BAB I PENDAHULUAN. budidaya (Ditjenkan,1985). Pada tahun 2001, menurut Direktorat Jendral

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan badan air mengalir (perairan lotic) yang membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pakaian, mandi dan lain-lain. Sekitar tiga per empat tubuh manusia terdiri dari air

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Aliran sungai dari sumber Kuluhan banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar warga

BAB I PENDAHULUAN. Sungai merupakan salah satu sumber air utama bagi masyarakat luas baik

Keanekaragaman, densitas dan distribusi bentos di perairan sungai Pepe Surakarta. Oleh. Arief Setyadi Raharjo M O BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. sekitar 21% persediaan air Asia Pasifik (Walhi, 2005). Perairan air tawar, salah

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

I. PENDAHULUAN. Sungai merupakan suatu badan perairan tawar yang memiliki karakter air mengalir yang

BAB I PENDAHULUAN. komponen penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Pengaturan air yang

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. dengan arus yang lambat atau bahkan tidak ada arus sama sekali. Waktu tinggal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. sungai. Sungai Brantas merupakan sungai besar di provinsi Jawa Timur dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keanekaragaman Makroinvertebrata Air Pada Vegetasi Riparian

1. DEFINISI BENDUNGAN

TINJAUAN PUSTAKA. Air permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR

BAB III METODE PENELITIAN

bentos (Anwar, dkk., 1980).

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber bagi kehidupan manusia. Salah satu sumber air

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. atau disebut juga perairan lotik dan perairan menggenang atau disebut juga perairan lentik.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air dipergunakan oleh manusia

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lain: waduk, danau, kolam, telaga, rawa, belik, dan lain lain (Wibowo, 2008).

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan komponen lingkungan yang sangat penting bagi. kehidupan. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi,

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967).

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia memiliki sekitar 18.316.265 hektar perairan tawar, yang terdiri atas 17.955.154 hektar perairan umum dan 361.099 hektar berupa perairan budidaya (Ditjenkan,1985). Pada tahun 2001, menurut Direktorat Jendral Budidaya, luas perairan tawar telah mengalami pengurangan, sebab perubahan peruntukan diantaranya menjadi daerah permukiman dan industri. Diperkirakan pada tahun 2001, luas perairan tawar di Indonesia tinggal 3.142.600 hektar (Kismiyati, 2009). Oleh sebab itu, upaya pelestarian perairan tawar perlu untuk selalu dilakukan. Perairan tawar terbagi atas perairan umum dan perairan budidaya, pada perairan umum orang bebas mengambil manfaatnya, sedangkan pada perairan budidaya orang tidak bebas mengambil manfaatnya karena merupakan milik perorangan. Sungai tergolong dalam perairan umum, hal ini didasarkan pada pembagian secara fisiografis perairan umum di Indonesia dapat dibedakan menjadi empat tipe perairan, yaitu: perairan mengalir (sungai), danau atau waduk, perairan rendah (wetland) dan perairan estuaria (Soegianto, 2010). Sungai didefinisikan sebagai tempat atau wadah serta jaringan pengaliran mulai dari mata air sampai muara (Odum, 1994). Perairan tawar termasuk sungai memiliki peranan yang penting bagi kehidupan manusia yaitu diantaranya sebagai sumber daya yang mampu mendukung produktifitas bahan mentah (ikan, udang dan biota akuatik lainnya); sebagai sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan 1

2 akan air minum, keperluan permukiman, industri, pertanian dan penunjang sarana rekreasi; tempat yang baik dan murah untuk pembuangan limbah industri; dan merupakan bottle neck (penyempitan) dalam siklus hidrologi (Soegianto, 2010). Namun aktivitas-aktivitas manusia tersebut selain memberikan manfaat, disisi lain juga memiliki potensi yang dapat mengakibatkan kerusakan sungai. Menurut Barbour et al. (1999) dalam Sudarso (2003), di negara-negara maju penggunaan materi biologi seperti ikan, makroinvertebrata bentos dan perifiton untuk pemantauan dan penilaian kualitas air telah dilakukan secara rutin. Ditinjau dari pembiayaan, parameter biologi lebih murah jika dibandingkan dengan parameter fisik dan kimia, serta lebih representatif karena dapat mendeteksi kualitas air dan bermanfaat untuk konservasi sumberdaya hayati (Sudaryanti,1992). Menurut Purnomo (1989) berubahnya kualitas suatu perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang hidup didasar perairan, diantaranya adalah makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air merupakan komponen biotik pada ekosistem perairan yang dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisik, kimia dan biologi suatu perairan, sehingga digunakan sebagai indikator kualitas air sungai (Rahayu et al., 2009). Dinamika perubahan sungai dari hulu hingga hilir menurut Vannote et al., (1980) dapat didekati dengan konsep kontinuum sungai (River Continuum Concept; RCC) yang menggambarkan adanya jaringan kerja dalam drainase sungai yang berubah secara kontinyu karena kondisi fisik, orde sungai dan pengaturan komunitas yang ada didalamnya. Konsep ini menyatakan bahwa struktur dan fungsi komunitas bentik dari hulu sampai hilir sungai dipengaruhi

3 oleh perubahan allochtonous (masukan nutrisi dari luar sungai) dan autochtonous (masukan nutrisi dari dalam sungai). Salah satu yang berperan penting dalam menyumbangkan allochtonous pada ekosistem sungai adalah vegetasi riparian. vegetasi riparian adalah vegetasi yang berada di tepian sungai, biasanya berupa tumbuhan yang telah beradaptasi untuk hidup di tempat yang seringkali tergenang air sungai (vegetasi herba dan pohon) terutama saat hujan turun dan secara periodik dipengaruhi oleh penggenangan air (Mitsch and Gosselink, 1993). Sungai Willamate di Oregon yang secara intensif mengalami penyederhanaan kanalisasi dan pembangunan bendungan untuk kontrol banjir serta transportasi selama 113 tahun sejak tahun 1854 sampai 1967, menyebabkan hampir terjadinya kepunahan populasi ikan Bull trout (Salvelinus confluentus), Oregon hub (Oregonichthys crameri) dan Olympic mudminnow (Novemubra hubbsi). Penyederhanaan kanalisasi sungai Willamate menyebabkan hilangnya kompleksitas habitat sungai, termasuk vegetasi riparian yang secara tidak langsung mendukung kehidupan dari ikan-ikan, karena ikan-ikan tersebut dalam rantai makanan merupakan predator dari makroinvertebrata bentos, insecta teresterial dan ikan yang lebih kecil (Naiman and Bilby,1998). Sedangkan kehidupan makroinvertebrata didukung oleh allochtonous yang dalam hal ini vegetasi riparian memegang peranan penting. Masukan allochtonous bahan organik pada hulu sungai (orde 1-3) sangat dipengaruhi oleh vegetasi riparian, vegetasi ini banyak menyokong sejumlah detritus. Pada sungai berukuran sedang (orde 4-6), masukan allochtonous bahan organik yang diperoleh dari daratan sedikit, bahan organik disini berasal dari

4 produksi primer alga dan tumbuhan air berakar (autochtonous). Sedangkan sungai berukuran besar (orde >6) menerima sejumlah FPOM (fine particulate organic matter) berasal dari daerah hulu sebagai hasil pembusukan daun dan kayu, vegetasi riparian menjadi tidak berarti (Soegianto, 2010). Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai pada suatu sistem sungai (Rahayu et al., 2009). Meskipun telah banyak informasi keanekaragaman hewan makroinvertebrata di dasar perairan melalui penelitian-penelitian, ternyata tidak demikian dengan makroinvertebrata air pada vegetasi riparian. Padahal vegetasi riparian memegang peranan penting dalam ekosistem sungai bagian hulu (orde 1-3), khususnya berkaitan dengan allochtonous. Sehingga, perlu diadakan penelitian tentang keanekaragaman makroinvertebrata air pada vegetasi riparian menurut orde sungai (orde 1-3), karena vegetasi riparian memiliki pengaruh yang besar dalam masukan allochtonous bahan organik pada sungai orde 1-3. Penelitian ini dilakukan di sistem sungai Maron, Mojokerto. Pada bagian hulu sungai Maron terdapat anak sungai yaitu sungai Sempur. Sungai Sempur bermuara pada sungai Maron di dekat lokasi PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) Seloliman. Sungai Sempur terletak di Dusun Sempur, Desa Seloliman Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto. Sungai Sempur merupakan sungai yang dekat dengan sumber mata airnya. Sungai Maron terletak di Dusun Maron, Desa Seloliman Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto. Hutan lindung Trawas merupakan sumber mata air bagi Sungai Maron. Lebar sungai sekitar 3 meter dengan tingkat kedalaman kurang dari 60 cm (Sari, 2007).

