BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat pedesaan. Namun masih banyak wilayah pedesaan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambaha

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 4 TAHUN 2008 T E N T A N G NAGARI

BAB I PENDAHULUAN. negara yang sentralistik, dimana segala bentuk keputusan dan kebijakan yang ada

WALI NAGARI TARATAK TINGGI KABUPATEN DHARMASRAYA PERATURAN NAGARI TARATAK TINGGI NOMOR 8 TAHUN 2017 T E N T A N G PUNGUTAN NAGARI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

Program Kekhususan HUKUM TATA NEGARA

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

PERATURAN NAGARI BATU TABA. Kecamatan Batipuah Selatan Kabupaten Tanah Datar T E N T A N G PUNGUTAN RETRIBUSI NAGARI TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Barat memiliki 19 kabupaten kota,179 kecamatan dan 648 nagari. 1

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAHAN KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

I. PENDAHULUAN. Motivasi terbesar yang mendasari perjuangan rakyat Indonesia merebut

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT

Pedoman Wawancara Wali Nagari, Sekretaris Nagari, Anggota Bamus Nagari Atau Kerapatan Adat Nagari Tabel.1 Pertanyaan tentang UU no 6 tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sosial politik di Indonesia mulai mengalami perubahan dari

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

PEMERINTAH KABUPATEN AGAM KECAMATAN BASO NAGARI SIMARASOK Alamat : Anak Ala Jorong Simarasok Kode pos 26192

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DESA NITA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA,

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN KAMPUNG ADAT DI KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. simbol serta memaknai simbol-simbol yang digunakannya. Namun lambang

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN NAGARI

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

TINJAUAN PUSTAKA. organisasi yang memerlukan manajemen yang baik. Maka mau tidak mau

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DESA TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJM DESA) TAHUN Des Nunuk Baru Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN A.

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

SKRIPSI. Pemekaran Nagari Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pemerintahan Nagari

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA KANTOR WALI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

BUPATI PESISIR SELATAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 24 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11 SERI E

NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA BUPATI MUSI RAWAS

PERANAN KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT DI MINANGKABAU (STUDI KASUS DI NAGARI SULIT AIR-KABUPATEN SOLOK)

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BUPATI PESISIR SELATAN

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN

LEMBARAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

BUPATI PESISIR SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Upaya pembangunan pedesaan telah dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melalui berbagai kebijakan dan programprogram. Upaya-upaya itu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang dirasakan oleh sebagian masyarakat pedesaan. Namun masih banyak wilayah pedesaan yang belum berkembang secepat wilayah lainnya. Pembangunan desa merupakan bagian yang penting dari pembangunan nasional, mengingat kawasan pedesaan masih dominan dan lebih dari setengah penduduk indonesia masih tinggal di kawasan pedesaan. Arti penting pembangunan pedesaan adalah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan pelestarian lingkungan hidup dan konversi sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan antara kawasan umum dalam kawasan pedesaan, dan kepentingan umum dalam kawasan pedesaan secara partisipatif, produktif dan berkelanjutan dengan berbasis pemberdayaan masyarakat ( Peraturan Menteri Dalam Negeri no 51 Tahun 2007 tentang Pembangunan Pedesaan berbasis Masyarakat ). Dalam pembangunan desa, hal yang perlu diketahui, dipahami dan diperhatikan adalah berbagai kekhususan yang ada dalam masyarakat pedesaan. Tanpa memperhatikan adanya kekhususan tersebut mungkin program pembangunan yang dilaksankan tidak akan berjalan seperti yang diharapkan. Kekhususan pedesaan yang dimaksud adalah bahwa 1

