Perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intra Vena dengan Terapi Besi Oral pada. Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan

dokumen-dokumen yang mirip
Perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. 2012, angka kematian ibu di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 359 per

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN ANEMIA DI PUSKESMAS PANARUNG KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2015

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara

BAB 4 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimental dengan rancangan pre and post

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN. Anemia gizi besi pada ibu hamil masih merupakan salah satu masalah

b) Anemia Megaloblastik Megaloblastik dalam kehamilan disebabakan karena defisiensi asam folik c) Anemia Hipoplastik

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki Angka Kematian Ibu (AKI) yang. tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting. dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat.

TINJAUAN PUSTAKA. a. Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. hemoglobin dalam sirkulasi darah. Anemia juga dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. Ketidak cukupan asupan makanan, misalnya karena mual dan muntah atau kurang

BAB I PENDAHULUAN. membawa oksigen ke berbagai organ tubuh. trimester III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II.

BAB I PENDAHULUAN. dan untuk memproduksi ASI bagi bayi yang akan dilahirkannya (Francin, 2005).

Hiperemesis Gravidarum. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu hamil merupakan penentu generasi mendatang, selama periode kehamilan ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. apabila seorang ibu hamil dapat mengatur makanan yang dikonsumsinya. secara sempurna. Kehamilan yang sehat dapat diwujudkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Anemia defisiensi besi (ADB) masih menjadi. permasalahan kesehatan saat ini dan merupakan jenis

STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET BESI DI POLINDES BENDUNG JETIS MOJOKERTO.

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

HUBUNGAN ANTARA STATUS ANEMIA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HALMAHERA, SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. negara lainnya di dunia hampir sama yaitu akibat. pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%).

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia. Pertama, kurang energi dan protein yang. kondisinya biasa disebut gizi kurang atau gizi buruk.

KONSELING ZAT BESI TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI BPS NY. E SUMUR PANGGANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Langkah I : Pengumpulan/penyajian data dasar secara lengkap

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III RESUME KEPERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah di bidang

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak rumah sakit sehingga dapat melakukan. 3. Sebagai bahan masukan atau sebagai sumber informasi yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan Indonesia sehat 2010 adalah menerapkan pembangunan nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan gizi antara lain anemia. Anemia pada kehamilan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/ PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV PEMBAHASAN. dilakukan asuhan kebidanan pada Ny. N di Puskesmas Kedungwuni I mulai dari

LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Sebagai persyaratan tugas akhir mahasiswi Program D-IV Bidan Pendidik pada

Jangan buang waktu, tenaga dan biaya anda sia-sia. Solusi mencari KTI Kebidanan tercepat dan terlengkap di internet hanya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. vitamin B12, yang kesemuanya berasal pada asupan yang tidak adekuat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA SELAMA KEHAMILAN

Dr. Indra G. Munthe, SpOG DEPARTMENT OF OBSTETRICS AND GYNECOLOGY

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. repository.unimus.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisik maupun mental, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan. perkembangan janin dalam kandungannya (Pinem, 2009).

Universitas Riau Telp. (0761) 31162, Fax (859258)

MAKALAH GIZI ZAT BESI

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan salah satu masa penting di dalam kehidupan. seorang wanita, selama kehamilan akan terjadi proses alamiah berupa

Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

EVALUASI PENGGUNAAN TOKOLITIK PADA PASIEN DENGAN RISIKO KELAHIRAN PREMATUR DI TIGA RUMAH SAKIT DI YOGYAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. dibawah 11 gr% (Saifuddin, 2001), sedangkan menurut Royston (1993) anemia

KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DAN III DI BPS. NY. K KOTA MOJOKERTO Oleh: DEFIRA AYU RAHAYU

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. hidup, dan Singapura 6 per kelahiran hidup. 1 Berdasarkan SDKI. tetapi penurunan tersebut masih sangat lambat.

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Menurut Depkes RI (2005), menyatakan salah satu faktor baik sebelum dan saat hamil yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intra Vena dengan Terapi Besi Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan Purba R, Kampono N, Handaya, Moegni E Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta Abstrak Tujuan : Mengetahui efektivitas terapi besi intra vena sebagai terapi anemia defisiensi besi dalam kehamilan. Tempat : Bagian Kebidanan dan Kandungan Universitas Indonesia, RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan Jakarta. Rancangan penelitian : Uji klinis cara random tanpa tersamar. Metode : Penelitian dilakukan selama kurun waktu November 2004 hingga Maret 2006 terhadap 21 pasien dengan usia gestasi 14-36 minggu yang didiagnosis sebagai anemia defisiensi besi. Dilakukan randomisasi secara blok sehingga terdapat dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang mendapat terapi besi oral sulfas ferosus 3 x 300 mg selama 30 hari dan kelompok kedua mendapat terapi besi intra vena iron sucrose. Penilaian hasil pengobatan dilakukan satu bulan setelah terapi dimulai dengan pemeriksaan Hb, Retikulosit dan Feritin. Dilakukan pula penilaian efek samping dan kepatuhan pasien. Data dikumpulkan, ditabulasi dan dilakukan analisa statistik dengan uji t tidak berpasangan dan uji Mann Withney. Hasil : Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok pasien yang mendapat terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl ± 0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb

yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl ± 0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb 2.2 gr/dl. Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan yang bermakna secara statistik ( p = 0.041 ) didapatkan pada perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral adalah 29.71 ug/l±18.37 ug/l, sedangkan nilai Feritin pada kelompok iron sucrose sebesar 68.21 ug/l±55.69 ug/l. Kesimpulan : Iron sucrose merupakan terapi alternatif untuk anemia defisiensi besi dalam kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan besi tubuh dengan cepat tanpa efek samping yang serius. Kata kunci : Anemia defisiensi besi, iron sucrose, sulfas ferosus.

