH SEL DARAH PUTIH DAN TROMBOSIT PENDUDUK DESA BERABAN KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

RUMUSAN ROUNDTABLE DISCUSSION: ARAH PENELITIAN MENDUKUNG RENCANA BEBAS PENYAKIT AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS TAHUN Bogor, Kamis, 5 Desember 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. BAB I PENDAHULUAN

PENGENDALIAN PENYAKIT PENYAKIT INFEKSIUS EMERGING DAN RE-EMERGING. Dr.Marlinggom Silitonga NPO Surveillance & Response, WHO Indonesia

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 300/MENKES/SK/IV/2009 TENTANG PEDOMAN PENANGGULANGAN EPISENTER PANDEMI INFLUENZA

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae.

Transkripsi:

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza Influenza adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Virus influenza diklasifikasi menjadi tipe A, B dan C karena nukleoprotein dan matriks proteinnya. Hemaglutinin (HA) adalah glikoprotein dalam permukaan virus influenza yang memungkinkan virus untuk berikatan dengan asam sialat sel dan bergabung dengan membran pejamu. Neuraminidase (NA) merupakan glikoprotein permukaan yang lain, secara enzimatik menghilangkan asam sialat, menyebabkan penyebaran virus dari sel yang terinfeksi. Mutasi minor HA dan NA virus influenza A dan B menghasilkan perkembangan strain virus yang baru (antigenic drift), hasilnya adalah menurunnya perlindungan oleh antibodi terhadap strain sebelumnya. Sebaliknya adalah antigenic drift, perubahan yang besar NA atau HA terjadi pada influenza A dengan interval yang jarang (pada abad lalu 10 sampai 40 tahun), sebagai akibatnya masyarakat tidak mempunyai kekebalan terhadap virus baru tersebut dan pandemi influenza bisa terjadi. 1 Pada abad yang lalu dunia telah mengalami tiga kali pandemi influenza dan ada kemungkinan masih ada pandemi di masa mendatang. 2 Pandemi influenza adalah epidemi virus influenza yang menyebar ke seluruh dunia dan menginfeksi sebagian besar populasi dunia. Kebalikan dari epidemi rutin influenza musiman, pandemi tersebut terjadi tidak teratur, dan pada pandemi influenza Spanyol tahun 1918 merupakan pandemi yang sangat serius. Pandemi dapat menyebabkan mortaliti yang tinggi, contohnya influenza Spanyol menyebabkan kematian lebih dari 50 juta orang. Terdapat 3 pandemi influenza di setiap abad pada 300 tahun terakhir, yang terakhir adalah Flu Asia tahun 1957 dan Flu Hong Kong tahun 1968. 3 Menurut World Health Organization (WHO) terdapat enam fase pandemi influenza global berdasarkan sejumlah faktor epidemiologi pada manusia sebelum suatu pandemi ditetapkan. Keenam fase tersebut terbagi dalam tiga kelompok besar periode waktu: interpandemi, kewaspadaan pandemi dan pandemi. 4

Periode Interpandemi : Fase 1. Tidak ada subtipe virus influenza baru yang dideteksi pada manusia. Suatu subtipe virus influenza yang telah menyebabkan infeksi pada manusia mungkin ada pada binatang. Jika ada pada manusia risiko infeksi atau penyakit pada manusia diperkirakan rendah. Di Indonesia fase ini terjadi sebelum Juli 2003. Fase 2. Tidak ada subtipe virus influenza baru yang dideteksi pada manusia, tetapi suatu subtipe virus influenza bersirkulasi pada binatang memiliki suatu risiko penyakit pada manusia. Di Indonesia fase ini mulai pada bulan Agustus 2003 ketika virus subtipe H5N1 dideteksi pada unggas. Periode kewaspadaan terhadap pandemi : Fase 3. Infeksi pada manusia dengan suatu subtipe baru, tetapi tidak ada penyebaran dari manusia ke manusia, atau pada kejadian-kejadian yang jarang pada kontak yang dekat. Di Indonesia fase ini mulai pada bulan Juli 2005 ketika infeksi oleh subtipe H5N1 dikonfirmasikan pada manusia. Fase 4. Kelompok (cluster) dengan penularan terbatas dari manusia ke manusia tetapi penyebaran sangat terlokalisir, memberi isyarat bahwa virus itu tidak beradaptasi baik dengan manusia. Di Indonesia sampai September 2005, fase ini belum mulai. Fase 5. Cluster lebih besar, tetapi penyebaran dari manusia ke manusia masih terlokalisasi, memberi isyarat bahwa virus itu meningkat menjadi lebih baik beradaptasi dengan manusia, tetapi mungkin belum sepenuhnya menular dengan mudah (risiko pandemi yang substantif). Periode Pandemi : Fase 6. Fase Pandemi: penularan yang meningkat dan berkesinambungan pada masyarakat umum. Periode Pascapandemi : Kembali ke periode interpandemi.

