KAJIAN KEPUSTAKAAN. masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan RPHU Rawa Kepiting berbentuk kompleks dengan beberapa

[Pengelolaan Rumah Potong Unggas]

PENDAHULUAN. terjangkau, memiliki kualitas gizi yang yang baik, mudah diolah menjadi berbagai

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG

Badan Standardisasi Nasional

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA RUMAH PEMOTONGAN BABI DI KOTA BANDUNG

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah Singkat Perusahaan

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat

RPA objectives, development, principles, management and food safety

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

LEMBAR PENILAIAN PASAR SETONOBETEK SESUAI KEPMENKES RI NO. 519/MENKES/SK/VI/2008 YANG TELAH DIMODIFIKASI

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Pengusahaan Yoghurt di Indonesia

Mutu karkas dan daging ayam

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM MATA KULIAH

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing berlokasi di Denpasar dan Tabanan, Tempat Pemotongan Ayam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Identitas Tenaga Kerja PD. Sehati P.S. Pendidikan Terakhir

III KERANGKA PEMIKIRAN

DESAIN MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL TERINTEGRASI STANDAR RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS (Studi Kasus di Rumah Potong Ayam Wataslim) BAGUS PURNOMO EKO

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

Analisis Penerapan Cara Produksi dan Penanganan Daging di Rumah Potong Ayam Modern PT. X, Semi Modern Y, dan Tradisional Z Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

Lampirran 1 Aplikasi SSOP pada seluruh TPA dibina dan Kondisi Seharusnya yang mengacu pada Permentan 2005

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 pada Pasal 1 ayat (3). Negara berkewajiban untuk melindungi warga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III KERANGKA PEMIKIRAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Kementerian Pertanian. Rumah Potong Hewan. Unit Penanganan Daging.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG IZIN USAHA PEMOTONGAN HEWAN, PENJUALAN DAGING HEWAN DAN USAHA PEMOTONGAN UNGGAS

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pelabuhan Perikanan 2.2 Kebersihan Definisi kebersihan

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

4 Agroinput Pengembangan Ternak Sapi 3 Paket Potong di Kabupaten Kediri 2 Paket

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Pertanian organik di masa sekarang ini mulai digemari dan digalakkan di

Suatu uhaha preventif pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB IV PENUTUP. 1. Pengelolaan Limbah Rumah Potong Lubuk Buaya Padang. temukan bahwa pengelolaan limbah RPH terbagi atas 3 macam yaitu:

MENERAPKAN HIGIENE SANITASI

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Komponen Biaya Produksi dan Biaya Pengelolaan Air PDAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJUAN PUSTAKA

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT,

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PERANCANGAN ALAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK MENGURANGI DAMPAK LINGKUNGAN DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN RUMAH PEMOTONGAN AYAM

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

Analisa Mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN (DICABUT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. pembelahan daging ayam untuk mengeluarkan jeroan, dan proses pengeluaran

1 of 5 02/09/09 11:07

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

[Pemanenan Ternak Unggas]

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PROGRAM LINIER DENGAN METODE GRAFIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Rumah Pemotongan Hewan Unggas Rumah pemotongan unggas (RPU) adalah komplek bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum (SNI, 1999). Tujuan utamanya didirikan RPU adalah untuk mendapatkan karkas unggas, yaitu bagian tubuh unggas setelah dilakukan penyembelihan dan dikurangi bagian-bagian tertentu (Priyatno, 2000). Karkas tersebut akan menghasilkan daging unggas baik daging unggas segar, daging unggas dingin maupun daging unggas beku yang nantinya akan dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 1976 Bab I Pasal 2 disebutkan bahwa RPU merupakan unit/sarana pelayanan masyarakat dalam menyediakan daging unggas yang sehat, berfungsi sebagai: 1. Tempat dilaksanakannya pemotongan unggas secara benar. 2. Tempat dilaksanakannya pemeriksaan kesehatan unggas sebelum dipotong (ante mortem) dan daging unggas (post mortem) untuk mencegah penularan penyakit unggas ke manusia. 3. Tempat untuk mendeteksi dan memonitor penyakit unggas yang ditemukan pada pemeriksaan ante mortem dan post mortem guna

pencegahan dan pemberantasan penyakit unggas menular di daerah asal unggas. 2 2.1.1 Persyaratan Rumah Pemotongan Hewan Unggas RPU harus memenuhi segala persyaratan yang dapat menjamin berlangsungnya proses produksi, mulai dari penerimaan ayam hidup, proses pemotongan, penyimpaan, dan pengiriman, tanpa menimbulkan gangguan pencemaran bagi penduduk sekitarnya. Menurut SNI (1999), RPU harus memenuhi persyaratan lokasi sebagai berikut: 1. Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana, Detail Tata Ruang (RDTR) setempat dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) 2. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih rendah dari pemukiman penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan. 3. Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu, dan kontaminan lainnya. 4. Memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan RPU Komplek bangunan RPHU terdiri dari bangunan utama sebagai tempat berlangsungnya proses produksi dan bangunan penunjang lainnya. Menurut Priyatno (2000), kompleks bangunan RPHU yang ideal terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut:

