Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java

dokumen-dokumen yang mirip
Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D.

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

DESAIN BASIS DAN ANALISIS STABILITAS PIPA GAS BAWAH LAUT

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

NAJA HIMAWAN

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

Bab 3 Data Operasi Sistem Perpipaan pada Topside Platform

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

PANDUAN PERHITUNGAN TEBAL PIPA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

LOGO PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir studi perencanaan jalur perpipaan dari free water knock out. Mulai

Existing : 790 psig Future : 1720 psig. Gambar 1 : Layout sistem perpipaan yang akan dinaikkan tekanannya

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PIPELINE CROSSING

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

PERENCANAAN FIXED TRIPOD STEEL STRUCTURE JACKET PADA LINGKUNGAN MONSOON EKSTRIM

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE

Tugas Akhir (MO )

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL

ANALISA RANCANGAN PIPE SUPPORT PADA SISTEM PERPIPAAN DARI POMPA MENUJU PRESSURE VESSE DAN HEAT EXCHANGER DENGAN PENDEKATAN CAESARR II

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping.

1.1 LATAR BELAKANG BAB

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

4 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISA

PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi)

Bab 5 Analisis Tegangan Ultimate dan Analisis Penambahan Tumpuan Pipa

Bab III Data Perancangan GRP Pipeline

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

PERANCANGAN DAN ANALISA SISTEM PERPIPAAN PROCESS PLANT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II

Analisa Kekuatan Ultimate Struktur Jacket Wellhead Tripod Platform akibat Penambahan Conductor dan Deck Extension

Tabel 4. Kondisi Kerja Pipa Pipe Line System Sumber. Dokumen PT. XXX Parameter Besaran Satuan Operating Temperature 150 Pressure 3300 Psi Fluid Densit

ANALISIS LATERAL BUCKLING AKIBAT PIPELINE WALKING PADA SUBSEA PIPELINE HALAMAN JUDUL

Prasetyo Muhardadi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV

Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut

DASAR TEORI PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE

Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Sebagai Antisipasi Penambahan Beban Akibat Deck Extension

PERHITUNGAN UMUR LELAH FREESPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 TENTANG FREESPANNING PIPELINES TAHUN 2002

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA PROCESS LIQUID DARI VESSEL FLASH SEPARATOR KE CRUDE OIL PUMP MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010

ANALISIS TEGANGAN STATIK PADA UNIT SQUARE END A-JACK DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA PELETAKAN BOOSTER PUMP PADA ONSHORE PIPELINE JOB PPEJ (JOINT OPERATING BODY PERTAMINA PETROCHINA EAST JAVA)

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN SISTEM PIPA GAS DARI VESSEL SUCTION SCRUBBER KE BOOSTER COMPRESSOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM CAESAR II

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

Studi Efek Kondisi-Ujung (end condition) Silinder Fleksibel terhadap Vortex-Induced Vibration

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

ANALISA KEKUATAN ULTIMAT PADA KONSTRUKSI DECK JACKET PLATFORM AKIBAT SLAMMING BEBAN SLAMMING GELOMBANG

2.10 Caesar II. 5.10Pipe Strees Analysis

Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR ANALISA TEGANGAN JALUR PIPA UAP PADA PROYEK PILOT PLANT

Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Tipe Tripod Platform saat Kinerja Pondasi Pile Menurun

ANALISIS NON-LINIER PERKUATAN ANJUNGAN LEPAS PANTAI DENGAN METODE GROUTING PADA JOINT LEG YANG KOROSI

Lembar Pengesahan. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. melakukan perancangan sistem perpipaan dengan menggunakan program Caesar

IMADUDDIN ABIL FADA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Wisnu Wardhana, SE, M.Sc. Prof.Ir.Soegiono

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

PERENCANAAN EXPANSION SPOOL DAN ANCHOR BLOCK PERENCANAAN PIPA DAN EXPANSION SPOOL PADA PIPA PENYALUR SPM

Bab IV Analisis Perancangan Struktur GRP Pipeline Berdasarkan ISO 14692

ANALISA KEANDALAN DENTED PIPE DI SISI NUBI FIELD TOTAL E&P INDONESIE. Abstrak

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS

Analisa Kegagalan Crane Pedestal Akibat Beban Ledakan

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Document/Drawing Number. 2. TEP-TMP-SPE-001 Piping Desain Spec

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

Transkripsi:

