BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya Proses Pengolahan Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Bahan Organik Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

Macam macam mikroba pada biogas

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A DATA HASIL ANALISA

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN BIOGAS

ASIDOGENESIS LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT PADA KONDISI AMBIENT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

Gambar 1. Buah Tandan Kelapa Sawit (Sumber : Hasna,2011)

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berupa karbohidrat, protein, lemak dan minyak (Sirait et al., 2008).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

lebih terkendali selain itu pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar boiler dapat mengurangi pemakaian batubara dan solar sehingga dapat memberikan nila

PENGARUH HYDRAULIC RETENTION TIME

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

SNTMUT ISBN:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies besar yaitu Elaeis guineensis

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Fresh Fruit Bunch (FFB) Loading ramp. Steriliser. Stripper. Digester. Press. Oil. Vacuum Dryer Hydrocyclone

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit di Indonesia

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Fresh Fruit Bunch (FFB) Loading ramp. Steriliser. Stripper. Digester. Press. Oil. Vacuum Dryer Hydrocyclone

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang menyebabkan

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERKEMBANGAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA Indonesia berada pada posisi terdepan industri kelapa sawit dunia. Panen rata-rata tahunan minyak sawit mentah Indonesia meningkat sebesar tiga persen pada 10 tahun terakhir, sedangkan wilayah yang ditanami kelapa sawit meningkat selama sembilan tahun terakhir. Indonesia juga mengalami peningkatan produksi minyak sawit mentah dari 28,5 juta metrik ton pada tahun 2014 [24]. Saat ini Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat perhatian, antara lain adalah mesokarp, serat, tempurung, tandan kosong kelapa sawit, dan limbah cair [25]. Tabel 2.1 Produksi Minyak Kelapa Sawit di Indonesia [26] 2009 2010 2011 2012 2013 19.324.294 21.958.120 23.096.541 26.015.518 27.746.125 Minyak kelapa sawit secara umum digunakan sebagai bahan makanan dan juga sebagai bahan bakar pada berbagai macam industri selain industri makanan. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang paling penting terutama di negara-negara beriklim tropis seperti indonesia dan Malaysia. Akan tetapi produksi minyak kelapa sawit tersebut menghasilkan Limbah Cair Pabrik Kelapa sawit (LCPKS) atau yang sering disebut Palm Oil Mill Effluent (POME) dalam jumlah yang sangat besar [27]. 2.2 LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT (LCPKS) Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) adalah air limbah yang dihasilkan dari proses produksi minyak kelapa sawit yang biasanya ditempatkan secara konvensional pada suatu kolam atau juga tangki digestasi terbuka (open digesting tanks) [5]. LCPKS adalah cairan kental coklat yang merupakan air 7

limbah yang sangat mencemari baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan [28]. LCPKS merupakan sumber pencemaran air ketika dibuang ke sungai ataupun danau jika dibuang tanpa proses pengolahan terlebih dahulu. Pada proses milling (penggilingan) LCPKS dihasilkan melalui proses perebusan (sterilization), klarifikasi (clarification) dan unit hydro-cyclone [29]. Secara umum, untuk produksi 1 ton CPO dibutuhkan 5-7,5 ton air, dan lebih dari 50 % menjadi LCPKS, yang berasal dari proses clarification (60%), sterilization (36%) dan hydro-cyclone unit (4%) [30]. Tabel 2.2 Karakteristik LCPKS sebelum dilakukan pengolahan [28] Parameter LCPKS ph 4,5 Biological Oxygen Demand (BOD) 31.500 mg / L Chemical Oxygen Demand (COD) 65.000 mg / L Total Solid (TS) 39.000 mg / L Suspended Solid (SS) 18.900 mg / L Oil & Grease 3970 mg / L Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup [31] Parameter Kadar Beban Pencemaran Maksimum Maksimum (kg/ton) (mg/l) BOD 5 100 0,4 COD 350 3,0 Minyak dan Lemak 25 0,18 Nitrogen Total 50 0,12 ph 6,0-9,0 Debit Limbah Maksimum 4,5 m 3 per ton CPO Salah satu masalah penting industri kelapa sawit Indonesia masalah penanganan LCPKS. Selain menimbulkan bau tidak sedap LCPKS juga dapat menghasilkan gas metana yang merupakan gas rumah kaca (GRK) 20-30 kali 8

lebih kuat dibandingkan dengan gas Karbon Dioksida jika tidak ditangani lebih lanjut. Pemerintah Indonesia menargetkan 60 % pabrik kelapa sawit Indonesia harus memiliki fasilitas pendukung seperti methane capture (penangkap gas metan) pada tahun 2020, untuk mengurangi jumlah gas metan yang terlepas ke udara bebas. Sehingga diperlukan strategi yang tepat untuk mempercepat implementasi penanganan LCPKS menjadi energi listrik [32]. 2.3 POTENSI PRODUKSI BIOGAS DARI LCPKS Pengolahan LCPKS sebagai bahan baku pembuatan biogas dapat mengurangi volume limbah yang dibuang ke tanah dan air, Selain dapat mengurangi jumlah polutan, hasil samping yang dihasilkan dari produksi biogas juga dapat digunakan sebagai pupuk cair dan juga pestisida [12]. Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerobik, yang terdiri dari campuran metana (50-75%), CO 2 (25-45%), dan sejumlah kecil H 2, N 2, dan H 2 S. Biogas digunakan sebagai energi alternatif untuk menghasilkan energi listrik, setiap satu m 3 metana setara dengan 10 kwh. Nilai ini setara dengan 0,61 L fuel oil, energi ini setara dengan 60-100 watt lampu penerangan selama 6 jam [25]. Gas metana dalam biogas, bila terbakar relatif lebih bersih daripada bahan bakar lain seperti batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit [34] Sifat sifat kimia dan fisika dari biogas antara lain : 1. Tidak seperti LPG yang bisa dicairkan dengan tekanan tinggi pada suhu normal, biogas hanya dapat dicairkan pada suhu 178 o C sehingga untuk menyimpannya dalam sebuah tangki yang praktis mungkin sangat sulit. Jalan terbaik adalah menyalurkan biogas yang dihasilkan untuk langsung dipakai baik sebagai bahan bakar untuk memasak, penerangan dan lain lain. 2. Biogas dengan udara (oksigen) dapat membentuk campuran yang mudah meledak apabila terkena nyala api karena flash point dari metana (CH 4 ) yaitu sebesar -188 ºC dan autoignition dari metana adalah sebesar 595 ºC. 3. Biogas tidak menghasilkan karbon monoksida apabila dibakar sehingga aman dipakai untuk keperluan rumah tangga. 9

4. Komponen metana dalam biogas bersifat narkotika pada manusia, apabila dihirup langsung dapat mengakibatkan kesulitan bernapas dan mengakibatkan kematian [35] Penggunaan biogas sebagian besar digunakan untuk teknologi proses, yaitu sebagai berikut : 1. Produksi energi termal di boiler 2. Bahan bakar gas untuk mesin bermotor 3. Penggunaan untuk teknologi proses lainnya seperti produksi metanol [18] 2.4 PROSES DIGESTASI ANAEROB Digestasi anaerob merupakan proses biokimia yang kompleks yang berlangsung dibawah kondisi tanpa oksigen. Mikrobiologi anaerob dari zat-zat buangan organik yang melibatkan proses yang berbeda-beda seperti pada proses hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan pada proses metanogenesis Gambar 2.1 Empat Fase Pembuatan Biogas Secara Garis Besar [36] 10

2.4.1 Hidrolisis Selama proses Hidrolisis, sebagian besar komponen organik yang terlarut seperti karbohidrat, protein, lemak terdekomposisi menjadi monomer-monomer yaitu gula sederhana, asam amino, dan fatty acid. Pada tahap ini proses digestasi gas metan melewati enzim ekstraseluler dari kelompok hidrolase (amilase, protease, lipase) yang diproduksi oleh bakteri hidrolisis. Selama proses digestasi padatan limbah, hanya 50% zat-zat organik yang mengalami biodegradasi. Komponen-komponen yang tersisa tetap pada keadaan awalnya karena kekurangan enzim yang terlibat pada saat degradasi. Laju pada proses hidrolisis tergantung dari beberapa parameter seperti : ukuran partikel, ph, produksi enzim, difusi dan absorpsi enzim pada permukaan partikel limbah. Hidrolisis dilakukan oleh bakteri dari kelompok ganera: streptococcus, enterobacterium [18] 2.4.2 Asidogenesis Pada tahap ini bakteri mengkonversi zat-zat kimia yang larut dalam air termasuk produk dari tahap hidrolisis menjadi asam organik berantai pendek (asam, asam asetat, asam propinonat, asam butirat dan asam pentanoat), menjadi alkohol (metanol, etanol), aldehid, karbon dioksida dan hidrogen. Dari dekomposisi protein, asam amino dan peptida yang merupakan sumber energi untuk mikroorganisme anaerob. Asidogenesis mungkin terjadi dua arah sehubungan dengan pengaruh barbagai populasi mikroorganisme. Prosesnya terbagi menjadi 2 jenis yaitu hidrogenasi dan dehidrogenasi. Pada fase ini bakteri merupakan fakultatif anaerob menggunakan oksigen secara tidak sengaja kedalam proses anaerob. Jalur dasar transformasi melewati asetat, CO 2 dan H 2, sedangkan produk asidogenesa lainnya mempunyai peran signifikan. Sebagai hasil dari transformasi ini, methanogenes dapat langsung menggunakan produk-produk baru sebagai substrat dan sumber energi. Akumulasi elektron oleh senyawa seperti laktat, etanol, propionat, butirat, asam lemak volatil yang lebih tinggi adalah respon bakteri terhadap peningkatan konsentrasi hidrogen dalam larutan. Produk tersebut tidak boleh digunakan secara langsung oleh bakteri metanogen dan harus diubah oleh bakteri wajib memproduksi hidrogen dalam proses yang 11

disebut asetogenesis. Diantara produk dari asidogenesis, amonia dan hidrogen sulfide yang menghasilkan bau yang tidak enak. Bakteri fase asam milik anaerob fakultatif menggunakan oksigen ke dalam proses, menciptakan kondisi yang menguntungkan [18] 2.4.3 Asetogenesis Dalam proses ini, bakteri asetat termasuk dari bagian Syntrophomonas dan Syntrophobacter mengubah produk fase asam menjadi asetat dan hidrogen yang dapat digunakan oleh bakteri metanogen. Bakteri Methanobacterium suboxydans penting untuk dekomposisi asam pentanoat menjadi asam propionat, sedangkan Methanobacterium propionicum menyumbang dekomposisi asam propionat untuk asam asetat. Asetogenesis adalah fase yang menggambarkan efisiensi produksi biogas, karena sekitar 70 % gas metana muncul dalam proses reduksi asetat [18]. 2.4.4 Metanogenesis Fase ini terdiri dalam produksi metana oleh bakteri metanogen. Metana dalam tahap proses ini dihasilkan dari substrat yang merupakan produk dari tahap sebelumnya, yaitu, asam asetat, H 2, CO 2, asam dan metanol, metilamin atau sulfida dimetil. Terlepas dari kenyataan bahwa hanya sedikit bakteri yang mampu menghasilkan metana dari asam asetat, mayoritas metana yang timbul dalam hasil proses digestasi metana merupakan konversi asam asetat oleh bakteri heterotrofik metan. Hanya 30 % dari metana yang dihasilkan dalam proses ini berasal dari penguraian CO 2 dilakukan oleh bakteri metana autotrofik. Selama proses ini H 2 terpakai seluruhnya, yang menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan bakteri asam yang menimbulkan asam organik rantai pendek dalam tahap pengasaman dan akibatnya - produksi terlalu rendah dari H 2 dalam fase asetogenesis. Sebagai konsekuensi dari konversi tersebut didapat gas yang kaya akan CO 2, dikarenakan hanya sebagian kecil yang akan dikonversi menjadi gas metana [18]. 12

Tabel 2.4 Karakteristik Umum Mikroorganisme Metanogenik [36] Spesies Substrat Temperatur optimal ( o C) Interval ph optimal Methanobacterium bryantii H 2 /CO 2 37 6,9-7,2 Methanothermobacter wolfeii H 2 /CO 2 55-65 7,0-7,5 Methanobrevibacter smithii H 2 /CO 2, - 37-39 Methanothermus fervidus H 2 /CO 2, < 7 83 Methanothermococcus H 2 /CO 2, - 65 thermolithotrophicus Methanococcus vannielii H 2 /CO 2, 7-9 65 Methanomicrobium mobile H 2 /CO 2, 6,1-6,9 40 Methanolacinia paynteri H 2 /CO 2 40 7,0 Methanospirillum hungatei H 2 /CO 2, - 30-40 Methanosarcina acetivorans Metanol, 6,5 35-40 Asetat Methanococcoides methylutens Metanol 42 7,0-7,5 Methanosaeta concilii (soehngenii) Asetat 35-40 7,0-7,5 2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Performa Digestasi Anaerob Biogas yang berasal dari proses digestasi anaerobik merupakan strategi yang menarik untuk pengolahan dan pendaur ulangan limbah biomassa dari sudut pandang lingkungan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat dengan menyediakan sumber bahan bakar bersih dari energi terbarukan. Banyak faktor yang mempengaruhi digestasi anaerob yaitu temperatur operasi, ph, pencampuran dan tingkat pembebanan organik (OLR). 13

2.5.1 Temperatur Operasi Salah satu faktor yang yang mempengaruhi digestasi anaerobik dari limbah cair organik adalah temperatur. Digestasti anaerobik dapat dikembangkan pada rentang suhu yang berbeda termasuk mesofilik dan suhu termofilik. Digestasi anaerobik Konvensional dilakukan pada suhu mesofilik (35-37 ºC). LCPKS dibuang pada suhu sekitar 80 o C yang membuat pengolahan limbah cair tersebut pada suhu mesofilik dan termofilik dapat dilakukan di negara-negara yang beriklim tropis [29]. 2.5.2 ph Pengukuran ph (Potensial Hidrogen) menunjukkan kondisi yang bersifat asam atau basa. Jika suatu campuran memiliki jumlah molekul asam dan basa yang sama, ph diperoleh netral. Berbagai jenis mikroba dalam digestasi anaerobik sangat sensitif terhadap perubahan ph [29]. 2.5.3 Ukuran Partikel Meskipun ukuran partikel tidak begitu penting seperti suhu atau ph di dalam digester, ukuran partikel dari limbah masih memiliki pengaruh pada produksi gas. Partikel yang lebih kecil akan memberikan area permukaan besar untuk menyerap substrat yang akan mengakibatkan peningkatan aktivitas mikroba dan karenanya meningkatkan produksi gas yang dihasilkan [36]. 2.5.4 Laju Pengadukan Distribusi bakteri, substrat, nutrisi dan pemerataan suhu dengan cara yang tepat dan pencampuran sangat penting untuk proses digestasi anaerobik secara keseluruhan. Pengadukan menjamin bahwa padatan yang terkandung tetap dalam bentuk suspensi sehingga akan menghindari pembentukan dead zone [38]. pengadukan berpengaruh lebih baik pada peningkatan laju produksi biogas dibandingkan tanpa pengadukan sama sekali. Hal ini terjadi karena dengan pengadukan, substrat akan homogen, inokulum kontak langsung dengan substrat dan merata, sehingga proses perombakan lebih efektif [23][39]. 14

2.5.5 Organic Loading Rate (OLR) Tingkat beban organik (OLR) didefinisikan sebagai penerapan bahan organik terlarut dan partikulat organik. biasanya dinyatakan secara luas sebagai pon BOD. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa OLR yang lebih tinggi akan mengurangi efisiensi COD dalam sistem pengolahan air limbah [29]. 2.5.6 Retention Time Ada dua jenis waktu retensi yaitu Solid Retention Time (SRT) dan Hydraulic Retention Time (HRT). SRT berarti waktu rata-rata bakteri tertahan di dalam digester dan HRT berarti waktu retensi dari air buangan. HRT digunakan dalam perancangan ukuran reaktor. HRT yang terlalu tinggi membutuhkan biaya yang besar dan disisi lain HRT yang terlalu rendah akan menyebabkan terbuangnya bakteri dari bioreaktor dan tidak cukup waktu bakteri untuk tumbuh [40]. 2.6 Analisa Ekonomi Analisa ekonomi pada penelitian ini dilakukan terhadap proses asidogenesis LCPKS pada keadaan ambient dengan produk yang diperoleh berupa VFA yang akan dilanjutkan pada tahap berikutnya menjadi biogas. Keadaan ambient yang digunakan menyebabkan tidak diperlukan pemanas terhadap fermentor. Maka pada penelitian ini yang dikaji adalah jumlah VFA yang akan dikonversi menjadi biogas pada proses digestasi anaerobik dua tahap. Beberapa penelitian yang berhasil menghitung volume pembentukan biogas dari VFA ditunjukkan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Volume Pembentukan Biogas dari Jumlah VFA yang Terbentuk Peneliti Total VFA (mg/l) Volume Biogas (L/L hari) Kivaisi dan Mtila 2.058,85 1,70 Li et al. 4.020,00 3,97 Cavinato et al. 6.896,48 6,00 Pada penelitian ini, total pembentukan VFA tertinggi diperoleh pada variasi laju pengadukan dengan jumlah 6.019 mg/l. Menurut A.K. Kivaisi, et al, 15

konversi VFA menjadi biogas adalah 100%. Melalui Tabel 2.5 dapat digambarkan grafik linear seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut. Produksi Biogas (L/L hari) 8 6 4 2 0 Biogas Linear (Biogas) y = 0,0009x + 0,104 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 Total VFA (mg/l) Gambar 2.2 Konversi Total VFA menjadi Biogas Gambar 2.2 menunjukkan grafik linearisasi pembentukkan biogas dari VFA dengan persamaan garis lurus: y = 0,0009 x + 0,104 dengan y merupakan produksi biogas dan x merupakan VFA yang terbentuk. Berdasarkan persamaan tersebut maka jumlah biogas yang dapat dihasilkan dari total VFA tertinggi pada penelitian ini adalah: y = 0,0009 x + 0,104 = (0,0009) (6.019) + 0,104 = 5,5211 L/Lhari = 5,5211 m 3 Biogas /m 3 LCPKS Produksi biogas per hari = 5,521 m 3 Biogas/m 3 LCPKS hari 450 m 3 LCPKS = 2.484,495 m 3 Biogas/hari Perbandingan 1m 3 BIOGAS terhadap solar adalah 0,52 liter, Sehingga 2.484,495 m 3 BIOGAS setara dengan 1.291,937 Liter solar Harga solar industri = 10.448/liter Maka produksi biogas perhari setara dengan penghematan sebesar = 10.400 x 1.291,937 = Rp. 13.498.161 16