Perbandingan Efektivitas Terapi Besi Intra Vena dengan Terapi Besi Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan Purba R, Kampono N, Handaya, Moegni E Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta PENDAHULUAN Defisiensi besi adalah masalah defisiensi nutrisi yang terbanyak dan merupakan penyebab anemia terbesar di dalam kehamilan. Sebesar 20 % populasi dunia diketahui menderita defisiensi besi dan 50 % dari individu yang menderita defisiensi besi ini berlanjut menjadi anemia defisiensi besi. 1 Populasi yang terbesar menderita anemia defisiensi besi ini adalah wanita usia reproduksi, terutama saat kehamilan dan persalinan. Data dari WHO memperkirakan bahwa 58 % wanita hamil di negara sedang berkembang menderita anemia. 1 Sedangkan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia tahun 1995 persentase ibu hamil dengan anemia mencapai 51.3 %. 2 Kehamilan merupakan keadaan yang meningkatkan kebutuhan ibu terhadap besi untuk memenuhi kebutuhan fetal, plasenta dan penambahan massa eritrosit selama kehamilan. 3 Simpanan besi yang tidak mencukupi sebelum kehamilan akibat asupan besi yang tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi besi dalam kehamilan. Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan dampak yang membahayakan ibu dan janin. Bila terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya persalinan prematur, pertumbuhan janin terhambat yang dapat mengakibatkan penyakit

kardiovaskuler pada saat dewasa, dan dapat mempengaruhi vaskularisasi plasenta dengan mengganggu angiogenesis pada kehamilan muda. 1,4,5 Untuk menghindari terjadinya akibat yang tidak diinginkan tersebut perlu penatalaksanaan yang adekuat untuk menangani anemia defisiensi besi ini. Tujuan penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah untuk menaikkan nilai hemoglobin dan mencukupi simpanan besi tubuh. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian tablet besi oral selama kehamilan. Tetapi sebanyak 10 hingga 20 % pasien tidak dapat menoleransi preparat oral besi atau bila waktu yang diperlukan untuk mencapai target Hb cukup singkat maka penggunaan preparat besi oral menjadi tidak efektif, sehingga terjadi keadaan-keadaan yang mengharuskan pasien mendapatkan transfusi darah. Sedangkan transfusi darah tersebut mempunyai resiko-resiko yang tidak ringan seperti tertular infeksi HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C. Infeksi Hepatitis C yang berkaitan dengan transfusi ini berperan menyebabkan kematian pada 3000 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat. Karena itu dapat dipertimbangkan penggunaan peparat besi intra vena yaitu iron sucrose. 6 Iron sucrose secara cepat menghantarkan besi kepada protein pengikat besi endogen (transferin, feritin) dan membuatnya tersedia pada sistem retikuloendotelial pada hepar, limpa dan sumsum tulang untuk proses eritropoisesis serta mempunyai resiko yang minimal untuk reaksi alergi. 7 Pemberian besi oral dalam jangka waktu lama sering kali tidak dapat diterima dengan baik sehingga menjadikan tingkat kepatuhan pasien yang rendah. Masalah waktu juga merupakan pertimbangan dalam mengobati anemia defisiensi besi dalam kehamilan. Untuk menghindari transfusi darah pada pasien yang menderita anemia defisiensi besi yang akan menjalani proses persalinan dapat diberikan preparat besi intra vena. Untuk itu perlu diuji efektivitas terapi besi intra vena sebagai terapi alternatif anemia defisiensi besi dalam kehamilan.

BAHAN DAN CARA KERJA Penelitian ini dirancang sebagai uji klinis cara random tanpa tersamar. Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik dan IGD Obstetri dan Ginekologi RSUPNCM dan RS Budi Kemuliaan mulai bulan November 2004 hingga Maret 2006. Populasi target adalah wanita hamil normal dengan usia gestasi antara 14 minggu hingga 36 minggu yang menderita anemia defisiensi besi. Populasi terjangkau adalah wanita hamil dengan usia gestasi antara 14 minggu hingga 36 minggu yang menderita anemia defisiensi besi yang datang ke IGD atau Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan pada bulan November 2004 hingga Maret 2006 yang memenuhi kriteria inklusi yaitu wanita hamil normal usia gestasi 14 hingga 36 minggu, menderita anemia defisiensi besi dengan nilai feritin < 30 ug/l, Nilai Hb 7 hingga 10,5 gram / dl, tidak mempunyai riwayat reaksi hipersensitivitas terhadap preparat besi, tidak menderita penyakit berat yang melibatkan organ hati, jantung dan ginjal, tidak sedang menderita infeksi berat yaitu suhu badan > 38 C dan nilai lekosit > 18.000/uL, kehamilan dengan janin tunggal, tidak mempunyai kelainan darah yang telah diketahui sebelumnya, tidak sedang mengalami perdarahan, tidak sedang mendapat preparat besi intra vena dalam 20 hari sebelumnya, tidak sedang mengikuti penelitian lain mengenai obat lain dalam jangka 1 bulan sebelumnya, tidak mempunyai riwayat asma, eksim atau atopi lain dan bersedia mengikuti alur penelitian. Pada pasien yang memenuhi persyaratan dilakukan randomisasi blok untuk menentukan pada pasien mana akan diberikan preparat besi intra vena atau besi oral. Jumlah sampel dihitung berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Bayoumeu 8 yang membandingkan terapi iron sucrose dengan terapi besi sulfat pada anemia dalam

