BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat. Bayi baru lahir dan anak-anak merupakan kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diprioritaskan dalam perencanaan dan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 6,9 juta jiwa, tercatat kematian balita dalam sehari, 800 kematian balita

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyebab terbesar kematian anak di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab morbiditas dan. Secara nasional, target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. 10 juta kematian terjadi setiap tahunnya pada anak-anak yang berumur di bawah lima

BAB I PENDAHULUAN. target Millenium Depelopment Goals (MDGs) Dimana angka kematian bayi

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. balita di dunia sebanyak 43 kematian per 1000 kelahiran hidup (WHO, 2016d). Di

BAB 1 : PENDAHULUAN. sedini mungkin, bahkan sejak masih dalam kandungan. Usaha untuk mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa terdapat perbedaan yang mencolok Angka Kematian Balita (AKB)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB I PENDAHULUAN. masih tingginya Angka Kematian Bayi dan Anak yang merupakan indikator

BAB I PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG RESIKO TINGGI KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, yaitu 25 kematian per 1000

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. Begitu sempurna Allah SWT menciptakan manusia (QS. At-tiin) yang. semaksimal mungkin. Dalam wawasan yang lebih luas, anak merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Bayi (AKB) menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat

BAB I PENDAHULUAN. anemia masih tinggi, dibuktikan dengan data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Proportional Mortality Ratio (PMR) masing-masing sebesar 17-18%. 1

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bayi adalah anak usia 0-2 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi ditandai dengan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masa bayi, lalu berkembang menjadi mandiri di akhir masa kanak-kanak, remaja,

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu riset menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang sangat mendasar dan menjadi prioritas dalam program

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. kesakitan dan kamatian ibu dan bayi. menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Bayi (AKB). AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Diare merupakan penyakit dengan tanda - tanda perubahan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi mencapai 36 per kelahiran (SDKI, 2007). menyusui dengan program pemberian ASI eksklusif on demand yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. (Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan lain seperti antropometri, laboratorium dan survey. lebih tepat dan lebih baik (Supariasa dkk., 2002).

Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan hak asasi manusia yang harus dihargai. Sehat juga investasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara berkembang dari pada negara maju. Di antara banyak bentuk

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebesar 14% (WHO, 2013). Pada tahun 2011, dilaporkan 1,3 juta anak meninggal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan antenatal care ini minimum

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan salah satu masa penting di dalam kehidupan. seorang wanita, selama kehamilan akan terjadi proses alamiah berupa

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. system kesehatan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. infeksi virus selain oleh bakteri, parasit, toksin dan obat- obatan. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. dan Angka Kematian Balita (AKABA/AKBAL). Angka kematian bayi dan balita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pada tahun 2008 angka

I. PENDAHULUAN. terkontaminasi akibat akses kebersihan yang buruk. Di dunia, diperkirakan sekitar

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditangani dengan serius. Ditinjau dari masalah kesehatan dan gizi, terhadap kekurangan gizi (Hanum, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan

I. PENDAHULUAN. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan. Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare Depkes RI 2011).

BAB I PENDAHULUAN. dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2011 sebanyak 6,9 juta anak meninggal dunia sebelum mencapai usia 5 tahun. Setengah dari kematian tersebut disebabkan oleh kondisi yang dapat dicegah atau diobati dengan akses yang mudah dan intervensi yang terjangkau. Kasus utama penyebab kematian anak antara lain pneumonia (18%), komplikasi kelahiran prematur (14%), diare (11%), asfiksia lahir (9%), serta malaria (7%), dan sekitar sepertiga dari penyebabnya terkait dengan kekurangan gizi. Lebih dari 70% kasus kematian anak tersebut terjadi di Afrika dan Asia Tenggara, terutama di daerah pedesaan dengan status ekonomi dan pendidikan yang rendah ( WHO, 2011). Angka kematian anak di Indonesia masih cukup tinggi. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kematian anak di Indonesia tidak banyak mengalami penurunan dibanding hasil SDKI 2007. Angka kematian balita hanya turun dari 44 per 1000 kelahiran hidup menjadi 40 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini masih jauh dari tujuan pencapaian MDGs ke 4 yang menyebutkan bahwa target angka kematian balita diharapkan turun mencapai 23/1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (SDKI 2012). Sepuluh data kesehatan anak dunia tahun 2011 menyebutkan bahwa: 1) Resiko tinggi kematian pada anak terjadi pada satu bulan awal kehidupan, 2) Hampir 3 juta