3 1. Bangunan utama, tempat pemotongan ayam 2. Tempat penampungan ayam hidup sebelum dipotong, sekaligus sebagai tempat penimbangan ayam hidup dan tempat pemeriksaan kesehatan ayam hidup 3. Tempat penanganan usus yang terpisah dari bangunan utama 4. Bak pengendap limbah cair sebelum dialirkan ke sungai 5. Tempat penampungan sementar limbah padat sebelum diangkut ke tempat pembuangan 6. Ruang administrasi, gudang penyimpanan alat, kamar mandi, dan WC 7. Halaman yang digunakan sebagai tempat parkir kendaraan 8. Gudang berpendingin (cold storage) 2.1.2 Proses Pemotongan Unggas Proses pemotongan ayam yang berlangsung dengan lancar, teratur, dan memenuhi syarat kesehatan akan menghasilkan kualitas karkas dan sampingan yang baik. Untuk itu, proses pemotongan ayam sebaiknya dilaksanakan dalam tiga kompartemen (ruangan) terpisah. Masing-masing kompartemen dipisahkan dengan sekat yang terbuat dari tembok atau beton. Dengan adanya sekat tersebut, diharapkan terjadinya pencemaran silang (cross contamination) antara kompartemen bisa ditekan seminimal mungkin (Priyatno, 2000). Secara garis besar proses pemotongan terdiri dari beberapa tahapan diantaranya: 1. Kompartemen I

4 Kompartemen sangat kotor (super dirty area) di dalam bagian ini berlangsung tahapan pemotongan, meliputi penyembelihan ayam, pencelupan ayam ke dalam drum atau panci berisi air panas, dan pencabutan bulu. 2. Kompartemen II Kompartemen kotor (dirty area) di dalam bagian ini berangsung tahapan proses pemotongan seperti proses pemotongan kepala dan leher dari tubuh ayam, pemotongan kaki (ceker), penyobekan perut dan pengeluaran isi rongga perut, pembersihan bulu-bulu yang masih tersisa, penanganan sampingan, dan pencucian karkas. 3. Kompartemen III Kompartemen bersih (clean area) di dalam bagian ini berlangsung proses pemotongan, sepert pendinginan ayam dalam bak, penyiapan karkas sesuai pesanan, pembungkusan atau pengemasan, pemotongan ayam menjadi beberapa bagian (parting), proses pengambilan tulang (boneless), dan penyimpanan karkas ke dalam gudang berpendingin (cold storage). 2.1.3 Usaha Pemotongan Unggas Usaha pemotongan unggas adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan unggas di rumah pemotongan unggas/tempat pemotongan unggas milik sendiri atau pihak lain atau menjual jasa pemotongan unggas (SK Mentan, 1976). Pada usaha pemotongan

5 unggas perlu menjadi perhatian dalam hal peralatan dan perlengkapan, seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di tempat pemotongan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan mudah dirawat. Untuk peralatan yang berhubungan dengan daging ditambah dengan persyaratan terbuat dari bahan yang tidak toksik (Priyatno, 2000). Peralatan dalam usaha pemotongan ayam terdiri dari: 1. Kendaraan pengangkut ayam hidup 2. Keranjang ayam hidup (keranjang bambu & keranjang plastik) 3. Drum perendamana ayam dan pemanas air 4. Mesin pencabut bulu (tenaga listrik) 5. Meja pengeluaran isi perut (eviserasi) 6. Bak pencucian dan penampungan karkas 7. Gudang penyimpanan karkas 8. Keranjang karkas dan sampingan 9. Pisau pemotongan ayam 10. Timbangan 11. Mesin parting 12. Mesin penghancur es 13. Kendaraan pengangkut karkas dan sampingan

6 2.2 Tenaga Kerja Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Penduduk yang tergolong sebagai tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun 64 tahun. Jadi yang dimaksud dengan tenaga kerja, yaitu individu yang sedang mencari atau sudah melakukan pekerjaan yang menghasilkan barang atau jasa yang sudah memenuhi persyaratan ataupun batasan usia yang telah ditetapkan oleh undang-undang yang bertujuan untuk memperoleh hasil atau upah untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Klasifikasi tenaga kerja adalah pengelompokan akan ketenaga kerjaan yang sudah tersusun berdasarkan kriteria yang sudah di tentukan. Klasifikasi tenaga kerja berdasarkan kualitasnya terdiri dari: 1. Tenaga kerja terdidik, adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain. 2. Tenaga kerja terlatih, adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lainlain.

