PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dokumentasi Hukum Pemkab Agam 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG KETERTI BAN, KEBERSI HAN, DAN KEI NDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG IZIN PRAKTEK TENAGA MEDIS DAN TENAGA KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E NOMOR 11

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 4 TAHUN 2002 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR: 18 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG SURAT IZIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK KAMPUNG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERIAN IZIN MEMPEKERJAKAN TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G IZIN USAHA HOTEL DENGAN TANDA BUNGA MELATI

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 7 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2003 NOMOR 03 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2003

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA IMPRESARIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 8 Tahun 2003 TENTANG : RETRIBUSI IZIN PENGENDALIAN PEMBUANGAN LEMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAH DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 05 TAHUN 2003 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

PEMERINTAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II G R E S I K PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 30 TAHUN 1997 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 16 TAHUN 2003 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PERJALANAN WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG IJIN MEMAKAI TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG TONASE DAN PORTAL

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENGGUNAAN TANAH UNTUK PEMASANGAN JARINGAN PIPA GAS

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 06 TAHUN 2001 TENTANG

- 1 - BUPATI JENEPONTO. Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (PERDA DIY) NOMOR : 15 TAHUN 1987 (15/1987) TENTANG USAHA PETERNAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 12 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONVENSI, PERJALANAN INSENTIF DAN PAMERAN

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 2002 Seri: C

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEDAGANG KAKI LIMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN MALALAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR: 2 TAHUN 2004 TENTANG FATWA PENGARAHAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENCARI KERJA DAN WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PRAMUWISATA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DONGGALA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TENTANG IZIN KERJA DAN PRAKTIK PERAWAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN KUTAI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 2 TAHUN 2002 IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA PRAMUWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PERIJINAN BIDANG INDUSTRI PERDAGANGAN DAN PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 44 TAHUN : 2004 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KOTA CIMAHI

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. bahwa pembangunan di daerah dilaksanakan unt uk meningkat kan pert umbuhan ekonomi daerah harus memperhat ikan kondisi sosialekonomi masyarakat, adat ist iadat, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang dilaksanakan secara t erpadu, menyeluruh dan t erencana dalam rangka mendorong kegiat an ekonomi dan sert a diperlukan iklim usaha yang semakin menarik dan lebih menjamin kelangsungan kegiat an penanaman modal b. bahwa dalam mewujudkan visi Kabupat en Agam Mandiri dan Berprest asi yang Madani sebagaimana dit egaskan dalam rencana St rat egis Kabupaten Agam 2001-2005, dan dalam rangka opt imalisasi ot onomi daerah dan Pemerint ahan Nagari di Kabupaten Agam, meningkat an fungsi dan peran Nagari menjadi sebuah keharusan; c. bahwa dalam upaya meningkat an fungsi dan peran Nagari dalam pembangunan daerah khususnya pada kegiat an penanaman modal di Kabupaten Agam, perlu adanya pengaturan menyangkut kedudukan Nagari dalam pelaksanaan kegiat an penanaman modal; d. bahwa unt uk mencapai maksud sebagaimana dimaksud sub a, b dan c di at as, maka dipandang perlu adanya sebuah Perat uran Daerah yang mengat ur tent ang pelaksanaan penanaman modal. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tent ang Pembent ukan Daerah Otonom Kabupat en Dalam Lingkungan Propinsi Sumat era Tengah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 25); 1

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tent ang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tent ang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tent ang Perubahan At as Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tent ang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943); 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tent ang Perubahan At as Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tent ang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944); 6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tent ang Pemerint ahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 7. Peraturan Pemerint ah Nomor 25 Tahun 2000 t ent ang Kewenangan Pemerint ah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 8. Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tent ang Tat a Cara Penanaman Modal; 9. Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998 t ent ang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tent ang Tat a Cara Penanaman Modal; 10. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 t ent ang Teknik Penyusunan Perat uran Perundang-Undangan Dan Bent uk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerint ah Dan Rancangan Keput usan Presiden ( Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70 ); 2

11. Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 1999 t ent ang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1993 tent ang Tat a Cara Penanaman Modal; 12. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 t ent ang Bidang Usaha Yang Tert utup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyarat an Tertent u Bagi Penanaman Modal; 13. Peraturan Daerah Kabupat en Agam Nomor 31 Tahun 2001 tent ang Pemerint ahan Nagari (Lembaran Daerah Kabupat en Agam Tahun 2001 Nomor 35); 14. Peraturan Daerah Kabupat en Agam Nomor 6 Tahun 2002 tent ang Rencana St rat egis Kabupaten Agam Tahun 2001-2005 (Lembaran Daerah Kabupat en Agam Tahun 2002 Nomor 9). Dengan perset ujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN AGAM MEMUTUSKAN : Menet apkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM TENTANG PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Perat uran Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Agam. 2. Pemerint ah Daerah adalah Pemerint ah Kabupaten Agam. 3. Bupat i adalah Bupat i Agam. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjut nya disingkat DPRD adalah DPRD Kabupaten Agam. 3

5. Nagari adalah kesat uan masyarakat hukum adat dalam Kabupat en Agam yang terdiri dari h impunan beberapa suku di Minangkabau yang mempunyai w ilayah dan bat asbat as tertent u dan mempunyai hart a kekayaan sendiri, berwenang mengurus rumah t angganya dan memilih pimpinan pemerint ahannya. 6. Jorong adalah bagian dari wilayah Nagari. 7. Pemerint ahan Nagari adalah Pemerint ah Nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari. 8. Pemerint ah Nagari adalah wali Nagari besert a perangkat Nagari sebagai Badan Eksekut if Nagari sebagaimana diat ur dalam Perat uran Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 tent ang Pemerint ah Nagari. 9. Kerapat an Adat Nagari (KAN) adalah lembaga perwakilan permusyawarat an dan pemufakat an adat tert inggi yang t elah ada dan diwarisi secara t urun temurun sepanjang adat di tengah-t engah masyarakat Nagari. 10. Penanaman modal adalah kegiat an usaha yang dilakukan oleh penanam modal baik Penanaman Modal Dalam Negeri maupun Penanaman Modal Asing dengan t ujuan memperoleh keunt ungan yang difasilit asi oleh Pemerint ah Daerah. 11. Penanam modal adalah orang pribadi at au badan yang melakukan penanaman modal di daerah. 12. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah penanaman modal yang dilakukan dengan menggunakan kekayaan masyarakat Indonesia, t ermasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swast a nasional at au swast a asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/ disediakan guna menjalankan sesuat u usaha penanaman modal. 13. Penanaman Modal Asing (PMA) adalah penanaman modal yang dilakukan dengan menggunakan kekayaan at au modal dari luar negeri. 14. Permohonan penanaman modal baru adalah permohonan perset ujuan penanaman modal baik penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Mdoal Asing (PMA) besert a fasilit asnya yang diajukan oleh calon penanaman modal unt uk mendirikan dan menjalankan usaha baru. 15. Permohonan perluasan penanaman modal adalah permohonan perluasan/ penambahan modal besert a fasilit asnya unut k menambah kapasit as t erpasang yang diset ujui dan/ at au menambah jenis produksi barang/ jasa. 4

16. Izin pelaksanaan penanaman modal adalah izin dari inst ansi Pemerint ah Pusat dan Pemerint ah Daerah yang diperlukan unt uk merealisasikan perset ujuan penanaman modal. 17. Permohonaan perubahan penanaman modal adalah permohonan perset ujuan at as perubahan ketent uan-ket ent uan penanaman modal yang telah dit et apkan dalam perset ujuan penanaman modal sebelumnya. 18. Keputusan t ent ang Izin Kerja Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendat ang (IKTA) adalah izin bagi perusahaan unut k memperkerjakan sejumlah t enaga kerja warga negara asing pendat ang dalam jabat an dan periode tertent u. 19. Izin Usaha Tet ap (IUT) adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan unt uk melaksanakan kegiat an produksi komersial baik produksi barang maupun produksi jasa sebagai pelaksanaan at as Surat Perset ujuan Penanaman Modal yang sebelumnya telah diperoleh perusahaan. 20. Proses fasilit asi pemerint ah daerah adalah kegiat an yang dilakukan oleh pemerint ah daerah dalam membant u kelancaran penanaman modal di daerah, baik berupa pemberian kemudahan perizinan, pengenalan lokasi penanaman modal at au kegiat an lain yang dapat menunjang proses penanaman modal. 21. Hart a kekayaan Nagari adalah hart a kekayaan nagari sebagaimana dimaksud pada Pasal 61 ayat (1) Perat uran Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 Tahun 2001 22. Ulayat Nagari adalah hart a benda dan kekayaan Nagari di luar ulayat kaum dan suku yang dimanfaat kan unt uk kepent ingan anak Nagari. 23. Ulayat Suku adalah hart a benda dan kekayaan suku pada suat u nagari yang pengaturannya dilakukan oleh penghulu suku. 24. Ulayat Kaum adalah hart a benda dan kekayaan kaum yang pengat urannya dilakukan oleh mamak kepala waris at au Mamak Kepala Kaum. 25. Tanah Erfpacht adalah t anah yang dikuasai langsung oleh negara yang terlet ak disuat u nagari yang pengat urannya dilakukan secara bersama-sama ant ara Pemerint ah Daerah dengan Pemerint ah Nagari. 26. Tanah Hak Milik adalah t anah yang dimiliki oleh seseorang secara t urun-t emurun, terkuat dan terpenuh yang penguasaannya dilakukan oleh pemilik. 5

