SKEMA PENJAMINAN DALAM PEMBIAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM): STUDI KASUS DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pertambangan. Industri Pengolah-an (Rp Milyar) (Rp Milyar) na

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Usaha mikro, kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. pensiun, penyediaan sistem pembayaran dan mekanisme transfer dana.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

PENGEMBANGAN MODEL PENDANAAN UMKM BERDASARKAN PERSEPSI UMKM. Ramdhansyah Dosen Universitas Negeri Medan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

BAB I PENDAHULUAN. serangan krisis. Pada tabel penyerapan tenaga kerja BPS, pada tahun 1997

Menuju UKM Mandiri. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN AKUNTANSI DALAM UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI KEUANGAN PADA PELAKU USAHA MIKRO,KECIL dan MENENGAH (UMKM) DI PONOROGO

REKAPITULASI SEKOLAH PENERIMA DANA BOS DIKMEN KABUPATEN BREBES TAHUN 2016 TAHUN ANGGARAN 2016 JUMLAH NO JENIS SEKOLAH JUMLAH DANA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. global yang terjadi di kawasan Amerika dan Eropa dalam beberapa tahun terakhir,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REKAPITULASI SEKOLAH PENERIMA DANA BOS DIKMEN KABUPATEN BREBES TAHUN 2016 TAHUN ANGGARAN 2016 JUMLAH NO JENIS SEKOLAH JUMLAH DANA

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

SEKTOR MONETER, PERBANKAN DAN PEMBIAYAAN BY : DIANA MA RIFAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

96% responden telah beroperasi antara 4 tahun hingga lebih dari 10 tahun, hanya 4% yang baru beroperasi selama 1-3 tahun.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BOKS OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN UMKM MELALUI KERJASAMA PEMDA, LEMBAGA PENJAMINAN KREDIT DAN PERBANKAN SUATU SOLUSI BAGI PENGEMBANGAN UMKM DI DAERAH

KABUPATEN BREBES. Data Agregat per Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mendapatkan referensi yang sesuai dengan penelitian yang ingin dilakukan.

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. melanda bangsa Indonesia pada tahun konvensional, sehingga memilih untuk berhubungan dengan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. tetapi jika dilihat kondisi UMKM di Indonesia, dapat dikatakan bahwa UMKM kurang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan di bahas menjelaskan tentang latar belakang penelitian,

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan

II TINJAUAN PUSTAKA. 5 Berdasarkan kurs per 4 Juni 2003, EUR = 1,17 USD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) terbukti memiliki peran dan

BAB I PENDAHULUAN. terkadang UMKM seolah tidak mendapat dukungan dan perhatian dari. selama memiliki izin usaha dan modal cukup.

BAB II KAJIA PUSTAKA DA KERA GKA PEMIKIRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi. Perkembangan dunia perbankan merupakan bagian utama dari

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kasmir (2010:11) Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan. kemasyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan

I. PENDAHULUAN. peranan sangat strategis dalam struktur perekonomian nasional. Karena

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.

BAB II TELAAH PUSTAKA. tersebut. Mengingat besarnya pengaruh bank terhadap perekonomian

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK).

KERANGKA PEMIKIRAN III.

BAB I PENDAHULUAN. fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank. 1. nilai-nilai syariah berusaha menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai keunikan secara prinsip dapat mendukung usaha mikro, kecil

Aspek Keuangan dan. Tim Kewirausahaan-SEDS Universitas Hasanuddin

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan. Seperti telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KABUPATEN BREBES PEMENUHAN KEKURANGAN TRIWULAN 3 & 4 TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah menyadari peranan usaha kecil terhadap pertumbuhan

VI. MEKANISME PENYALURAN KREDIT BNI TUNAS USAHA (BTU) PADA UKC CABANG KARAWANG

PEMBIAYAAN UMKM DALAM PAKET KEBIJAKAN EKONOMI SEPTEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan adalah permasalahan semua bangsa. Berkaitan dengan. masalah kemiskinan bangsa Indonesia merasa perlu mencantumkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. usaha. Kredit tersebut mempunyai suatu kedudukan yang strategis dimana sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, pemerintah telah melaksanakan program pembangunan nasional. segi ekonomi, sosial, budaya serta pertahanan dan keamanan.

KEMENTERIAN KUKM DEPUTI PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kondisi ini. Akibat adanya rasionalisasi maupun pemutusan hubungan kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberadaan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia terasa

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia ekonomi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang didirikan sejak tahun 1895 merupakan salah satu bank yang

I PENDAHULUAN. 1 Jumlah bank di Indonesia.21 Maret inibank.wordpress.com [3 Juni 2010]

Transkripsi:

SKEMA PENJAMINAN DALAM PEMBIAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM): STUDI KASUS DI KABUPATEN BREBES, JAWA TENGAH Cici Widowati Program Studi Manajemen STIE Islam Bumiayu ciciwidowati@yahoo.com Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengidentifikasi skema penjaminan dan karakteristik penjamin dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sebanyak 311 responden pelaku UMKM dan 131 responden lembaga keuangan yang tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes digunakan dalam penelitian ini. Para pelaku UMKM yang diteliti adalah para pelaku UMKM yang pernah mendapatkan pembiayaan atau kredit usaha dari lembaga keuangan. Sedangkan lembaga keuangan yang diteliti meliputi lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan terutama yang mempunyai skema pembiayaan untuk UMKM. Pengambilan sampel dari masing-masing kecamatan dilakukan dengan metode purposive random sampling, sedangkan untuk pemilihan sampel pelaku UMKM, lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan dilakukan dengan metode convenience random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pendanaan perlu melibatkan pemerintah pusat, lembaga keuangan formal (bank), dan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Jadi, pemerintah pusat (melalui Kementerian Koperasi dan UKM) atau pun pihak swasta dapat menyalurkan dana pembiayaan bagi UMKM kepada lembaga keuangan formal yang sudah bekerjasama dengan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Lembaga keuangan formal tersebut dapat berupa bank, koperasi, atau lembaga keuangan bukan bank lainnya yang mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk menyalurkan berbagai skim pembiayaan UMKM. Penelitian ini menyarankan bahwa perlu adanya optimalisasi peran pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pembiayaan UMKM. Jika belum tersedia perusahaan/lembaga penjamin kredit di daerah maka di sinilah peran penting pemerintah pusat agar segera membuat peraturan dan membentuk perusahaan/lembaga penjamin kredit tersebut. Kata Kunci: UMKM, skema penjaminan kredit, lembaga penjamin kredit PENDAHULUAN Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong proses pembangunan nasional. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, pada akhir tahun 2012, diketahui jumlah pelaku UMKM mencapai 56,5 juta unit atau sekitar 99,99% dari seluruh pelaku ekonomi nasional. Nilai tersebut tergolong sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah pelaku Usaha Besar yang hanya mencapai 4.968 unit usaha atau sekitar 0,01% dari seluruh pelaku ekonomi nasional. 1 Keberadaan jumlah UMKM yang besar ini, dengan penyebaran hingga ke pelosok daerah, merupakan kekuatan ekonomi yang sesungguhnya dalam struktur pelaku ekonomi nasional. Di sisi lain, tantangan dan permasalahan UMKM di Indonesia semakin berat. Produk UMKM semakin terhimpit dengan masuk dan beredarnya produk impor ilegal, ditambah lagi dengan berkembangnya bisnis retail oleh usaha besar di masyarakat, maka lengkaplah sudah tekanan persaingan yang dialami oleh produk UMKM. Sementara itu, dalam rangka peningkatan kapasitas usaha, UMKM seringkali terbentur oleh produk jasa lembaga keuangan yang sebagian besar

berupa kredit modal kerja, bukan kredit investasi (dengan jangka waktu yang relatif lebih lama). Bunga pinjaman juga masih dianggap terlalu tinggi, dan persyaratan pinjaman juga tidak mudah dipenuhi, seperti persyaratan nilai jaminan yang jauh lebih tinggi dari nilai pinjaman meskipun usahanya layak. Dunia perbankan sebagai sumber pendanaan terbesar masih memandang bahwa UMKM merupakan jenis usaha yang mempunyai risiko tinggi (Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2010). Ramdhansyah dan Silalahi (2013), menyebutkan bahwa salah satu faktor penghambat pemberdayaan UMKM adalah bahwa UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan dari perbankan karena ketiadaan jaminan, prosedur kredit yang rumit, dan sikap kehati-hatian bank dalam memberikan kredit. Mereka juga menyebutkan bahwa berdasarkan pengaruh penghambat dan pendorong, serta persepsi UMKM, maka model pendanaan yang diinginkan UMKM adalah model pendanaan yang melibatkan penyandang dana, lembaga keuangan formal (bank), dan koordinator atau penjamin bagi UMKM. Namun, model pendanaan tersebut masih menimbulkan pertanyaan bagaimana sebenarnya karakteristik koordinator atau penjamin yang diinginkan oleh pelaku UMKM, dan apakah model tersebut benar-benar cukup efektif dalam pemberdayaan UMKM karena dalam penyaluran dana, lembaga keuangan hanya berhubungan dengan koordinator. Artinya, segala macam prosedur administrasi termasuk pengisian formulir penjaminan dana dilakukan oleh koordinator. Dari sisi lembaga keuangan, Zain et al. (2007) telah meneliti mengenai skema pembiayaan perbankan daerah menurut karakteristik UMKM pada sektor ekonomi unggulan di Sulawesi Selatan. Studi tersebut menjelaskan antara lain: (1) penyaluran kredit dari perbankan memberlakukan skim yang bersifat general terhadap UMKM, hal ini membuat pengusaha UMKM mengalami kesulitan dalam memperoleh kredit perbankan karena alasan persyaratan jaminan; (2) akses perolehan permodalan oleh pengusaha UMKM pada umumnya terkendala pada lemahnya sistem administrasi keuangan usaha dan kurangnya jaminan yang bankable, daya saing usaha rendah, dan lemahnya integrasi pembinaan UMKM; dan (3) proses pelayanan kredit oleh pihak perbankan di Sulawesi Selatan dilihat dari segi rata-rata waktu yang digunakan dalam pengurusan kredit tampak cukup baik, karena proses pengurusan kredit sampai pada pencairan kredit hanya memerlukan waktu yang relatif singkat. Susilo (2010) juga telah mengidentifikasi dan menganalisis peran perbankan dalam pembiayaan UMKM pada industri kecil di wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa akses UMKM terhadap sumber pembiayaan perbankan perlu ditingkatkan, termasuk juga sumber-sumber pembiayaan lain non-perbankan seperti modal ventura dan lembaga penjamin kredit. Untuk itu, berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dan permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan sebuah kajian atau analisis tentang skema penjaminan pada pembiayaan UMKM. Penelitian ini dilakukan melalui studi kasus di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang benar mengenai subyek yang diteliti yaitu tentang skema penjaminan dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang mencakup 17 kecamatan, dengan menggunakan subyek penelitian yang terdiri dari para pelaku UMKM, lembaga keuangan, dan pemerintah daerah atau instansi-instansi terkait. Para pelaku UMKM yang akan diteliti adalah para pelaku UMKM yang pernah mendapatkan pembiayaan atau kredit usaha dari lembaga keuangan. Sedangkan lembaga keuangan yang akan diteliti meliputi lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan terutama 2

