III. KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 1. Gambar Beberapa Produk House Brand Giant

BAB I PENDAHULUAN. Carrefour, Hero, Superindo, Hypermart, dan lainnya. Dengan adanya berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya keidupan modern masyarakat khususnya di perkotaan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel di Indonesia terus berkembang dari tahun ke tahun. Berdasarkan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya konsumen melakukan evaluasi untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

I. PENDAHULUAN. gejolak keinginanya bahkan sebagian orang rela membelanjakan uang lebih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada jaman sekarang persaingan ritel dalam penjualan produk semakin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sejarah Singkat Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KUESIONER PENGARUH PRIVATE LABEL STRATEGY TERHADAP SHOPPING PREFERENCE MELALUI BRAND EQUITY (STUDI KASUS : GIANT PONDOK GEDE)

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

PENGARUH PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN PRODUK HOUSE BRAND BERAS GIANT

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan, baik itu berupa kebutuhan material maupun non- material. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. juga perlu mengkomunikasikan produk kepada para konsumennya.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha dalam bidang ritel dalam perkembangannya sangat

KERANGKA PEMIKIRAN. dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. hypermarket di Indonesia terbilang pesat, jika tahun 2003 baru 43 unit maka pada

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Niat pembelian untuk produk sehari-hari jadi di toko ritel telah mendapat perhatian dalam dekade terakhir sejak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I LATAR BELAKANG. Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebutuhan mereka di pasar. Perusahaan akan mendapat tempat di

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan

BAB I PENDAHULUAN. membuat para pelaku bisnis harus mampu bersaing. Persaingan yang terjadi tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap saat. Kebutuhan makanan sangat penting bagi masyarakat karena makanan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan Ritel Modern di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah tangga (Ma ruf, 2006:7). Bisnis ritel saat ini perkembangannya sangat

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bermunculan perusahaan dagang yang bergerak pada bidang perdagangan barang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel, juga disebabkan oleh semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. beredar memenuhi pasar, mengakibatkan perusahaan berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan, harga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan adanya perusahaan-perusahaan yang mampu menawarkan produk

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari profit orientied kepada satisfied oriented agar mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KEPUTUSAN PEMBELIAN DITINJAU DARI FAKTOR PSIKOGRAFIS KONSUMEN MATAHARI DEPARTMENT STORE SOLO SQUARE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilihat dari banyaknya Coffee Shop saat ini yang bermunculan, seperti

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB I PENDAHUALAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan dibidang perekonomian selama ini telah banyak

TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jumlah penduduk Indonesia dengan pendapatan kelas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

satu yang bisa disebut sukses adalah Hero Supermarket. Dengan jumlah cabang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sehari-hari, baik itu kebutuhan yang bersifat primer

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. waktu. Untuk hal itu, orang mencari tempat berbelanja kebutuhan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. adanya pertumbuhan dan kemajuan ekonomi. Seiring dengan majunya

BAB II LANDASAN TEORI. menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat

BAB II URAIAN TEORITIS. Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang cukup positif. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyak pengusaha baru yang masuk ke bisnis ritel, baik dalam skala kecil

I. PENDAHULUAN. terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia, baik dari segi kuantitas maupun

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:

ANALISIS KEPUTUSAN KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI KOPI SUSU INSTAN SKRIPSI

Transkripsi:

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Karakteristik Konsumen Menurut Sumarwan (2002), konsumen terdiri dari dua jenis yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisinis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintahan, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan lain-lain). Karakteristik konsumen menurut Sumarwan (2002) meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, serta karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih banyak mengenai produk akan memiliki informasi yang besar terhadap produk tersebut, sehingga konsumen cenderung tidak termotivasi untuk mencari informasi karena konsumen merasa cukup terhadap pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam mengambil keputusan. Kepribadian konsumen akan berpengaruh pada motivasi konsumen dalam mencari informasi terhadap produk. Konsumen yang memiliki kepribadian pencari informasi akan meluangkan waktu untuk mencari informasi yang lebih banyak. Karakteristik demografi konsumen meliputi beberapa variabel seperti usia, pendidikan, agama, suku bangsa, warga negara keturunan, pendapatan, jenis kelamin, status pernikahan, jenis keluarga, pekerjaan, lokasi geografi, jenis rumah tangga, dan kelas sosial (Sumarwan 2002). Karakteristik konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap barang dan jasa maupun merek yang akan dibeli. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang penting, konsumen yang mempunyai pendidikan akan lebih responsif terhadap informasi. Pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pemilihan produk atau merek. Konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung mencari informasi yang banyak sebelum memutuskan untuk membelinya (Sumarwan, 2002).