kehamilan pada 50 orang pasien. Dengan kemungkinan drop out 10 % maka besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 50 orang pada masing-masing kelompok. Kriteria pengeluaran pada penelitian ini adalah apabila pasien tidak mengikuti alur penelitian ini hingga selesai. Selain itu apabila terdapat reaksi hipersensitivitas terhadap preparat besi yang digunakan, atau terjadi perdarahan saat terapi berlangsung, atau pasien menderita preeklamsia berat maka pasien dikeluarkan dari penelitian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa perdarahan pervaginam, perdarahan saluran cerna atau karena sebab lain. Wanita hamil dengan usia gestasi antara 14 hingga 36 minggu dengan hasil Hb antara 7 sampai 10.5 gram / dl dilakukan pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk menegakkan adanya defisiensi besi dan pemeriksaan CRP untuk menyingkirkan adanya reaksi inflamasi yang dapat menyebabkan nilai feritin tidak dapat dipercaya. Selanjutnya dilakukan penyuluhan tentang anemia defisiensi besi dan akibatnya terhadap kehamilan. Diberi penjelasan tentang preparat besi intra vena dan besi oral serta penjelasan tentang rencana penelitian dan diminta untuk melakukan persetujuan tertulis. Selanjutnya dilakukan pencatatan semua data dan pemeriksaan fisik umum dan obstetri yang diperlukan pada formulir yang telah disediakan dan apabila memenuhi kriteria diberi nomor kode penelitian. Setiap pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi diberikan daftar menu yang sesuai dengan menu gizi yang seimbang sesuai untuk ibu hamil untuk memastikan masalah makanan tidak mempengaruhi hasil penelitian. Setelah itu dilakukan randomisasi untuk mengetahui obat yang akan diberikan. Pada pasien yang akan mendapatkan terapi besi intra vena dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.

Dilakukan penghitungan total defisit besi dengan formula sebagai berikut: Total defisit besi (mg) = berat badan ( kg) x (target Hb-Hb saat ini) (gr/dl) x 0.24 + depot besi ( mg ). Angka 0.24 adalah faktor yaitu 0.0034 x0.07 x1000 (jumlah besi dalam hemoglobin 0.34%; volume darah 7 % dari berat badan; faktor 1000 adalah konversi gram menjadi mg). Depot besi dihitung sebesar 500 mg. Target Hb yang digunakan adalah 11 gram/dl. Preparat besi intra vena yang diberikan adalah iron sucrose dengan merk dagang Venofer. Sebelum dilakukan penyuntikan dilakukan pemeriksaan tanda vital terlebih dahulu. Cara pemberian adalah dengan melakukan dosis tes terlebih dahulu dengan pemberian suntikan iron sucrose 20 mg (1 cc) secara perlahan selama 1 hingga 2 menit. Jika selama 15 menit tidak terdapat efek samping maka pemberian dapat dilanjutkan. Venofer diberikan dalam dosis tunggal 100 mg, 2-3 kali seminggu, hingga dosis total defisit besi terpenuhi, selama kurang dari 30 hari. Setelah injeksi, angkat lengan pasien dan berikan tekanan pada sisi suntikan selama 5 menit untuk mengurangi resiko kebocoran paravena. Bila terjadi kebocoran paravena dilakukan pembilasan dengan sedikit cairan NaCl 0.9%. Fasilitas untuk melakukan resusitasi jantung paru dan obat-obatan untuk menghadapi reaksi anafilaktik atau alergi serta bila terjadi episode hipotensi harus sudah tersedia. Setelah pemberian suntikan dilakukan pengukuran tanda vital pasien dan pengisian formulir untuk menilai keluhan subjektif pasien dan efek samping yang terjadi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pengisian formulir mengenai keluhan subjektif pasien akan dilakukan bukan oleh peneliti untuk menghindari adanya subjektivitas.