masyarakat desa relatif sangat kuat keterikatannya pada nilai-nilai lama seperti budaya/ adat istiadat maupun agama. Nilai-nilai lama atau yang disebut dengan budaya tradisional itu sendiri sangat dan selalu terkait dengan proses perubahan ekonomi, sosial dan politik dari masyarakat pada tempat dimana budaya tradisional tersebut melekat. Kelembagaan lokal merupakan salah satu elemen penting dalam pembangunan desa. Tanpa adanya kelembagaan lokal, infrastruktur tidak akan dapat dibangun atau dipertahankan. Jasa pelayanan masyarakat tidak dapat dilakukan secara maksimal dan pemerintah tidak akan dapat memelihara atau mempertahankan arus informasi yang dibutuhkan masyarakat. Dengan demikian kelembagaan lokal merupakan faktor dominan, terutama dalam penggerakan partisipasi masyarakat. Kelembagaan lokal tradisional mempunyai kekuatan yang tidak dimiliki oleh institusi formal yang ada yaitu kedekatannya dengan masyarakat tingkat bawah dan peka dengan kebutuhan masyarakat. Keberadaanya sangat menentukan sekali akan keberhasilan sebuah pembangunan. Kerapatan Adat Nagari (KAN) merupakan lembaga lokal yang ada di daerah Minangkabau atau Sumatera Barat. Kerapatan Adat Nagari ini merupakan kerapatan niniak mamak pemangku adat yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat yang berlaku di masing-masing Nagari yang ada di Minangkabau dan merupakan lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan adat di nagari. Keberadaan Kerapatan Adat Nagari di dalam sebuah pemerintahan nagari sangat dibutuhkan mengingat Kerapatan adat nagari ini merupakan salah satu unsur yang menentukan perkembangan pertumbuhan ekonomi, sosial dan 2

kesejahteraan didalam sebuah masyarakat. Selain itu Kerapatan Adat Nagari juga menjadi tempat untuk memberi masukan dan pertimbangan kepada pemerintah nagari dalam masalah pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan di pemerintahan nagari juga merupakan hasil persetujuan dari kerapatan adat nagari karena lembaga ini yang tahu bagaimana keadaan masyarakatnya. Adanya istilah babaliak ka nagari menjadi suatu gagasan agar pembangunan yang dilakukan di daerah Sumatera Barat dimulai dari tingkat yang paling bawah yaitu nagari. Pemerintahan dilaksanakan dari tingkat yang paling dekat dari masyarakat itu sendiri sehingga pembangunan akan mudah untuk di laksanakan. Akan tetapi pembangunan yang dilakukan di tingkat pemerintahan nagari tidak akan berjalan sesuai yang diinginkan apabila peran lembaga lokal kurang maksimal. Seharusnya lembaga lokal memiliki fungsi yang sangat membantu pemerintah agar kesejahteraan masyarakat nagari itu dapat dicapai. Ada berbagai pendapat yang berkembang dalam masyarakat tentang Kerapatan Adat Nagari, ada yang berpendapat kalau Kerapatan Adat Nagari hanya melakukan fungsinya sebagai pengurus tanah saja, tanpa ada membantu pemerintah dalam hal pembangunan lainnya. Di lain pihak menyatakan kalau Kerapatan Adat Nagari mempunyai fungsi dalam pembangunan. Selain juga untuk menyelesaikan permasalahan tanah, Kerapatan Adat Nagari juga memberikan kontribusi yang banyak untuk pembangunan tertutama didalam Nagari. Adapula yang berpendapat, Kerapatan Adat Nagari hanya tinggal sebagai nama saja. Tidak ada melakukan aktivitas apapun, sehingga dapat dikatakan kalau 3

lembaga lokal ini telah lama tidak berfungsi. Sehingga tidak ada memberikan kontribusi yang jelas bagi masyarakat tertutama bagi pembangunan Nagari. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Peran Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) dalam Pembangunan Nagari di Nagari Baringin, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. I.2. Rumusan Masalah Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi ini, maka terlebih dahulu dirumuskan masalahnya. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, peneliti merumuskan masalah yaitu Bagaimana Peran Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam Pembangunan Nagari di Nagari Baringin Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. I.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Bagaimana Peran Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam Pembangunan Nagari di Nagari Baringin? 2. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam pembangunan nagari di Nagari Baringin? 4