3.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Menurut Engel et al. (1994), model perilaku konsumen dapat terbentuk akibat tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Pengaruh Lingkungan Budaya Kelas Sosial Pengaruh Pribadi Keluarga Situasi Perbedaan Individu Sumberdaya Konsumen Motivasi dan Keterlibatan Pengetahuan Sikap Kepribadian, Gaya hidup, dan Demografi Proses Keputusan Pengenalan kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi alternatif Pembelian Hasil Proses Psikologis Pengolahan informasi Pembelajaran Perubahan Sikap dan Perilaku Gambar 2. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber : Engel et al. (1994) 3.1.2.1. Pengaruh Lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi seorang dijelaskan oleh Engel et al. (1994) dalam beberapa hal, yaitu: budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. Budaya dalam studi perilaku konsumen mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol bermakna lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Kelas sosial mengacu pada pengelompokkan orang yang sama dalam perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam pasar. Pengaruh pribadi sering memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen, khususnya bila ada produk atau jasa memiliki visibilitas publik. Keadaan ini diekspresikan melalui kelompok acuan maupun melalui komunikasi lain. Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang dihubungkan melalui darah, perkawinan, adopsi, dan tinggal bersama. Keluarga

sangat penting dalam studi perilaku konsumen karena dua alasan, yaitu karena keluarga merupakan unit pemakaian dan pembelian untuk banyak produk konsumen dan keluarga merupakan pengaruh utama pada sikap dan perilaku individu. Situasi pembelian dapat memiliki pengaruh yang kuat pada perilaku konsumen. Konsumen dapat sering mengubah pola pembelian mereka bergantung kepada situasi pembelian. 3.1.2.2. Perbedaan Individu Terdapat beberapa hal yang membuat masing-masing individu konsumen berbeda satu sama lainnya, yaitu sumber daya konsumen, keterlibatan dan motivasi, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Sumber daya yang sebenarnya dimiliki oleh konsumen terdiri atas tiga hal, yaitu ekonomi, temporal, dan kognitif sehingga pemasar harus bersaing untuk mendapatkan uang, waktu, dan perhatian konsumen. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang didasari dalam tindakan pembelian dan konsumsi. Keterlibatan tinggi menyebabkan konsumen memiliki motivasi yang lebih besar untuk memperoleh dan mengolah informasi. Pengetahuan konsumen merupakan informasi yang disimpan di dalam ingatan yang sangat mempengaruhi pola pembelian konsumen. Sikap merupakan sebuah evaluasi menyeluruh. Kepribadian dapat diartikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup juga merupakan hasil dari jajaran total ekonomi budaya dan kekuatan kehidupan sosial yang menyokong kualitas manusia seseorang. Demografi adalah karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat, dapat berupa umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendapatan. 3.1.2.3. Proses Psikologis Proses psikologis merupakan proses sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen. Menurut Engel et al. (1994) ada tiga proses psikologis yang utama, yaitu pengolahan informasi, pembelajaran, serta perubahan sikap dan perilaku. Pemrosesan informasi terdiri dari tahap pemaparan, perhatian, penerimaan, dan pemerolehan kembali.

3.1.3. Persepsi Konsumen Konsumen seringkali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut sehingga memahami persepsi konsumen merupakan hal yang penting bagi pemasar dan produsen. Bagaimana seorang konsumen melihat realitas di luar dirinya atau dunia sekelilingnya, itulah yang sering disebut sebagai persepsi konsumen (Sumarwan, 2002). Persepsi konsumen sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan, dan kebutuhan yang bersifat sangat individual sehingga bisa berbeda persepsi konsumen yang satu dengan konsumen lainnya. Mowen dan Minor (1998) mengartikan persepsi tentang bagaimana konsumen mengolah informasi yang ada dimulai dari pemaparan (exposure) informasi, perhatian (attention), sampai dengan pemahaman (comprehension). Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang memilih, mengorganisasikan, dan mengartikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti. Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi juga pada pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman dapat diperoleh dari semua perbuatannya di masa lampau atau dapat pula dipelajari, sebab dengan belajar seseorang akan dapat memperoleh pengalaman. Pengalaman yang berbeda-beda akan membentuk suatu pandangan yang berbeda sehingga dapat menciptakan proses pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula. Makin sedikit pengalaman dalam perilaku pembelian, makin terbatas pula interpretasinya. Informasi yang diperoleh dan diproses konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu obyek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek yang pada akhirnya akan sikap ini seringkali secara langsung akan mempengaruhi apakah konsumen akan membeli suatu produk atau tidak. Persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalamanpengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. Persepsi pada umumnya terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri individu, misalnya sikap, kebiasaan, dan kemauan. Faktor internal terdiri dari

usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan kelas sosial. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang biasanya merupakan stimulus seperti karakteristik fisik dari produk (ukuran, tekstur, dan atribut yang terdapat dalam produk). Persepsi individu dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Faktor fungsional ialah faktor-faktor yang bersifat personal. Misalnya kebutuhan individu, usia, pengalaman masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan hal-hal lain yang bersifat subjektif. Faktor struktural adalah faktor di luar individu, misalnya lingkungan, budaya, dan norma sosial sangat berpengaruh terhadap seseorang dalam mempersepsikan sesuatu. 3.1.4. Proses Keputusan Pembelian Engel et al. (1994) menjelaskan beberapa hal yang dijadikan sebagai bahan diagnosis pada proses pengambilan keputusan konsumen. Urutan proses tersebut adalah sebagai berikut: Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian Hasil Gambar 3. Tahapan Proses Keputusan Pembelian Sumber : Engel et al. (1994) Proses pengambilan keputusan konsumen, yaitu motivasi dan pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan hasil atau perilaku pasca pembelian. Pengetahuan kebutuhan bergantung pada

berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual (situasi konsumen sekarang) dengan keadaan yang diinginkan. Pengenalan kebutuhan tidak secara otomatis mengaktifkan suatu tindakan. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu kebutuhan harus cukup penting dan konsumen percaya bahwa solusi bagi keputusan tersebut ada dalam batas kemampuannya. Pencarian informasi didefinisikan sebagai aktifitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi yang diinginkan. Pencarian informasi dapat bersifat internal dan eksternal. Pencarian internal melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari ingatan. Pencarian eksternal terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar. Proses pencarian informasi ini lebih dahulu menggunakan pencarian internal lalu jika masih belum berhasil dapat menggunakan pecarian eksternal. Motivasi utama dibalik pencarian pra pembelian adalah keinginan untuk membuat pilihan konsumsi yang lebih baik. Evaluasi alternatif merupakan evaluasi konsumen terhadap berbagai alternatif pilihan. Pada tahap ini, konsumen menggunakan kriteria evaluasi sebagai atribut yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan, sehingga dapat memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan. Kriteria evaluasi dapat berbeda-beda bergantung pada karakteristik produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Ketika pengambilan keputusan bersifat kebiasaan, evaluasi alternatif hanya akan melibatkan konsumen yang membentuk niat untuk membeli kembali produk yang sama seperti sebelumnya. Pembelian ditunjukkan sebagai fungsi dari dua faktor yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan. Hal ini dapat diartikan bahwa seringkali pembelian direncanakan sepenuhnya atau ada niat untuk membeli baik produk maupun merek. Perilaku pasca pembelian dapat terlihat dari adanya tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami konsumen setelah pembelian terhadap suatu produk dilakukan, kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif, dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum. 3.1.5. Definisi dan Fungsi Ritel Peritel atau pengecer adalah pengusaha yang menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat sebagai konsumen (Maaruf, 2006). Peritel

