BAB III SISTEM PROTEKSI DAN SISTEM KONTROL PEMBANGKIT

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB IV SISTEM PROTEKSI GENERATOR DENGAN RELAY ARUS LEBIH (OCR)

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI SISTEM PENGAMAN ELEKTRIS UTAMA PADA GAS TURBIN GENERATOR PLTGU

BAB IV RELAY PROTEKSI GENERATOR BLOK 2 UNIT GT 2.1 PT. PEMBANGKITAN JAWA-BALI (PJB) MUARA KARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 GANGGUAN HUBUNG SINGKAT DAN PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PENGAMANAN TRANSFORMATOR TENAGA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DATA. Berdasarkan data mengenai kapasitas daya listrik dari PLN dan daya

BAB III SISTEM PROTEKSI DENGAN RELAI JARAK. terutama untuk masyarakat yang tinggal di kota-kota besar. Kebutuhan tenaga

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

PENGGUNAAN RELAY DIFFERENSIAL. Relay differensial merupakan suatu relay yang prinsip kerjanya berdasarkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. TEGANGAN LEBIH PADA GENERATOR MENGGUNAKAN OVER VOLTAGE RELAY sebagai laporan akhir, sebagai salah satu syarat menyelesaikan

BAB II DASAR TEORI. Sistem proteksi adalah sistem yang memisahkan bagian sistem yang. b. Melepaskan bagian sistem yang terganggu (fault clearing)

Makalah Seminar Kerja Praktek SISTEM PROTEKSI PADA TRANSFORMATOR TENAGA GAS TURBINE GENERATOR 1.1 PLTGU TAMBAK LOROK

LANDASAN TEORI Sistem Tenaga Listrik Tegangan Menengah. adalah jaringan distribusi primer yang dipasok dari Gardu Induk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terhadap kondisi abnormal pada operasi sistem. Fungsi pengaman tenaga listrik antara lain:

BAB III PLTU BANTEN 3 LONTAR

BAB II LANDASAN TEORI

SISTEM PROTEKSI PADA GENERATOR PLTU UNIT 1 DAN 2 TAMBAK LOROK

Makalah Seminar Kerja Praktek APLIKASI SISTEM PENGAMAN ELEKTRIS CADANGAN GAS TURBIN GENERATOR PADA PLTGU TAMBAK LOROK BLOK II

Ground Fault Relay and Restricted Earth Faulth Relay

BAB IV SISTEM PENGOPERASIAN GENERATOR SINKRONISASI

STUDI KOORDINASI RELE PROTEKSI PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. BOC GASES GRESIK JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

STUDI PERENCANAAN PENGGUNAAN PROTEKSI POWER BUS DI PT. LINDE INDONESIA GRESIK

Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia Abstrak

ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN KERJA SISTEM PROTEKSI PADA GARDU AB

BAB II LANDASAN TEORI

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. c. Memperkecil bahaya bagi manusia yang ditimbulkan oleh listrik.

BAB III SISTEM PROTEKSI DAN ANALISA HUBUNG SINGKAT

Rifgy Said Bamatraf Dosen Pembimbing Dr. Ir. Margo Pujiantara, MT Dr. Dedet Chandra Riawan, ST., M.Eng.

SISTEM PROTEKSI RELAY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Proteksi Generator

Session 11 Steam Turbine Protection

BAB IV PENGOPERASIAN PERANGKAT GENSET DAN PANEL CPGS

PERANCANGAN SISTEM EMERGENCY GENSET PADA KAPAL

SISTEM PROTEKSI PADA GENERATOR

Pertemuan ke :2 Bab. II

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. panasbumi Unit 4 PT Pertamina Geothermal Energi area Kamojang yang. Berikut dibawah ini data yang telah dikumpulkan :

Suatu sistem pengaman terdiri dari alat alat utama yaitu : Pemutus tenaga (CB)

PERBAIKAN REGULASI TEGANGAN

BAB II GARDU INDUK 2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI DARI GARDU INDUK. Gambar 2.1 Gardu Induk

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PROTEKSI PADA MOTOR INDUKSI 3 PHASE 200 KW SEBAGAI PENGGERAK POMPA HYDRAN (ELECTRIC FIRE PUMP) SURYA DARMA

BAB 2 KARAKTERISTIK SALURAN TRANSMISI DAN PROTEKSINYA

Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PEMBAHASAN. Makin besar suatu sistem kelistrikan, maka makin besar pula peralatan proteksi