I.4. Manfaat Penelitian Adapaun yang menjadi manfaat ynag diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menulis karya ilmiah dalam menganalisa permasalahan di lapangan. 2. Bagi Instansi, penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi bagi Pemerintahan Nagari Baringin dalam menyusun strategi untuk melaksanakan pembangunan. 3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan khasanah ilmiah dan kepustakaan baru dalam penelitian sosial. I.5. Kerangka Teori Menurut Wuisman ( 1996:333 ) teori merupakan himpunan pernyataan baik abstrak dan spesifik, beberapa diantaranya terbuka untuk diuji dan yang memberikan penjelasan, pemahaman menyeluruh dan mendalam tentang himpunan gejala yang beraneka ragam baik yang sudah diteliti maupun yang belum diketahui. Dalam menjelaskan suatu permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat maka diperlukan konsep dan asumsi yang secara alamiah telah diteliti. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Kerangka teori membantu peneliti 5

dalam mengkonstruksi pemahaman terhadap realita dalam masyarakat yang akan diteliti. 1.5.1. Peran I.5.1.1. Pengertian Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal (Friedman,M, 1998 :287 ). Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut. I.5.1.2. Struktur Peran Struktur peran menurut Friedman (1998:288) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Peran Formal ( Peran yang Nampak Jelas ) Yaitu sejumlah perilaku yang bersifat homogen. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu adalah peran sebagai provider (penyedia) pengatur rumah tangga memberikan perawatan sosialisasi anak rekreasi persaudaraan (memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal ) terapeutik seksual. 6

b. Peran Informal ( Peran Tertutup ) Yaitu suatu peran yang bersifat implisit ( emosional ) biasanya tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional individu dan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga, peran-peran informal mempunyai tuntutan yang berbeda, tidak terlalu dan didasarkan pada atribut-atibut kepribadian anggota keluarga individual. Pelaksanaan peran-peran informal yang efektif dapat mempermudah pelaksanaan peran-peran formal. I.5.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Peran Menurut Komarovsky ( Friedman, M.1998) membagi faktor yang mempengaruhi struktur peran menjadi : a. Kelas Sosial b. Latar Belakang Keluarga c. Model-model Peran d. Tahap Siklus Kehidupan Keluarga e. Peristiwa Situasional yang Khususnya Masalah Kesehatan atau Sakit I.5.2. Kerapatan Adat Nagari (KAN) I.5.2.1. Pengertian Kerapatan Adat Nagari (KAN) Berdasarkan ( Perda Kab. Tanah Datar no 4 Tahun 2008 Tentang Nagari pasal 86) Kerapatan Adat Nagari (KAN) merupakan lembaga kerapatan Niniak Mamak pemangku adat yang telah ada dan diwarisi secara turun 7

temurun sepanjang adat yang berlaku di masing-masing Nagari dan merupakan lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan adat di Nagari. KAN ( Kerapatan Adat Nagari ) suatu lembaga di dalam nagari yang mengurus dan menjaga serta melestarikan adat dan kebudayaan di Minangkabau. Di mana KAN ini terdiri dari berbagai unsur dalam nagari tersebut seperti; a. Para Penghulu atau datuk setiap suku yang ada dalam ke nagarian tersebut. b. Manti atau Cadiak Pandai merupakan kalangan itelektual dalam nagari tersebut. c. Malin atau Alim Ulama yang ada dalam nagari tersebut. d. Dubalang atau Penjaga keamanan dalam nagari tersebut. Di dalam suatu kenagarian keputusan-keputusan KAN di jadikan pedoman oleh Wali Nagari dalam menjalankan pemerintahannya dan wajib di taati oleh seluruh msyarakat kenagarian tersebut sepanjang tidak melanggar peraturan dan perundangan yang berlaku. I.5.2.2. Tugas dan Fungsi Kerapatan Adat Nagari ( KAN ) Untuk memberikan kontribusi yang layak bagi pemerintah nagari Kerapatan Adat Nagari (KAN) tentu mempunyai tugas dan fungsi yang harus di laksanakan, ini juga sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar No 4 Tahun 2008 pada bab IV, Pasal 87 ayat 1 dan Pasal 88 ayat 1. 8