memiliki jumlah gerai bervariasi, mulai dari satu gerai hingga beberapa gerai. Gerai dalam segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang dan jasa, yaitu konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi berbelanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. 3.1.6. Hypermarket Hypermarket adalah bentuk pasar modern yang sangat besar, dalam segi luas tempat dan barang-barang yang diperdagangkan. Hypermarket biasanya memiliki tempatnya yang luas, lahan parkir yang luas, dan dari segi harga, barang-barang di hypermarket seringkali lebih murah dari pada supermarket, toko, atau pasar tradisional. Hal ini dapat terjadi karena hypermarket memiliki modal yang sangat besar dan membeli barang dari produsen dalam jumlah lebih besar dari pada pesaingnya, tetapi menjualnya dalam bentuk satuan (Wikipedia, 2010). Selain itu, hypermarket sering diartikan sebagai sebuah superstore yang mengkombinasikan sebuah supermarket dan department store. Hasilnya adalah toko eceran yang menjual berbagai macam produk dan menyediakan berbagai macam fasilitas. Secara teori, hypermarket memungkinkan pelanggan untuk memenuhi semua kebutuhan belanja rutin mingguan dalam satu perjalanan. Di negara maju, sebuah hypermarket biasanya terletak di pinggiran kota, agar tidak mematikan toko-toko yang lebih kecil. Di Indonesia, menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar modern di situs Departemen Perindustrian RI, pasar modern dapat berdiri di semua Ibukota Provinsi dan Ibukota Kabupaten/Kota yang perkembangan kota dan ekonominya sangat pesat. Konsep yang digunakan dalam hypermarket adalah one stop shopping. Sebuah konsep berbelanja apa pun kebutuhan dalam sekali pemberhentian, seperti sebuah toko serba ada dimana konsumen tidak perlu beranjak ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhannya. Contoh sederhananya adalah shopping mall yang banyak bermunculan di Indonesia. Biasanya dalam shopping mall akan disediakan berbagai jasa dan produk untuk semua orang sehingga seseorang yang datang ke lokasi itu tidak lagi perlu pindah-pindah ke lokasi lain untuk mendapatkan apa

yang diinginkannya. Konsep ini tidak hanya digunakan pada mall yang besar tetapi konsep one stop shopping juga bisa diaplikasikan dalam cakupan bisnis yang lebih kecil. 3.1.7. House Brand Kuatnya posisi tawar peritel di hadapan mitra-mitra bisnisnya terutama pemasok membuat pihak ritel meminta para pemasoknya untuk membuatkan merek pesanan, yang lazim disebut store brand/house brand atau private label. Kini, sudah semakin banyak house brand yang beredar. Hal ini disebabkan peritel ingin memuaskan kebutuhan konsumen yang menginginkan produk dengan harga lebih murah tetapi tetap berkualitas. House brand/private label adalah produkproduk murah berlabelkan nama peritel dengan kemasan yang sengaja dibuat agak sederhana. Adanya house brand membuat peritel memiliki hak atas merek, sementara produksinya tetap di tangan pabrikan. Keberhasilan house brand ini karena peritel mampu mempengaruhi konsumen di tempat pembelian dengan berbagai cara, seperti: 1. House brand peritel biasanya mendapat tempat relatif lebih baik di gondola (langsung bisa dilihat, bukan di rak sebelah bawah) 2. Label harga di tempat pembelian memudahkan konsumen membandingkan harga, sehingga keunggulan harga produk house brand bisa lebih mudah terkomunikasikan. Selain mempengaruhi konsumen di toko (misalnya dengan posisi penempatan di gondola), peritel di tahun 1990an membuat kemasan merek distributor tidak hanya menjadi lebih modern, namun harga sejumlah produk sengaja dinaikkan guna mempengaruhi persepsi konsumen., Seiring dengan makin meluasnya kehadiran peritel-peritel raksasa di Indonesia, seperti Makro, Hypermart, Giant, Carefour, dan Hero maka semakin populer pula produk-produk house brand. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Pertumbuhan ekonomi membuat konsumen semakin menuntut produsen untuk menyediakan produk dengan harga yang murah tetapi kualitasnya baik. Konsumen juga semakin kritis terhadap produk yang mereka beli, mereka

