BAB I PENDAHULUAN. II. RUMUSAN MASALAH 2.1. Apa yang dimaksud dengan kista? 2.2. Apa saja klasifikasi kista rahang? 2.3. Bagaimana cara penanganannya?

dokumen-dokumen yang mirip
Odontektomi. Evaluasi data radiografi dan klinis dari kondisi pasien

BAB 2 EKSTRAKSI GIGI. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB 11 KURETASE GINGIVAL

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS

KURETASE GINGIVAL & KURETASE SUBGINGIVAL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY DISLOKASI TMJ DAN AVULSI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

ENDODONTIC-EMERGENCIES

BAB 2 KANINUS IMPAKSI. individu gigi permanen dapat gagal erupsi dan menjadi impaksi di dalam alveolus.

4 Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

Dry Socket Elsie Stephanie DRY SOCKET. Patogenesis Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tumor odontogenik memiliki kelompok-kelompok lesi yang kompleks

26 Universitas Indonesia

Tahap-tahap penegakan diagnosis :

PERAWATAN PERIODONTAL

TEKNIK DAN TRIK PENCABUTAN GIGI DENGAN PENYULIT

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Pedersen, 1966). Selama melakukan prosedur pencabutan gigi sering ditemukan

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Awal Kanker Rongga Mulut; Jangan Sepelekan Sariawan

OSTEOSARCOMA PADA RAHANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 OSTEOMIELITIS KRONIS PADA RAHANG. infeksi yang terjadi dapat disebabkan oleh infeksi odontogenik. Osteomielitis dibagi

DIAGNOSIS DAN RENCANA PERAWATAN Prosedur penegakan diagnosis merupakan tahap paling penting dalam suatu perawatan Diagnosis tidak boleh ditegakkan tan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal untuk erupsi secara utuh pada posisi

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf 1

Grafik 1. Distribusi TDI berdasarkan gigi permanen yang terlibat 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

BAB I. dalam kehidupan sehari-hari. Kesehatan pada dasarnya ditunjukan untuk. untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Penyakit gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI DENGAN KONDISI SISA AKAR (GANGREN RADIK)

BAB 2 FRAKTUR MANDIBULA. Fraktur mandibula adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang pada. berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker adalah penyakit keganasan yang ditandai dengan pembelahan sel

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gigi, mulut, kesehatan umum, fungsi pengunyahan, dan estetik wajah.1 Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

II. KEADAAN ANATOMIS SEBAGAI FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mencegah keadaan bertambah buruk, cacat tubuh bahkan kematian

Abses dentogen subkutan

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

Bedah endodontik suatu pendekatan konservatif dalam penanggulangan kista yang lebih dari 2/3 panjang saluran akar gigi anterior

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi yang paling sering

BAB 13 BEDAH FLEP. Dalam perawatan periodontal digunakan beberapa tipe dan disain flep periodontal sesuai dengan kebutuhannya.

OROANTRAL FISTULA SEBAGAI SALAH SATU KOMPLIKASI PENCABUTAN DAN PERAWATANNYA

Dalam bentuk tablet, kaplet, pil, sirup, kapsul, atau puyer. Kelemahannya : Aksinya lambat, tidak dapat digunakan pada keadaan gawat.

PENATALAKSANAAN PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS DAN POST STROKE. Oleh : Rozario N. Ramandey

Pendahuluan. Bab Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

Gangguan Pada Bagian Sendi

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan

CIRI-CIRI : Alat penjepit dari stainless steel dengan ujung jepitan melengkung/membentuk sudut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

BAB 2 PENGERTIAN, ETIOLOGI, TANDA DAN GEJALA OSTEOSARKOMA. Osteosarkoma adalah suatu lesi ganas pada sel mesenkim yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB 3 GAMBARAN RADIOGRAFI KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. Tindakan membaca foto roentgen haruslah didasari dengan kemampuan

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

CARA YANG TEPAT DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva

ABSTRAK. Kata kunci: gigi impaksi, keadaan patologis, tindakan preventif, penatalaksanaan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PREVALENSI KISTA ODONTOGENIK RONGGA MULUT DI RUMAH SAKIT IBNU SINA DAN RUMAH SAKIT SAYANG RAKYAT PERIODE TAHUN

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

CROSSBITE ANTERIOR. gigi anterior rahang atas yang lebih ke lingual daripada gigi anterior rahang

III. RENCANA PERAWATAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu jenis perawatan gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI.