Tugas KAN terdiri sebagai berikut : a. Memberikan pertimbangan dan masukan kepada Pemerintah Nagari dan BPRN dalam melestarikan nilai-nilai adat basandi syara, syara basandi kitabullah di Nagari b. Memberikan pertimbangan dan masukan kepada Pemerintah Nagari dan BPRN dalam penyusunan dan pembahasan Peraturan Nagari c. Membentuk lembaga-lembaga unsur masyarakat adat yaitu Unsur Alim Ulama, Cadiak Pandai, Bundo Kanduang dan Pemuda d. Mengurus, membina dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan adat sehubungan dengan sako, pusako dan syara e. Mengusahakan perdamaian dan memberikan nasehat-nasehat hukum terhadap anggota masyarakat yang bersengketa terhadap sesuatu yang dipersengketakan dan pembuktian lainnya menurut sepanjang adat dan atau silsilah keturunan/ranji f. Mengusahakan perdamaian dan memberikan nasehat-nasehat hukum dan keputusan yang sifatnya final terhadap anggota masyarakat yang bersengketa terhadap sako dengan pembuktian menurut sepanjang adat dan atau silsilah keturunan/ranji g. Membentuk majelis penyelesaian sengketa sako, pusako dan syara h. Membuat kode etik, yang berisikan pantangan, larangan, hak dan kewajiban Niniak Mamak sesuai dengan adat salingka nagari 9

i. Mengembangkan kebudayaan anak Nagari dalam upaya melestarikan kebudayaan Daerah dalam rangka memperkaya khasanah kebudayaan nasional j. Membina masyarakat hukum adat Nagari menurut adat basandi syara,syara basandi kitabullah k. Melaksanakan pembinaan dan mengembangkan nilai-nilai adat minangkabau dalam rangka mempertahankan kelestarian adat. KAN bersama Pemerintahan Nagari menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan Nagari untuk kesejahteraan masyarakat Nagari. KAN melaksanakan tugas setelah melalui proses bajanjang naiak batanggo turun sesuai dengan adat salingka Nagari. Selain mempunyai tugas yang harus di emban oleh KAN, KAN juga mempunyai fungsi. KAN mempunyai fungsi sebagai berikut : a. sebagai lembaga penyelenggara urusan adat di Nagari b. sebagai lembaga yang mengurus dan mengelola adat salingka Nagari c. sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan adat di Nagari d. sebagai lembaga pembinaan, pengembangan, perlindungan terhadap unsur Alim Ulama, Cadiak Pandai, Bundo Kanduang, Pemuda Nagari dan unsur lainnya di salingka Nagari e. memberikan kedudukan hukum menurut adat terhadap hal-hal yang menyangkut harta kekayaan masyarakat guna kepentingan hubungan keperdataan adat, juga dalam hal adanya persengketaan sako, pusako dan syara di Nagari 10

f. bersama Pemerintahan Nagari meningkatkan kualitas hubungan perantau dengan Nagari. Fungsi yang dilakukan oleh KAN berdasarkan azas musyawarah dan mufakat sepanjang tidak bertentangan dengan adat basandi syara, syara basandi kitabullah serta Peraturan Perundang-undangan. Setiap keputusan yang diambil oleh KAN ditetapkan melalui rapat KAN sesuai dengan adat salingka Nagari. Setiap rapat KAN yang melahirkan keputusan harus dibuatkan risalah. I.5.3. Pembangunan I.5.3.1. Pengertian Pembangunan Pembangunan merupakan proses perubahan sosial dengan partisipator yang luas dalam masyrakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan materi ( termasuk besarnya kebebasan, keadilan dan kualitas lainnya yang dihargai ) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka ( menurut Rogers dalam Zulkarnain :2007). Adapun tujuan pembangunan terbagi atas 2 bagian, yaitu : 1. Tujuan umum. Pembangunan adalah suatu proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik atau masyarakat ideal terbaik yang dapat dibayangkan. 11