PAPER TUGAS AKHIR 1 Perancangan Riser dan Expansion Spool Pipa Bawah Laut: Studi Kasus Kilo Field Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java Hidayat Wusta Lesmana, Imam Rochani, Handayanu Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: imamr@oe.its.ac.id Abstrak Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam perancangan pipa bawah laut, riser, maupun spool (dog-leg). Pada umumnya, pada pipeline department dalam perusahaanperusahaan engineering memulai desain pipeline dengan tahap routing, perhitungan tebal pipa atau riser, perhitungan stabilitas pipa di bawah laut, perhitungan ekspansi, perhitungan cathodic protection, dan perhitungan bentang bebas pipa. Setelah itu dilakukan pemodelan pada software. Adapun perhitungan seperti head loss, pressure drop, sampai pada tahap penentuan diameter luar pada umumnya dilakukan oleh process department. Hasil yang didapat pada perhitungan tebal pipa adalah 7.70 mm untuk pipeline dan 9.06 mm untuk riser dan spool. Sedangkan tebal pipa nominal yang dipilih berdasarkan standard adalah 8.2 mm untuk pipeline dan 9.5 mm untuk riser dan spool. Ekspansi yang terjadi pada ujung pipeline KC adalah 77 mm dan pada ujung pipeline KA adalah 67 mm. Sedangkan panjang spool minimal yang dibutuhkan berdasarkan ekspansi yang terjadi adalah 10.05 m. Berdasarkan hasil perhitungan stabilitas di bawah laut, tebal lapisan beton yang dibutuhkan adalah 30 mm. Sedangkan untuk perhitungan free span sampai pada tahap screening fatigue criteria didapatkan bahwa semua panjang span initial pada pipeline dan riser telah memenuhi kriteria. Pada pemodelan dengan software didapat bahwa model mengalami kegagalan pada member spool. Oleh karena itu, dilakukan redesign dengan mengganti tebal pipa, riser, dan spool sesuai dengan schedule yang lebih tebal. Setelah dilakukan pergantian tebal maka tidak didapatkan member yang gagal pada model dengan meninjau tegangan maksimal yang terjadi. saluran pipa sangat rentan terjadi kerusakan dan biaya pemeliharaannya juga mahal, maka pemeliharaan jaringan saluran pipa menjadi perhatian utama dari suatau perusahaan offshore. Indonesia termasuk negara penghasil gas bumi terbesar di dunia. Diperkirakan saat ini cadangan gas bumi Indonesia adalah 176 trilyun kaki kubik (TCF). Dengan rata-rata produksi sebesar 8 milyar kaki kubik perhari (BSCFD) atau 3 TCF per tahun, maka cadangan gas bumi di Indonesia dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun. PT Pertamina Hulu Energi (PHE) juga turut andil dalam proses eksplorasi dan eksploitasi minyak, gas bumi, dan sumber energi lainnya. PT. Pertamina Hulu Energi merupakan anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) yang menyelenggarakan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi. Salah satu area yang dieksploitasi oleh PHE adalah KILO area yang terletak di lepas pantai barat laut Pulau Jawa. KILO area terdiri dari dua platform produksi yaitu platform KCOM dan KPRO serta empat wellhead platform yaitu KA, KB, KC, dan JJA. Saat ini hanya platform KA yang masih aktif menyalurkan hidrokarbon hasil pengeborannya ke platform produksi. Hal ini terjadi karena terdapat kebocoran pada pipa yang menghubungkan platform KC-KA dan KB-KPRO sehingga platform KC dan KB ditutup. Hal ini tentu sangat merugikan karena laju produksi akan berkurang secara signifikan Kata Kunci ekspansi, pipeline, riser, spool, wall thickness. NGL Liquid from UA to B1C K I. PENDAHULUAN etergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil seperti minyak dan gas masih belum bisa dilepaskan. Sehingga, semua jenis infrastruktur yang digunakan mulai dari tahap eksplorasi hingga eksploitasi harus terintegrasi dengan baik. Salah satu contoh infrastruktur yang paling penting adalah pipeline, karena sistem transportasi atau mode pengangkutan minyak dan gas yang paling banyak digunakan saat ini adalah pipeline. Pipa merupakan suatu teknologi dalam mengalirkan fluida seperti minyak, gas atau air dalam jumlah besar dan jarak yang jauh melalui laut atau daerah di lepas pantai [1]. Sistem JJA KCOM KB Liquid from UXA and UPRO to Junction URA UYA KPRO UA KA KC UXA UW-J UWA Legend: Gas line 3 Phase line Oil line Gas Lift line UPRO Leakage UB Gambar 2 KILO field layout [2] TO B1C UC