Standby Power System (GENSET- Generating Set)

Penentuan rating motor induksi dan karakteristik beban Pemilihan mekanisme pengontrolan

L/O/G/O RINCIAN PERALATAN GARDU INDUK

Analisa Koordinasi Over Current Relay Dan Ground Fault Relay Di Sistem Proteksi Feeder Gardu Induk 20 kv Jababeka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

DIGITAL LOAD CONTROLLER (DLC)

BAB I PENDAHULUAN. Analisis penerapan Kontroler PID Pada AVR Untuk Menjaga Kestabilan Tegangan di PLTP Wayang Windu

Tampak bahwa besarnya arus hubung singkat tersebut menurun sebagai fungsi waktu. Pada 3-4

BAB IX. PROTEKSI TEGANGAN LEBIH, ARUS BOCOR DAN SURJA HUBUNG (TRANSIENT)

Analisa Stabilitas Transien dan Koordinasi Proteksi pada PT. Linde Indonesia Gresik Akibat Penambahan Beban Kompresor 4 x 300 kw

GANGGUAN SISTEM DAPAT DISEBABKAN OLEH : KARENA KESALAHAN MANUSIA DARI DALAM / SISTEM ATAU DARI ALAT ITU SENDIRI DARI LUAR ALAM BINATANG

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III SISTEM PROTEKSI JARINGAN DISTRIBUSI

Percobaan 8 Kendali 1 Motor 3 Fasa Bekerja 2 Arah Putar dengan Menggunakan Timer Delay Relay (TDR)

Makalah Seminar Kerja Praktek SISTEM PROTEKSI TRANSFORMATOR TENAGA PLTGU TAMBAK LOROK

BAB III CAPACITOR BANK. Daya Semu (S, VA, Volt Ampere) Daya Aktif (P, W, Watt) Daya Reaktif (Q, VAR, Volt Ampere Reactive)

SISTEM PROTEKSI GENERATOR PADA PLTG WESTINGHOUSE W-251

Studi Perencanaan Penggunaan Proteksi Power Bus di Sistem Kelistrikan Industri Gas

BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Sistem Eksitasi Pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi

BAB II LANDASAN TEORI. mobil seperti motor stater, lampu-lampu, wiper dan komponen lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Percobaan 1 Hubungan Lampu Seri Paralel

KAJIAN PROTEKSI MOTOR 200 KW,6000 V, 50 HZ DENGAN SEPAM SERI M41

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Implementasi Pengendali PLC Pada Sistem Motor Tiga Phasa Untuk Star Y/

LAPORAN KERJA PRAKTEK RELAY PROTEKSI GENERATOR PADA UNIT GT 2.1 PT

SISTEM KENDALI DIGITAL

RELE PROTEKSI GANGGUAN GENERATOR 65 MW PADA PLTU PT. PLN (PERSERO) TANJUNG ENIM

RANCANG BANGUN PENGAMAN MOTOR INDUKSI 3 FASA TERHADAP UNBALANCE VOLTAGE DAN OVERLOAD DENGAN SISTEM MONITORING

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu penentu kehandalan sebuah sistem. Relay merupakan

BAB III GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN MENENGAH DAN SISTEM PROTEKSINYA

ABSTRAK Kata Kunci :

KOORDINASI PROTEKSI TEGANGAN KEDIP DAN ARUS LEBIH PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI, GRESIK JAWA TIMUR

BAB 3 RELE PROTEKSI PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI

ANALISA SETTING RELAI PENGAMAN AKIBAT REKONFIGURASI PADA PENYULANG BLAHBATUH

Transkripsi:

BAB III SISTEM PROTEKSI DAN SISTEM KONTROL PEMBANGKIT 1.1 Sistem Proteksi Suatu sistem proteksi yang baik diperlukan pembangkit dalam menjalankan fungsinya sebagai penyedia listrik untuk dapat melindungi instrument-instrument atau peralatan dari gangguan yang dapat menyebabkan kerusakan sehingga menyebabkan terganggunya proses dipembangkit ataupun lebih jauh lagi pada proses dilapangan. Maka digunakanlah peralatan untuk melakukan proteksi dari gangguan-gangguan yang muncul pada sistem proteksi. Pada Bab akan dijelaskan tentang penggunaan peralatan proteksi relay, yang membantu sekali keberadaannya dalam sistem proteksi. Relay yang digunakan pada sistem proteksi harus memiliki syarat-syarat sebagai sistem proteksi, diantaranya : a. Sensivitas Mempunyai kepekaan yang tinggi meskipun dengan gangguan atau rangsangan yang minimum. Relay dikatakan peka apabila dapat bekerja dengan masukan besaran yang dideteksi kecil. Jadi jika relay dapat bekerja pada awal kejadian gangguan atau dengan kata lain dapat diatasi pada awal kejadian. Hal ini memberikan keuntungan dimana kerusakan peralatan yang diproteksi akibat gangguan menjadi kecil. Namun demikian relay harus stabil yang artinya : Relay harus dapat membedakan antara gangguan arus atau arus beban maksimum. Relay tidak boleh bekerja karena adanya arus inrush, yang besarnya seperti arus gangguan yaitu tiga (3) atau sampai lima (5) kali arus beban maksimum, yaitu pada saat pemasukan trafo daya. Relay harus dapat membedakan antara adanya gangguan atau ayunan beban yang terjadi pada saat operasi atau peralatan sedang bekerja pada wilayah proteksinya.

b. Selektif Relay bertugas memproteksi peralatan atau bagian sistem dalam daerah proteksinya. Letak pemutus beban sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari sistem dapat dipisahkan. Maka tugas relay adalah mendeteksi adanya gangguan yang terjadi pada daerah proteksinya dan memberi perintah untuk membuka pemutus beban untuk memisahkan bagian sistem yang terganggu. Dengan demikian bagian sistem lainnya yang tidak terganggu jangan sampai dilepas dan masih beroperasi secara normal, sehingga tidak terjadi pemutus pelayanan atau pemadaman terbatas. c. Kecepatan Sistem proteksi harus cepat dalam mengatasi gangguan sehingga peralatan tidak sampai mengalami kerusakan. Relay harus dapat bekerja dengan cepat karena memperhitungkan factor-faktor sebagai berikut : Kerusakan peralatan atau tembusnya isolasi disebabkan oleh terjadinya tegangan lebih dan rusak terbakar karena dialiri arus gangguan terlalu lama. Dengan demikian relay harus bekerja dengan cepat. Tidak boleh melampaui waktu penyelesaian kritis (critical clearing time) untuk sistem yang telah besar. Kecepatan relay proteksi diperlukan karena untuk menjaga kestabilan sistem agar tidak terganggu. Gangguan hubung singkat yang tetap akan menyebabkan tegangan jatuh dan menganggu sistem operasi pada pembangkit turbin gas Central Processing Platform (CPP). Namun demikian relay tidak boleh bekerja terlalu cepat (kurang dari 10 ms). Hal ini untuk mencegah relay salah bekerja karena transient oleh sebab petir, dalam hal ini arrester harus diberi kesempatan kerja lebih dulu. Disamping itu bila dikehendaki, waktu kerja relay dapat diperlambat sehubungan dengan masalah selektifitas, maka relay tersebut harus dilengkapi alat untuk memperlambat waktu kerja yaitu relay waktu. Dengan demikian relay proteksi ini harus bekerja

d. Keandalan Dalam keadaan normal, jika tidak ada gangguan relay tidak bekerja, mungkin berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Tetapi bila suatu saat terjadi gangguan yang mengharuskan relay harus bekerja, maka dalam hal ini relay tidak boleh gagal bekerja dalam mengatasi gangguan tersebut. Kegagalan relay dapat mengakibatkan kerusakan yang berat bagi alat yang diproteksi atau gangguan menjadi meluas sehingga daerah yang mengalami pemadaman menjadi meluas. Keandalan relay proteksi ditentukan mulai dari rancangan, pengerjaan, beban yang digunakan dan perawatannya. Oleh karena itu setelah operasi untuk mendapatkan keandalan yang tinggi diperlukan perawatan, dalam hal ini perlu adanya pengujian secara periodic untuk menentukan apakah karateristik relay masih tetap baik atau memerlukan penyetelan kembali. Gambar 3.1 Panel Generator Berikut ini fungsi dari relay-relay yang terdapat pada pembangkit turbin gas Central Processing Platform (CPP) Offshore Processing Facilities lapangan minyak lepas pantai milik PT. HESS (Indonesia-Pangkah) Ltd Pangkah, Gresik adalah :