2. Tujuan Khusus. Pembangunan adalah tujuan jangka pendek, pada tujuan jangka pendek biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu. I.5.3.2. Tipe-Tipe Pembangunan Dalam mencapai tujuan yang akan di diperoleh ada beberapa tipe-tipe pembangunan yang memberikan perbedaan. Tipe-tipe ini dapat dilihat sebagai berikut: a. Tipe Ideal Tipe Ideal merupakan tipe pembangunan yang merencanakan perubahan dan pertumbuhan. Pembangunan ini didasarkan pada rencana yang sudah di susun sehingga akan memperlancar pembangunan. b. Tipe menghasilkan dalam jangka pendek Tipe menghasilkan dalam jangka pendek adalah tipe pembangunan yang merencanakan pertumbuhan tetapi tidak adanya perubahan. Pembangunan dilakukan hanya untuk mencapai pertumbuhan saja. c. Tipe menghasilkan dalam jangka panjang Tipe menghasilkan dalam jangka panjang adalah tipe pembangunan yang bisa merencakan perubahan tetapi tidak adanya pertumbuhan. Pembangunan dilakukan hanya dilakukan untuk 12

mencapai pertumbuhan. Sehingga mengekesampingan adanya perubahan yang akan di dapat. d. Tipe kegagalan Tipe kegagalan merupakan tipe pembangunan yang tidak bisa merencanakan perubahan dan pertumbuhan. e. Dorongan dan tekanan lingkungan Dorongan dan tekanan lingkungan adalah tipe pembangunan yang tidak bisa merencanakan tetapi adanya perubahan. f. Tipe pragmatis Tipe pragmatis merupakan tipe pembangunan yang tidak ada perencanaan, tetapi adanya perubahan dan pertumbuhan. g. Tipe krisis Tipe krisis merupakan tipe pembangunan yang tidak adanya perencanaan dan perubahan, tetapi adanya pertumbuhan. 1.5.4. Nagari 1.5.4.1. Pengertian Nagari ( Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2008 Tentang Nagari BAB 1 Pasal 1 Poin 7 ) Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia. 13

a. Asal Usul Nagari Nagari merupakan wilayah atau sekumpulan kampung yang dipimpin oleh seorang penghulu. Batas-batas wilayah nagari ditentukan oleh alam, seperti sungai, hutan, bukit dan sebagainya. Namun agaknya batas-batas seperti ini sekarang tidak lagi signifikan dengan diterapkannya pembagian wilayah secara administratif. Keluasan wilayah nagari sama dengan luas tanah yang dimiliki oleh masing-masing suku pendiri nagari dan daerah kantong. Daerah kantong adalah tanah yang berada di antara tanah ulayat masingmasing suku. Sebelum bangsa Belanda menjejakan kaki di tanah Sumatera, nagari merupakan sistem pemerintahan yang berdiri sendiri. Tidak ada pemerintah di atas nagari. Nagari merupakan republik mini yang diperintah secara demokrasi oleh anak nagari, sebutan penduduk nagari. Dalam pemerintahan nagari, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum berdasarkan pada musyawarah mufakat. Seiring perkembangan zaman, nagari bukan lagi merupakan bentuk pemerintahan yang berdiri sendiri. Sejak pemerintah Indonesia terbentuk nagari mengalami pasang surut sampai saat ini. Saat ini, nagari merupakan pemerintahan di wilayah setingkat desa/kelurahan. b. Proses Pembentukan Nagari Pembentukan nagari melewati proses panjang, sepanjang sejarah kehidupan masyarakat tinggal di nagari tersebut. Pembentukan nagari 14

selalu berhubungan dengan proses persebaran penduduk, perpindahan, atau penggabungan kelompok masyarakat. Ada empat tahapan proses terbentuknya nagari, yaitu banjar, taratak, koto, dan akhirnya nagari. a) Banjar Banjar atau yang juga kabul merupakan tahap awal pembentukan nagari. Masyarakat ini masih belum terlalu lama menetap di suatu tempat dan masih tinggal di bangunan panggung sederhana bertiang empat (Dangau). Penduduk yang tinggal di banjar hanya berasal dari satu suku dengan mata pencarian berburu dan berladang. b) Taratak Taratak mempunyai arti bercocok tanam, sedangkan kampungtempat para penduduknya tinggal disebut dusun. Di dusun ini tinggal dua suku asal. Dengan adanya dua suku yang berbeda ini, terbuka kemungkinan di antara mereka menikah dan menggambarkan keturunan. Setelah masyarakat dusun semakin berkembang, mereka akan turun ke kaki bukit dan bermukin di sana. Mereka cenderung memilih permukiman di pinggir sungai atau anak-anak sungai. Di antara mereka sudah mulai membangun rumah secara permanen. Perkampungan ini kemudian berkembang menjadi koto. 15