PAPER TUGAS AKHIR 2 Hal di atas menggambarkan pentingnya peran salah satu infrastruktur yaitu jaringan pipa. Salah satu bagian yang sangat penting dan harus ada dalam setiap sistem perpipaan khususnya pada pipa bawah laut adalah riser dan pipeline expansion spool (dog-leg). Secara umum riser berfungsi untuk mengangkat hidrokarbon yang telah dialirkan oleh pipa dari dasar laut menuju platform. Sedangkan spool dibuat untuk mengakomodasi pemuaian yang terjadi pada pipa agar tegangan dan regangan akibat pemuaian tersebut langsung diterima oleh riser. Pemuaian pada pipa dapat terjadi karena perbedaan temperatur antara pipa akibat fluida di dalamnya yang panas dengan lingkungan dasar laut yang dingin. B. Pengumpulan Data Data yang dihimpun untuk penelitian ini antara lain data lingkungan berupa kedalaman laut, data arus, data gelombang dan temperatur lingkungan. Data pipa seperti jenis material pipa dan diameter luar pipa serta data operasi. Data-data tersebut adalah milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java. Pipeline 8 dia Pipeline Tabel 1. Pipeline Reference [4] Pipeline OD (mm) Origin Termination Service 219 KC KA 3 Phase Tabel 2. Platform Water Depth Platform Center Position Parameter Water Depth (m) KA Platform 28.96 KC Platform 29.87 Gambar 2 Riser dan Pipeline Expansion Spool [3] Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan riser dan pipeline expansion spool sama dengan perancangan pipa secara umum, karena secara bentuk geometri dan material sama dengan pipa. Aspek tersebut antara lain perhitungan ketebalan pipa, stabilitas di dasar laut, bentangan bebas, dan ekspansi yang terjadi. Tugas akhir ini akan merancang bagaimana desain riser dan pipeline expansion spool yang aman. Perhitungan properti seperti tebal pipa, stabilitas pipa di dasar laut, bentangan bebas, dan ekspansi dilakukan secara manual. Pemodelan pipa, riser, dan, spool dilakukan dengan bantuan perangkat lunak pada computer, sedangkan untuk menentukan keamanan dan kegagalan pada model ditinjau dari tegangan maksimal yang terjadi. A. Studi Literatur II. METODE PENELITIAN Pada pengerjaan tugas akhir ini, literatur yang dipelajari adalah dari buku-buku mengenai pipeline engineering, tugas akhir sebelumnya yang berkaitan dengan pembahasan ini, serta sumber lain seperti code dan standard sebagai yang harus dipenuhi. Tabel 3. Pipeline/ Riser Process Data Parameters Units 8 KC-KA 3 Phase Pipeline Design Pressure Psig 950 (6.2 MPa) Max. Operating Pressure Psig 164 (1.13 MPa) Hydrotest Pressure Psig 1330 (9.2 MPa) Mechanical Design Temperatur (Metal) 0 F 200 (93.3 0 C) Operating Temperature 0 F 109 (42.78 0 C) Density of Content kg/m 3 37.32 Tabel 4. Pipeline/ Riser mechanical data Parameters Units 8 KC-KA 3 Phase Pipeline Outer Diameter Mm 219 Material - API 5L Grade X52 Seam Type - SMLS SMYS MPa 360.0 (52.20 ksi) SMTS MPa 460.0 (66.70 ksi) Young Modulus MPa 2.07 x 10 5 (30022.9 ksi) Poison Ratio - 0.3 Density kg/m 3 7850 Coefficient of Thermal Expansion / o C 1.1 x 10-5 Services - 3-Phase