Perdarahan Pasca Ekstraksi Gigi, Pencegahan dan Penatalaksanaannya

I. PULPEKTOMI (Ekstirpasi Pulpa)

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Kista merupakan suatu kavitas tertutup atau kantung yang bagian dalam dilapisi oleh epitelium, dan pusatnya terisi cairan atau bahan semisolid. Tandanya, bila epitelium tumbuh dalam suatu masa sel, bagian pusat kehilangan sumber nutrisi dari jaringan periferal. Perubahan ini menyebabkan nekrosis di pusat suatu kavitas terbentuk, dan terciptalah suatu kista. Kista rongga mulut dapat diklasifikasinkan kedalam dua kelas yaitu kista odontogenik dan kista non odontogenik. Selain itu kista odontogenik juga dapat terjadi selama proses perkembangan maupun karena inflamasi. Kista dirawat dengan prosedur pembedahan enukleasi maupun dengan marsupialisasi. Dalam melakukan prosedur pembedahan seorang klinisi juga harus mempertimbangkan kondisi kesehatan umum pasien yang nantinya dapat mempengaruhi kesuksesan perawatan. II. RUMUSAN MASALAH 2.1. Apa yang dimaksud dengan kista? 2.2. Apa saja klasifikasi kista rahang? 2.3. Bagaimana cara penanganannya? III. TUJUAN MAKALAH 3.1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan kista; 3.2. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi kista rahang; 3.3. Untuk mengetahui dan memahami tata laksana penanganan kista. IV. MANFAAT MAKALAH Dapat mengetahui dan memahami kista rahang dan mampu merealisasikan dalam bidang kedokteran gigi. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. KISTA RONGGA MULUT 2.1. Definisi Kista adalah rongga patologik yang dapat berisi cairan, semisolid/semifluid, atau gas yang bukan berasal dari akumulasi pus maupun darah. Kista dapat terjadi dianatara tulang atau jaringan lunak. Dapat asymptomatic atau dapat dihubungkan dengan nyeri dan pembengkakan. Pada umumnya kista berjalan lambat dengan lesi yang meluas. Mayoritas kista beukuran kecil dan tidak menyebabkan pembengkakan di permukaan jaringan. Apabila tidak ada infeksi, maka secara klinis pembesarannya minimal dan berbatas jelas. Pembesaran kista dapat menyebabkan asimetri wajah, pergeseran gigi yang terlibat, hilangnya gigi yang berhubungan atau gigi tetangga. Dilihat dari gambaran radiograf, terlihat radiolusen yang dikelilingi lapisan radioopak tipis, dapat berbentuk unilokular atau multilokular. 2.2. Klasifikasi Ada beberapa klasifikasi kista odontogenik yang ditemukan, namun klasifikasi yang disarankan adalah klasifikasi kista rahang yang dimodifikasi dari klasifikasi yang disarankan oleh WHO (1992), adalah sebagai berikut: A. BEREPITEL I. Kista karena kelainan perkembangan (developmental) a. Berasal dari gigi (odontogenik) - Kista dentigerous (folikular) - Kista erupsi - Kista primordial (keratokista) - Kista gingival pada bayi - Kista gingival pada orang dewasa 2

- Kista odontogenik berkalsifikasi - Kista odontogenik glandular b. Bukan berasal dari gigi (non odontogenik) - Kista globulomaksilaris - Kista nasolabialis - Kista median mandibular - Kista palatinus median - Kista duktus nasopalatinus II. Kista peradangan (Inflamasi) a. Kista radikuler (apikal) b. Kista residual c. Kista paradental B. TIDAK BEREPITEL I. Kista tulang sederhana (kista traumatic tulang, kista hemorhagik tulang) II. Kista tulang aneurisme 2.3. TANDA DAN GEJALA Tanda-tanda klinis dari kista bergantung dari besarnya kista tersebut. Kista yang kecil dan belum mendesak tulang rahang, tidak memberi tanda-tanda klinis, kecuali pada kista periodontal, bila dijumpai gigi yang nonvital, dapat diduga kemungkinan adanya kista. Kista yang besar dan mulai mendesak tulang alveolus, baru memberi tanda-tanda klinis berupa benjolan ditulang rahang dan asimetri pada wajah. Intra oral pada palpasi dapat teraba : - Fluktuasi - Krepitasi - Benjolan keras 3

Biasanya kista yang kecil tidak memberi gejala subjektif. Gejala pertama yang dirasakan pasien adalah rasa sakit dan pembengkakan bila kista meradang atau pasien akan menjumpai benjolan disulcus vestibularis. Keluhan pasien juga dapat timbul bila mengetahui ada gigi yang tidak tumbuh, hal ini misalnya pada kista dentigerous. 4

BAB III PENATALAKSANAAN KISTA RAHANG 3.1. Enukleasi Merupakan proses pengangkatan seluruh lesi kista tanpa terjadinya perpecahan pada kista. Kista itu sendiri dapat dilakukan enukleasi karena lapisan jaringan ikat antara komponen epitelial (melapisi aspek anterior kista) dan dinding kista yang bertulang pada rongga mulut. Lapisan ini akan lepas dan kista dapat diangkat dari kavitas yang bertulang. Proses enukleasi sama dengan pengangkatan periosteum dari tulang. Enukleasi pada kista seharusnya dilakukan secara hati hati untuk mencegah terjadinya lesi rekuren. Indikasi : Pengangkatan kista pada rahang Ukuran lesi kecil, sehingga tidak banyak melibatkan struktur jaringan yang berdekatan Letaknya jauh dari jaringan vital (sinus maxillaris atau kanalis mandibularis) Keuntungan : Pemeriksaan patologi dari seluruh kista dapat dilakukan Pasien tidak dilakukan perawatan untuk kavitas marsupialisasi dengan irigasi konstan Jika akses flap mucoperiosteal sudah sembuh, pasien tidak merasa terganggu lebih lama oleh kavitas kista yang ada Kerugian : Jika beberapa kondisi diindikasikan untuk marsupialisasi, enukleasi bersifat merugikan seperti : Fraktur rahang 5

Devitalisasi pada gigi Impaksi gigi Banyak jaringan normal yang terlibat Teknik : Pengambilan kista keseluruhan RO foto untuk mengetahui lokalisasi kista ini dan hubungannya dengan jaringan sekitarnya Anasthesi yang digunakan adalah anasthesi lokal Pleksus anasthesi Blok anasthesi Submukus infiltrasi anasthesi Anasthesi diberikan di kiri dan kanan secara infiltrasi dan jika ada gigi yang terlibat pada kista ini yang akan dicabut, dapat dilakukan bersamaan. Waktu anasthesi tidak boleh ditusuk kedalam kista karena Menambah rasa sakit Anasthesi tidak akan berguna Lakukan insisi, berbentuk semi lunair atau trapesium, flep harus dibuat lebih besar dari luasnya kista. Pembukaan flep dengan respatorium, dilakukan dengan hati-hati karena dapat menyebabkan : Sobeknya dinding kista Cairan kista akan keluar sehingga menyulitkan memisahkan dinding kista dan mukosa Jika kista masih dibawah tulang maka tulang harus diambil bagian labial atau bukal dengan bur bulat. Jika kista sudah besar biasanya berada dekat dibawah mukosa (tulangnya tipis), tusuk dengan jarum untuk mengetahui lokasi yang tepat dari kista. Membuang tulang hanya secukupnya sampai kista dapat keluar melalui lubang. 6