c) Koto Koto terdiri dari tiga suku yang berbeda. Perkembangan penduduk tahap ketiga ini semakin pesat sehingga mereka membutuhkan lahan yang lebih luas. Biasanya, mereka akan mencari tempat-tempat yang lebih luasuntuk perkampungan mereka. Namun, pilihan para penduduk ini tetap sama dengan permukiman sebelumnya, yaitu daerahdaerah di sekitar aliran sungai. Sebagian besar penduduknya sudah membangunan rumah permanen. Perkembangan ini kemudian masuk pada tahap terakhir yaitu terbentuknya nagari. d) Nagari Ada empat suku asal yang menghuni permukiman ini yang sekaligus menjadi salah satu syarat terbentuknya nagari. Para penduduk mulai membangun permukiman yang lebih luas,aman dan lebih nyaman. Masing-masing keluarga menguasai tanah ulayat di hutan, ladang-ladang yang terletak di lereng-lereng bukit, dan sawah yang tak jauh dari perkampungan. Pada tahap ini, masyarakat mulai membentuk perangkat pemerintahan dan bentuk pemerintahan, meskipun dalam bentuk yang sederhana. 16

1.5.4.2. Pemerintahan Nagari Pemerintahan Nagari adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari berdasarkan asal usul Nagari di Wilayah Propinsi Sumatera Barat yang berada di dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. ( Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2008 BAB 1 Pasal 1 Poin 8 ) 1.5.5. Pembangunan Nagari Pembangunan nagari adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk mencapai perubahan ke arah yang lebih baik dengan memberdayakan masyarakat nagari melalui program-program pembangunan yang ditujuan untuk kemajuan nagari. Pembangunan nagari bersifat multisektor menyangkut semua segi kehidupan masyarakat, sehingga pembangunan nagari tidaklah pembangunan yang berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional di Daerah. Keberhasilan Pembangunan nagari merupakan wujud adanya efektifitas dan kemampuan serta etos kerja wali nagari dan aparatur pemerintah nagari. Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Nagari disusun perencanaan pembangunan Nagari sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan Daerah. (Berdasarkan Perda No 4 Tahun 2008 Tentang Nagari BAB VI Pasal 106) Perencanaan pembangunan Nagari disusun secara partisipatif oleh Pemerintahan Nagari sesuai dengan kewenangannya. Dalam menyusun perencanaan pembangunan Nagari wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan Nagari. Perencanaan pembangunan Nagari disusun secara berjangka meliputi: 17

a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari (RPJMN) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun b. Rencana Kerja Pembangunan Nagari (RKP-Nagari) merupakan penjabaran dari RPJMN untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nagari (RPJMN) ditetapkan dengan Peraturan Nagari dan Rencana Kerja Pembangunan Nagari (RKP-Nagari) ditetapkan dalam Keputusan Wali Nagari berpedoman pada Peraturan Daerah. Perencanaan pembangunan Nagari didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Data dan informasi mencakup: a. penyelenggaraan Pemerintahan Nagari b. organisasi dan tata laksana Pemerintahan Nagari c. keuangan Nagari d. profil Nagari e. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Nagari dan pemberdayaan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan Nagari diatur dengan Peraturan Bupati. Dalam perencanaan pembangunan nagari, pemerintah nagari dalam hal ini wali nagari tidak merencanakan sendiri perencanaan pembangunan tersebut tanpa melibatkan lembaga lain. 18