PAPER TUGAS AKHIR 3 C. Perhitungan Wall Thickness Pipeline, Riser, dan Spool Setelah diperoleh data umum pipa dan data operasi dilakukan perhitungan tebal dinding pipa, spool, dan riser. Tebal pipa dan riser yang dihitung harus mampu mengakomodasi tekanan internal akibat fluida, tekanan eksternal akibat gaya lingkungan, dan mampu bertahan dari kegagalan akibat buckling. Berikut ini adalah contoh local buckling beserta propagasinya: laut. Perhitugan OBS yang dilakukan mengacu pada DNV RP F 109. Tahap-tahap perhitungan OBS meliputi penentuan teori gelombang, perhitungan kecepatan arus, Perhitungan koefisiensi hidrodinamika, Perhitungan berat terendam pipa, dan analisis stabilitas vertikal dan lateral. Berikut ini adalah contoh gambar lapisan beton pada pipa beserta persamaan untuk menghitung stabilitas vertikal daan lateral:. Gambar 3. Propagation Buckling [4] Perbedaan antara perhitungan tebal pipeline dengan riser/ spool terletak pada faktor desain dimana faktor desain pada riser lebih kecil sehingga tebal yang diperoleh untuk riser dan spool nantinya lebih besar daripada tebal pada pipeline. Perhitugan wall thickness yang dilakukan mengacu pada API RP 1111. D. Perhitungan Thermal Expansion Perhitungan ekspansi ini dilakukan untuk mengetahui berapa panjang muai pada ujung-ujung pipeline akibat perbedaan temperatur. Setelah diketahui panjang muai yang terjadi, dilakukan desain spool agar muai yang diakibatkan mampu diserap oleh spool dan tidak langsung mendesak riser. Untuk menghitung Pipeline expansion digunakan persamaan di bawah ini: 2 F. L A L tot. LA (1) 2. E. As dengan, A s = luas annular pipa (m2) E = modulus elastisitas baja (Mpa) F = frictional resistance L A = anchor point (m) Ɛnet = net strain, Ɛtot- Ɛf Gambar 4. Ilustrasi Lapisan Beton pada Pipa [5] SF D = (2) SF I = (3) dengan, Ws = Berat terendam pipa (N/m) B = Gaya apung (N/m) FD = Gaya drag (N/m) FI = Gaya Inersia (N/m) F. Perhitungan Free Span Pipeline & Riser Perhitungan free span bertujuan untuk mengetahui apakah free span yang terjadi pada pipeline dan riser sudah memenuhi kriteria screening sesuai dengan DNV RP F 105. Tahap-tahap yang harus dilakukan sampai pada tahap screening fatigue antara lain perhitungan panjang span efektif, Perhitungan critical buckling load, static deflection, dan natural frequency, serta Screening untuk arah in line dan crossflow. Berikut ini adalah contoh gambar span yang terjadi pada pipeline di bawah laut akibat kontur yang tidak rata: E. Perhitungan On Bottom Stability pada Pipa Tujuan utama dari perhitungan stabilitas pipa di bawah laut yaitu untuk memastikan apakah pipa tetap stabil dengan menerima berbagai gaya hidrodinamik yang ada di bawah Gambar 5. Span akibat kontur yang tidak rata [6]

