KARAKTERISTIK LAPISAN ARMOURING AKIBAT PERILAKU SEBARAN SEDIMEN DASAR YANG BERGERAK

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK LAPISAN DASAR SUNGAI AKIBAT PERILAKU SEBARAN SEDIMEN

PEMBUATAN LAPISAN PELINDUNG (ARMOURING) SEBAGAI BAHAN PEMBENTUK STABILITAS DASAR PERMUKAAN SUNGAI. Cahyono Ikhsan 1

PEMBUATAN LAPISAN PELINDUNG (ARMOURING) SEBAGAI BAHAN PEMBENTUK STABILITAS DASAR PERMUKAAN SUNGAI

PEMBUATAN LAPISAN PELINDUNG (ARMOURING) SEBAGAI BAHAN PEMBENTUK STABILITAS DASAR PERMUKAAN SUNGAI

2,3,4 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada

THE FORMATION OF STATIC ARMOUR LAYER WAS EFFECT ON THE STABILITY OF RIVER BAD (130A)

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI

STUDI PENGARUH BANJIR LAHAR DINGIN TERHADAP PERUBAHAN KARAKTERISTIK MATERIAL DASAR SUNGAI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

MODEL 2 DIMENSI PROPAGASI ALIRAN BANJIR AKIBAT KERUNTUHAN BENDUNGAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK ALIRAN SEDIMEN SUSPENSI PADA SALURAN MENIKUNG USULAN PENELITIAN DESERTASI

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

KONSENTRASI SEDIMEN SUSPENSI RATA-RATA PADA ALIRAN SERAGAM SALURAN TERBUKA BERDASARKAN PENGUKURAN 1, 2, DAN 3 TITIK

ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan 1.3 Pembatasan Masalah

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

POLA EROSI DAN SEDIMENTASI SUNGAI PROGO SETELAH LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010 Studi Kasus Jembatan Bantar Kulon Progo

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR TUNGGAL DENGAN VARIASI DIAMETER

STUDI AWAL PEMBENTUKAN LUBANG GERUSAN DAN LAPIS ARMOR PADA PROSES GERUSAN DI HILIR BED SILL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

ANALISIS UKURAN BUTIRAN SEDIMEN PADA DAERAH HULU DAN HILIR SUDETAN WONOSARI SUNGAI BENGAWAN SOLO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Studi Pengaruh Sudut Belokan Sungai Terhadap Volume Gerusan

MEKANISME GERUSAN LOKAL PADA PILAR SILINDER TUNGGAL DENGAN VARIASI DEBIT

BAB III Metode Penelitian Laboratorium

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR

KAJIAN ANGKUTAN SEDIMEN PADA SUNGAI BENGAWAN SOLO (SERENAN-JURUG)

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

PROSES PEMBENTUKAN MEANDER SUNGAI DAN HUBUNGANNYA DENGAN ANGKUTAN SEDIMEN (Percobaan Laboratorium) (Dimuat pada Jurnal JTM, 2006)

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

PENGARUH VARIASI DEBIT AIR TERHADAP LAJU BED LOAD PADA SALURAN TERBUKA DENGAN POLA ALIRAN STEADY FLOW

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

ANALISIS ANGKUTAN SEDIMEN PADA SUNGAI KAMPAR KANAN DI DAERAH TARATAK BULUH. ABSTRAK

EFEKTIVITAS BENTUK ABUTMEN TERHADAP GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN (ABUTMENT SHAPE EFFECTIVITY ON BRIDGE ABUTMENT LOCAL SCOURING)

ANALISIS PARAMETER STATISTIK BUTIRAN SEDIMEN DASAR PADA SUNGAI ALAMIAH (Studi Kasus Sungai Krasak Yogyakarta)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEKTIFITAS SALURAN PRIMER JETU TIMUR TERHADAP GERUSAN DASAR DAN SEDIMENTASI PADA SISTEM DAERAH IRIGASI DELINGAN.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI SALUWANGKO DI DESA TOUNELET KECAMATAN KAKAS KABUPATEN MINAHASA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK

BAB IV METODE PENELITIAN

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI

PENGARUH POLA ALIRAN DAN PENGGERUSAN LOKAL DI SEKITAR PILAR JEMBATAN DENGAN MODEL DUA DIMENSI ABSTRAK

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI

SEDIMENTASI PADA SALURAN PRIMER GEBONG KABUPATEN LOMBOK BARAT Sedimentation on Gebong Primary Chanel, West Lombok District