5 Berdasarkan metode Strahler (1952) dalam Rahayu et al., (2009) tentang metode penentuaan orde sungai, maka sungai Sempur tergolong dalam sungai orde 1. Sedangkan sungai Maron tergolong dalam sungai orde 2 (segmen sungai sebelum dan setelah bergabung dengan sungai Sempur). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Berapa indeks keanekaragaman makroinvertebrata air pada vegetasi riparian sungai orde 1 (sungai Sempur), orde 2 (segmen sungai Maron sebelum bergabung dengan sungai Sempur) dan orde 2 (segmen sungai Maron setelah bergabung dengan sungai Sempur) pada sistem sungai Maron Desa Seloliman, Mojokerto? 2. Apakah ada perbedaan indeks keanekaragaman antara makroinvertebrata air pada vegetasi riparian sungai orde 1 (sungai Sempur), orde 2 (segmen sungai Maron sebelum bergabung dengan sungai Sempur) dan orde 2 (segmen sungai Maron setelah bergabung dengan sungai Sempur) pada sistem sungai Maron Desa Seloliman, Mojokerto? 1.3. Asumsi Masukan allochtonous bahan organik pada hulu sungai (orde 1-3) sangat dipengaruhi oleh vegetasi riparian, vegetasi ini banyak menyokong sejumlah

6 detritus termasuk makroinvertebrata. Pada sungai berukuran sedang (orde 4-6), masukan bahan organik berasal dari produksi primer alga dan tumbuhan air berakar (autochtonous). Sedangkan sungai berukuran besar (orde >6) menerima sejumlah FPOM (fine particulate organic matter) berasal dari daerah hulu sebagai hasil pembusukan daun dan kayu, vegetasi riparian menjadi tidak berarti. Dengan semakin besarnya orde sungai, maka peranan vegetasi riparian dalam masukan allochtonous bahan organik ke badan sungai akan semakin kecil. 1.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis kerja: Jika peran vegetasi riparian berkurang sesuai dengan meningkatnya orde sungai, maka pada vegetasi riparian orde sungai yang berbeda akan memiliki indeks keanekaragaman makroinvertebrata air yang berbeda. Hipotesis statistika: Ho : tidak ada perbedaan indeks keanekaragaman antara makroinvertebrata air pada vegetasi riparian sungai orde 1 (sungai Sempur), orde 2 (segmen sungai Maron sebelum bergabung dengan sungai Sempur) dan orde 2 (segmen sungai Maron setelah bergabung dengan sungai Sempur) pada sistem sungai Maron Desa H1 : ada perbedaan indeks keanekaragaman antara makroinvertebrata air pada vegetasi riparian sungai orde 1 (sungai Sempur), orde 2 (segmen sungai Maron sebelum bergabung dengan sungai Sempur) dan orde 2 (segmen

7 sungai Maron setelah bergabung dengan sungai Sempur) pada sistem sungai Maron Desa 1.5. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui indeks keanekaragaman makroinvertebrata air pada vegetasi riparian sungai orde 1 (sungai Sempur), orde 2 (segmen sungai Maron sebelum bergabung dengan sungai Sempur) dan orde 2 (segmen sungai Maron setelah bergabung dengan sungai Sempur) pada sistem sungai Maron Desa 2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan indeks keanekaragaman makroinvertebrata air pada vegetasi riparian sungai orde 1 (sungai Sempur), orde 2 (segmen sungai Maron sebelum bergabung dengan sungai Sempur) dan orde 2 (segmen sungai Maron setelah bergabung dengan sungai Sempur) pada sistem sungai Maron Desa Seloliman, Mojokerto. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain: 1. Memberikan data keanekaragaman makroinvertebrata air pada vegetasi riparian sungai orde 1 (sungai Sempur), orde 2 (segmen sungai Maron sebelum bergabung dengan sungai Sempur) dan orde 2 (segmen sungai Maron setelah bergabung dengan sungai Sempur) pada sistem sungai

8 Maron Desa Seloliman, Mojokerto sebagai salah satu pertimbangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan terkait dengan pengelolaan sungai dan sebagai data penunjang untuk penelitian selanjutnya. 2. Memberikan penjelasan ada tidaknya perbedaan indeks keanekaragaman makroinvertebrata air pada vegetasi riparian sungai orde 1 (sungai Sempur) orde 2 (segmen sungai Maron sebelum bergabung dengan sungai Sempur) dan orde 2 (segmen sungai Maron setelah bergabung dengan sungai Sempur) pada sistem sungai Maron Desa Seloliman, Mojokerto sebagai data penunjang untuk penelitian selanjutnya.