Sedangkan pada kelompok kedua, pasien diberikan preparat besi sulfas ferosus 300 mg setengah jam setelah makan tiga kali sehari. Pasien diberi penjelasan untuk tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang dapat menghambat absorbsi besi seperti teh dan kopi. Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap, retikulosit, dan pemeriksaan serum feritin 30 hari setelah pengobatan dimulai pada pasien pasien dengan pemberian iron sucrose intra vena. Setiap pemberian suntikan dilakukan pengisian formulir yang mencantumkan keluhan pasien dan efek samping yang terjadi dan kepatuhan pasien untuk mengikuti pengobatan. Pada pasien yang mendapat terapi besi oral dilakukan pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap, retikulosit dan pemeriksaan serum feritin setelah 30 hari pengobatan. Dilakukan pula pencatatan keluhan subjektif pasien, efek samping gastrointestinal yang ada dan kepatuhan pasien dari jumlah preparat besi yang tersisa. Pengisian formulir keluhan pasien dan efek samping yang terjadi dilakukan bukan oleh peneliti untuk menghindari subjektivitas. Bila pasien tidak datang pada waktu yang ditentukan dilakukan kunjungan rumah oleh petugas yang ditunjuk. Cara pengolahan dan analisis data dengan memasukkan data ke dalam disket komputer dan dilakukan uji statistik. Perbandingan nilai feritin pasien yang mendapat terapi besi oral dan nilai feritin pasien yang mendapat terapi besi intravena dilakukan dengan uji T test tidak berpasangan, bila tidak memenuhi syarat digunakan uji Mann Whitney.. Perbandingan peningkatan nilai Hb pasien yang mendapat terapi besi oral dan peningkatan nilai Hb pasien yang mendapat terapi besi intravena dilakukan dengan T

test tidak berpasangan dan bila tidak memenuhi syarat akan digunakan uji Mann Withney. HASIL Penelitian ini berlangsung selama kurun waktu 18 bulan, yaitu sejak November 2004 hingga Maret 2006. Didapatkan 21 pasien dalam kehamilan trimester dua dan tiga yang menderita anemia defisiensi besi dan mengikuti alur penelitian ini hingga selesai. Sebagian besar pasien yang mengikuti penelitian ini berada pada rentang usia 20 hingga 35 tahun ( 76.19 % ) dengan usia rata-rata pada kelompok yang diberikan terapi oral sulfas ferosus adalah 28 tahun, sedangkan kelompok yang diberi terapi intra vena iron sucrose adalah 31 tahun. Sebesar 71, 43 % pasien merupakan kelompok multigravida, dan sebesar 80,91 % sudah berada pada trimester tiga kehamilan. Dari perhitungan indeks masa tubuh pasien yang mengikuti penelitian ini berada pada kategori berat badan yang normal ( IMT 18.5-23 ) yaitu sebesar 33.3 %, dan yang berada pada kategori berat badan yang kurang dari normal ( IMT < 18.5 ) hanya sebesar 4.76%. Tabel 1. Sebaran Karakteristik Pasien Ciri Jumlah Persentase ( %) Umur ( tahun ) <20 th 2 9.52 20-35 th 16 76.19 > 35 th 3 14.29 Pendidikan SD 1 4.76 SLTP 6 28.57 SLTA 9 42.86

PT 5 23.81 Pekerjaan Ibu rumah tangga 15 71.43 Karyawan 2 9.52 Pedagang 2 9.52 Perawat 1 4.76 Dokter 1 4.76 Gravida Primigravida 6 28.57 Multigravida 15 71.43 Usia gestasi saat inklusi ( minggu) = 28 minggu 4 19.05 > 28 minggu 17 80.95 IMT Underweight ( < 18.5 ) 1 4.76 Normoweigt (18.5-7 33.3 23) Overweight ( > 23 ) 13 61.9 Pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan randomisasi blok dan dilakukan pembagian menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang mendapat terapi oral sebanyak 9 pasien dan kelompok kedua yang mendapat terapi iron sucrose intra vena sebanyak 12 orang. Tabel berikut ini menunjukkan perbandingan kedua kelompok terapi pada penelitian ini dan kesetaraannya secara statistik.

Tabel 2. Kesetaraan Karakteristik Demografik Pasien* L. Karakteristik demografik Umur Kelompok Oral IV P < 31 thn 7 6 0,367 31 + thn 2 6 Pendidikan SD/SLP 4 3 0,397 SLA/AKAD/PT 5 9 Pekerjaan Bekerja 1 5 0,178 IRT 8 7 Suku Jawa/Sunda 3 6 0,660 Lain 6 6 Asal RS 7 11 0,553 Puskesmas 2 1 *Dilakukan uji mutlak Fisher Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan karakteristik demografik yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, suku maupun tempat asal pasien berobat setara antara kedua kelompok.

Tabel 3. Nilai Mean dan SD Data Awal Kedua Kelompok dan Kesetaraannya Variabel awal Oral (n=9) IV (n=12) Mean SD Mean SD P Umur 27,67 5,12 31,17 7,69 0,253 Usia gestasi 30,78 3,56 32,25 3,25 0,336 Gravida *) 2,22 0,83 3,08 1,88 0,382 Berat badan 56,11 9,11 64,17 10,87 0,088 Tinggi badan 157,56 3,47 155,50 4,48 0,268 Indeks masa tubuh 24,44 4,0735 25,18 5,15 0,726 Hemoglobin 9,84 0,88 8,81 0,69 0,007 Hematokrit 30,02 2,28 27,53 2,07 0,017 Feritin *) 15,66 8,77 8,42 6,02 0,034 MCV 82,64 6,84 74,63 11,58 0,081 MCH 27,99 3,20 24,20 4,36 0,041 MCHC 33,07 1,85 32,33 1,49 0,326 CRP *) 4,29 1,74 7,33 7,34 0,862 Retikulosit *) 1,54 0,38 1,43 0,39 0,508 Albumin 3,40 0,20 3,21 0,23 0,061 Ket: *) Uji Mann Withney Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil randomisasi yang dilakukan tidak terdapat perbedaan umur, usia gestasi, indeks massa tubuh, pemeriksaan retikulosit dan albumin pada kedua kelompok. Tetapi pada perbandingan kadar Hb dari kedua kelompok