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BAB IV METODE PENELITIAN

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU)

BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KARAKTERISTIK SEDIMEN DAN LAJU SEDIMENTASI SUNGAI DAENG KABUPATEN BANGKA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERSAMAAN TRANSPOR SEDIMEN TERHADAP FENOMENA PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI PROGO TENGAH

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

ANALISIS SUSUNAN TIRAI OPTIMAL SEBAGAI PROTEKSI PADA PILAR JEMBATAN DARI GERUSAN LOKAL

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

MEKANISME GERUSAN LOKAL DENGAN VARIASI BENTUK PILAR (EKSPERIMEN)

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

BAB IV METODE PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

GERUSAN LOKAL 8/1/14 19:02. Teknik Sungai

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tinjauan Umum

KAJIAN SEDIMENTASI PADA SUMBER AIR BAKU PDAM KOTA PONTIANAK

ANALISIS LAJU SEDIMENTASI PADA SUNGAI WAY YORI AMBON

MONEV E T ATA A IR D AS PERHITUNGAN AN SEDIME M N

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KAJIAN ANGKUTAN SEDIMEN DASAR PENDEKATAN LAJU ANGKUTAN SEDIMEN TAK BERDIMENSI EINSTEIN (1950)

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif

Transkripsi:

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS) 2011, 20 Desember 2011, ISBN xxx-xxx-xxxxx-x-x KARAKTERISTIK LAPISAN ARMOURING AKIBAT PERILAKU SEBARAN SEDIMEN DASAR YANG BERGERAK Cahyono Ikhsan 1, Adam Pamudji Raharjo 2, Djoko Legono 3, dan Bambang Agus Kironoto 4 1 Mahasiswa Program Studi Doktoral Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Email: cahyono1970@yahoo.co.id 2,3,4 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Gradasi butir sedimen yang bergerak di dasar saluran atau sungai dengan berbagai variasi ukuran material menyebabkan terjadinya proses selective erosion selama proses aliran, yang memungkinkan terjadi perubahan struktur lapisan dasarnya. Terbentuknya lapisan armour secara alamiah dapat mempertahankan bentuk konfigurasi dasar sungai tersebut, namun bagaimana proses pembentukan lapisan armour, perubahan struktur lapisan penyusunnya serta kekasaran permukaannya menjadi sesuatu yang penting pada pencapaian tujuan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Hidraulika, menggunakan perangkat utama sediment-recirculating flume terbuat dari plexiglass berdimensi lebar 0,60 m, panjang 10,00 m, tinggi 0,45 m serta kemiringan dasar yang dapat diatur hingga 3%. Flume ini dilengkapi dua pompa yang berkapasitas debit sampai dengan 150 l/dt. Material yang dipakai dicampur dengan komposisi 70% gravel, 30% pasir. Running dilakukan pada debit konstan, baik pada saat debit aliran low flow maupun hight flow, dan untuk setiap ranning terdapat 3 fase yaitu fase equilibrium, fase armour, dan fase flasing. Instrumen yang digunakan antara lain digital currentmeter, point gauge meter, sediment feeder, sediment trap, dan dibantu software surfer 8.0. Hasil penelitian tersebut dapat menggambarkan proses terjadinya armouring didasarkan pada kondisi aliran dan perilaku sedimen dasar bergerak, yang dinyatakan dengan adanya perubahan struktur lapisan dasar dan perubahan topografi permukaan dasar. Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya degradasi dasar saluran akibat sedimen dasar yang bergerak pada struktur lapisan mengakibatkan terbentuknya lapisan armouring yang berpengaruh pada stabilitas dasar saluran. Kata kunci : equilibrium, armouring, degradasi, rougnes, sediment-recirculating flume 1. PENDAHULUAN Banyak para pakar yang sudah membahas fenomena angkutan sedimen bedload yang dicampur dengan butir halus, pada flume atau melalui simulasi numerik (misalnya Parker, 1990; Wathen et al., 1995; Wilcock dan McArdell, 1993). Biasanya riset-riset mempelajari kondisi yang equilibrium dan lebih sedikit memperhatikan faktor degradasinya. Dalam beberapa penelitian, yang menjadi dominan pada umum adalah tentang banyaknya sedimen yang terangkut, diutarakan oleh (Tait et al,1992; Proffitt dan Sutherland, 1983), serta dinamika pengkasaran sedimen yang terjadi pada dasar permukaan, (Sutherland, 1987) menggunakan distribusi ukuran bedload untuk menggambarkan proses pembentukan armouring. Hassan dan Church (2000) menemukan bahwa pembentukan struktur armouring selama degradasi dipengaruhi secara langsung oleh gerakan bedload yang terangkut dan grain size. Pada hipotesis ini kami beranggapan bahwa degradasi dasar saluran akan mampu mengidentifikasi fluktuasi aliran, baik dalam kondisi low flow (fasa aliran rendah) maupun dalam kondisi setelah terjadinya hight flow (fase aliran banjir). Kondisi tersebut sangat mempengaruhi stabilitas dasar yang berdampak pada terbentuknya lapisan armouring untuk sedimen yang tetap tinggal dan bertahan, sedangkan sedimen yang relatif halus akan terangkut.