BAB II KEWAJIBAN Pasal 2 Set iap orang at au badan yang akan menanamkan modal yang difasilit asi Pemerint ah Daerah wajib memiliki izin dari Bupat i at au Kepala Perangkat Daerah yang berwenang dibidang penanaman modal. BAB III PERSYARATAN DAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL Pasal 3 (1) Unt uk memperoleh Izin, orang pribadi at au badan mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Perangkat Daerah yang berwenang dibidang penanaman modal. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan di at as kert as segel at au dibubuhi met erai, dengan melampirkan: a. Administ rasi usaha dan ketenagakerjaan; b. Kebutuhan ut ilit as. c. Perjanjian ant ara Calon Penanam Modal dengan pemilik t anah. (3) Permohonan yang memenuhi syarat administ rasi sebagaimana dimaksud ayat (2) diberikan t anda terima. (4) Pemberian izin sebagaimana dimaksud ayat (1) ditet apkan dengan Keputusan Bupat i dalam jangka waktu paling lama 40 ( empat puluh ) hari terhitung sejak diterimanya permohonan. Pasal 4 (1) Apabila permohonan ditolak, maka keput usan penolakan harus dengan alasan yang jelas, sekaligus mengembalikan berkas permohonan. (2) Keputusan penolakan sebagaimanan dimaksud ayat (1) disampaikan kepada pemohon dalam wakt u paling lama 40 (empat puluh hari ) hari t erhit ung sejak dit erimanya permohonan. 6

Pasal 5 Apabila Bupat i at au Kepala Perangkat Daerah yang berwenang dibidang Penanaman Modal t idak memberikan keput usan dalam jangka wakt u sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat (5) Pasal 4 (2), maka permohonan dianggap diterima. Pasal 6 Pemerint ah Daerah memfasilit asi proses penanaman modal di daerah berupa: a. Memberikan ident ifikasi sumber daya daerah dalam bent uk pet a penanaman modal dan pet unjuk (direkt ori) baik secara t ert ulis at aupun lisan yang bert ujuan unt uk memperlancar proses pengenalan wilayah t empat akan dilaksanakan kegiat an penanaman modal; b. Membant u penanam modal dalam usaha mendapat kan lahan dari masyarakat, sepert i proses negosiasi, ident ifikasi dan sosialisasi rencana penanaman modal; c. Memberikan lat ihan t eknis dan bisnis bagi usaha kecil dan menengah yang dilakukan oleh unit kerja at au inst ansi yang sudah ditunjuk unt uk itu. Pasal 7 Pelayanan Perizinan Penanaman Modal mencakup: a. Perset ujuan seluruh penanaman modal selain yang menjadi kewenangan propinsi dan pemerint ah pusat ; b. Perset ujuan seluruh proyek baru dan perset ujuan PMDN at as bidang Usaha Proyek selain yang menjadi kewenangan Propinsi dan Pusat. c. Pemberian perset ujuan perubahan penanaman modal sebagaimana dimaksud huruf a. d. Pemberian perizinan pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud huruf a, dengan memperhat ikan; 1) Angka Pengenal Import Terbat as. 2) Izin memperkerjakan Tenaga Kerja Warga Asing (IKTA) berdasarkan visa unt uk maksud kerja yang t elah diset ujui oleh inst ansi yang berwenang di bidang keimigrasian. 3) izin Usaha Tet ap/ Izin Usaha Perluasan 4) Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 5) Sert ifikat at au alas hak at as t anah 7

6) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 7) Izin Undang-undang Gangguan 8) Izin-izin lain. Pasal 8 Penanaman modal wajib : a. Ment aat i perat uran yang berlaku; b. Menghormat i adat ist iadat dengan filosofis adat basandi syarak, syarak basandi kit abullah; c. Wajib menyisihkan keunt ungan bersih set iap t ahun unt uk kepent ingan pengembangan masyarakat disekit ar proyek penanaman modal; dan d. Memanfaat kan tenaga kerja set empat sesuai dengan kebut uhan dan formasi yang ada. e. Menyampaikan laporan berkala sat u kali set ahun kepada Pemerint ah Daerah. BAB IV KERJA SAMA PENANAMAN MODAL Bagian Pert ama Kerja sama dengan Pemerint ahan Nagari Pasal 9 (1) Pelaksanaan penanaman modal yang memanfaat kan t anah Nagari harus dilakukan berdasarkan perjanjian yang dibuat ant ara Penanam Modal dengan Pemerint ah Nagari. (2) Pemerint ah Nagari sebelum melakukan perjanjian dengan Penanam Modal harus mendapat persetujuan dari Badan Perwakilan Rakyat Nagari. (3) Perjanjian sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan dengan membuat not a kesepakat an yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, sekurang-kurangnya memuat : a. Hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. Hak dan kepemilikan hart a kekayaan Nagari yang diperjanjikan t idak boleh dipindaht angankan; c. Jangka wakt u kerjasama selama 30 t ahun dan dapat diperpanjang selama 30 t ahun lagi; d. Priorit as bagi penanam modal unt uk perluasan usahanya; 8

e. Pembagian hasil ant ara penanam modal dan Pemerint ah Nagari; f. Penegasan bahwa set elah kesepakat an berakhir hart a kekayaan Nagari yang diperjanjikan kembali menjadi milik Nagari. (4) Pemanfaat an aset Nagari sebagaimana dimaksud ayat (1) harus menjamin kesinambungan aset tersebut. Pasal 10 (1) Penerimaan dari hasil kerja sama dibagi dengan perimbangan 35% unt uk Pemerint ah Daerah dan 65% unt uk Pemerint ah Nagari. (2) Pemerint ah Nagari wajib menyetorkan ke Bendahara Umum Daerah jumlah yang menjadi persent ase bagian Pemerint ah Daerah. Bagian Kedua Kerjasama dengan Penghulu Suku Pasal 11 (1) Penanam modal yang memanfaat kan t anah ulayat suku harus melakukan kerjasama dengan Penghulu Suku at as sepenget ahuan anggot a suku yang difasilit asi Pemerint ah Daerah dan Pemerint ah Nagari. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) dit uangkan dalam perjanjian, yang sekurang-kurangnya memuat : a. Hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. Hak dan kepemilikan hart a kekayaan Suku yang diperjanjikan t idak boleh dipindaht angankan; c. Jangka wakt u kerjasama selama 30 t ahun dan dapat diperpanjang selama 30 t ahun lagi; d. Priorit as bagi penanam modal unt uk perluasan usahanya; e. Pembagian hasil ant ara penanam modal dan Suku; f. Penegasan bahwa set elah kesepakat an berakhir hart a kekayaan Suku yang diperjanjikan kembali menjadi milik Suku. (3) Pemanfaat an ulayat Suku sebagaimana dimaksud ayat (1) harus menjamin kesinambungan aset tersebut. 9