1. Relay Arus Lebih (Over Current Relay) Relay ini berfungsi mendeteksi arus lebih yang mengalir dalam kumparan stator generator dan melindungi dari external short circuit. Arus yang berlebihan dapat terjadi pada kumparan stator generator atau di dalam kumparan rotor. Arus yang berlebihan pada kumparan stator dapat terjadi karena pembebanan berlebihan terhadap generator. Adapun single line diagram rele arus lebih adalah sebagai berikut : Gambar 3.2 Single Line Diagram Relay Arus Lebih CB TC I CT Ir C Ip : Circuit Breaker : Trip Coil CB : Arus yang mengalir pada saluran yang diamankan : Current Transformator / Transformator arus : Arus yang mengalir pada relay : Relay arus lebih : Arus pick-up dari relay

2. Relay Tegangan Lebih (Over Voltage Relay) Digunakan untuk mengantisipasi apabila terjadi kelebihan tegangan. Gangguan kelebihan tegangan akan terjadi apabila secara tiba-tiba ada beban yang lepas sehingga generator akan mengalami over speed. Kelebihan tegangan dapat juga diakibatkan karena tidak adanya voltage regulator dan juga sebaliknya ketika voltage regulator juga mengalami kerusakan. Faktor-faktor penyebab over voltage adalah sebagai berikut : Kegagalan AVR. Kesalahan operasi sistem eksitasi. Pelepasan beban saaat eksitasi dikontrol secara manual. Pemisahan generator dari sistem saat islanding. Adapun single line diagram relay gangguan tegangan lebih adalah sebagai berikut : Gambar 3.3 Line Diagram Relay Tegangan Lebih pada generator 3. Relay Tegangan Bawah (Under Voltage Relay) Relay ini dapat difungsikan untuk melindungi apabila terjadi kerusakan pada pembangkit dimana terjadi pengurangan tekanan gas yang menyebabkan putaran generator menurun, yang mengakibatkan penurunan tegangan. Untuk

setting tegangan (operating voltage), batas tegangan yang digunakan harus berada dibawah tegangan terendah dari saluran. Pada pembangkit turbin tenaga gas Central Processing Platform (CPP) dilapangan minyak ujung pangkah, relay ini akan bekerja jika mengindikasi penurunan tegangan maksimal sampai dibawah 85 % tegangan input, sehingga pembangkit akan shut down. 4. Relay Differensial (Generator Differensial Relay) Relay ini berfungsi untuk mendeteksi gangguan dalam kumparan stator generator dan harus bekerja lebih cepat daripada relay arus lebih agar terdapat selektifitas. Prinsip kerja relay ini adalah membandingkan arus yang masuk dan keluar dari kumparan stator generator. Apabila terdapat selisih, berarti terdapat gangguan dalam kumparan stator generator. CT pertama dipasang pada bagian dekat pentanahan stator, sedangkan CT kedua dipasang pada bagian output stator. Selisih arus yang terdeteksi di antara kedua zona inilah yang mengoperasikan relay diferensial 5. Power Relay Relay ini dapat dipergunakan sebagai pengamanan dari kemungkinan adanya aliran daya yang terbalik. Aliran daya yang terbalik disebabkan oleh sesuatu gangguan pada generator sehingga menyebabkan aliran daya tidak keluar dari generator melainkan masuk ke generator yang mengakibatkan generator seperti motor. Gambar 3.4 Power Relay

6. Negative Sequence Overcurrent Relay Berfungsi untuk melindungi sistem dari gangguan sehingga menyebabkan arus yang terpaut jauh dari tiap phasanya. Arus yang tidak seimbang pada stator akan menimbulkan medan magnet yang berlawanan arah terhadap rotor dan menghasilkan arus putar. Pada permukaan rotor, arus putar ini akan menimbulkan panas yang pada akhirnya dapat menyebabkan overheat. Efek pemanasan yang ditimbulkan dapat mengakibatkan kerusaka pada struktur bagian-bagian rotor yang juga dapat menimbulkan getaranpada rotor. 7. Relay Kehilangan Medan Penguat (Lost of Rotor Excitation Relay) Berfungsi untuk mendeteksi hilangnya arus eksitasi pada generator yang dapat mengakibatkan shut down pada pembangkit. Hilangnya medan penguat pada rotor akan mengakibatkan generator kehilangan sinkronisasi dan berputar di luar kecepatan sinkronnya sehingga generator beroperasi sebagai generator asinkron. Daya reaktif yang diambil dari sistem ini akan dapat melebihi rating generator sehingga menimbulkan overload pada belitan stator dan menimbulkan overheat yang menimbulkan penurunan tegangan generator. Gambar 3.5 Line Diagram Lost of Rotor Excitation Relay