Penelitian ini mengamati proses terjadinya armouring didasarkan pada kondisi aliran dan perilaku sedimen dasar yang bergerak, dimana sedimen yang terangkut akan mengalami proses pensortiran alami selama proses terjadinya degradasi. 2. KONDISI EKSPERIMEN Pada percobaan ini sedimen dasar yang terangkut maupun sedimen yang tertinggal sangat dipengaruhi oleh besarnya debit yang terjadi, kemiringan dasar saluran, kondisi sedimen dasar yang berkaitan denganj kekasaran dan geometrik penampang salurannya. Adapun kondisi penelitian dianalisa pada tabel 1. Pada percobaan ini tidak ada angkutan suspended load yang terangkut bersama aliran, sedangkan bedload berada tetap di dasar saluran. Sedimen bedload terdiri dari fraksi butir yang dapat bergerak menyusun struktur lapisan dasar dan fraksi butir yang dengan ukuran butir yang relatif lebih besar dengan kondisi yang statis. Pada Gambar 1 menunjukkan batas kisaran material bedload yang dipakai dalam penelitian, kondisi bedload tersebut dinyatakan dengan kurva distribusi grain size Pada Gambar 1. kurva distribusi grain size

3. PROSEDUR EKSPERIMEN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Hidraulika. Pengambilan data penelitian seluruhnya dilakukan di laboratorium dengan menggunakan perangkat utama sediment-recirculating flume pada Gambar 2, sedangkan sebagai bahan sedimen berdasarkan klasifikasi ukuran butiran menurut American Geophysical Union (AGU). Gambar. 2. flume Sediment-recirculating flume merk Armfield ini bagian utama dari peralatan penelitian yang berdimensi, lebar = 0,60 meter, panjang = 10,00 meter dan tinggi = 0,45 meter. Terbuat dari dinding flexiglass dan dasar stainless steel licin seluruh saluran, Model saluran ini didesain guna meneliti berbagai fenomena angkutan sedimen pada kondisi steady flow (debit konstan) dengan kemiringan dasar diambil 0.5%. Namun demikian kemiringan dasar saluran (So) dapat diatur sesuai dengan kebutuhan sampai dengan batas tertentu, dengan sistem jacking. Batas kemiringan saluran maksimum sebesar +3% dan minimum sampai dengan 1%. Kemiringan saluran ini dapat secara langsung dilihat/dikontrol pada switch batas yang tertera pada tiang jacking. Secara umum ada 3 tahap dalam proses pelaksanaan eksperimen ini. yaitu : 1. Tahapan persiapan 2. Tahapan Running 3. Tahapan akhir eksperimen Untuk tahapan running, terdapat 3 fase dalam satu debit yang konstan yaitu fase equilibrium, fase armour, dan fase flasing. Pada penelitian ini dilakukan 2 kali running yang terbagi atas 1 kali running dengan debit rendah, dan 1 kali running dengan debit tinggi. Pada setiap percobaan, sedimen diambil dari sungai kemudian dilakukan analisis saringan dengan sieve analisis kemudian diperoleh hasil seperti pada Gambar 1. Selanjutnya dilakukan analisis penghitungan awal sedimen dasar dengan parameter seperti pada tabel 1. Kondisi seperti ini dilakukan pada setiap running. Mula-mula sedimen disebar merata di tengan flume dengan batas kedalaman 18 cm dari batas dasar. Selanjutnya air mengalir dan membawa butir sedimen yang lepas pada debit konstan yang telah ditentukan, dan pengukuran bisa dimulai. Pada saat awal eksperimen dimulai, ditandai dengan tercapainya kondisi aliran yang uniform flow, kemiringan dasar saluran diatur sesuai rencana dan kedalaman aliran menunjukkan kondisi yang sama sepanjang flume. Pada awalnya kondisi batas hulu diatur untuk mencapai aliran yang seragam, namun akan terus berubah seiring dengan kedalaman aliran yang berbeda. Perbedaan kedalaman (variasi kedalaman) pada saluran disebabkan terjadinya degradasi dasar saluran, lalu dilakukan pengukuran kedalaman dan penangkapan pada sedimen yang terangkut.