2 anak meninggal dalam satu bulan awal kehidupan, 3) Pneumonia merupakan penyebab utama kematian terbesar pada anak usia di bawah lima tahun, 4) Diare merupakan gejala terbanyak yang mengakibatkan kesakitan dan kematian anak di negara berkembang, 5) Setiap menitnya satu anak meninggal akibat malaria, 6) Lebih dari 90% anak dengan HIV didapatkan dari transmisi ibu atau pengasuh utama ke anak, 7) Sekitar 20 juta anak termasuk kedalam kategori malnutrisi, 8) 80% dari jumlah kematian balita terjadi di 25 negara, dan setengahnya terjadi di 5 negara berkembang, 9) Dua pertiga dari kematian balita diakibatkan oleh hal-hal yang sebenarnya dapat dicegah, 10) Investasi kesehatan yang lebih besar merupakan kunci utama (WHO, 2012). Untuk menurunkan angka kematian balita WHO membuat strategi Integrated Management of Childhood Illness (IMCI). Metode ini mulai dikembangkan di Indonesia pada tahun 1997 dengan nama Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), sebuah program yang bersifat menyeluruh dalam menangani balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Strategi yang digunakan memadukan pelayanan terhadap balita sakit, yaitu dengan cara memadukan intervensi yang terpisah menjadi satu paket tunggal yang terintegrasi. Pada dasarnya metode ini merupakan sebuah strategi menurunkan kematian balita melalui tiga komponen utama, yaitu dengan meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan, meningkatkan dukungan sistem kesehatan, dan meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat (WHO, 2011).

3 Berdasarkan data WHO, disebutkan bahwa 80% dari total kematian balita terjadi di rumah, dengan sedikit atau bahkan tanpa adanya kontak dengan pelayanan kesehatan. Hal ini juga merupakan suatu alasan dimana MTBS rumah tangga sangat dibu atau pengasuh utamatuhkan untuk mengupayakan adanya hubungan antara petugas pelayanan kesehatan dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendukung dan meningkatkan praktik keluarga dan masyarakat dalam perawatan balita di rumah sehingga menjamin kelangsungan hidup, menurunkan tingkat kesakitan, dan mempromosikan praktik dalam rangka meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Ada empat praktik kunci keluarga dalam pelaksanaan MTBS rumah tangga yang kemudian terbagi menjadi 16 praktik yang dapat diterapkan keluarga, yaitu: 1) Promosi pertumbuhan dan perkembangan, 2) Pencegahan penyakit, 3) Perawatan di rumah, dan 4) Pencarian perawatan dan kepatuhan terhadap pengobatan dan saran (WHO CORE UNICEF, 2004). Keluarga menjadi fokus perhatian dalam memaksimalkan potensi anak. Pengetahuan dan kesadaran keluarga serta masyarakat memegang peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan esensial anak seperti kebutuhan gizi, pelayanan kesehatan, kasih sayang, stimulasi perkembangan, pendidikan dan perlindungan anak (Depkes RI, 2011). Ibu atau pengasuh utama merupakan bagian terdekat dari kehidupan anak. Partisipasi Ibu atau pengasuh utama dan keluarga sangat penting dalam penatalaksanaan balita sakit (Setyani, 2011). Ibu atau pengasuh

4 utama akan mencari pelayanan kesehatan jika merasa penyakit anaknya serius (Goldman, 2000). Di Indonesia, diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama dalam masyarakat. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa (Adisasmito, 2007). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, diare menjadi penyebab utama kematian balita yaitu sebanyak 25,2% dibandingkan pneumonia yang hanya 15,5%. Angka kesakitan diare balita tahun 2000-2010 tidak menunjukkan pola kenaikan maupun pola penurunan (berfluktuasi). Pada tahun 2000 angka kesakitan balita 1,278 per 1000 sedangkan pada tahun 2010 menjadi 1,310 per 1000 dengan proporsi terbesar penderita pada usia 6-36 bulan karena pada usia tersebut anak mulai aktif bermain dan beresiko infeksi (Depkes, 2011). Penderita diare di puskesmas di kabupaten/kota di Yogyakarta setiap tahun jumlahnya cukup tinggi. Laporan profil kabupaten/kota menunjukkan bahwa selama kurun tahun 2011 jumlah balita yang menderita diare dan memeriksakan ke sarana pelayanan kesehatan mencapai 64.857 dari perkiraan kasus sebanyak 150.362 balita dengan diare, sementara tahun 2012 dilaporkan balita yang menderita diare mencapai 74.689 (Dinkes DIY, 2013).