semakin sadar akan harga yang layak sesuai nilai dan kualitas yang diharapkan. Konsumen bahkan rela membayar lebih mahal untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan kualitas yang diinginkannya. Dewasa ini banyak bermunculan produsen beras yang menawarkan harga beraneka ragam. Beras dikemas sedemikian rupa dan dijual di gerai-gerai modern dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan beras yang biasanya dijual di pasar. Makin bertambahnya produsen beras yang menawarkan beras bermerek dan berkualitas mengindikasikan bahwa memang ada konsumen yang sangat mementingkan kualitas produk. Selain itu, dari sisi produsen banyak bermunculan produk house brand yang menawarkan produk berkualitas tetapi dengan harga bersaing. Produk house brand merupakan salah satu alternatif pilihan bagi konsumen. Giant merupakan salah satu produsen yang menjual produk house brand beras. Beberapa produk house brand Giant lainnya adalah gula, kecap manis, minyak goreng, makanan ringan, kopi, tas, sepatu, pakaian, pembersih lantai, detergen, sabun cuci tangan, pewangi pakaian, kertas, alat tulis, rice cooker, roti tawar, air mineral, peralatan masak, selang, antena, rempah-rempah bumbu dapur, popok bayi, kapas, lampu, tahu kering, kain pel, serbet, kamper, sapu, dan hanger. Produk house brand yang akan dibahas adalah beras sebagai produk pangan. Beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan pendapatan masyarakat menyebabkan kesadaran terhadap mutu beras yang dikonsumsi semakin tinggi. Hal ini bermuara pada pemilihan jenis, kualitas, kemasan, dan rasa beras yang semakin selektif. Semakin selektifnya masyarakat dalam pemilihan jenis beras diantaranya disebabkan oleh banyaknya jenis/mutu/merek beras yang tersedia di pasaran, baik itu dari produsen dan pedagang beras lokal, serta distributor beras impor. Fenomena pencampuran beras yang marak terjadi di pasar tradisional membuat konsumen mulai beralih kepada beras kemasan yang dijual di ritel. Konsumen memiliki pandangan bahwa pihak ritel pasti sudah memiliki standar kualitas untuk beras. Selain itu, satu suplier beras dapat memproduksi lebih dari satu jenis beras sehingga pilihan konsumen semakin banyak. Beberapa merek beras yang dijual di Giant adalah Segowangi, Topi Koki, Si Pulen, Lautan Mas, Rojolele Delangu, Ayam Jago, LCO, Angrek

Aplicata, dan Rumah Adat. Selain itu, harga yang ditawarkan oleh produsen beras juga cukup bervariasi dengan selisih harga antara Rp 2.000/kg Rp 5.000/kg. Penjualan produk house brand beras Giant juga mengalami fluktuasi yang cenderung menurun. Giant sebagai produsen sekaligus pengecer perlu mengetahui persepsi konsumen mengenai produk house brand beras Giant untuk melebarkan dan memperkuat produk house brand beras Giant. Persepsi konsumen terhadap suatu produk atau merek sangat menentukan apakah konsumen akan membeli produk tersebut atau tidak. Makin baik persepsi konsumen terhadap suatu produk maka makin besar pula keinginan konsumen untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang. Permasalahannya adalah produsen tidak tahu bagaimana persepsi konsumen terhadap produk mereka dan produk seperti apa yang benar-benar diinginkan konsumen. Apabila peritel mengetahui apa yang menjadi persepsi konsumen tentang produk beras, maka peritel dapat menciptakan produk yang benar-benar diinginkan konsumen dan dapat memenangkan persaingan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik konsumen produk house brand beras Giant, menganalisis proses keputusan pembelian produk house brand beras Giant, menganalisis persepsi konsumen atas produk house brand beras Giant, dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian produk house brand beras Giant. Karakteristik konsumen, proses keputusan pembelian, dan persepsi konsumen mengenai produk house brand beras Giant dijelaskan dengan analisis deskriptif. Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen terhadap produk house brand beras Giant dianalisis regresi logistik, dengan dua keputusan akhir yaitu membeli produk house brand beras Giant atau membeli produk merek lain. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi bauran pemasaran untuk produk house brand beras Giant. Secara ringkas kerangka pemikiran operasional penelitian ditunjukkan oleh gambar 4.

Adanya perubahan pola pikir konsumen dimana konsumen semakin mengutamakan kualitas Konsumen menengah ke atas yang rela membayar lebih mahal demi kualitas Produsen perlu mengetahui produk seperti apa yang diinginkan konsumen Perkembangan produk house brand Giant sebagai salah satu peritel yang memiliki house brand Adanya persaingan antara house brand dan produk merek lain Analisis mengenai persepsi konsumen untuk memenangkan kompetisi Karakteristik Konsumen Proses Keputusan Analisis deskriptif Persepsi konsumen tentang house brand Giant Keputusan konsumen dalam membeli produk house brand Giant Analisis regresi logistik Persepsi konsumen terhadap produk house brand Giant Rekomendasi Bauran Pemasaran Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional