TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DI SUB DAS BATANG ARAU HULU KOTA PADANG. Oleh: STEVANNY OKTANTHYA PUTRI A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN. 31 km di atas area seluas 1145 km² di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota

DAERAH ALIRAN SUNGAI

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI

TINJAUAN PUSTAKA. misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PENDUGAAN EROSI DAN SEDIMENTASI PADA DAS CIDANAU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI AGNPS (Agricultural Non Points Source Pollution Model)

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. tempat air hujan menjadi aliran permukaan dan menjadi aliran sungai yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

Surface Runoff Flow Kuliah -3

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kawasan perkotaan yang terjadi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

Diameter Pipa Air Bersih Untuk Bangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Permukaan 2.2. Proses Terjadinya Aliran Permukaan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 15. BUMI DAN ALAM SEMESTALatihan soal 15.2

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

EVALUASI SALURAN DRAINASE KELURAHAN RAWALUMBU BEKASI PADA SUBSISTEM SUNGAI RETENSI RAWALUMBU. Bayu Tripratomo

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Universitas Gadjah Mada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara topografik dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang menampung dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air tersebut akan tertahan sementara di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya (Asdak, 2007). Menurut Arsyad (2006), air yang jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, salju dan embun akan mengalami berbagai peristiwa, kemudian akan menguap ke udara menjadi awan dan dalam bentuk hujan, salju, dan embun jatuh kembali ke bumi. Daratan yang tidak ada tumbuhan atau benda lainnya maka air hujan akan langsung jatuh ke permukaan tanah. Sedangkan pada tempat yang ada tumbuhan atau benda lain di permukaan lahan, air hujan yang jatuh akan ditahan dan melekat di permukaan tumbuhan atau benda tersebut. Bagian air yang ditahan dan melekat di permukaan tumbuhan disebut dengan air intersepsi. Bagian air hujan yang sampai ke permukaan tanah akan mengalir di permukaan tanah (runoff) atau masuk ke dalam tanah yang disebut dengan air infiltrasi. Air aliran permukaan akan terkumpul di dalam danau atau waduk serta sungai dan kemudian mengalir ke laut. Air infiltrasi sebagian akan menguap dari permukaan tanah dan kembali ke udara (evaporasi), sebagian lagi akan diserap tumbuhan dan manguap ke udara melalui peroses transpirasi, dan sebagian lagi terpekolasi masuk lebih dalam ke dalam tanah menjadi air bawah tanah (ground water) yang kemudian akan masuk ke dalam sungai atau danau melalui aliran bawah tanah (groundwater flow). Air dalam danau, waduk, sungai dan laut akan kembali menguap ke udara. Pada waktu musim penghujan, jumlah air meningkat sangat tajam dan di permukaan bumi air mengalir dari hulu ke hilir, dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang rendah menuju laut sebagai muara paling akhir. Air juga meresap ke dalam tanah membentuk aliran bawah tanah. Pada waktu musim hujan, hampir selalu ada beberapa wilayah yang mengalami bencana banjir dan longsor. Sebaliknya pada waktu musim kemarau, beberapa wilayah mengalami bencana kekeringan. Banyak sungai yang tidak ada aliran pada musim ini, namun aliran yang besar terjadi pada musim penghujan. Ada perbedaan debit yang sangat besar