5 Pada kasus diare, beberapa perilaku masyarakat dalam penatalaksanaan diare pada balita di rumah tangga belum menunjukkan perbaikan dan belum sesuai dengan harapan. Menurut laporan hasil survey morbiditas dan perilaku tata laksana diare oleh Depkes tahun 2010, balita yang mengalami diare dan dibawa ke petugas kesehatan hanya 73%. Sementara itu penanganan diare dengan oralit juga masih tergolong rendah yaitu hanya 36,18 %. Hal ini menunjukan bahwa masih perlunya peningkatan kemampuan tata laksana balita dengan diare terutama di rumah tangga (Depkes, 2011). Meningkatkan pengetahuan masyarakat termasuk pengetahuan tentang hygiene kesehatan dan perilaku cuci tangan yang benar, dapat mengurangi angka kesakitan diare sebesar 45% (Depkes, 2011). Penelitian sebelumnya menyatakan terdapat hubungan antara penanganan diare di rumah dengan durasi diare pada anak usia dibawah lima tahun. Semakin baik penanganan balita akan memperpendek durasi diare dibandingkan penanganan diare yang buruk (Pitono, 2006). Di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih ditemukan angka kematian bayi dan angka kematian balita yang tinggi yaitu masing-masing 8,5 dan 10,1/1000 kelahiran hidup serta angka gizi buruk sebesar 0,52% dari total seluruh balita yang ada di Kabupaten Bantul. Hal ini disebabkan oleh karena banyak faktor termasuk keadaan geografis wilayah dan juga tingkat ekonomi serta pendidikan keluarga. Persebaran angka kematian balita dan gizi buruk di Kabupaten Bantul berbeda-beda pada tiap kecamatan. Angka kematian balita tertinggi terdapat di

6 Kecamatan Banguntapan dengan 19 kasus, begitu pula dengan angka gizi buruk tertinggi juga terdapat di Kecamatan Banguntapan. Data profil kesehatan DIY menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Kabupaten Bantul pada tahun 2013 adalah sebesar 8,9% dan dilaporkan bahwa 100% balita yang menderita diare sudah ditangani. Insiden Rate diare tertinggi ada di wilayah Kecamatan Banguntapan dengan 196 kasus, Imogiri dengan 129 kasus, Pandak 126 kasus, Jetis 120 kasus, Kasihan 117 kasus (Profil Kesehatan Kabupaten Bantul 2012). Data hasil studi pendahuluan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul menyebutkan bahwa pelaksanaan MTBS telah berjalan dengan baik di hampir seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten Bantul. Namun Dinas Kesehatan menyarankan untuk melakukan penelitian di Puskesmas Banguntapan I, karena pelaksanaan MTBS di puskesmas tersebut paling baik jika dibandingkan dengan puskesmas yang lain. Selain itu angka kunjungan balita terbanyak juga terdapat di Puskesmas Banguntapan I dan angka kejadian diare tertinggi juga berada di Kecamatan Banguntapan. Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Banguntapan I menunjukkan bahwa cakupan balita di area pelayanannya sekitar 2500 balita dengan kunjungan balita setiap bulannya sekitar 150 kunjungan dengan berbagai masalah kesehatan. Untuk data balita dengan diare setiap bulannya rata-rata ada sekitar 15 balita yang datang dengan diare. Posyandu dilakukan rutin setiap 4x dalam seminggu oleh tim posyandu dari puskesmas di setiap desa dalam area pelayanan puskesmas secara bergantian.

7 Dalam kegiatan posyandu juga diadakan sharing dengan ibu atau pengasuh utama terkait pertumbuhan dan perkembangan balita secara umum dan juga konsultasi oleh ibu atau pengasuh utama terkait masalah kesehatan yang dialami balitanya kepada petugas posyandu. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan MTBS dalam tatanan rumah tangga pada balita dengan diare di wilayah Puskesmas Kecamatan Banguntapan. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pelaksanaan MTBS dalam tatanan rumah tangga pada balita dengan diare di wilayah Puskesmas Kecamatan Banguntapan Bantul Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian a. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan MTBS dalam tatanan rumah tangga pada balita dengan diare di Puskesmas Kecamatan Banguntapan Bantul Yogyakarta.