Guna kepentingan perencanaan secara umum, biasanya diasumsikan bahwa 25-30% populasi akan terinfeksi oleh pandemi influenza. Meskipun demikian terdapat perbedaan yang sangat besar pada golongan yang terinfeksi tergantung umur individu. Beberapa model memperkirakan bahwa lebih dari 50% anak akan terinfeksi oleh strain pandemi H5N1. Orang yang berumur tua tampaknya sedikit yang terinfeksi. Persentase populasi yang terinfeksi disebut attack rate virus. Yang juga penting adalah mortality rate, yaitu persentase dari orang yang meninggal. Pola tersebut sangat berbeda dengan influenza biasa yaitu kematian lebih banyak pada orang yang berumur tua daripada anak-anak. Kemampuan H5N1 untuk membunuh dewasa muda diperkirakan sama dengan strain pandemi influenza tahun 1918, tetapi berbeda dengan pandemi yang lebih ringan pada tahun 1957 dan 1968. Ini adalah salah satu alasan mengapa para ahli member perhatian terhadap H5N1. Mortality rate untuk H5N1 lebih dari 50%. Tidak seorangpun yang tahu berapa mortality rate untuk strain pandemi H5N1 atau apakah H5N1 akan menjadi strain pandemi yang akan datang. 5 Pada saat pandemi akan terjadi potensi kenaikan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, kekacauan sosial ekonomi yang besar dan dalam merespons ancaman tersebut, WHO telah membuat rencana kesiapsiagaan dalam menghadapi pandemi influenza dalam berbagai fase. 3 World Health Organization (WHO) juga telah mencanangkan rencana aksi strategi untuk menghadapi pandemi influenza antara lain: 6 1. Mengurangi pajanan virus H5N1 terhadap manusia. Tujuan : Mengurangi peluang infeksi terhadap manusia, sehingga mengurangi peluang virus pandemi untuk berkembang. 2. Memperkuat sistem peringatan dini. Tujuan : Memastikan bahwa bagi negara yang terkena, WHO dan masyarakat internasional mempunyai semua data dan spesimen klinik yang diperlukan untuk menilai risiko secara tepat. 3. Mengintensifkan tindakan pengisolasian secara cepat. Tujuan : Mencegah penularan virus H5N1 antar manusia lebih jauh dan memperlambat penyebaran secara global

4. Membangun kapasiti untuk penanggulangan pandemi. Tujuan : Memastikan bahwa semua negara mempunyai formula dan rencana tanggap pandemi yang telah diuji dan WHO secara penuh mampu untuk melaksanakan kepemimpinannya pada waktu pandemi. 5. Mengkoordinasikan riset dan pengembangan ilmiah secara global. Tujuan : Memastikan bahwa vaksin pandemi dan obat anti viral tersedia secara cepat dan luas segera setelah mulai pandemi dan bahwa pengetahuan tentang virus secara ilmiah telah berkembang dengan cepat. WHO juga menyediakan dukungan teknis terhadap suatu negara pada saat negara tersebut membuat rencana kesiapsiagaan nasional dan telah menyiapkan petunjuk secara generik menyangkut isi maupun strukturnya. Alat yang diperlukan maupun pelatihan telah dikembangkan sehingga negara-negara tersebut bisa mengevaluasi dan menguji rencananya. Sekarang lebih dari 178 negara dari semua region WHO telah mempunyai draft, bahkan telah menyelesaikan rencana kesiapsiagan nasional. Paket pelatihan juga telah dikembangkan bekerjasama dengan mitra teknik yang berisi kurikulum inti dan bahan-bahan yang dapat digunakan di semua region dan dapat disesuaikan dengan kondisi lokal bila diperlukan. Paket tersebut berisi informasi dasar tentang influenza, persiapan, surveilans, deteksi, kewaspadaan, laporan, penyelidikan dan verifikasi, respons dan kontrol serta manajemen klinik. Juga sedang disusun bagi sistem pelayanan kesehatan nasional, untuk membantu merencanakan respons terhadap akibat klinik pandemi influenza dalam hal pengobatan dan kontrol infeksi. 7 Sebagai bagian dari komuniti internasional, maka Indonesia juga berkewajiban untuk membuat suatu Rencana Strategis Nasional dalam menangani flu burung. Rencana strategis nasional disusun secara terpadu, baik dari aspek penanganan kesehatan hewan/ternak maupun penanganan kesehatan manusia. Untuk itu, disusun Rencana Strategis Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (PI). Rencana Strategis Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza ini merupakan panduan nasional penanganan flu burung di Indonesia bagi setiap stakeholders sebagaimana