Running terus dilakukan sampai sedimen yang tertangkap berkurang sampai dengan kurang lebih 1% dari nilai awal sebaran, kondisi ini tercapai sekitar 400 menit selama running, kondisi tersebut bisa dilihat pada gambar.5 4. PENGUKURAN Setiap running dilakukan pengukuran secara periodik yaitu debit, temperatur, kemiringan dasar, profil muka air, sedimen dasar yang terangkut, serta composisinya. Pada waktu tertentu dilakukan pemotretan permukaan sedimen dasar. Jumlah sedimen yang terangkut dan komposisi bedload dicatat sesuai dengan interfal waktu untuk setiap jenis sampel pada saat running. Pengukuran kecepatan aliran sepanjang flume dilakukan pada tiga lokasi yaitu pada tengah, kanan dan kiri selebar 18 cm. Pengukuran dilakukan dengan memasang currenmeter dihubungkan dengan instrumen dari atas ke bawah pada flume. Pengamatan topografi dilakukan dengan membuat grid pada area 1 cm x 1 cm dengan point gauge. 5. HASIL PENELITIAN Komposisi Lapisan Armouring Untuk menentukan dan mengidentifikasi komposisi armour diambil dari sedimen dasar hasil penelitian. Gambar. 3. Curva distribusi grainsize lapisan armour Pada gambar 3. merupakan stuktur komposisi akhir dari sedimen dasar, dimana sedimen tersebut memiliki kekasaran dasar pada butir penyusunnya 84 % gravel dan hanya 15 % pasir Bedload Pada gambar 4 menunjukkan bahwa sedimen bedload yang terangkut pada setiap waktu dalam beberapa percobaan, jumlah sedimen yang terangkut pada percobaan 2 terukur 45658.91 gr yang ditunjukkan pada tabel 1.

Gambar. 4. Curva distribusi grainsize bedload transport Perilaku angkutan sedimen tersebut merupakan tipikal dari pecobaan degradasi. Nampak bahwa pada fase 1 terjadi pengurangan sedimen yang terangkut selama periode waktu tertentu (Tabel 1). Pada fasa 1 sedimen yang terangkut semakin tinggi dan mengalami penurunan sampai kondisi equilibrium tercapai pada menit ke 180 sampai dengan 280, gambar 5. Selanjutnya jumlah sedimen yang terangkut semakin berkurang sampai kondisi tidak ada lagi sedimen yang terangkut (pada fasa 2). Pada fase 2 tersebut terjadi rekontruksi lapisan permukaan dasar yang telah berubah semakin kasar yang berfungsi sebagai lapisan pelindung (armouring), dengan kondisi tersebut maka dasar permukaan memiliki nilai hambatan (resistance)) yang tinggi. Sedimen yang terangkut dari dasar permukaan (fase 2) terjadi secara sporadis, sehingga dengan adanya permukaan yang kasar dapat berfungsi sebagai stabilitas dasar saluran. Komposisi Sedimen Bedload yang Terangkut Komposisi sedimen bedload ditentukan selama berlangsungnya eksperimen yang diperoleh dengan menangkap sedimen yang terangkut di hilir flume. Perubahan pada distribusi ukuran butir mencerminkan perubahan aliran, yang terdapat pada sedimen dasar (armour layer) tersebut. Gambar. 5. Curva distribusi grainsize bedload transport