yang mempunyai skema pembiayaan untuk UMKM. Pengambilan sampel dari masing-masing kecamatan dilakukan dengan metode purposive random sampling, sedangkan untuk pemilihan sampel pelaku UMKM, lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan dilakukan dengan metode convenience random sampling. Purposive random sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan pertimbanganpertimbangan yang dibuat oleh peneliti, sedangkan convenience random sampling merupakan metode yang melakukan survey pada kelompok responden yang bersedia disurvey. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer, sebagai data utama, diperoleh melalui wawancara mendalam berdasarkan kuisioner yang sudah disiapkan. Proses wawancara akan dilakukan dengan sampel pelaku UMKM dan sampel lembaga keuangan serta instansi terkait lainnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan, serta dari pemerintah daerah atau instansi-instansi terkait. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptifkuantitatif. Data-data yang diperoleh akan diolah ke dalam bentuk angka, tabel, gambar atau grafik sehingga dapat dianalisis secara deskriptif serta mampu menjelaskan skema penjaminan dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pengumpulan data sekunder dari pemerintah daerah atau instansi-instansi terkait, serta menyusun kuisioner dan melakukan uji coba kuisioner. 2. Melakukan survey terhadap para pelaku UMKM dan lembaga keuangan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang terpilih menjadi responden untuk mencari data dan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. 3. Melakukan wawancara mendalam terhadap sampel atau responden. 4. Melakukan wawancara mendalam terhadap pemerintah daerah atau instansi-instansi terkait lainnya. 5. Setelah data primer dan data sekunder terkumpul, maka data akan disajikan dalam bentuk angka, tabel, gambar atau grafik sehingga dapat dianalisis secara deskriptif serta mampu menjelaskan skema penjaminan dan karakteristik penjamin dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. HASIL DAN ANALISIS Profil Responden Responden penelitian ini merupakan para pelaku UMKM dan lembaga keuangan yang tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes. Para pelaku UMKM yang diteliti adalah para pelaku UMKM yang pernah mendapatkan pembiayaan atau kredit usaha dari lembaga keuangan. Sedangkan lembaga keuangan yang diteliti meliputi lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan terutama yang mempunyai skema pembiayaan untuk UMKM. Gambar 1 merupakan komposisi sampel responden UMKM di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes. Total sampel yang menjadi responden sebanyak 311 pelaku UMKM, dari jumlah populasi yang mencapai sebanyak 29.896 pelaku UMKM di Kabupaten Brebes (Lampiran 1). Jumlah sampel dari Kecamatan Salem merupakan jumlah terbesar yakni sebanyak 29 responden atau sebanyak 9,32% dari total sampel penelitian. Distribusi sampel dari masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. 3

UNIVERSITASS STIKUBANK SEMARANG 6,43% 3,22% 3,22% 9,32% 4,18% 6,75% 6,43% 5,47% 6,43% 6,75% 3,86% 7,72% 7,40% 6,43% 5,47% 5,14% 5,79% Kecamatan Banjarharjo Kecamatan Bantarkawung Kecamatan Brebes Kecamatan Bulakamba Kecamatan Bumiayuu Kecamatan Jatibarang Kecamatan Kersana Kecamatan Ketanggungan Kecamatan Larangann Kecamatan Losari Kecamatan Paguyangan Kecamatan Salem Kecamatan Sirampog Gambar 1. Komposisi Sampel Responden UMKM Gambar 2 merupakan komposisi sampel responden lembaga keuangan (perbankan dan non- Brebes. perbankan) di 17 Kecamatan di Kabupaten Total sampel yang menjadi responden sebanyak 131 kantor lembaga keuangan, dari jumlah populasi yang mencapai sebanyak 308 kantor (Lampiran 3). Jumlah sampel lembaga keuangan dari Kecamatan Brebes merupakan jumlah terbesar yakni sebanyak 31 responden atau sebanyak 23,60% dari total sampel penelitian. Distribusi sampel dari masing-masingg kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 4. 4,26% 4,57% 1,52% 1,89% 2,37% 8,38% 4,57% 2,84% 23,60% Kecamatan Banjarharjo Kecamatan Bantarkawung Kecamatan Brebes Kecamatan Bulakamba Kecamatan Bumiayu 6,15% 1,52% 3,81% 5,33% 3,31% 6,85% 15,99% 3,05% Kecamatan Jatibarang Kecamatan Kersana Kecamatan Ketanggungan Kecamatan Larangan Kecamatan Losari Kecamatan Paguyangan Kecamatan Salem Gambar 2. Komposisi Sampel Responden Lembaga Keuangan 4

UNIVERSITASS STIKUBANK SEMARANG Berdasarkan data yang diperoleh, responden pelaku UMKM berasal dari berbagai jenis usaha yang beragam. Jenis usaha responden pelaku UMKM terdiri dari usaha jasa (18 responden), dagang (99 responden), manufaktur (45 responden), pertanian (77 responden), peternakan (60 responden), dan lainnya (12 responden). Jenis usaha dagang merupakan jenis usahaa responden UMKM yang paling banyak yang mencapai 31,83% dari total sampel UMKM (Lampiran 5). Dari keseluruhan responden pelaku UMKM, sebanyak 23,47% merupakan UMKM berskala mikro yang mempunyai omset/penjualan per hari sebesar < Rp 900 ribu, sebanyak 72,35% merupakan UMKM berskala kecil yang mempunyai omset/penjualan per hari sebesar Rp 900 ribu - < Rp 7,5 juta, dan sebanyak 4,18% merupakan UMKM berskala menengah yang 4,18% mempunyai omset/penjualan per hari sebesar Rp 7,5 juta - < Rp 150 juta. Gambar 3 menunjukkan komposisi sampel respondenn UMKM menurut skala usahanya. Kebanyakan respondenn UMKM tersebut merupakan usaha berbentuk perorangan (247 responden) dan selebihnya merupakan usaha berbentuk CV (64 responden). Selain itu, kebanyakan responden UMKMM mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (sebanyak 84,24% dari total sampel responden UMKM), dan sisanya sebanyak 15,76% tidak mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (Lampiran 6). Namun, kebanyakan dari responden UMKM adalah bukan anggota koperasi (sebanyak 67,20% dari total sampel responden UMKM) (Lampiran 7). 23,47% Mikro Kecil Menengah 72,35% Gambar 3. Komposisi Sampel Responden UMKM Menurut Skala Usahanya Untuk sumber penambahan modal usaha, para pelaku UMKM di Kabupaten Brebes memanfaatkan pembiayaan dari lembaga keuangan perbankan atau non-perbankan seperti koperasi, bank, dan lembaga keuangan bukan bank lainnya (selain koperasi). Para respondenn lembaga keuangan yang berhasil dihimpun berasal dari Bank Umum Konvensional (47 kantor), Bank Perkreditan Rakyat Konvensional (29 kantor), Koperasi Simpan Pinjam (52 kantor), dan Perusahaan Sewa Guna/Leasing (3 kantor). Koperasi Simpan Pinjam merupakan responden lembaga keuangan terbanyak yang mencapai 39,81% dari total sampel responden lembaga keuangan (Lampiran 8). Skema Penjaminan dalam Pembiayaan UMKM Berdasarkan data yang diperoleh, untuk sumber penambahan modal usaha, para pelaku UMKM di Kabupaten Brebes memanfaatkan pembiayaan dari lembaga keuangan perbankan maupun non-perbankan. Sebanyak 51,13% responden mendapatkan modal pinjaman dari bank, 33,12% dari koperasi, dan 15,76% dari lembaga keuangan bukan bank lainnya (selain koperasi) (Lampiran 9). Jika dilihat dari data tersebut, maka bank sebagai lembaga keuangan telah banyak berperan dalam perkembangan UMKM namun belum maksimal. Hal ini karena sebanyak 48,87% responden UMKM belum memanfaatkan jasa perbankan untuk sumber modal pinjaman. 5

Hasil penelitian ini berbeda dengan Ramdhansyah dan Silalahi (2013) yang kebanyakan respondennya lebih mengandalkan pembiayaan non formal dibandingkan pembiayaan formal. Ramdhansyah dan Silalahi (2013), menyebutkan bahwa salah satu faktor penghambat pemberdayaan UMKM adalah bahwa UMKM mengalami kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan dari perbankan karena ketiadaan jaminan, prosedur kredit yang rumit, dan sikap kehati-hatian bank dalam memberikan kredit. Mereka juga menyebutkan bahwa berdasarkan pengaruh penghambat dan pendorong, serta persepsi UMKM, maka model pendanaan yang diinginkan UMKM adalah model pendanaan yang melibatkan penyandang dana, lembaga keuangan formal (bank), dan koordinator atau penjamin bagi UMKM. Penelitian ini justru menunjukkan bahwa kebanyakan responden UMKM mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (sebanyak 84,24% dari total sampel responden UMKM), dan sisanya sebanyak 15,76% responden tidak mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (Lampiran 6). Namun, kebanyakan dari responden UMKM adalah bukan anggota koperasi (sebanyak 67,20% dari total sampel responden UMKM) (Lampiran 7). Hal ini menyebabkan bahwa kebanyakan responden UMKM lebih mengandalkan lembaga keuangan formal (bank) dibandingkan lembaga keuangan bukan bank. Dengan melihat kondisi tersebut, maka model pendanaan menurut Ramdhansyah dan Silalahi (2013) yang melibatkan penyandang dana, lembaga keuangan formal (bank), dan koordinator atau penjamin bagi UMKM patut dipertimbangkan kembali walaupun masih ada sebanyak 48,87% responden UMKM belum memanfaatkan jasa perbankan untuk sumber modal pinjaman. Koordinator atau penjamin bagi UMKM, menurut Ramdhansyah dan Silalahi (2013), tidak harus perorangan, tetapi dapat juga berbentuk badan, seperti koperasi atau bentuk lainnya. Dalam penyaluran dana, lembaga keuangan hanya berhubungan dengan koordinator. Jika UMKM memerlukan tambahan modal, maka UMKM tersebut hanya menghubungi koordinator, dan koordinator yang akan menilai kelayakan UMKM tersebut untuk mendapatkan kredit. Serupa dengan Ramdhansyah dan Silalahi (2013), Winarni dalam Hadiwidjaja dan Mulyana (2012) juga menjelaskan bahwa bank dan perusahaan penjamin dapat membuat suatu perjanjian kerjasama penjaminan kredit. Skema ini memberi keuntungan bagi UMKM yang membutuhkan tambahan modal dari perbankan. UMKM mengajukan penjaminan kepada perusahaan penjamin dan mengajukan kredit kepada bank. Apabila hasil analisis kelayakan usaha dinyatakan layak ( feasible) oleh perusahaan penjamin namun tidak layak dari sudut perbankan karena dianggap ketidakcukupan agunan (tidak bankable), maka bank mengajukan penjaminan kepada perusahaan penjamin. Dari data yang diperoleh mengenai penjamin kredit usaha menurut perspektif UMKM, sebanyak 37,62% dari total responden memilih bahwa pihak yang seharusnya melakukan penjaminan dan menilai kelayakan atas kredit usaha mereka adalah pemerintah/bumn, 32,80% memilih koperasi, dan sisanya sebanyak 29,58% memilih perusahaan swasta (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku UMKM menginginkan adanya peran pemerintah/bumn sebagai penjamin kredit dalam pembiayaan UMKM. Tentunya, pemerintah/bumn dalam hal ini menunjuk kepada perusahaan penjamin milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Jadi, pemerintah pusat (melalui Kementerian Koperasi dan UKM) atau pun pihak swasta dapat menyalurkan dana pembiayaan bagi UMKM kepada lembaga keuangan formal yang sudah bekerjasama dengan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Lembaga keuangan formal tersebut dapat berupa bank, koperasi, atau lembaga keuangan bukan bank lainnya yang mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk menyalurkan berbagai skim pembiayaan UMKM. Gambar 4 menggambarkan skema penjaminan tersebut. 6

