BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam abad kemajuan teknologi komunikasi modern dewasa ini,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut arti sebenarnya kata Nikah mengandung arti jima (masuknya

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

Oleh : TIM DOSEN SPAI

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. memaparkan bahwa dalam Al-Qur an, perkawinan itu disebut mitsaq

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

Mam MAKALAH ISLAM. Pernikahan Beda Agama Perspektif Undang-Undang Perkawinan

PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh Dr. ABDUL MAJID Harian Pikiran Rakyat

PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM

al-za>wa>j atau ahka>m izwa>j. 1

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrahman, H., 1995, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, cet. ke-2, Jakarta: CV. Akademika Pressindo.

PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN DI INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONST!TUSI

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ISLAM DAN KRISTEN KATOLIK MENGENAI PERKAWINAN ANTAR AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kodrat manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB 5 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan khusus terkait dengan perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

Akibat hukum..., Siti Harwati, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Sunnah Allah, berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam ini,

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

SKRIPSI GUGATAN PERCERAIAN YANG BERAKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN ANTARA ANDRIANI DENGAN OENTORO. (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 441.

Transkripsi:

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh, perkawinan antara pria yang beragama Islam dengan wanita yang beragama Kristen atau sebaliknya seorang pria yang beragama Kristen dengan wanita yang beragama Islam. Masalah perkawinan beda agama bukan merupakan masalah yang mudah untuk dipecahkan begitu saja, karena permasalahan agama dan permasalahan perkawinan adalah masalah yang tidak bisa dipisah-pisahkan begitu saja. Hal ini dikarenakan persoalan perkawinan telah diatur hukumnya oleh masing-masing agama, setiap agama mempunyai aturan yang berbeda mengenai persoalan perkawinan.

Sayuti Thalib dalam bukunya Hukum Kekeluargaan Indonesia mendefinisikan perkawinan merupakan suatu perjanjian suci dalam membentuk keluarga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. 1 Sementara Mahmud Yunus menegaskan, perkawinan ialah akad antara calon mempelai lakilaki dan istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syariat. 2 Yang notabene perkawinan itu sendiri terjadi melalui sebuah proses, yaitu kedua belah pihak saling menyukai dan merasa akan mampu hidup bersama dalam menempuh bahtera rumah tangga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengancara yang ma ruf dan diridhai Allah SWT, namun perkawinan itu sendiri sudah ditetapkan dalam Al-Qur an dan Hadist. Setiap manusia memiliki hak azasi untuk berkeluarga dan melanjutkan keturunan melalui lembaga perkawinan. Setiap manusia juga memiliki kebebasan untuk memilih pasangan hidupnya. Suatu perkawinan idealnya dilandaskan oleh rasa cinta dan kasih sayang antara seorang laki-laki dan perempuan. Dengan dilandaskan rasa cinta dan kasih sayang tersebut diharapkan dapat terbentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat. Budaya perkawinan dan aturan yang berlaku pada suatu masyarakat atau pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. Ia dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, dan keagamaan yang dianut masyarakat yang bersangkutan. 1 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia,( Jakarta: UI Press, Cet. 5, 1986), hal. 47. 2 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, Cet. 12, 1990), hal 1

Permasalahan agama yang menyangkut perkawinan, dapat kita lihat bahwa dalam setiap agama tentunya mempunyai ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah perkawinan, sehingga pada prinsipnya diatur dan tunduk pada ketentuanketentuan dari agama yang dianut oleh pasangan yang akan melangsungkan perkawinan. Permasalahan sosial yang berkaitan dengan perkawinan, adalah merupakan cara pandang masyarakat pada umumnya mengenai pelaksanaan perkawinan, yang akan membawa dampak tertentu pada pasangan yang akan melangsungkan perkawinan dalam lingkungan masyarakatnya. Dari sudut pandang hukum, perkawinan terjadi disebabkan oleh adanya hubungan antar manusia, dari hubungan antar manusia untuk membentuk suatu ikatan pekawinan inilah menyebabkan timbulnya suatu perbuatan hukum. Di Indonesia perbedaan suku bangsa, budaya dan kewarganegaraan antara laki-laki dan perempuan yang akan melangsungkan perkawinan bukanlah masalah. Hukum negara Indonesia tidak melarang perkawinan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda suku bangsa, budaya, dan kewarganegaraan. Menurut Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan dalam bukunya: Hukum Perdata Islam di Indonesia menyatakan bahwa UU Nomor 1/1974 tidak mengenal adanya rukun perkawinan. Tampaknya Undang-Undang Perkawinan

Nomor 1/1974 hanya memuat hal-hal yang berkenaan dengan syarat-syarat perkawinan sebagaimana diatur dalam Bab II pasal 6 dan pasal 7. 3 Berbeda dengan UU Nomor 1/1974, KHI ketika membahas rukun perkawinan tampaknya mengikuti sistematika fiqh yang mengaitkan rukun dan syarat yang dimuat dalam pasal 14. Meskipun KHI menjelaskan lima rukun perkawinan sebagaimana fiqh, ternyata dalam uraian persyaratannya KHI mengikuti UUP yang melihat syarat hanya berkenaan dengan persetujuan kedua calon mempelai dan batasan umur. 4 Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan, bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang- Undang Dasar 1945. Dari hal tersebut dapat disimpulkan, bahwa perkawinan mutlak harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, kalau tidak maka perkawinan itu tidak sah. 5 Dari pasal tersebut dapat ditafsirkan bahwa sepanjang hukum agama masing masing pihak membolehkan terjadinya perkawinan beda agama, maka perkawinan beda agama tidak akan menjadi masalah. Namun jika hukum agama masing masing pihak tidak membolehkan adanya perkawinan beda agama, maka hal 3 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 67. 4 Ibid., hal. 72 5 Wantjik K Shaleh, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982), hal 16

tersebut akan menjadi masalah karena menurut pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 keabsahan suatu perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan masing-masing pihak. Ketentuan ini sejalan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen. Namun kebebasan memilih pasangan hidup tidaklah berlaku mutlak di Indonesia. Salah satu hal yang menjadi masalah di Indonesia adalah perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang berbeda agama. berikut: Agama Islam membedakan hukum Perkawinan beda Agamanya sebagai 1. Perkawinan antar pria Muslim dengan wanita musyrik 2. Perkawinan antar pria Muslim dengan wanita Ahlul Kitab 3. Perkawinan antara seorang wanita Muslimah dengan pria non Muslim 6 Akibat hukum dari perkawinan beda agama di sini adalah apabila perkawinan beda agama terjadi antara perempuan yang beragama Islam dan lakilaki yang tidak beragama Islam, baik musyrik maupun Ahlul Kitab, maka para ulama Imamiyah sebagaimana halnya dengan keempat mazhab lainnya sepakat bahwa wanita Muslimah tidak boleh kawin dengan laki-laki non Muslim baik dari kalangan musyrik dan Ahlul Kitab. 7 Dengan demikian, apabila perkawinan beda agama terjadi antara perempuan yang beragama Islam dan laki- 6 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah,(Jakarta: PT Gunung Agung, 1997), hlm. 4. 7 Muhammad Jawad Mughniyah, Al-Fiqh 'ala al-mazahib al-khamsah, Terj. Masykur AB, et al, "Fiqh Lima Mazhab", (Jakarta: PT Lentera Basritama, 2000), hlm. 336.

laki non Muslim, baik laki-laki tersebut musyrik ataupun Ahlul Kitab, maka ulama fiqh sepakat hukumnya tidak sah. 8 Akan tetapi karena saat ini sangat sulit sekali ditemui wanita Ahli Kitab yang benar-benar Ahli Kitab, maka dapat simpulkan bahwa perkawinan beda agama yang ada saat ini tidak dapat dikatakan sah karena hampir tidak ada wanita Ahli Kitab yang benar-benar berpegang teguh kepada Kitab Taurat dan atau Kitab Injil. Karena kedua Kitab suci tersebut yang ada saat ini bukan Kitab Taurat dan Injil yang asli. Sedangkan bagi wanita muslimah yang menikah dengan pria nonmuslim, baik pria musyrik maupun pria Ahli Kitab tetap dihukumi haram. Agama Kristen Katolik secara tegas menyatakan perkawinan antara seorang katolik dengan penganut agama lain adalah tidak sah, namun Gereja memberikan dispensasi dengan persyaratan yang ditentukan hukum Gereja. Dispensasi dalam realisasinya diberikan oleh uskup setelah memenuhi persyaratan tertentu dan kedua belah pihak membuat perjanjian tertulis. Pertama yang beragama Katolik berjanji akan tetap setia pada iman Katolik, berusaha memandikan dan mendidik anak-anak mereka secara Katolik. Kedua, mereka yang tidak beragama Katolik berjanji menerima perkawinan secara Katolik, tidak akan menceraikan pihak yang 8 Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4,( Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hal. 1409.

beragama Katolik, tidak menghalangi pihak yang beragama Katolik melaksanakan imannya, dan bersedia mendidik anak-anaknya secara Katolik. 9 Agama Kristen Protestan mengajarkan kepada umatnya mencari pasangan hidup yang seagama. Menyadari adanya kehidupan bersama dengan umat lain, maka gereja tidak melarang penganutnya melangsungkan perkawinan dengan orang-orang yang bukan beragama Kristen. Perkawinan beda agama dapat dilangsungkan di gereja menurut hukum Gereja Kristen apabila pihak yang bukan beragama Kristen menyatakan tidak keberatan secara tertulis. Gereja Kristen Indonesia telah mengatur perkawinan beda agama yang bersifat rinci, dengan kesediaan pihak bukan Kristen untuk menikah di Gereja dan anak-anaknya dididik secara Kristen. 10 Namun demikian, yang umum adalah bahwa Gereja Protestan memberi kebebasan kepada penganutnya untuk memilih apakah hanya menikah di KCS atau diberkati di gereja atau mengikuti agama dari calon suami/istrinya. Hal ini disebabkan karena Gereja Protestan umumnya mengakui sahnya perkawinan dilakukan menurut adat ataupun agama mereka yang bukan Protestan. Seperti yang telah di ketahui bahwa di Kota Batu banyak masyarakat yang hidup berdampingan dengan orang yang beragama lain. Hal ini tidak menutup 9 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama (Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No.1/197),(Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal 74. 10 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama (Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No.1/197),(Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986), hal 75.

kemungkinan bahawa ada sebagian kecil masyarakat yang melangsungkan perkawinan Beda Agama. Para elite agama juga mengambil bagian dari perkawinan tersebut karena orang yang melangsungkan perkawinan akan meminta bantuan kepada Para elite agama. Ini sangat menarik diteliti sebaba dengan semakin berangamnya manusia maka perkawinan beda agama sangat mungkin terjadi, tanpa meningalkan agama masing-masing. Juga apakah para elite agama tersebut telah menjalankan ajaran agama masing. A. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah tersebut, maka terdapat rumusan masalah sebagaimana berikut : 1. Bagaimana Perkawinan Beda Agama Menurut elite Agama Islam dan Kristen di Kota Batu dan apa dasar hukum yang di pakai? 2. Bagaimana sikap elite agama Islam dan Kristen terhadapa Perkawinan beda Agama di Kota Batu? B. Tujuan Penelitian 1. Untuk Mengetahui Pendapat para elite Agama Islam di Kota Batu tentang perkawinan beda agama, dan apa yang menjadi dasar hukum dari pendapat para elite Agama tersebut tentang perkawinan beda agama.

2. Mengetahui Pendapat dan sikap para elite Agama terhadap perkawinan beda agama yang terjadi di masyarakat terutama di Kota Batu. C. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan kajian dalam mengambil keputusan menikah bagi kita muslim yang mempunyai pasangan yang berbeda agama. 2. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran hukum Islam yang bisa dimanfaatkan secara langsung dalam hidup dan kehidupan umat muslim secara luas. D. Batasan Masalah Agar kajian ini tidak melebar dan hanya fokus pada suatu permasalahan supaya dapat dipahami secara baik dan benar, maka peneliti membatasi hanya pada pendapat para elite agama di Kota Batu tentang perkawinan Beda agama, menurut masing masing elite agama tersebut. E. Penelitian Terdahulu Penelitian yang pertama dilakukan oleh saudara Nanang Yakub Yuasa (2006) dengan judul Akibat yuridis perkawinan antar agama menurut Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam. Fenomena perkawinan antar agama adalah sebuah masalah klasik yang perdebatannya seputar tentang keabsahan perkawinannya. Dalam Al-Qur an sendiri telah diterangkan mengenai perkawinan antar agama, begitu juga dengan KHI yang merupakan hukum positif dengan tegas melarang adanya perkawinan antar agama. Semua agama juga tidak

menghendaki umatnya untuk melakukan perkawinan dengan pemeluk agama lain. Akan tetapi sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup berdampingan dan selalu berinteraksi dengan manusia lainnya sehingga terjadi suatu proses perkawinan antar agama. Dengan latar belakang demikian, penelitian ini lebih ditekankan pada perkawinan beda agama serta akibat yuridisnya yang ditinjau dari sudut fiqh dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan hukum Islam positif yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Content Analysis yaitu mencoba untuk meneliti tentang akibat yuridis dari perkawinan antar agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat yuridis dan dampak hukum dari perkawinan antar agama. Dari dua penelitian diatas terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang. Penelitian yang pertama memaparkan akibat yuridis dari perkawinan beda agama, sedangkan yang sekarang lebih memaparkan komparasi antara perkawian beda agama, antara Islam dan Kristen. Skripsi yang disusun oleh Zakiyah Alatas (Nim 005255 Universitas Diponegoro Semarang) berjudul Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Di Kabupaten Semarang. Dengan rumusan masalah Bagaimana sahnya perkawinan beda agama ditinjau dari Undang- UndangNo. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?, Bagaimanakah prosedur perkawinan beda agama di Kabupaten Semarang?, dan Upaya hukum apa yang bisa dilakukan oleh calon pasangan perkawinan beda agama, apabila kantor catatan sipil menolak pencatatannya?. Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu data yang

diperoleh dengan berpedoman pada segi yuridis dan berpedoman pada segi empiris yang dipergunakan sebagai alat bantu. Dalam skripsinya mempunyai kesimpulan bahwa Pelaksanaan perkawinan beda agama di Kabupaten Semarang, dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang, untuk melangsungkan penikahan beda agama dan pencatatannya, mengenai proses perijinan dan pencatatan perkawinan beda agama, disertai dengan penetapan pengadilan mengenai dapat dilangsungkannya perkawinan beda agama. Dengan demikian maka, pelaksanaan perkawinan beda agama di Kabupaten Semarang, dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang, untuk melangsungkan penikahan beda agama dan pencatatannya. F. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika skripsi yang terdiri dari: Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penelitian terdahulu, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini menjadi penting karena merupakan gerbang untuk memahami bab-bab selanjutnya. Bab kedua membahas tentang sekilas tentang perkawinan beda agama yang meliputi kajian tentang pengertian nikah beda agama dan dasar hukumnya, antara lain agama Islam dan Kristen yang ada.

Bab ketiga menjelaskan metode penelitian yang di gunakan, mengenai lokasi penelitian, jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data. Bab Keempat merupakan pengurainan data-data mengenai perkawinan beda agama oleh para elite agama Islam dan Kristen di kota Batu yang telah di peroleh. Bab kelima yakni penutup yang meliputi kesimpulan, saran, dan lampiran lampiran.