Setelah dinding kista terlihat, gunakan sendok granuloma atau sendok kista untuk melepaskan dinding kista dari tulang yang mengelilingi, dengan cara memasukkan sendok yang cekung ke arah tulang, lakukan hingga semua kapsul kista terlepas dari tulang, usahakan jangan sampai pecah karena munyulitkan pekerjaan Setelah kista keluar, rongga dibersihkan dan tulang tajam dihaluskan, lalu flep ditutup dan dijahit Berikan tampon untuk menekan pendarahan Keseesokan harinya dilakukan kontrol untuk melihat pendarahan 5-6 hari jahitan dapat dibuka, dan jika ada gigi yang ingin dicabut dapat dilakukan bersamaan Penyembuhan mukosa & remodelling tulang, dimana terbentuk jaringan granulasi pada dinding kavitas yang bertulang dalam waktu 3-4 hari. Dan remodelling tulang akan terjadi selama 6 12 bulan. 3.2. Marsupialisasi Merupakan metode pembedahan yang menghasilkan surgical window pada dinding kista, mengevakuasi isi kista dan memelihara kontinuitas antara kista dan rongga mulut, sinus maksilary atau rongga nasal. Proses ini mengurangi tekanan inrakista dan meningkatkan pengerutan pada kista. Marsupialisasi dapat digunakan sebaga terapi tunggal atau sebagai tahap preeliminary dalam perawatan dengan enukleasi. Indikasi : Jumlah jaringan yang terluka Dekatnya kista dengan struktur vital berarti keterlibatan jaringan tidak baik jika dilakukan enukleasi. Contoh : jika enuklesi pada kista menyebabkan luka pada struktur neurovaskular mayor atau devitalisasi gigi sehat, sebaiknya diindikasikan metode 7

marsupialisasi. Akses pembedahan Jika akses untuk pengangkatan kista sulit, sebaiknya dilakukan marsupialisasi untuk mencegah lesi rekuren. Bantuan erupsi gigi Jika gigi tidak erupsi (dentigerous cyst), marsupialisasi dapat memberikan jalur erupsi ke rongga mulut. Luas pembedahan Untuk pasien dengan kondisi medik yang kurang baik, marsupialisasi merupakan alternatif yang tepat dibandingkan enukleasi, karena prosedurnya yang sederhana dan sedikit tekanan untuk pasien. Ukuran kista Pada kista yang sangat besar, adanya resiko fraktur rahang selama enukleasi. Ini lebih baik dilakukan marsupialisasi, setelah remodelling tulang dapat dilakukan enukleasi. Keuntungan : Prosedur yang dilakukan sederhana Memisahkan struktur vital dari kerusakan akibat pembedahan Kerugian : Jaringan patologi kemungkinan masih tertinggal di dalam kavitas Tidak dapat dilakukan pemeriksaan histologi secara teliti Terselip debris makanan akibat adanya kavitas Pasien harus irigasi kavitas beberapa kali setiap hari Teknik : 8

Pengambilan sebagian dinding kista dengan membuat jendela pada dinding kista ini untuk mengurangi tekanan di dalam kista. RO foto untuk mengetahui luas daerah kista Anasthesi diberi secara blok atau infiltrasi pada sekita regio kista Jika kista tebal, maka dinding kista langsung melekat pada perios dan mukosa mulut, maka pisahkan dulu dengan menggunakan gunting tumpul Jika dinding kista masih ditutupi tulang, maka mukoperios plep harus dilepaskan dulu dari tulang dan flep diangkat. Tulang yang menutupi kista diambil dengan bur atau pahat atau tang pemotong tulang. Lalu permukaan tulang dilicinkan atau dihaluskan sehingga tidak ada iritasi terhadap jaringan lunak Luas daerah tulang yang diambil dimaksudkan sebagai besarnya jendela yang akan dibuat. Sebaiknya jendela dibuat sebesar mungkin sehingga diharapkan penutupan jendela sesuai dengan penyembuhan kista. Atau luas jendela kira-kira 2/3 besar rongga kista Dinding kista dipotong dengan scalpel seluar jendela yang dibuat, dan cairannya dikeluarkan. Jika ada pendarahan diberi tampon padat yang dibasahi adrenalin. Luka dicuci dengan larutan garam fisiologis atau aquades steril Flep yang diangkat dipotong sebesar jendela dan bagian tepinya diikat kedalam kista, agar terjadi pertautan antara mukoperios dengan dinding epitel kista kemudian dijahit Jika ada bagian tulang yang sukar ditembus jarum maka tulang dibor dulu dengan bur kecil Jika ada gigi yang ingin dicabut, dapat dilakukan segera dan luka bekas pencabutan dijahit dengan jahitan yang tidak rapat Bersihkan luka atau kantong kista Kedalam kantong kista dimasukkan jodoform kasa atau kasa yang diberi terra cortril, atau dalam kantong dibubuhi trisulfa atau jodoform tepung, 9

kemudian diatasnya diberi tampon padat sebagai pencegahan pendarahan Untuk mengurangi absorpsi dari cairan mulut terhadap jodoform, kasa tadi dapat diberi campuran zinc oxyd eugenol 3.3. Enukleasi dengan kuretase Dimana setelah dilakukan enukleasi, dilakukan kuretase untuk mengangkat 1 2 mm tulang sekitar periphery kavitas kista. Ini dilakukan untuk membuang beberapa sel epitelial yang tersisa pada dinding kavitas. Indikasi : Jika dokter melakukan pengangkatan keratosis odontogenik, dimana keratosis odontogenik memiliki potensi yang tinggi untuk rekuren. Jika terdapat beberapa kista rekuren setelah dilakukan pengangkatan kista Keuntungan : Jika enukleasi meninggalkan sel sel epitelium, kuretase dapat mengangkat sisa sisa epitelium tersebut, sehingga kemungkinan untuk rekuren minimal. Kerugian : Kuretase lebih merusak tulang dan jaringan yang berdekatan. Pulpa gigi kemungkinan akan hilang suplai neurovaskularnya ketika kuretase dilakukan dekat dengan ujung akar. Kuretase harus dilakukan dengan ketelitian yang baik untuk mencegah terjadinya resiko ini. Teknik : Kista dienukleasi atau diangkat Memeriksa kavitas serta struktur yang berdekatan dengannya Melakukan kuretase dengan irigasi steril untuk mengangkat lapisan tulang 1 2 10

mm sekitar kavitas kista Dibersihkan dan ditutup 3.4. Marsupialisasi disertai enukleasi Dilakukan jika terjadi penyembuhan awal setelah dilakukan marsupialisasi tetapi ukuran kavitas tidak berkurang. Teknik : Kista pertama kali dimarsupialisasi Menunggu penyembuhan tulang, untuk mencegah terjadinga fraktur rahang saat melakukan enukleasi Terjadi penurunan ukuran kista Dilakukan enukleasi 3.5. PERTIMBANGAN PENATALAKSANAAN KISTA PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG 1. Penyakit jantung Aterosklerotik/angina. Penyakit jantung aterosklerotik termasuk dalam golongan penyakit yang mengakibatkan kematian dan sering ditemukan pada pasien lanjut usia. Penyakit jantung iskemik akan mengarah ke aritmia, gangguan konduksi, gagal jantung, angina pectoris dan infark miokardial. Gejala subyektif yang paling nyata adalah angina pectoris, suatu proksimal sakit retrosternum yang melilit, yang sering menyebar ke pundak kiri, lengan atau mandibula. Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi stress sebelum operasi dengan menggunakan sedative, pengontrol rasa sakit yang memadai dengan menggunakan anastesi local dan kadang-kadang dilakukan pemberian senyawa nitrat profilaktik [nitrogliserin, 0,03 mg (1/200 gr) sublingual] 5-10 menit sebelum memulai tindakan bedah. Penatalaksanaan angina pectoris yang terjadi ketika dilakukan perawatan adalah 11