Gambar 4. Skema Penjaminan dalam Pembiayaan UMKM Lembaga Penjamin Kredit dalam Pembiayaan UMKM Peran perusahaan/lembaga penjamin kredit bagi UMKM sangatlah penting karena perusahaan/lembaga tersebut merupakan usaha jasa yang menutup sebagian dari potensi kerugian kepada yang meminjamkan atas suatu pinjaman bilamana pinjaman tersebut tidak dibayar penuh. Di Indonesia, penjaminan kredit sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Indonesia memiliki perusahaan penjaminan berstatus BUMN yaitu Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo). Namun, keberadaan Perum Jamkrindo tersebut belum cukup maksimal dalam pengembangan UMKM. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya UMKM di Kabupaten Brebes yang belum mendapatkan akses pembiayaan dari lembaga keuangan (bank), sebanyak 48,87% responden UMKM belum memanfaatkan jasa perbankan untuk sumber modal pinjaman. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan kepada UMKM, lembaga keuangan bank maupun non-bank dengan ketat mempersyaratkan kriteria 5C ( Character, Capital, Collateral, Capacity of Repayment, dan Condition of Economic). Susilo (2010) menjelaskan bahwa kelemahan UMKM dalam aspek character ditandai dengan (a) belum baiknya sistem administrasi dalam usaha, khususnya administrasi keuangan, (b) rendahnya kualitas sumber daya manusia, (c) ketidakpastian ketersediaan bahan baku, dan (d) peralatan produksi yang sederhana sehingga produktivitasnya rendah. Kelemahan UMKM dalam aspek capital ditandai dengan (a) kecilnya rata-rata kepemilikan asset, (b) terbatasnya rata - 7 rata kepemilikan modal, (c) perkembangan dari kedua aspek tersebut sangat rendah, karena rendahnya tabungan akibat kecilnya laba bersih yang diperoleh. Kelemahan UMKM dalam aspek collateral ditandai dengan kemampuan memberikan agunan rendah karena terbatasnya asset berharga dan kurangnya legalitas asset yang dimiliki UMKM. Dalam aspek capacity of repayment, UMKM umumnya merupakan usaha keluarga dan cenderung memisahkan antara administrasi keuangan perusahaan dan keuangan keluarga. Kondisi ini mempersulit lembaga keuangan untuk mengetahui kemampuan membayar UMKM. Dalam aspek condition of economic, lembaga keuangan akan cenderung menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit usaha khususnya kredit bagi usaha yang mempunyai risiko tinggi. Berkaitan dengan aspek capital dan collateral, masih banyak UMKM di Kabupaten Brebes yang tidak bisa memenuhi aspek tersebut karena sebanyak 15,76% responden tidak mempunyai asset yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit usaha (Lampiran 6). Aspek capital dan collateral seharusnya lebih diperlonggar, karena banyak UMKM yang menginginkan tidak adanya agunan dalam proses pengajuan kredit dan penjaminan kredit, kecilnya nilai penjaminan, dan tidak adanya imbal jasa penjaminan. Sebanyak 43,41% responden memilih tidak adanya agunan dalam pinjaman kredit kepada lembaga keuangan (Lampiran 11), 76,53% responden memilih bahwa nilai penjaminan harus kurang dari Rp 100 juta (Lampiran 12), dan 93,25% responden memilih

agar tidak adanya imbal jasa penjaminan bagi perusahaan/lembaga penjamin kredit (Lampiran 13). Namun, hal ini sangat bertolak belakang jika dilihat dari perspektif lembaga keuangan, bahwa rata-rata lembaga keuangan mempersyaratkan adanya agunan pinjaman (Lampiran 14), besarnya nilai penjaminan (Lampiran 15), dan adanya imbal jasa penjaminan bagi perusahaan/lembaga penjamin kredit (Lampiran 16). SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi skema penjaminan dalam pembiayaan UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sebanyak 311 responden pelaku UMKM dan 131 responden lembaga keuangan yang tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Brebes digunakan dalam penelitian ini. Para pelaku UMKM yang diteliti adalah para pelaku UMKM yang pernah mendapatkan pembiayaan atau kredit usaha dari lembaga keuangan. Sedangkan lembaga keuangan yang diteliti meliputi lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan terutama yang mempunyai skema pembiayaan untuk UMKM. Berdasarkan data yang diperoleh, untuk sumber penambahan modal usaha, sebanyak 51,13% responden UMKM mendapatkan modal pinjaman dari bank, 33,12% dari koperasi, dan 15,76% dari lembaga keuangan bukan bank lainnya (selain koperasi). Selain itu, ternyata sebanyak 67,20% responden UMKM adalah bukan anggota koperasi. Hal ini menyebabkan bahwa kebanyakan responden UMKM lebih mengandalkan lembaga keuangan formal (bank) dibandingkan lembaga keuangan bukan bank. Dari data yang diperoleh mengenai penjamin kredit usaha menurut perspektif UMKM, sebanyak 37,62% dari total responden memilih bahwa pihak yang seharusnya melakukan penjaminan dan menilai kelayakan atas kredit usaha mereka adalah pemerintah/bumn, 32,80% memilih koperasi, dan sisanya sebanyak 29,58% memilih perusahaan swasta. Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku UMKM menginginkan adanya peran pemerintah/bumn sebagai penjamin kredit dalam pembiayaan UMKM. Tentunya, pemerintah/bumn dalam hal ini menunjuk kepada perusahaan penjamin milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Dengan melihat kondisi tersebut, maka model pendanaan perlu melibatkan pemerintah pusat, lembaga keuangan formal (bank), dan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Jadi, pemerintah pusat (melalui Kementerian Koperasi dan UKM) atau pun pihak swasta dapat menyalurkan dana pembiayaan bagi UMKM kepada lembaga keuangan formal yang sudah bekerjasama dengan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Lembaga keuangan formal tersebut dapat berupa bank, koperasi, atau lembaga keuangan bukan bank lainnya yang mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk menyalurkan berbagai skim pembiayaan UMKM. Dalam hal penjaminan kredit usaha, banyak responden UMKM yang menginginkan tidak adanya agunan dalam proses pengajuan kredit, kecilnya nilai penjaminan, dan tidak adanya imbal jasa penjaminan. Sebanyak 43,41% responden memilih tidak adanya agunan dalam pinjaman kredit kepada lembaga keuangan, 76,53% responden memilih bahwa nilai penjaminan harus kurang dari Rp 100 juta, dan 93,25% responden memilih agar tidak adanya imbal jasa penjaminan bagi perusahaan/lembaga penjamin kredit. Namun, hal ini sangat bertolak belakang jika dilihat dari perspektif lembaga keuangan, bahwa rata-rata lembaga keuangan mempersyaratkan adanya agunan pinjaman, besarnya nilai penjaminan, dan adanya imbal jasa penjaminan bagi perusahaan/lembaga penjamin kredit. Saran Hasil penelitian ini menyarankan bahwa perlunya optimalisasi peran pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pembiayaan UMKM. Model pendanaan yang diterapkan di daerah perlu melibatkan pemerintah pusat, lembaga keuangan formal 8

(bank), dan perusahaan/lembaga penjamin kredit milik pemerintah pusat (BUMN), atau bisa juga berupa lembaga penjamin kredit milik pemerintah daerah. Jika belum tersedia perusahaan/lembaga penjamin kredit di daerah maka di sinilah peran penting pemerintah pusat agar segera membuat peraturan dan membentuk perusahaan/lembaga penjamin kredit tersebut, dimana perusahaan/lembaga tersebut nantinya dapat menjembatani antara lembaga keuangan formal dengan UMKM, agar UMKM memperoleh kemudahan akses pembiayaan, terutama UMKM yang tidak bankable karena ketiadaan agunan pinjaman. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, D., & Nasution, S. H. (2013). Peranan kredit usaha rakyat (KUR) bagi pengembangan UMKM di Kota Medan (Studi kasus Bank BRI). Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 1 (3), 105-116. Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes. (2013). Kecamatan Banjarharjo Dalam Angka. Brebes.. (2013). Kecamatan Bantarkawung Dalam. (2013). Kec amatan Brebes Dalam. (2013). Kecamatan Bulakamba Dalam. (2013). Kecamatan Bumiayu Dalam. (2013). Kecamatan Jatibarang Dalam. (2013). Kecamatan Kersana D alam. (2013). Kecamatan Ketanggungan Dalam. (2013). Kecamatan Larangan Dalam. (2013). Kecamatan Losari Dalam. (2013). Kecamatan Paguyangan Dalam. (2013). Kecamatan Salem Dalam. (2013). Kecamatan Sirampog Dalam. (2013). Kecamatan Songgom Dalam. (2013). Kecamatan Tanjung Dalam. (2013). Kecamatan Tonjong Dalam. (2013). Kecamatan Wanasari Dalam Hadiwidjaja, R. D., & Mulyana, A. (2012). The role of financial institutions in the development of micro small and medium enterprises (SMEs). Journal & Proceeding Fakultas Ekonomi, Universitas Jenderal Soedirman, 2 (1). Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3 (4), 305-360. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (2008). Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008. Jakarta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. (2010). Statistik UMKM Tahun 2010-2011. Jakarta Ramdhansyah, & Silalahi, S. A. (2013). Pengembangan model pendanaan UMKM berdasarkan persepsi UMKM. Jurnal Keuangan dan Bisnis, 5 (1), 30-40. Susilo, S. Y. (2010). Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di Provinsi DIY. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 14 (3), 467-478. Zain, M. Y., Fattah, S., Djauhariah, L., Siawadharma, B., Mustari, B., & Tadjibu, M. J. (2007). Skema pembiayaan perbankan daerah menurut karakteristik UMKM pada sektor ekonomi unggulan di Sulawesi Selatan. November 16, 2013. http://www.bi.go.id 9

Lampiran 1. Jumlah Populasi UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah No Nama Kecamatan Jumlah Populasi UMKM 1 Kecamatan Banjarharjo 3,978 2 Kecamatan Bantarkawung 1,033 3 Kecamatan Brebes 2,099 4 Kecamatan Bulakamba 1,894 5 Kecamatan Bumiayu 1,628 6 Kecamatan Jatibarang 1,356 7 Kecamatan Kersana 1,287 8 Kecamatan Ketanggungan 1,410 9 Kecamatan Larangan 3,480 10 Kecamatan Losari 1,659 11 Kecamatan Paguyangan 1,059 12 Kecamatan Salem 3,288 13 Kecamatan Sirampog 602 14 Kecamatan Songgom 605 15 Kecamatan Tanjung 1,602 16 Kecamatan Tonjong 1,592 17 Kecamatan Wanasari 1,324 Total Populasi 29,896 Sumber: BPS Kabupaten Brebes Tahun 2013 (Diolah) Lampiran 2. Jumlah Responden UMKM di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah No Nama Kecamatan Jumlah Responden UMKM 1 Kecamatan Banjarharjo 21 2 Kecamatan Bantarkawung 12 3 Kecamatan Brebes 24 4 Kecamatan Bulakamba 23 5 Kecamatan Bumiayu 20 6 Kecamatan Jatibarang 17 7 Kecamatan Kersana 16 8 Kecamatan Ketanggungan 18 9 Kecamatan Larangan 20 10 Kecamatan Losari 21 11 Kecamatan Paguyangan 13 12 Kecamatan Salem 29 13 Kecamatan Sirampog 10 14 Kecamatan Songgom 10 15 Kecamatan Tanjung 20 16 Kecamatan Tonjong 20 17 Kecamatan Wanasari 17 Total Responden 311 Sumber: Data Primer 10