Bagian Ket iga Kerjasama dengan Penghulu Kaum Pasal 12 (1) Penanam modal yang memanfaat kan t anah ulayat kaum harus melakukan kerjasama dengan Penghulu Kaum at as sepenget ahuan anggot a kaum dapat difasilit asi oleh Pemerint ah Daerah dan Pemerint ah Nagari. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) dit uangkan dalam perjanjian, yang sekurang-kurangnya memuat : a. Hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. Hak dan kepemilikan hart a kekayaan Kaum yang diperjanjikan t idak boleh dipindaht angankan; c. Jangka wakt u kerjasama selama 30 t ahun dan dapat diperpanjang selama 30 t ahun lagi; d. Priorit as bagi penanam modal unt uk perluasan usahanya; e. Pembagian hasil ant ara penanam modal dan Kaum; f. Penegasan bahwa setelah kesepakat an berakhir hart a kekayaan Kaum yang diperjanjikan kembali menjadi milik Kaum. (3) Pemanfaat an ulayat Kaum sebagaimana dimaksud ayat (1) harus menjamin kesinambungan aset tersebut. Bagian Keempat Kerjasama dengan Pemerint ah Daerah dan Pemerint ah Nagari Pasal 13 (1) Penanaman modal yang memanfaat kan t anah erfpacht harus melakukan kerjasama dengan Pemerint ah Daerah dan Pemerint ah Nagari; (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) dit uangkan dalam perjanjian, yang sekurang-kurangnya memuat : a. Hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. Hak dan kepemilikan t anah erfpacht yang diperjanjikan t idak boleh dipindaht angankan; c. Jangka wakt u kerjasama selama 30 t ahun dan dapat diperpanjang selama 30 t ahun lagi; d. Priorit as bagi penanam modal unt uk perluasan usahanya; 10

e. Pembagian hasil ant ara penanam modal dan Pemerint ah Daerah sert a Pemerint ah Nagari. f. Penegasan bahwa setelah kesepakat an berakhir t anah erfpacht yang diperjanjikan diserahkan kepada Nagari menjadi milik Nagari. (3) Pemanfaat an t anah erfpacht sebagaimana dimaksud ayat (1) harus menjamin kesinambungan aset tersebut. Bagian Kelima Kerjasama dengan Pemerint ah Daerah Pasal 14 (1) Dalam pelaksanaan penanaman modal menyangkut t anah hak pengelolaan yang dimiliki oleh Pemerint ah Daerah, penanam modal harus melakukan kerjasama dengan Pemerint ah Daerah. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) dit uangkan dalam perjanjian, yang sekurang-kurangnya memuat : a. Hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. Hak dan kepemilikan t anah yang diperjanjikan t idak boleh dipindaht angankan; c. Jangka wakt u kerjasama selama 30 t ahun dan dapat diperpanjang selama 30 t ahun lagi; d. Priorit as bagi penanam modal unt uk perluasan usahanya; e. Pembagian hasil ant ara penanam modal dan Pemerint ah Daerah; f. Penegasan bahwa set elah kesepakat an berakhir t anah yang diperjanjikan diserahkan kembali kepada Pemerint ah Daerah. (3) Pemanfaat an t anah sebagaimana dimaksud ayat (1) harus menjamin kesinambungan aset tersebut. Bagian Keenam Kerjasama dengan Pemegang Hak Milik Pasal 15 (1) Dalam pelaksanaan penanaman modal menyangkut t anah hak milik, penanam modal harus melakukan kerjasama dengan pemilik hak at as t anah. (2) Kerjasama sebagaimana dimaksud ayat (1) dit uangkan dalam perjanjian, yang sekurang-kurangnya memuat : a. Hak dan kewajiban masing-masing pihak; 11

b. Hak dan kepemilikan t anah yang diperjanjikan t idak boleh dipindaht angankan; c. Jangka wakt u kerjasama selama 30 t ahun dan dapat diperpanjang selama 30 t ahun lagi; d. Priorit as bagi penanam modal unt uk perluasan usahanya; e. Pembagian hasil ant ara penanam modal dan pemilik; f. Penegasan bahwa setelah kesepakat an berakhir t anah yang diperjanjikan diserahkan kembali kepada pemilik. (3) Pemanfaat an sebagaimana yang dimaksud ayat (1) harus menjamin kesinambungan aset tersebut. BAB V KEMUDAHAN BAGI PENANAM MODAL Pasal 16 Pemerint ah Daerah memberikan kemudahan kepada penanam modal berupa; a. Kemudahan bagi penanam modal untuk pergi ke lokasi at as biaya sendiri; b. Membant u penyelesaian permasalahan penanaman modal di daerah; c. Menyediakan infomasi yang luas t ent ang penanaman modal di daerah; d. Kemudahan dalam pengembangan usaha; e. Pemberian pelayanan prima. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 17 Kepala Perangkat Daerah yang bert anggung jawab dibidang penanaman modal melakukan pembinaan dan pengawasan. BAB VII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 18 Pelanggaran t erhadap ketentuan Pasal 2 dan Pasal 8 dikenakan sanksi berupa; a. Teguran tert ulis; b. Pebekuan izin c. Pencabut an izin d. Uang paksa 12