PAPER TUGAS AKHIR 4 G. Pemodelan pada Software Setelah dilakukan semua perhitungan di atas, maka dilakukan pemodelan dengan autopipe dengan merujuk pada rute dan gambar yang didapatkan dari data drawing Untuk mengetahui apakah model yang telah dibuat nantinya sudah memenuhi kriteria, dilakukan validasi dengan mengecek tegangan ekuvalen dan dispacement yang terjadi pada pipa dan riser. Apabila tegangan ekuivalen yang terjadi lebih besar daripada tegangan yang diijinkan, maka dilakukan input ulang dengan memperbesar tebal pipa pada member yang gagal sampai tegangan ekuivalen memenuhi tegangan yang diijinkan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perhitungan Tebal Pipeline, Riser, dan Spool Perhitungan tebal pipa dimulai dengan memilih tebal pipa yang ada pada schedule API 5L sesuai dengan diameter pipa. Setelah itu, dihitung tebal pipa berdasarkan pressure containment, kemudian dilakukan pengecekan terhadap tekanan eksternal, kombinasi bending dan tekanan eksternal, serta terhadap propagation buckling. Setelah itu, tebal nominal yang didapatkan disesuaikan dengan tebal awal yang telah dipilih, apabila tebal hasil perhitungan lebih besar maka harus mengganti dengan tebal yang lebih besar begitu juga sebaliknya. Berikut ini adalah hasil perhitungan wall thickness pada pipeline, riser, dan expansion spool: Tabel 5. Tebal Minimal Berdasarkan Hasil Perhitungan dan Tebal Nominal Berdasarkan API 5L Required Wall Selected API 5L Location/Section Thickness (mm) Standard Thickness (mm) (in.) Subsea Pipeline 7.70 8.2 mm (0.322 ) Vertical Riser & Expansion Spool 9.06 9.5 mm (0.375 ) Dari hasil perhitungan dapat diperoleh tebal minimal yang dibutuhkan saat kondisi operasi adalah 7.70 mm (pipeline) dan 9.06 mm (riser & expansion spool), Tetapi pada schedule yang digunakan (API 5L) tidak terdapat pipa dengan tebal tersebut pada diameter luar 8 inch. Akhirnya tebal nominal dipilih dengan menyesuaikan pada schedule yaitu pipa dengan spesifikasi: NPS 8 5 / 8, OD 219,1 mm, dan WT 8,2 mm (pipeline) & 9,5 mm (riser, spool) dengan grade X52 sesuai dengan data pada desain basis. B. Hasil Perhitungan Thermal Expansion Setelah dilakukan perhitungan ekspansi termal, maka didapat panjang ekspansi yang terjadi pada ujung-ujung pipa dan anchor length untuk mengetahui apakah ekspansi terjadi pada seluruh batang pipa. Setelah didapat panjang ekspansi yang terjadi, dilakukan pemilihan panjang spool minimal dengan mencocokkan pada nomograf. Berikut ini adalah hasil dari perhitungan thermal expansion : Tabel 6. Hasil Perhitungan Expansion, Anchor Length, dan Panjang spool minimal Expansion (mm) Anchor Length (m) Panjang Spool KC KA KC KA minimal 77 67 401 401 10.05 C. Hasil Perhitungan On Bottom Stability Setelah dilakukan analisis stabilitas pipa di bawah laut berdasarkan DNV RP F 109, maka didapat tebal lapisan beton yang mampu menjaga pipa agar tetap stabil. Kestabilan pipa ditinjau dari safety factor stabilitas vertikal dan lateral. Berikut ini adalah beberapa variabel penting yang diperoleh perhitungan stabilitas pipa di bawah laut: Tabel 7. Hasil Perhitungan On Bottom Stability Tebal concrete coating FD (N/m) FL (N/m) FI (N/m) SFV SFL 30 mm 47.87 29.92 0.12 1.654 1.56 D. Hasil Perhitungan Free Span Berikut ini adalah hasil perhitungan free span pada riser dan pipeline berdasarkan DNV RP F 105. Perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan panjang span efektif sampai dengan screening fatigue: Tabel 8. Hasil Perhitungan free span pada riser L (m) In-Line L eff (m) Cross- Flow Screening Fatigue Criteria In-Line Cross-Flow 10.67 15.910 15.324 lolos lolos 8.38 13.642 13.047 lolos lolos 14.48 19.704 19.116 lolos lolos 9.59 14.837 14.249 lolos lolos 13.41 18.639 18.052 lolos lolos 10.72 15.960 15.374 lolos Lolos Berdasarkan hasil perhitungan sampai pada tahap screening fatigue criteria didapatkan bahwa semua actual span yang terjadi pada riser maupun pipeline telah memenuhi kriteria.

PAPER TUGAS AKHIR 5 E. Hasil Pemodelan dengan Software Beikut ini adalah hasil pemodelan riser, spool, dan pipeline KC-KA secara keseluruhan dengan menggunakan software: Gambar 8. Tegangan pada riser dan spool KC Berikut ini adalah besar tegangan yang terjadi pada riser dan spool KC: Tabel 10. Tegangan riser dan spool KC Gambar 6. Riser, Spool, dan Pipeline KC-KA Sedangkan berikut ini adalah ilustrasi tegangan yang terjadi pada riser dan spool KA: Gambar 7. Tegangan pada Riser dan Spool KA Berikut ini adalah besar tegangan yang terjadi pada riser dan spool KA: Tabel 9. Tegangan riser dan spool KA Joint name Stress Allowable stress Ratio (N/mm2) (N/mm2) BND3 148.65 322.67 0.46 PS4 85.05 322.67 0.26 PS3 116.64 322.67 0.36 PS2 98.58 322.67 0.31 PS1 130.78 322.67 0.41 BND2 84.80 322.67 0.26 BND1 90.18 322.67 0.28 RCL2 84.01 322.67 0.26 RCL1 67.14 322.67 0.21 HCGL 71.71 322.67 0.22 Joint name Stress (N/mm2) Allowable (N/mm2) stress Ratio BND4 543.47 322.67 1.69 A82 224.65 322.67 0.70 A84 194.81 322.67 0.60 BND6 330.49 322.67 1.02 A85 172.73 322.67 0.54 BND7 381.94 322.67 1.18 RCL3 109.13 322.67 0.34 RCL4 75.52 322.67 0.23 RCL5 73.13 322.67 0.23 RCL6 69.62 322.67 0.22 Berdasarkan hasil di atas, terdapat beberapa member yang mengalami kegagalan akibat overstress pada spool dan riser platform KC. Untuk mengatasinya, maka perlu dilakukan redesign pada permodelan di autopipe dengan mengganti tebal pipa pada member yang gagal dengan tebal pipa yang lebih besar. Tebal pipa yang dipilih juga harus sesuai dengan schedule pada API 5L. Setelah dilakukan proses redesign didapat tabal pipa minimal yang dibutuhkan sehingga model tidak mengalami kegagalan. Berikut ini adalah wall thickness yang dipilih dalam tahap redesign. Tabel 11. Wall Thickness sebelum dan setelah redesign Wall thickness sebelum redesign (mm) Wall thickness setelah redesign (mm) riser spool Pipeline riser spool Pipeline 9.4 9.4 8.2 12.7 14.3 12.7