Lampiran 3. Jumlah Populasi Lembaga Keuangan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah No Nama Kecamatan Jumlah Populasi Lembaga Keuangan 1 Kecamatan Banjarharjo 15 2 Kecamatan Bantarkawung 7 3 Kecamatan Brebes 64 4 Kecamatan Bulakamba 15 5 Kecamatan Bumiayu 42 6 Kecamatan Jatibarang 24 7 Kecamatan Kersana 8 8 Kecamatan Ketanggungan 22 9 Kecamatan Larangan 12 10 Kecamatan Losari 12 11 Kecamatan Paguyangan 14 12 Kecamatan Salem 6 13 Kecamatan Sirampog 4 14 Kecamatan Songgom 6 15 Kecamatan Tanjung 20 16 Kecamatan Tonjong 10 17 Kecamatan Wanasari 28 Total Populasi 308 Sumber: BPS Kabupaten Brebes Tahun 2013 (Diolah) Lampiran 4. Jumlah Responden Lembaga Keuangan di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah No Nama Kecamatan Jumlah Responden Lembaga Keuangan 1 Kecamatan Banjarharjo 6 2 Kecamatan Bantarkawung 4 3 Kecamatan Brebes 31 4 Kecamatan Bulakamba 4 5 Kecamatan Bumiayu 21 6 Kecamatan Jatibarang 9 7 Kecamatan Kersana 4 8 Kecamatan Ketanggungan 7 9 Kecamatan Larangan 5 10 Kecamatan Losari 2 11 Kecamatan Paguyangan 8 12 Kecamatan Salem 3 13 Kecamatan Sirampog 2 14 Kecamatan Songgom 2 15 Kecamatan Tanjung 6 16 Kecamatan Tonjong 6 17 Kecamatan Wanasari 11 Total Responden 131 Sumber: Data Primer 11

UNIVERSITASS STIKUBANK SEMARANG Lampiran 5. Jenis Usaha Responden UMKM 3,,86% 5,79% 24,76% 19,29% 31,83% Jasaa Dagang Manufaktur Pertanian Peternakan Lainnya 14,47% Lampiran 6. Kepemilikan Asset Oleh UMKM yang Digunakan Sebagai Jaminann 15,76% Memiliki Asset Tidak Memiliki Asset 84,24% 12

UNIVERSITASS STIKUBANK SEMARANG Lampiran 7. Keanggotaan Respondenen UMKM dalam Koperasi 32,80% Anggota Koperasi Bukan Anggota Koperasi 67,20% Lampiran 8. Jenis Perusahaan Lembaga Keuangan 39,81% 2,01% 22,20% 35,98% Bank Umum Konvensional Bank Umum Syariah Bank Perkreditan Rakyat Konvensional Bank Perkreditan Rakyat Syariah Perusahaan Asuransi Perusahaan Dana Pensiun Koperasi Simpan Pinjam Perusahaan Anjak Piutang 13

UNIVERSITASS STIKUBANK SEMARANG Lampiran 9. Sumber Modal Pinjaman Responden UMKM 15,76% Bank Koperasi 33,12% 51,13% Lembaga Keuangan Bukan Bank (Selain Koperasi) Pinjaman Perorangan, Keluarga/Family, dan Pihak Lainnya Lampiran 10. Penjamin Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif UMKM 32,80% 29,58% 37,62% Perorangann Pemerintah/BUMN Perusahaan Swasta Koperasi Lainnya 14

UNIVERSITASS STIKUBANK SEMARANG Lampiran 11. Agunan Pinjaman Berdasarkan Perspektif UMKM 2,57% Uang 43,41% 23,79% Sertifikat Tanah Sertifikat Bangunan 30,23% Surat-Surat Kendaraan Bermotor Lainnya Tanpa Agunann Lampiran 12. Nilai Penjaminan Atas Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif UMKM 23,47% < 100 Juta Rupiah 100-500 Juta Rupiah > 500 Juta Rupiah 76,53% 15

UNIVERSITASS STIKUBANK SEMARANG Lampiran 13. Imbal Jasa Penjaminann Atas Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif UMKM 6,75% Ada Imbal Jasa Tidak Ada Imbal Jasa 93,25% Lampiran 14. Agunan Pinjaman Berdasarkan Perspektif Lembaga Keuangan Uang 12,98% 8,40% Sertifikat Tanah 33,59% 45,04% Sertifikat Bangunan Surat-Surat Kendaraan Bermotor Lainnya Tanpa Agunann 16

UNIVERSITASS STIKUBANK SEMARANG Lampiran 15. Nilai Penjaminan Atas Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif Lembaga Keuangan 6,87% 35,88% 57,25% < 100 Juta Rupiah 100-500 Juta Rupiah > 500 Juta Rupiah Lampiran 16. Imbal Jasa Penjaminan Atas Kredit Usaha Berdasarkan Perspektif Lembaga Keuangan 43,51% 56,49% Ada Imbal Jasaa Tidak Ada Imbal Jasa 17