diidentifikasi dalam Rencana Strategis Nasional ini. Selanjutnya, di tingkat regional dan global, rencana strategis ini merupakan bagian dari strategi regional dan global. Dengan demikian, rencana strategis Indonesia juga menjadi bagian dari penyelesaian masalah flu burung secara global. 4 Perumusan Rencana Strategi Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza ini dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah penyusunan bersama oleh Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian dan dikoordinasi oleh Kementerian Negara PPN/Bappenas. Tahap kedua, adalah penyempurnaan dengan melibatkan instansi terkait, asosiasi, lembaga profesi dan dunia usaha serta diverifikasi dalam pemenuhan standar internasional dari lembaga internasional yang kompeten di bidang kesehatan ternak dan kesehatan manusia. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat terlibat dalam penyusunannya dan kemudian juga dalam penerapan rencana strategis ini, sehingga tujuan khusus dalam pengendalian flu burung dapat tercapai dan dapat mencegah timbulnya pandemi influenza yang tidak kita inginkan. Tahap ketiga, setiap instansi terkait membuat rencana operasional yang lebih konkrit dan dilengkapi pedomanpedoman teknis dengan mengacu kepada Rencana Strategis Nasional ini. Mengingat flu burung berkembang secara dinamis dan situasi selalu berubah, maka rencana strategis nasional ini yang bersifat dokumen dinamis akan terus disesuaikan dengan perkembangan situasi yang ada. 4 Strategi Nasional Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza bertujuan secara umum untuk memfasilitasi suatu respons nasional yang terkoordinasi, efektif disemua jenjang administrasi dalam menghadapi pandemi influenza, melalui kegiatan pencegahan dan pengendalian untuk mengurangi kesakitan, kematian dan dampak sosial ekonomi, sedangkan tujuan khusus adalah: 4 1. Mengurangi penularan virus dan peluang terjadinya infeksi pada manusia. 2. Memperkuat sistem peringatan dini surveilans untuk respons dini dan terkoordinasi terhadap kejadian luar biasa (KLB). 3. Memutus mata rantai penularan dan penyebaran virus influenza pandemi. 4. Mengurangi dampak pandemi terhadap kesakitan dan kematian serta meminimalkan dampak sosial ekonomi (kekacauan sosial).

5. Monitoring dan evaluasi respons yang sedang dan telah dilakukan terhadap pandemi. Rencana ini meliputi : 4 2. Memastikan tindakan yang cepat, tepat waktu dan terkoordinasi terhadap suatu pandemi, termasuk informasi terbaru dari para pejabat yang berwewenang untuk para petugas kesehatan profesional, masyarakat umum dan media pada semua tahap. 3. Mengkhususkan peranan dan tanggungjawab Depkes dan sektor lainnya, para petugas 4. kesehatan lokal, pelayanan kesehatan masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, profesional dan lainnya. 5. Mengurangi kesakitan dan kematian dari penyakit influenza, baik selama pandemi maupun selama periode-periode interpandemi. 6. Memastikan pelayanan-pelayanan esensial, dipelihara berjalan baik selama suatu pandemi. 7. Meminimalkan kekacauan sosial dan kerugian ekonomi yang mungkin berhubungan dengan suatu pandemi influenza. 8. Menyediakan bimbingan untuk para pejabat kesehatan lokal agar memantapkan rencana-rencana pandemi influenza lokal. 9. Memperkuat fasiliti untuk surveilans, penatalaksanaan kasus, kapasiti laboratorium dan 10. respons terhadap influenza serta penyakit menular lainnya. 11. Memperkuat respons multidisiplin terhadap KLB KLB utama yang menyebabkan kekacauan sosial. 12. Membantu respons terhadap media massa dan permintaan-permintaan komunikasi lainnya. 13. Memperkuat sistem komunikasi termasuk jejaring dan menyempurnakan pelayanan 14. komunikasi masyarakat dan kewaspadaan. 15. Menyempurnakan pengumpulan dana dan mobilisasi sumber.

16. Menjajaki semua aturan perundang-undangan yang perlu yang dibutuhkan dalam setiap fase. 17. Memperkuat kerjasama regional dan internasional. 18. Memutakhirkan kapasiti ilmiah dan teknologi yang berkaitan dengan pandemi influenza. 19. Membangun kemampuan dan kapasiti perusahaan obat dan vaksin untuk mampu memproduksi obat-obatan dan vaksin untuk melawan strain pandemi. 20. Memperkuat logistik dan kapasiti pemasokan. Dengan berbagai usaha tersebut di atas, yang dilakukan mulai dari tingkat lokal, nasional, regional dan global maka diharapkan agar dampak yang terjadi akibat pandemi influenza dapat dikurangi. DAFTAR PUSTAKA 1. Beers MH. Ed in Chief. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Merck Research Lab. New York:1595-8. 2. Potter CW. Chronicle of Influenza Pandemic. In: Niholson KG. et.al.(eds), Textbook of Influenza. Blackwell ; London: 3-18 3. Http://en.wikipedia.org/wiki/Influenza_pandemic. Accessed 20 January 2009. 4. Http://www.komnasfbpi.go.id/files/Renstra_AI_dan_PI_13_Jan_2006.pdf. Accessed 25 January 2009. 5. Http://www.fluwikie.com/pmwiki.php?n=Science.Science#Pandemic. Accessed 25 January 2009. 6. WHO. Influenza Pandemic Plan the Role of WHO and Guidelines for Regional and National Planning. WHO CDS/CSR/EDC/99.1. Geneve Switzerland.1999. 7. Http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/WHOactivitiesavianinfluenza/en/index.html. Accessed : 20 January 2009. Mukhtar Ikhsan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-SMF Paru RSUP Persahabatan Jakarta