8. Relay Sinkronisasi (Synchronizing Relay) Relay ini berfungsi untuk member signal pada kontak Circuit Breaker pada panel Synchronizing jika proses sinkronisasi tidak sesuai dengan set point yang ada pada relay, sehingga generator tidak dapat bekerja dengan pararel. Peristiwa lepasnya sinkronisasi pada generator yang sedang beroperasi disebabkan oleh generator yang beroperasi melampaui batas stabilnya. Yang dimaksud dengan stabilitas adalah kemampuan sistem untuk kembali bekerja normal setelah mengalami sesuatu seperti perubahan beban, switching, dan gangguan lain. Gambar 3.6 Synchronizing Relay Gangguan tersebut akan berdampak pada tidak sinkronnya tegangan generator dan sistem. Untuk memproteksi generator yang berkapasitas beban besar terhadap peristiwa ayunan beban dari kondisi tak sinkron digunakan relay lepas sinkron. Relay ini mendeteksi besar impedansi (arus dan tegangan sistem). Apabila kondisi sistem akan memasuki impedansi generator, maka relay tersebut akan mengaktifkan relay untuk trip PMT generator. Relay impedansi merupakan back up dari relay ini.

Gambar 3.7 Line Diagram Synchronizing Relay 1.2 Sistem Kontrol Sistem kontrol merupakan satu kesatuan atau kumpulan dari komponenkomponen yang bekerja secara bersamaan untuk membentuk suatu konfigurasi sistem dan memiliki tujuan tertentu baik itu untuk mengatur, memberikan petunjuk maupun memberikan perintah sesuai dengan objek yang di kontrol. Tanpa adanya suatu sistem kontrol pada sistem operasi akan menyulitkan bagi proses produksi karena akan memakan waktu yang cukup lama serta biaya operasi yang banyak dan juga tidak akan mendapatkan target atau sasaran produksi yang telah ditetapkan. Fungsi dari sistem kontrol adalah untuk mengurutkan sistem operasi turbin gas pada saat starting, running, shutdown, dan untuk mendapatkan kebutuhan keamanan selama semua bagian beroperasi. Sistem kontrol yang baik sangatlah diperlukan untuk meningkatkan efisiensi kerja dari pembangkit dan proses-proses yang ada dilapangan, karena semuanya bergantung dari pembangkit. Dengan sistem kontrol yang baik, disamping meningkatkan kerja mesin juga dapat digunakan sebagai proteksi dari mesin itu sendiri maka performa dari mesin dapat ditingkatkan.

Gambar 3.8 Display Sistem Kontrol Turbin Gas Bagian-bagian utama yang termasuk dalam sistem kontrol pada pembangkit tenaga turbin gas Central Processing Platform (CPP) Offshore Processing Facilities dilapangan minyak Ujung Pangkah PT. HESS (Indonesia-Pangkah) Ltd Gresik adalah : a. Plant Merupakan komponen fisik yang dijadikan objek atau sesuatu yang di kontrol. Plant adalah bagian utama dalam proses produksi pada CPP. b. Controller Suatu alat yang berfungsi mengatur, memberi petunjuk, member perintah sesuai dengan objek pengontrolan. Semua sistem operasi dari suatu wlayah kerja dikendalikan sesuai dengan fungsi masing-masing agar dapat berjalan baik. c. Sensor Komponen yang dapat merubah besaran-besaran fisik menjadi besaran listrik. d. Elemen Ukur Merupakan suatu alat ukur yang memberikan sinyal masukan kepada controller. Elemen ukur ini bisa berupa converter maupun transmitter yang masukannya berasal dari sensor.

e. Control Valve Merupakan katup proteksi yang ada pada suatu sistem kontrol yang kerjanya membuka dan menutup. Berikut ini beberapa komponen dari sistem kontrol pada pembangkit tenaga gas turbin gas Central Processing Platform (CPP) yaitu : 1. Battery Backup Sumber energy DC berkapasitas 24 Vdc untuk kebutuhan daya start awal Control Consoles jika terjadi keadaan emergency. Battery backup memberikan cadangan daya ke sistem ketika sumber utama listrik tidak tersedia atau mengalami gangguan dan pemutusan secara tidak terduga.kapasitas dari battery backup ini disesuaikan dengan beban (load) yang ada pada sistem dan mempertahankannya dengan waktu tertentu. Battery ini selalu dalam keadaan siap pakai dan selalu terhubung dengan battery charger 24 Vdc. Gambar 3.9 Battery Backup Sistem Kontrol Jumlah battery yang disediakan untuk memberikan cadangan daya dan tegangan pada sistem kontrol berjumlah 2 bank battery. Dimana dalam 1 bank battery terdiri dari 24 blok battery dengan kapasitas arus 200 Ampere dan tegangan DC 1 Vdc. Jika