7 3. Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih, adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya 2.3 Produktivitas Kerja Menurut Sedarmayanti (2009), produktivitas memiliki dua dimensi yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian untuk kinerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diartikan bahwa untuk mengukur suatu produktivitas diperlukan dua dimensi yaitu efektivitas dan efisiensi, yang keduanya saling berkaitan satu sama lain dalam pencapaian target berupa kualitas yang maksimal. Pengertian efektivitas ini memberikan gambaran seberapa jauh target yang dapat dicapai, lebih berorientasi pada keluaran (output), untuk masalah masukan (input) kurang menjadi perhatian khusus atau utama. Berbeda dengan efektivitas, keterkaitan efisiensi dengan produktivitas lebih berorientasi terhadap suatu ukuran dalam mebandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Lebih singkatnya pengertian efisiensi berorientasi pada masukan, sedangkan masalah keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama.

8 Secara umum produktivitas mengandung sebuah pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran sumber daya manusia yang digunakan (input) dalam satuan waktu. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa ada kaitan antara hasil kerja dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja. Seorang tenaga kerja produktif adalah yang cekatan dan menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan mutu yang ditetapkan dalam waktu yang lebih singkat atau mampu menghasilkan output lebih besar dari tenaga kerja yang lain. 2.3.1 Pengukuran Produktivitas Mengukur produktivitas sering kali tidak dapat dilihat dan sulit untuk diukur, menggunakan teknik teknik pengukuran yang dapat diketahui suatu produktivitas. Untuk itu dikemukakan cara untuk mengukur produktivitas kerja menurut Ilyas (1999), mengemukakan pengukuran produktivitas dengan dua cara yaitu: physical productivity dan value productivity. Yang dimaksud dengan pengukuran physical productivity adalah pengukuran produktivitas secara kuantitatif dengan unit pengukuran dapat berupa ukuran (size), panjang, jumlah unit, berat, waktu dan jumlah sumber daya manusia. Pengukuran selanjutnya dengan value productivity adalah pengukuran produktivitas dengan menggunakan nilai uang sebagai tolak ukur sehingga tingkat produktivitas dikonversi kebentuk rupiah.

9 2.4 Linear Programming Menurut Soekartawi (1992), linier programming (LP) adalah suatu metode programasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linear. LP itu sendiri sebenarnya merupakan metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara kemungkinan-kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Teknik LP dapat digunakan dalam dua cara, yaitu: a. Meminimumkan biaya dalam rangka tetap mendapatkan total penerimaan atau total keuntungan sebesar mungkin (minimisasi). b. Memaksimumkan total penerimaan atau total keuntungan pada kendala sumberdaya yang terbatas (maksimisasi). Menurut Miller (1982), linear programming (LP) merupakan model analisis yang memusatkan pada pemilihan jangka pendek dalam suatu proses produksi untuk mencapai produk yang dihasilkan setinggi mungkin. Dengan teknik LP, maka pemilihan alternatif terbaik inilah dapat diidentifikasi dengan relatif mudah. Misalnya dalam pilihan proses produksi, biasanya keputusan yang diambil merupakan keputusan jangka pendek dengan membedakan sumberdaya tetap (fixed resources) dan sumberdaya variabel (variable resources). Dengan demikian, penggunaan LP diperlukan karena adanya sebuah fungsi tujuan tertentu yang harus dicapai atau dipecahkan. Fungsi tujuan menjadi sasaran dari kendala yang ada dengan kondisi tertentu yang dapat diidentifikasi. Setelah sejumlah kendala tersusun, kemudian dilakukan serangkaian pemecahan. Pemecahan tersebut merupak solusi terakhir yang akan diperoleh. Solusi ini adalah yang

diharapkan, dimana solusi yang baik akan menunjukkan total penerimaan atau total keuntungan yang tinggi. 10