PAPER TUGAS AKHIR 6 3. Pemodelan riser, spool, dan pipeline pada software autopipe dengan input wall thickness dan expansion thermal berdasarkan hasil perhitungan manual mengalami kegagalan karena terdapat beberapa member pada riser dan expansion spool yang mengalami overstress. Setelah dilakukan redesign dengan mengganti tebal riser, spool, dan pipeline sesuai schedule dengan ketebalan yang lebih besar, maka tidak didapatkan kegagalan pada model DAFTAR PUSTAKA Gambar 9. Ilustrasi Tegangan pada Riser dan Spool KC setelah Redesign Berikut ini adalah besar tegangan yang terjadi pada riser dan spool KC setelah redesign: Tabel 4.31 Tegangan pada Riser dan Spool KC setelah Redesign Joint Stress Allowable Ratio name (N/mm2) stress (N/mm2) BND4 281.25 322.67 0.87 A82 154.24 322.67 0.48 A84 164.68 322.67 0.51 BND6 196.78 322.67 0.61 A85 118.05 322.67 0.37 BND7 217.86 322.67 0.68 RCL3 85.81 322.67 0.27 RCL4 51.83 322.67 0.16 RCL5 49.38 322.67 0.15 RCL6 46.17 322.67 0.14 [1] Soegiono. Pipa Laut. Airlangga University Press, Surabaya. (2007). [2] Pertamina, Design Basis Pertamina Hulu energy Offshore North west Java, Jakarta (2012) [3] Guo, B. Shanhong, S. Jacob, C. Ali, G. Offshore Pipeline. Elsevier Ocean Engineering Book Series, Oxford. 2005. [4] Bai, Y. Pipeline and Risers. Elsevier. USA. (2001). [5] Reza, M. Perancangan Pipa dan Expansion Spool Pipa Penyalur SPM Laporan Tugas Akhir. FTSP-ITB, Bandung (2008). [6] Sentosa, V. M. Subsea Pipeline Free Span. http://i2.wp.com/vladvamphire.files.wordpress.com/2012/08/gmbar.jpg. Diunduh 25 Febuari 2014, (2012). IV. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini antara lain: 1. Melalui perhitungan manual didapat tebal pipa minimal yang diperlukan sebesar 7.70 mm untuk pipeline dan 9.04 untuk spool dan riser. Tetapi, setelah dicocokkan pada schedule yang dipakai yaitu API 5L tidak terdapat tebal pipa yang sesuai dengan perhitungan manual. Oleh karena itu, dipilih tebal pipa berdasarkan schedule yang juga memenuhi kualifikasi dari perhitungan manual. Sehingga, dipilih tebal nominal pipa berdasarkan schedule sebesar 8.20 mm untuk pipeline dan 9.40 mm untuk riser dan spool. 2. Panjang spool minimal yang dibutuhkan untuk mengakomodasi ekspansi yang terjadi adalah 10.05 m. Panjang ini didapat dengan mencocokkan ekspansi yang terjadi dengan outer diameter pada nomograf. Karena panjang yang didapat kurang dari 12 m, maka dipilih panjang spool 12 m. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pelaksanaan di lapangan, karena panjang selonjor pipa yang terdapat di lapangan adalah 6 m dan 12 m.