Lembaga yang paling berpengaruh untuk menampung aspirasi masyarakat adalah Badan Perwakilan Rakyat Nagari, maka seharusnya Wali Nagari sebagai kepala tertinggi Pemerintahan Nagari harus bekerja sama dengan, BPRN tersebut dalam menetapkan perencanaan pembangunan desa, serta harus mengikut sertakan masyarakat dan lembaga lokal yang ada. Proses pengelolaan pembangunan Nagari sebagai berikut : 1. Perencanaan Fungsi perencanaan adalah sebagai alat untuk memilih, merencanakan untuk masa yang akan datang, cara untuk mengalokasikan sumber daya serta alat untuk mencapai sasaran, dan apabila dikaitkan dengan pembangunan yang hasilnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan, memenuhi kebutuhan masyarakat, berdaya guna dan berhasil guna, serta mencapai tujuan yang diinginkan, maka perencanaan itu sangat diperlukan agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah, efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya dan dana. Sedangkan pembangunan dalam perencanaan itu sendiri merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik melalui apa yang dilakukan secara terencana. Memberi kesempatan pada masyarakat untuk menentukan arah berarti memberikan kesempatan pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. 2. Penetapan dan Pelaksanaan Pada tahap penetapan dan pelaksanaan perlu diadakan penyorotan terhadap kekuatan social dalam masyarakat, dan disamping itu juga perlu diadakan pengamatan terhadap perubahan social yang terjadi. Sebagaimana 19

dipaparkan dalam UU No. 6 tahun 2014 bahwa di dalam desa/desa adat terdapat tiga kategori kelembagaan desa/desa adat yang memiliki peranan dalam tata kelola desa/desa adat, yaitu: pemerintah desa/desa adat, Badan Permusyawaratan Desa/desa adat, Lembaga Kemasyarakatan dan lembaga adat. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan di tingkat desa (pemerintahan desa/desa adat) dilaksanakan oleh Pemerintah Desa/Desa Adat dan Badan Permusyawaratan Desa/Desa Adat. Pemerintahan desa/desa adat ini dijalankan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan di negeri ini. 3. Monitoring dan Evaluasi Monitoring adalah pemantauan secara terus menerus proses perencanaan dan pelakasanaan kegiatan. Monitoring dapat dilakukan dengan mengikuti langsung kegiatan atau membaca hasil laporan dari pelaksanaan kegiatan. Monitoring sering dipandang sebagai pengukuran kuantitas yang berkaitan dengan bagaimana pencapaian keselarasan antara sumber-sumber yang digunakan dan waktu yang ditetapkan. Monitoring merupakan aktivitas yang berkelanjutan yang terutama dimaksudkan untuk memberikan informasi terhadap perencana dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan yuang terjadi dalam tahap implementasi. Monitoring merupakn mekanisme yang digunakan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan (deviations) yang 20

mungkin timbul dalam suatu kegiatan dengan membandingkan antara apa yang diharapkan dan apa yang dilakukan. Dalam tahap evaluasi diadakan analisis terhadap efek pembamgunan, sehingga dapat mengukur keberhasilan ataupun kegagalan dalam suatu program pembangunan. Evaluasi bertujuan : a. Mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan. b. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran. c. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi di luar. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari dan pembangunan Nagari, BPRN mempunyai peran normative sebagai alat kontrol pemerintah Nagari. Selain adanya peran BPRN sebagai pengontrol penyelenggaraan pemerintahan Nagari, partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa tidak memiliki dan acuh tak acuh terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Terlebih apabila kita akan melakukan pendekatan pembangunan dengan semangat lokalitas. Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan daerahnya tentu akan mampu memberikan masukan yang sangat berharga. Masyarakat lokal denga 21

pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal yang sangat besar dalam melaksanakan pembangunan. Masyarakat lokal-lah yang mengetahui apa permasalahan yang dihadapi serta juga potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Bahkan pula mereka akan mempunyai pengetahuan lokal untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut. I.6. Defenisi Konsep Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial ( Singarimbun, 2006:33). Oleh karena itu, untuk menemukan batasan yang lebih jelas maka penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka peneliti mengemukakan konsep-konsep antara lain : 1. Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. 2. Kerapatan Adat Nagari adalah lembaga kerapatan Niniak Mamak pemangku adat yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat yang berlaku di masing-masing Nagari dan merupakan lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan adat di Nagari. 3. Pembangunan adalah suatu upaya yang dilakukan dalam rangka menunjang kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang ekonomi 22

maupun sosial yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan tanpa merusak lingkungan atau kehidupan sosial. 4. Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia. 23