didapatkan perbedaan di mana Hb awal pada kelompok iron sucrose lebih rendah dibandingkan dengan kelompok oral. Selain itu didapatkan pula perbedaan rata-rata nilai feritin kedua kelompok, di mana feritin pada kelompok oral lebih tinggi pada awalnya dibandingkan dengan kelompok iron sucrose. Penilaian hasil terapi dilakukan pada hari ke 30 setelah terapi dimulai. Kelompok yang mendapat terapi oral diberi Sulfas ferosus 300 mg, dengan dosis tiga kali sehari selama 30 hari. Sedangkan kelompok yang mendapat terapi iron sucrose disuntik 2-3 kali seminggu sesuai dosis yang dihitung berdasarkan rumus. Rata-rata setiap pasien menghabiskan 500 mg hingga 560 mg iron sucrose, sehingga pengobatan untuk kelompok yang dilakukan terapi iron sucrose sudah selesai dalam dua minggu, namun penilaian hasil terapi tetap dilakukan pada hari ke 30. Tabel 4. Perbandingan Data Laboratorium Pasien Setelah Terapi Variabel akhir Oral (n=9) IV (n=12) Mean SD Mean SD P Hemoglobin akhir 10,90 1,52 10,40 0,83 0,349 Retikulosit akhir *) 1,36 0,67 2,10 2,75 0,651 Feritin akhir *) 29,71 18,37 68,21 55,69 0,041 CRP akhir *) 4,30 2,78 5,76 4,23 0,651 Perubahan kadar HB *) 1,06 0,85 1,60 0,92 0,382 Perubahan feritin *) 14,06 18,91 59,79 50,31 0,012 Ket: *) Uji Mann Withney Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok pasien yang mendapat terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl ±0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb

yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl ± 0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb 2.2 gr/dl Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan yang bermakna secara statistik ( p = 0.041 ) didapatkan pada perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral adalah 29.71 ug/l±18.37 ug/l, sedangkan nilai feritin pada kelompok iron sucrose sebesar 68.21 ug/l ±55.69 ug/l. Keluhan yang terbanyak pada kelompok iron sucrose adalah keluhan nyeri pada daerah suntikan yang ditemukan pada 75 % pasien. Selain itu terdapat pula keluhan nyeri kepala pada 16.67 % pasien dan rasa metal pada mulut sebanyak 16.67 % pasien. Reaksi alergi maupun reaksi anafilaktik tidak didapatkan pada penelitian ini. Pada 25 % pasien tidak didapatkan keluhan apapun. Seluruh pasien yang mendapatkan terapi iron sucrose mengikuti jenis terapi ini hingga selesai. Tabel 5. Efek samping setelah terapi Iron Sucrose Jumlah pasien Persentase (%) Nyeri pada daerah suntikan 9 75 Nyeri Kepala 2 16.6 Rasa Metal pada mulut 2 16.6 Gangguan saluran cerna 0 0 Hipotensi 0 0 Reaksi alergi 0 0 Reaksi anafilaktik 0 0 Tidak ada keluhan 3 25

Sedangkan pada terapi besi oral terdapat keluhan terutama pada saluran cerna yaitu keluhan mual pada 33.33 %, keluhan muntah pada 11.1 % pasien dan keluhan nyeri ulu hati pada 11.1 % pasien. Tidak ada satu orang pasien pun yang dapat menghabiskan seluruh terapi oral yang diberikan, dan terdapat 1 orang pasien yang hanya meminum 2 tablet saja karena keluhan muntah-muntah hebat setelah mendapat terapi. Tabel 6. Efek samping setelah terapi besi oral Jumlah pasien Persentase ( %) Mual 3 33.3 Muntah 1 11.1 Nyeri ulu hati 1 11.1 Reaksi alergi 0 0 Tidak ada keluhan 4 44.4 DISKUSI Anemia defisiensi besi dalam kehamilan merupakan keadaan yang sering ditemukan dan dapat menimbulkan komplikasi yang cukup serius dan harus ditangani dengan baik. Pada penelitian ini, seperti pada penelitian oleh Bayomeu dkk 8 tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada peningkatan Hb pasien setelah terapi, tetapi terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai Feritin kedua kelompok. Hal ini menunjukkan simpanan besi pasien dikembalikan dengan lebih cepat pada pasien yang mendapat terapi iron sucrose dibandingkan dengan terapi besi oral. Berbeda dengan penelitian oleh Al-Momen 9 dkk dan Al RA dkk 10 dkk yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan peningkatan Hb yang bermakna pada kedua kelompok. Perbedaan hasil ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti dosis obat yang diberikan, rumus