Pada gambar 5 menggambarkan secara relatif sedimen dasar yang terangkut dari beberapa ukuran fraksi butir pada fase 1 (selama 280 menit) dan fase 2 (selama 180 menit) pada percobaan. Distribusi ukuran butir sedimen dengan butiran kasar sudah mulai nampak pada dasar permukaan pada saat running sudah mencapai 100 menit dan pada akhir eksperimen sampel dihitung pada 440 menit. Pada saat awal pelaksanaan running, sudah terjadi peningkatan jumlah sedimen yang terangkut dan menunjukkan kecenderungan bahwa sedimen yang terangkut meningkat dengan diameter butir seragam. Topografi Dasar Saluran Pada tabel 1 menyajikan rangkuman secara umum tentang kondisi eksperimen dan perubahan dasar saluran yang terjadi meliputi, degradasi dasar saluran, pembentukan lapisan armouring serta porubahan yang terjadi terhadap dasar saluran. Kondisi topografi dasar saluran ditunjukkan pada gambar 6(a) (b) dan (c). (a) (b)

(c) Gambar. 6. Kondisi permukaan dasar (a) Topografi awal running. (b) topografi equilibrium, (c) topografi armour Kondisi ini merupakan hasil analisis pengukuran topografi permukaan dasar dengan pengukuran point gauge 10 mm x 10 mm, dengan analisis program sufer versi 8.0. Pada analisis tersebut diperoleh kedalaman degradasi yang terjadi berturut-turut 0 cm, 4.4 cm dan 5,4 cm. 7. KESIMPULAN Penelitian tersebut berhasil menggambarkan kondisi yang hampir sama setelah dilakukan pengamatan dalam beberapa waktu untuk kemudian mengetahui tentang proses pembentukan lapisan armouring. Walaupun demikian, peristiwa secara detail tentang angkutan sedimen yang terjadi dan karakteristik pembentukan lapisan armouring menunjukkan prilaku yang berbeda karena dipengaruhi oleh kemiringan garis energi dan intensitas sebaran serta kekasaran dasarnya. Adapun proses armouring adalah apabila suatu kapasitas transpor sedimen melampaui suplai sedimen dari hulu saluran, maka keseimbangan transpor sedimen akan terjadi dengan cara mengambil material dari saluran itu sendiri. Pada kondisi ini saluran akan mengalami degradasi. Karena ukuran sedimen tidak seragam, maka butir halus akan terangkut terlebih dahulu dari pada butir yang kasar, sampai tidak ada lagi sedimen yang terangkut, dengan demikian dasar saluran menjadi lebih kasar. Proses pengkasaran dasar akan berlangsung terus-menerus maka permukaan yang kasar tersebut melindungi lapis halus yang berada di bawahnnya. DAFTAR PUSTAKA Church, M., Hassan, M.A. and Wolcott, J.F. (1998) Stabilizing self-organized structures in gravel-bed stream channels: field and experimental observations. Water Resources Research 34(11), 3169-3179. Hassan, M.A. and Church, M. (2000) Experiments on surface structure and partial sediment transport on a gravel bed. Water Resources Research, 36(7), Parker, G. (1990). Surface-based bedload transport relation for gravel rivers. Journal of Hydraulic Research, 28, 417-436. Proffitt, G.T., and Sutherland, A.J. (1983). Transport of non-uniform sediment. Journal of Hydraulic Research, 21, 3343. Sutherland, A.J. (1987) Static armour layers by selective erosion. Sediment Transport in Gravel-Bed Rivers, C.R. Thorne et al., Wiley, Chichester, 243-60.

Tait, S.J. and Willetts B.B (1991) Characterisation of armoured bed surfaces, Proc. Int. Grain Sorting Seminar, Zurich. Wathen, S.J., Ferguson, R.1., Hoey, T.B., and Werritty, A. (1995). Unequal mobility of gravel and sand in weakly bimodal river sediments. Water Resources Research, 31, 20872096. Wilcock, P.R. and SouTI-IxARn, J.B. (1989) Bed load transport of mixed size sediment: fractional transport rates, bed forms, and the development of a coarse bed surface layer. Water Resources Research, 25 (7), 1629-1641, July. Wilcock, P.R., and Mcardell, B.W. (1993). Surface based fractional rates: mobilization thresholds and partial transport of a sand-gravel sediment. Water Resources Research, 29, 12971312.