Pasal 19 (1) Jika pemegang izin t idak mengindahkan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 set elah diperingat i t idak memat uhi, izin operasinal perusahaan dapat dibekukan. (2) Jika dalam t enggang waktu 2 (dua) bulan sejak dibekukan perusahaan masih melakukan pelanggaran, izin dapat dicabut dan/ at au selain it u perusahaan dapat dikenakan uang paksa sebesar. BAB VIII PERLINDUNGAN HUKUM Pasal 20 (1) Set iap orang yang kepent ingannya dirugikan akibat t indakan pemerint ah mengeluarkan at au t idak mengeluarkan Keput usan berkenaan dengan perizinan dalam Peraturan Daerah ini, maupun t indakan berupa pengenaan sanksi bagi pelanggar dapat diajukan keberat an kepada Bupat i. (2) Bupat i dalam t enggang wakt u 40 hari sejak saat permohonan keberat an diajukan kepadanya wajib mengeluarkan keputusan berkenaan dengan keberat an menerima at au memiliki. (3) Keputusan Bupat i berkenaan dengan keberat an merupakan keputusan administ rasi tert inggi di daerah dan mempunyai kekuat an unt uk dilaksanakan. (4) Jika dalam t enggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) t idak ada jawaban, maka secara hukum Bupat i dianggap telah melakukan penolakan. BAB IX SANKSI PIDANA Pasal 21 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 2 dan Pasal 8 diancam pidana kurungan paling lama 3 ( t iga ) bulan at au denda paling banyak Rp. 5.000.000,- ( lima jut a rupiah ). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah t indak pidana pelanggaran. 13

BAB X PENYIDIKAN Pasal 22 (1) Selain Pejabat Penyidik Umum yang bert ugas menyidik t indak pidana, penyidikan at as t indak pidana sebagaimana dimaksud dalam Perat uran Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil t ertent u dilingkungan Pemerint ah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah: a. Menerima laporan at au pengaduan dari seseorang tent ang adanya t indak pidana pelanggaran; b. Melakukan t indakan pert ama pada saat it u dit empat kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. Menyuruh berhent i seseorang tersangka dan memeriksa t anda pengenal dari tersangka; d. Melakukan penyit aan benda dan at au surat ; e. Mengambil sidik jari dan memot ret tersangka; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai t ersangka at au saksi; g. Mendat angkan orang ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghent ian penyidikan set elah mendapat pet unjuk dari penyidik bahwa t idak t erdapat cukup bukt i at au perist iwa t ersebut bukan meruakan t indak pidana dan selanjut nya melalui penyidik memberit ahukan hal tersebut kepada penunt ut umum, t ersangka at au keluarganaya; i. Melakukan t indakan lain menurut hokum yang dapat dipert anggungjawabkan. j. menghent ikan penyidikan; k. melakukan t indakan lain yang perlu unt uk kelancaran penyidikan t indak pidana dibidang Ret ribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipert anggungjawaabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (2) membuat berit a acara set iap t indakan tent ang: a. Pemeriksaan t ersangka; b. Pemasukan rumah; c. Penyit aan benda; d. Pemeriksaan surat ; e. Pemeriksaan saksi; f. Pemeriksaan dit empat kejadian. 14

(4) Berit a Acara sebagaimana dimaksud ayat (3) dikirimkan t embusannya kepada Kejaksaaan Negeri. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada t anggal diundangkan. Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan Perat uran Daerah ini dengan penempat annya dalam Lembaran Daerah Kabupat en Agam. Dit et apkan di Lubuk Basung pada t anggal 8 Maret 2004 BUPATI AGAM, dto. ARISTO MUNANDAR Diundangkan di Lubuk Basung pada t anggal 17 Maret 2004 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN AGAM dto. Drs. MUCHSIS MALIK NIP. 010081886 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN AGAM TAHUN 2004 NOMOR 5. 15

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENANAMAN MODAL A. PENJELASAN UMUM Salah sat u tujuan pembangunan daerah adalah unt uk memacu pert umbuhan ekonomi daerah, dan pertumbuhan ekonomi it u sendiri secara langsung akan digunakan sebagai alat ukur bagi keberhasilan pembangunan. Peningkat an dan pemerat aan pert umbuhan ekonomi selanjut nya akan mendorong peningkat an kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang dilaksanakan unt uk meningkat kan pert umbuhan ekonomi daerah tersebut harus memperhat ikan ant ara lain; kondisi ekonomi masyarakat yang ada, potensi sumber daya alam dan manusia sert a infrast rukt ur yang t ersedia. Dengan mempert imbangkan aspek-aspek tersebut selanjut nya disusun perencanan pembangunan daerah dalam rangka meningkat kan pertumbuhan ekonomi. Salah sat u bagian t erpent ing dari aspek tersebut adalah kegiat an penanaman modal di daerah. Persoalan penanaman modal di daerah menjadi pent ing unt uk diat ur t idak saja karena daerah sudah memiliki kewenangan dalam mengaturnya. Namum merupakan sebagai upaya untuk menumbuhkembangkan prospek daerah dan memberikan peran yang besar kepada Nagari unt uk ikut sert a dalam penanaman modal t ersebut. Penanaman modal yang berhubungan dengan t anah, sepert i halnya t anah ulayat dapat dimanfaat kan oleh segenap penanaman modal. Apabila t anah itu merupakan ulayat suku, maka yang berhak at as pemanfaat annya adalah warga suku, begit upun dengan ulayat Nagari. Dengan demikian, orang luar bukan berart i tert ut up sama sekali kesempat annya untuk mengelola suat u t anah ulayat suat u suku, kaum at au nagari. Hanya saja priorit as pert ama pengelolaan diberikan kepada komunit as yang bersangkut an. B. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 16

Angka 2 Angka 3 Angka 4 Angka 5 Angka 6 Angka 7 Angka 8 Angka 9 Angka 10. Angka 11 Angka 12 Angka 13 Angka 14 17

Angka 15 Angka 16 Angka 17 Angka 18 Angka 19 Angka 20 Angka 21 Angka 22 Angka 23 Angka 24 Angka 25 Angka 26 18

Pasal 2 Pemerint ah Daerah memfasilit asi pelaksanaan penanaman modal di daerah berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, kebijaksanaan dari pemerint ah pusat dan daerah lainnya. Pasal 3 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Persyarat an yang ditet apkan oleh perat uran perundang-undangan. Huruf b Huruf c Ayat (3) Ayat (4) Pasal 4 Ayat (1) Ayat (2) Keputusan penolakan at au penundaan harus diberit ahukan secara tertulis dengan alasan yang jelas. Pasal 5 19

Pasal 6 Huruf a Yang dimaksudkan dengan pet a penanaman modal adalah gambar daerah dalam skala t ertentu dimana didalamnya menggambarkan posisi sumber daya daerah yang dapat dikembangkan oleh Penanam Modal. Huruf b Huruf c Pelat ihan dilakukan secara periodic sesuai dengan kebutuhan daerah. Pasal 7 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Angka 1) Angka 2) Angka 3) Angka 4) Angka 5) 20

Angka 6) Angka 7) Angka 8) Pasal 8 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Pasal 9 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Huruf a 21

Huruf b Huruf d Huruf e Huruf f Ayat (4) Pasal 10 Ayat (1) Ayat (2) Pasal 11 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf d 22

Huruf e Huruf f Ayat (3) Pasal 12 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Ayat (3) 23

Pasal 13 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Ayat (3) Pasal 14 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a 24

Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Ayat (3) Pasal 15 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e 25

Huruf f Ayat (3) Pasal 16 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Pasal 17 Pasal 18 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d 26

Pasal 19 Ayat (1) Ayat (2) Pasal 20 Ayat (1) Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 21 Ayat (1) Ayat (2) Pasal 22 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Huruf b 27

Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k Ayat (3) Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d 28

Huruf e Huruf f Ayat (4) Pasal 23 29