yang digunakan : target Hb dan koefisien, berat badan pasien, waktu pemberian, waktu evaluasi, jenis obat oral yang digunakan, dan jumlah sample yang masih sedikit. Dosis Obat dan Waktu Pemberian Perbedaan hasil yang dicapai pada penelitian ini dengan penelitian oleh Al- Momen 9 kemungkinan disebabkan oleh perhitungan dosis obat yang diberikan lebih besar daripada yang diberikan pada penelitian ini maupun pada penelitian Bayomeu dkk 8. Al Momen dkk 9 menggunakan target Hb 13 gr/dl dan faktor yang digunakan pada rumus adalah 0.3, sedangkan pada penelitian ini digunakan target Hb 11 gr/dl dengan faktor 0.24 sesuai rumus yang telah dipublikasikan oleh farmasi. 11 Pada studi oleh Al Momen dkk 9 ini penelitian dilakukan pada 111 pasien dengan anemia defisiensi besi dalam kehamilan yang dibagi menjadi dua kelompok. Pemberian iron sucrose dilakukan dengan dosis 200 mg iron sucrose dalam 100 cc NaCl 0.9 % selama 1 jam setiap 1 sampai 3 hari. Kebanyakan pasien menerima terapi setiap hari. Nilai Hb yang dicapai oleh kelompok yang diberikan iron sucrose adalah 12.8 gr/dl dalam waktu 7 minggu, sedangkan pada kelompok oral nilai Hb adalah 11.4 gr/dl dalam waktu 14.9 minggu. Penelitian oleh Al RA dkk 10 menggunakan dosis obat yang sama dengan penelitian ini dan penelitian oleh Bayomeu dkk 8. Penelitian dilakukan pada 90 pasien dengan anemia defisiensi besi dalam kehamilan dengan pemberian iron sucrose perinfus dengan dosis maksimal pemberian 200 mg dalam 100 cc NaCl 0.9 % selama 20 sampai 30 menit. Sedangkan pada kelompok kontrol diberikan besi oral berupa kompleks polimaltosa. Terdapat perbedaan peningkatan Hb dan Feritin yang bermakna antara kedua kelompok dimana pada kelompok yang mendapatkan iron sucrose mencapai hasil yang lebih tinggi. Pada studi oleh Al RA dkk 10 perhitungan dosis menggunakan rumus yang sama dengan penelitian ini dengan target Hb dan koefisien yang sama. Tetapi dosis yang diberikan lebih besar yaitu antara 500 hingga 900 mg dengan nilai median 600mg.

Sedangkan pada penelitian ini dosis obat yang diberikan berkisar antara 500 hingga 560 mg, perbedaan ini kemungkinan karena perbedaan berat badan pasien yang mengikuti penelitian dan pembulatan yang dilakukan oleh Al RA dkk 10 hingga kelipatan 100 yang terdekat. Pada penelitian oleh Bayomeu dkk 8 yang menjadi pertimbangan adalah indeks masa tubuh pasien, di mana pasien dengan berat badan berlebih justru kebanyakan tidak mencapai target Hb yang ditentukan, karena perhitungan dosis yang diberikan berdasarkan berat badan pasien sebelum hamil. Sama dengan penelitian ini dan penelitian Al RA dkk 10, berat badan yang digunakan adalah berat badan sebelum pasien hamil. Sedangkan pada penelitian oleh Al Momen dkk 9 dilakukan perhitungan berat badan pada saat inklusi. Perbedaan ini menjadikan dosis obat yang diberikan menjadi berbeda dan pada penelitian oleh Al Momen dkk 9 dosis obat yang diberikan menjadi lebih besar. Pada studi oleh Permesuyk dkk 7 dengan dosis rata-rata 1000 mg ( 400 hingga 1600 mg) selama rata-rata 25 hari ( 8-29 hari ) didapatkan peningkatan Hb 1.5 gr / dl dan pada masa nifas didapatkan peningkatan Hb 3.2 gr/dl selama 14 hari. Waktu Evaluasi Pada penelitian ini pasien dievaluasi pada hari ke 30 setelah pemberian obat pertama. Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok pasien yang mendapat terapi iron sucrose adalah 1.6 gr/dl ± 0.92 gr/dl, dengan nilai maksimum peningkatan Hb yang dicapai adalah 3.8 gr/dl. Sedangkan peningkatan nilai Hb pada kelompok yang mendapat terapi oral adalah 1 gr/dl ±0.85 gr/dl dengan nilai maksimum peningkatan Hb 2.2 gr/dl Perbandingan kedua kelompok ini secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna.

Perbedaan yang bermakna secara statistik ( p = 0.041 ) didapatkan pada perbandingan nilai feritin akhir, di mana nilai feritin akhir pada kelompok oral adalah 29.71 ug/l ±18.37 ug/l, sedangkan nilai feritin pada kelompok iron sucrose sebesar 68.21 ug/l ± 55.69 ug/l. Sedangkan pada penelitian oleh Bayomeu dkk 8 evaluasi Hb dilakukan setiap minggu hingga minggu ke empat. Penilaian Hb setiap minggu cukup sulit dalam pelaksanaannya karena pasien pada umumnya keberatan dengan kunjungan yang lebih sering dan pengambilan darah setiap minggu. Karena itu pada penelitian ini dilakukan penilaian hanya pada akhir terapi. Pada penelitian oleh Bayomeu dkk 8 pada setiap minggu dilakukan perhitungan perbedaan kenaikan Hb yang terjadi antara kedua kelompok dan tidak didapatkan hasil yang bermakna. Peningkatan rata-rata nilai Hb pada minggu ke empat dengan terapi iron sucrose adalah 1.5 gr/dl, sama dengan pada penelitian ini. Pada penelitian oleh Al RA dkk 10 evaluasi Hb dan Feritin dilakukan pada hari ke 14 dan 28 setelah terapi diberikan. Peningkatan Hb yang dicapai pada minggu ke empat setelah terapi adalah sebesar 1.2 gr/dl. Hal ini lebih rendah dari pada peningkatan Hb yang dicapai pada penelitian ini yaitu rata-rata 1.6 gr/dl. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena jumlah pasien pada penelitian Al RA dkk jauh lebih banyak yaitu 90 orang, sedangkan pada penelitian ini hanya 21 orang. Perbandingan Pemberian Preparat Besi Oral Pemberian preparat besi oral pada penelitian ini sama dengan pada penelitian Al Momen dkk 9 dan Bayomeu dkk 8 yaitu dengan menggunakan Sulfas ferosus dengan dosis 3 kali 300 mg ( setara dengan 180 elemental iron ). Sedangkan pada penelitian oleh Bayomeu dkk 8 diberikan juga sulfas ferosus dengan merk Tardyferon dengan dosis 3 kali

80 mg elemental iron. Peningkatan Hb yang terjadi dengan pemberian oral pada penelitian ini adalah 1 gr/dl sedangkan pada penelitian Bayomeu dkk 8 peningkatan yang terjadi 1.3 gr/dl. Peningkatan Hb pada pasien yang diberi terapi besi oral pada penelitian Al Momen dkk 9 dinilai pada mingu ke empat belas dengan nilai rata-rata 11.1 gr/dl. Respon terapi pada pemberian besi oral bergantung pada beberapa faktor. Kebiasaan makan pasien sangat berpengaruh karena efek penghambat absorbsi besi oleh makanan-makanan tertentu dapat mempengaruhi respon terapi. Peningkatan penyerapan besi dapat dilakukan dengan pemberian asam ascorbat. Pada preparat oral yang diberikan oleh Bayomeu dkk 8 yaitu Tardyferon juga mengandung asam ascorbat, hal ini dapat menerangkan terjadinya peningkatan nilai Hb yang sangat baik pada penelitian ini. Pada penelitian ini pemberian preparat besi tidak dilakukan bersamaan dengan pemberian asam ascorbat, tetapi pasien dianjurkan untuk tidak meminum teh atau kopi yang dapat mengahalangi penyerapan besi. Dan untuk mengurangi keluhan gastrointestinal, pasien dianjurkan untuk meminum obatnya ½ jam setelah makan. Pada penelitian oleh Al RA dkk 10 preparat besi yang digunakan adalah kompleks besi polimaltosa dengan jumlah elemental iron 300 mg. Rata-rata peningkatan Hb yang terjadi setelah minggu ke empat adalah 0.6 gr/dl, nilai ini lebih rendah dari peningkatan Hb pada penelitian ini dan Bayomeu dkk 8. Peningkatan Hb yang lebih rendah pada penelitian Al RA dkk 10 ini kemungkinan disebabkan oleh jenis besi yang diberikan yaitu kompleks besi polimaltosa, berbeda dengan pada penelitian ini yaitu Sulfas ferosus. Perbedaan hasil ini tidak disebabkan oleh perbedaan kepatuhan pasien, karena justru pasien-pasien pada penelitian Al RA dkk 10 sebesar 88.9 % menghabiskan lebih dari 90 % terapi yang diberikan. Peningkatan nilai Hb yang rendah pada pasien yang diterapi besi oral pada penelitian oleh Al RA dkk 10 menjadikan perbedaan antara terapi iron sucrose dengan

terapi besi oral pada pasien ini menjadi lebih besar dan secara statistik bermakna. (p = 0.031). Efek Samping Terapi Penerimaan pasien terhadap terapi ini juga dipengaruhi efek samping terapi yang terjadi. Pada penelitian ini pasien yang mendapat terapi besi oral terutama memiliki keluhan pada saluran cerna yaitu keluhan mual sebanyak 33.33%, keluhan muntah pada 11.1 % pasien dan keluhan nyeri ulu hati pada 11.1 % pasien. Terdapat 1 pasien yang menghentikan terapi karena efek samping yang terjadi. Pada penelitian oleh Al Momen dkk 9 terdapat 6 % pasien yang menghentikan pengobatan karena tidak dapat mentleransi pengobatan, dan sebesar 30 % pasien mengeluh gangguan gastrointestinal. Pada penelitian oleh Al RA dkk 10, keluhan gastrointestinal terdapat pada 31.1 % kasus tetapi tidak terdapat pasien yang menghentikan terapi karena keluhan ini. Pada pemberian iron sucrose pada penelitian ini efek samping yang terjadi pada kebanyakan pasien adalah nyeri pada daerah suntikan yang ditemukan pada 75 % pasien. Pada penelitian ini memang dilakukan penyuntikan secara intra vena tanpa diencerkan dan diberikan secara perlahan. Keluhan nyeri ini terutama terjadi bila terjadi kebocoran paravena yang dapat dihindari dengan menyuntikkan secara perlahan dan menekan daerah suntikan. Pada penelitian Al Momen dkk 9 maupun Al RA dkk 10 pemberian dilakukan dengan infus di mana iron sucrose diberikan dalam NaCl 0.9 %, tidak didapatkan keluhan nyeri pada daerah suntikan. Pada penelitian Bayomeu dkk 8 pemberian dilakukan dengan dengan suntikan intra vena dan bila pemberian melebihi 200 mg pemberian dilakukan dengan infus, tetapi tidak terdapat keluhan nyeri pada daerah suntikan.

Selain itu terdapat pula keluhan nyeri kepala pada 16.67 % pasien dan rasa metal pada mulut pada 16.67 % pasien. Reaksi alergi, reaksi anafilaktik maupun hipotensi tidak didapatkan pada penelitian ini. Pada 25 % pasien tidak didapatkan keluhan apapun. Pada penelitian oleh Al RA dkk 10 terdapat 11 kasus dengan rasa metal pada mulut, nyeri kepala 8 kasus, mual pada 5 kasus dan muntah pada satu kasus. Tidak terdapat kejadian anafilaktik, serangan hipotensi atau efek samping yang serius lainnya. Pada penelitian Bayomeu dkk 8 keluhan yang timbul hanya rasa tidak enak pada lidah selama penyuntikan dan tidak didapatkan efek samping lainnya. Pada penelitian oleh Permesuyk dkk 7 dan Al Momen dkk 9 juga tidak didapatkan efek samping pemberian yang serius. Dari data diatas dapat dilihat bahwa pemberian iron sucrose cukup aman dan tidak mempunyai efek samping yang serius. Kelemahan Penelitian Kelemahan penelitian ini terutama adalah jumlah sample yang sedikit. Sesuai perhitungan jumlah sample yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah 50 pasien pada setiap kelompok. Karena keterbatasan dana dan waktu, dilakukan penelitian pendahuluan terlebih dahulu. Dengan jumlah sampel yang sedikit ini, terdapat pula kelemahan lain yaitu adanya ketidaksetaraan pada kedua kelompok terapi pada data awal Hb dan Feritin. Ditemukan bahwa rata-rata nilai Hb dan Feritin pada kelompok iron sucrose lebih rendah dibandingkan pada kelompok besi oral. Diharapkan perbedaan ini tidak mempengaruhi hasil penelitian karena yang terutama dinilai adalah selisih peningkatan Hb yang terjadi dari data awal. Tetapi mengingat adanya peningkatan absorbsi besi pada pasien dengan anemia defisiensi besi dibandingkan dengan pasien normal maka ketidaksetaraan ini tetap perlu dipertimbangkan.

KESIMPULAN Peningkatan nilai Hb pasien yang didapatkan setelah terapi iron sucrose lebih tinggi (1.6 gr/dl) dibandingkan dengan peningkatan nilai Hb yang mendapat terapi besi oral (0.6 gr/dl), tetapi secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna..nilai feritin pasien setelah terapi iron sucrose lebih tinggi secara bermakna dibandingkan nilai feritin pasien yang mendapat terapi besi oral (p=0.041). Hal ini menunjukkan bahwa simpanan besi pasien dikembalikan dengan lebih baik pada pasien yang mendapat iron sucrose. Pemberian iron sucrose cukup aman tanpa efek samping yang berat. Penerimaan pasien terhadap terapi iron sucrose cukup baik mengingat seluruh pasien mengikuti pengobatan hingga selesai. Iron sucrose merupakan terapi alternatif untuk anemia defisiensi besi dalam kehamilan yang dapat mengembalikan simpanan besi tubuh dengan cepat tanpa efek samping yang serius.

DAFTAR PUSTAKA 1. Hercberg.G. Galan P. Preziosi P. Et al. Consequences of Iron Deficiency In Pregnant Women. Clin Drug Invest 2000: 19 Suppl. 1: 1-7 2. Soemantri S. Ratna L. Budiarso. Dkk. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 1995. Jakarta.Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. 1997. 39-40 3. Cunningham FG. Maternal adaptation in pregnancy. In : Cunningham FG. Williams Obstetrics. 21 ed. New York. Mc Graw Hill. 2001; 178. 4. Klebanoff MA. Shiono PH. Selby JV. et al. Anemia and spontaneous preterm birth. Am J Obstet Gynecol. 1991; 164 : 59-63. 5. Barker DJP. Bull AR. Osmond C. Fetal and placental size and risk of hypertension in adult life. BMJ 1990; 301 : 259. 6. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med. 1999; 341 : 1986 94. 7. Permesuyk G. Huch R. Breyman C et al Parenteral iron therapy in obstetrics : 8 years experience with iron sucrose complex. Br J Nutr. 2002; 88 (1) : 3-10. 8. Al-Momen AK. Al-Meshari A. Al-Nuaim L et al. Intravenous iron sucrose complex in the treatment of iron deficiency anemia during pregnancy. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 1996; 69(2): 121-4. 9. Bayoumeu F. Subiran-Buisset C. Baka N et al. Iron therapy in iron deficiency anemia in pregnancy : intravenous route versus oral route. Am J Obstet Gynecol. 2002; 186: 518-22. 10. Al RA. Unlubilgin E. KandemirO. et al. Intravenous versus oral iron for treatment of anemia in pregnancy. Obstet Gynecol 2005; 106: 1335-40. 11. Summary of Product Charateristics (SPS). Venofer monographs. Redefines intravenous iron therapy. Vifor (Int). Inc. Switzerland.