8 b. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah; 1. Untuk mengetahui perilaku pemberian ASI eksklusif dan MP ASI pada keluarga yang memiliki balita dengan diare 2. Untuk mengetahui perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit pada balita dengan diare. 3. Untuk mengetahui perilaku keluarga dalam pencarian pengobatan pada balita dengan diare. 4. Untuk mengetahui perilaku keluarga dalam tatalaksana balita dengan diare di rumah. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat bagi praktisi kesehatan Dapat mengetahui bagaimana perilaku masyarakat dalam menerapkan MTBS komunitas dalam tatanan rumah tangga pada balita dengan diare sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melanjutkan program yang telah dilaksanakan. 2. Manfaat bagi institusi pendidikan Memperoleh pengetahuan tentang bagaimana perilaku masyarakat menerapkan suatu program yang diajarkan oleh tenaga kesehatan di puskesmas dalam kaitannya dengan tumbuh kembang anak dan angka kesakitan pada balita.

9 3. Manfaat bagi puskesmas Mengetahui sejauh mana perilaku masyarakat dalam menerapkan MTBS dalam tatanan rumah tangga sehingga dapat dijadikan pedoman dalam melanjutkan program yang telah dilaksanakan ataupun membuat program baru yang lebih baik dalam upaya peningkatan kesehatan dan tumbuh kembang anak. 4. Manfaat bagi subjek penelitian Memperoleh pengetahuan tentang bagaimana cara perawatan anak dengan diare secara tepat, dan cara mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan baik, serta dapat digunakan sebagai evaluasi terhadap perawatan yang selama ini telah dilakukan pada anak dengan diare. 5. Manfaat bagi peneliti Memperoleh pengetahuan tentang perilaku masyarakat dalam menerapkan MTBS dalam tatanan rumah tangga pada balita dengan diare di area Puskesmas Kecamatan Banguntapansehingga dapan digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai perilaku ibu atau pengasuh utama tentang tatalaksana balita dengan diare di rumah berdasarkan pendekatan MTBS belum pernah dilakukan. Penelitian lain terkait penelitian yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

10 1. Galenso (2008) tentang pengetahuan ibu atau pengasuh utama anak balita terhadap tata laksana Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Toili III Kabupaten Banggai Propinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian observasional kuantitatif dengan rancangan cross sectional, menggunakan metode wawancara terstruktur (kuisioner). Subyek penelitian adalah ibu dari anak balita yang anaknya sakit dan berobat di puskesmas (poli MTBS), variabel yang akan dilihat adalah pendidikan formal ibu anak balita, konseling petugas MTBS serta pengetahuan ibu anak balita mengenai tatalaksana MTBS. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama menggunakan rancangan penelitian kuantitatif. Perbedaannya terletak pada variabel, lokasi serta sampel penelitian. Pada penelitian ini variabel yang digunakan adalah pendidikan formal ibu balita dan pengetahuan ibu balita tentang penyakit sesuai tata laksana MTBS sedangkan penelitian yang akan dilakukan berupa gambaran pelaksanaan MTBS dalam tatanan rumah tangga pada balita dengan diare tanpa ada kaitan dengan pendidikan formal ibu atau pengasuh utama. 2. Basaleem (2008) dengan Qualitative study on the Community Perception of the Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) Implementation in Lahej, Yemen. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mengeksplorasi persepsi tokoh masyarakat serta ibu tentang pelayanan kesehatan serta perilaku masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan anak di Lahej,

11 Yaman sejak adanya penerapan MTBS pada tahun 2003. Pengambilan data dilakukan dengan metode face-to-face, wawancara semi struktural yang mendalam terhadap 6 orang tokoh masyarakat dan 7 orang ibu atau pengasuh utama pada tahun 2007 di tiga kabupaten di Provinsi Lahej, Yaman. Perbedan dengan penelitian ini adalah populasi dan sampel yang diteliti, waktu dan tempat penelitian serta variabel penelitian. Penelitian yang akan dilakukan tidak terkait dengan tokoh masyarakat dan hanya mengacu tentang bagaimana perilaku ibu dalam melaksanakan MTBS rumah tangga dalam perawatan balita dengan diare. 3. Ebuehi (2009) dengan Health Care for Under-fives in Ile-Ife South-West Nigeris: Effect of the Integrated Management of Childhood Illnes (IMCI) Strategy on Growth and Development of Under-fives. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan mengkomparasikan IMCI yang ada di 2 negara bagian menggunakan teknik kualitatif dan kuantitatif. Anilisis data menggunakan Epi Info versi 6.0 untuk data kuantitatif dan content analysis untuk data kualitatif. Sampel merupakan ibu dengan anak balita usia 0 5 tahun. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ketika MTBS diterapkan dengan baik akan menjadi sebuah intervensi yang efektif dengan biaya yang rendah dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak Nigeria. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode yang akan digunakan, yaitu deskriptif kuantitatif menggunakan pendekatan cross sectional dan tidak ada perbandingan antar dua subjek penelitian.