yang tersedia adalah 2 bank battery maka total keseluruhan battery berjumlah 48 block dengan total arusnya adalah 200 Ampere dan tegangan 24 Vdc. Gambar 3.10 Battery Charger 24 Vdc 2. Control Consoles Control consoles adalah kotak (cabinet) atau panel kontrol yang berisi relay, monitor dan peralatan kontrol untuk turbin dan generator. Berada pada pintu kontrol panel turbin generator, yang ada pada umumnya sudah merupakan package (satu kesatuan dalam unit kotak kontrol) dari produsen turbin generator yang dipakai. Terdapat pula beberapa peralatan kontrol tambahan pada control consoles yang merupakan modifikasi kontrol pada turbin generator di Central Processing Platform (CPP). Control console biasanya berada di control room (ruang kendali) dimana semua sistem dapat dikontrol dan dipantau oleh operator dan engineer yang sedang bertugas secara bergantian (shift time).

Gambar 3.11 Control Console 3. Start Counter dan Hour Meter Start counter berfungsi untuk mencatat berapa lama dan berapa kali start yang dilakukan. Start counter difungsikan pada 66 % kecepatan, dan pada saat 90 % kecepatan akan berhenti secara sendirinya. Hour meter berfungsi untuk mencatat atau merekam (recorded) berapa lama waktu atau jam operasi dari turbin generator bekerja. 4. Temperature Turbin Berfungsi untuk mentransfer sinyal temperatur dari enam buah thermocouple yang terdapat pada turbin sebagai indikator termperatur agar turbin dapat diketahui performance kerjanya apakah bekerja sesuai dengan sistem atau mendapat gangguan yang berasal dari faktor internal dan external.

5. Generator Winding Temperature Detection System Peralatan ini berfungsi sebagai pemberi informasi tentang pembacaan temperatur dari stator generator pada saat beroperasi atau bekerja. 6. Generator Bearing Temperature Monitor Cara kerja dari peralatan ini adalah ketika sebuah sensor pada bearing akan mengirim sebuah sinyal ke monitor dan alarm akan bekerja jika pembacaan temperatur berkisar 82 C (180 F). Jika temperatur terus bergerak naik hingga 93 C (199 F) maka secara otomatis akan menyebabkan shut down pada turbin generator. 7. Engine Vibration Monitor Pada Engine Vibration Monitor ini sensornya ditempatkan pada gear box dan turbin. Pembacaannya juga memiliki dua buah set point. Pada tingkat pertama yaitu akan mengaktifkan bahaya akan getaran awal dan selanjutnya akan getaran tinggi, sehingga akan menyebabkan shut down pada turbin generator. 8. Flame Detection Peralatan ini akan bekerja jika terlihat api sehingga sistem akan mengaktifkan fire extinguishing system. Detektor ini sangat sensitive atau peka pada cahaya ultraviolet. Oleh karena itu jika akan memulai atau melakukan suatu pekerjaan baik itu perawatan maupun lainnya yang dapat menyebabkan pintu generator package terbuka, maka sebaiknya flame detection harus di non aktifkan terlebih dahulu untuk mencegah agar sensor dari flame detection tidak dapat bekerja. Gambar 3.12 Flame Detection

9. Gas Detection Gas detection ini akan bekerja jika sensor merasakan adanya kebocoran gas pada beberapa tempat tertentu yang dianggap besar kemungkinan timbulnya api dengan mudah. Pada saat gas detection mendapati bahwa dalam suatu wilayah kerja terdapat gas yang berbahaya dan beresiko menimbulkan percikan api, maka akan segera membunyikan alarm bahaya diseluruh anjungan pengeboran minyak lepas pantai dan selanjutnya dapat terlihat pada monitor gas detection dalam keadaan menyala (on position), sehingga dapat diputuskan lebih lanjut perlu tidaknya shut down pada keseluruhan sistem pada seluruh area kerja anjungan. Gambar 3.13 Gas Detection