menghentikan operasi, mengatur posisi pasien agak tegak atau sedikit condong, memberikan nitrogliserin sublingual (diulangi 5 menit apabila tidak efektif), dan oksigen. Apabila sakitnya tetap atau bertambah parah, maka harus diperkirakan terjadinya infark kardiak. Segera member tahu dokter yang bersangkutan dan membawa pasien ke unit perawatan yang peralatannya memadai untuk kasus tersebut, resusitasi jantung-paru (CPR) harus dilakukan sesegera mungkin. 2. Gagal Jantung Gagal jantungh kongestif disebabkan oleh proses jantung yang menyimpang, dan oleh karena itu dipertimbangkan kemungkinannya padas emua pasien lanjut usia dan pada pasien yang mempunyai riwayat tanda-tanda kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan adanya dispnea, napas pendek, ortopnea, batuk kronis, sianosis, edema dependen dan kadang-kadang bronkopasme. Pasien ini juga didefinisikan berdasarkan pengobatan yang dialaminya yang biasanya berupa obat-obatan digitalis atau diuretic. 3. Hipertensi Hipertensi sering teridentifikasi dari riwayat kesehatan rutin yang diperiksa sebelum operasi. Pasien hipertensi yang terkontrol dengan baik tidak banyak menimbulkan masalah. Pasien yang tidak terkontrol dengan baik dan menderita penyakit jangka panjang dengan gejala seperti pusing-pusing, sakit kepala, perdarahan hidung atau gejala seperti stroke, harus dievaluasi secara cermat. Penatalaksanaan untuk pasien hipertensi dimodifikasi berdasarkan kebutuhan individual, dengan mempertimbangkanhasil pemeriksaan tekanan darah pra bedah, usia, riwayat kesehatan dan riwayat pengobatan dibandingkan dengan urgensi dan sifat pembedahan yang akan dilakukan. Pasien yang menderita hipertensi sedang atau ringan dengan tekanan darah yang distabilisir dengan pengobatan, boleh dirawat melalui kerja sama dengan dokter pribadinya. Biasanya anestesi yang afektif untuk bedah dentoalveolar diperoleh dengan pemberian mepivacaine 3% (carbocaine). Meskipun peranan hipertensi 12

essential masih dipertanyakan dalam meningkatkan perdarahan, tetapi tidak adanya vasokonstriktor benar-benar meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan intraoperatif. Jika epinefrin digunakan, dosis totalnya dibatasi hanya sampai 0,2 mg (setara dengan 10 Carpules dari epinefrin 1:100.00). prinsip penggunaan anestesi local minimal yang efektif dapat diterapkan pada pasien hipertensi seperti yang biasanya diperlakukan terhadap pasien yang lain. Mungkin diperlakukan sedative ringan pra bedah, tetapi harus sepengetahuan dokternya. Karena banyak pasien hipertensi menderita hipotensi ortostatik (postural), akibat pengobatan antihipertensi (baik diuretic atau inhibitor adrenergic), maka menaikkan tinggi kursi unit sebaiknya dilakukan perlahan-lahan, dan diperlakukan seseorang untuk membantu pada waktu pasien berdiri. 13

BAB IV KESIMPULAN Kista adalah suatu ruangan patologis yang berkapsul jaringan ikat berisi cairan kental, semi liquid atau darah, dan dapat berada dalam jaringan lunak atau keras. Biasanya berdinding epitel dan cairannya biasanya jernih dan jenuh mengandung cholesterin atau ester. Kista pada tulang rahang ada yang odontogen dan non odontogen dan biasanya berdinding epitel, walaupun ada yang tidak, misalnya Traumatic cyst atau Haemorrhagic cyst. Frekuensi lokasi kista odontogen di rahang atas lebih besar dari rahang bawah. Pada umumnya perawatan kista ada dua cara yaitu enukleasi dan marsupialisasi. Enukleasi adalah pengambilan kista secara keseluruhan, dan marsupialisasi adalah pengambilan sebagian dinding kista dengan membuat jendela pada dinding kista untuk mengurangi tekanan di dalam kista. 14

DAFTAR PUSTAKA Burket. Oral Medicine diagnosis & treatment 10th edition. BC Decker.Inc.London : 2003. Hal 9 20 Bhalaji. Oral and maxillofacial surgery. White SC & Pharoah. Oral Radiology 5th ed. Mosby. St Louis. 2000 Peterson. Contemporary oral and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. CV Mosby Company. 1993 http://www.scribd.com/doc/79485504/kista-rahang#download ᄃ http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/547/gdlhub-gdl-s1-2013-nugrahaand-27324-10.bab-2.pdf ᄃ 15