5 untuk beberapa sungai pada saat dua musim tersebut berlangsung (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Air mengalir tergantung pada kondisi permukaan bumi. Bila tidak ada daerah yang bisa menyerap dan daerah yang bisa menahan laju aliran maka pada waktu musim penghujan air akan mengalir langsung ke laut. Pada waktu musim kemarau, karena tidak ada lagi hujan maka keberadaan air di suatu tempat tergantung dari kuantitas dan kualitas resapan dan panahanan air pada waktu musim penghujan. Pada daerah yang dapat menahan dan meresapkan air dengan baik dan optimal maka kebutuhan air dapat terpenuhi di musim kemarau karena masih ada air yang tertampung dan terhenti, misalnya: waduk, danau, retensi, cekungan serta yang meresap di dalam tanah sehingga membentuk air tanah, sumur dan mata air. (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Menurut Takeda (1987), sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (interflow), tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (ground water) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (groundwater runoff). Air yang jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, salju dan embun akan mengalami berbagai peristiwa, kemudian akan menguap ke udara menjadi awan dan dalam bentuk hujan, salju, dan embun jatuh kembali ke bumi (Arsyad, 2006). Siklus hidrologi adalah proses yang berkesinambungan antara air laut yang diuapkan ke atmosfer dan kembali lagi ke laut. Terdapat banyak subsiklus, diantaranya penguapan (evaporasi) air tanah dari lahan dan dikembalikan ke tanah melalui proses hujan sebelum dialirkan ke laut. Sumber energi utama dalam siklus hidrologi adalah matahari yang membantu dalam proses evaporasi (Viessman, Knapp, Lewis, and Harbaugh, 1977).

6 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana semua air hujan yang jatuh ke daerah ini akan mengalir melalui sungai dan anak sungai yang bersangkutan (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Menurut Departemen Pertanian (Deptan) (2010), DAS adalah suatu kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air ke anak sungai dan sungai utama yang bermuara ke sungai atau laut, termasuk dalam hal ini di bawah cekungan air tanah. Sungai merupakan badan air berupa saluran-saluran air yang mengalir dipermukaan bumi menuju ke laut, sedangkan anak sungai merupakan cabang sungai atau saluran saluran sungai yang mengalir ke sungai utama. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2004, DAS didefinisikan sebagai wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. DAS dibagi menjadi sub DAS bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi hutan bakau/gambut. Daerah Aliran Sungai tengah merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut diatas (Asdak, 2007). Berbagai kegiatan yang dapat dijumpai dalam pengembangan suatu DAS antara lain adalah kegiatan konstruksi, seperti pembangunan jalan, perluasan

7 kota/daerah pemukiman, industri, pembangkit tenaga listrik, dam/waduk untuk irigasi atau hidrolistrik, kegiatan pengerukan, pembangunan kanal, transportasi/navigasi, pertambangan, pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, maupun kegiatan lainnya. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan timbulnya masalah, benturan atau persaingan antar kegiatan dalam suatu DAS, diperlukan suatu rencana pengembangan yang komprehensif dan terpadu (Sinukaban, 2007). Penggunaan Lahan Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk interverensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokan kedalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian (Arsyad, 2006). Menurut Sitorus (2004), sumberdaya lahan merupakan lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Pengelolaan sumberdaya lahan merupakan segala tindakan atau perlakuan yang diberikan pada sebidang lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan tersebut. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan dan pengembangannya, sumberdaya lahan bersifat multi fungsi dan multi guna dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Penggunaan sumberdaya lahan khususnya untuk aktivitas pertanian pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan, dan untuk penggunaan daerah industri, permukiman dan perdagangan ditentukan oleh lokasi ekonomi yaitu jarak sumberdaya lahan dari pusat pasar. Nilai Tanah/Lahan yang tertinggi biasanya terdapat di lokasi perdagangan dan industri, kemudian di lokasi perumahan penduduk, diikuti oleh tanah untuk pertanian, rekreasi, hutan, dan padang belantara. Menurut Hardjowigono dan Widiatmaka (2007), lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Rencana persediaan lahan bertujuan untuk menetapkan jenis penggunaan lahan secara umum agar

8 lahan dapat digunakan secara lestari dan tidak merusak lingkungan. Penatagunaan lahan merupakan bagian dari pembangunan nasional, karena itu kebijakan pembangunan dan pilihan jenis penggunaan lahan harus ditentukan lebih dulu, baru kemudian dicarikan tanahnya yang sesuai dengan persyaratan yang diminta oleh jenis penggunaan lahan tersebut. Lahan dalam arti ruang merupakan sumberdaya alam yang strategis dan bersifat tetap atau tidak bertambah, dimana berbagai kegiatan pembangunan berlangsung. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh masyarakat, swasta, maupun pemerintah dan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk, kemajuan teknologi dan dinamika sosial ekonomi. Pembangunan perkotaan meliputi suatu serentetan peristiwa mulai dari pembersihan vegetasi alami atau areal pertanian dilanjutkan dengan suatu periode konstruksi bangunan pada suatu lahan gundul. Pada fase akhir terbentuklah daerah-daerah yang telah dibangun dengan permukaan yang tidak tembus air seperti jalan, trotoar, atas, dan lain-lain. Aliran Permukaan Menurut Arsyad (2006), aliran sungai berasal dari hujan yang masuk ke dalam sungai dalam bentuk aliran permukaan, aliran air bawah permukaan, air bawah tanah, dan butir-butir hujan yang langsung jatuh di permukaan sungai. Debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup, kemudian akan turun kembali setelah hujan selesai. Gambar tentang naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut hidrograf. Debit merupakan volume air yang mengalir melalui suatu penampung melintang dalam suatu waktu (Seyhan,1990). Menurut Asdak (2007), debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m 3 /det). Faktor yang mempengaruhi volume total limpasan adalah faktor iklim dan faktor DAS, yang termasuk ke dalam faktor iklim yaitu banyaknya presipitasi dan banyaknya evapotranspirasi. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor DAS yaitu ukuran daerah aliran sungai (DAS) dan ketinggian rata-rata DAS (Seyhan,1990). Menurut Chow (1964), runoff terdiri dari surface runoff (aliran

9 permukaan), subsurface runoff (limpasan bawah permukaan), dan groundwater runoff (aliran bawah tanah). Surface runoff merupakan bagian dari limpasan yang bergerak di atas permukaan tanah sampai mencapai suatu outlet berupa sungai atau waduk. Bagian dari surface runoff yang mengalir di atas permukaan tanah menuju aliran sungai disebut overland flow (aliran darat). Setelah masuk ke sungai maka aliran tersebut akan bergabung dengan komponen aliran lainnya dan membentuk limpasan total (total runoff). Laju infiltrasi merupakan kecepatan masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah dalam satuan waktu tertentu dan kapasitas infiltrasi tanah adalah kemampuan tanah dalam menyerap air persatuan waktu tertentu atau jumlah air yang dapat diserapkan oleh tanah dalam luasan tertentu. Kapasitas infiltrasi tanah berbeda-beda, tergantung pada kondisi tanah dan lingkungannya yang dipengaruhi oleh sifat tanah, vegetasi, dan faktor lingkungan lainnya. Jika pada suatu masa tanah kapasitas infiltrasi lebih besar dari pada intensitas hujan, maka semua hujan akan terinfiltrasi ke dalam tanah, sedangkan jika kapasitas infiltrasi lebih kecil daripada intensitas hujan maka akan terjadi aliran permukaan. Kondisi DAS dikatakan bertambah baik apabila perbandingan debit maksimum dan minimum bertambah kecil atau dapat dikatakan pula bahwa air sungai mengalir sepanjang tahun secara lebih merata, air sungai menjadi lebih bersih karena lumpur yang terkandung berkurang. Pengukuran debit sungai beserta kandungan lumpurnya dilakukan secara terus-menerus untuk mengetahui perkembangan kondisi DAS. Biasanya dilakukan dengan membangun Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS). Mengingat hujan yang jatuh di dalam DAS selalu berubah, baik penyebaran, waktu dan intensitasnya, hasil pengukuran debit dan kandungan lumpur perlu dianalisa lebih lanjut dengan data yang diperoleh dari hasil pengamatan-pengamatan di daerah tangkapannya (Departemen Kehutanan (Dephut),1997). Secara Gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan kahirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas permukaan tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem

10 jaringan sungai, sistem danau, atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai yang kecil menuju ke sistem sungai yang besar dan akhirnya akan menuju mulut sungai atau sering disebut estuari yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Koefisien aliran permukaan merupakan nisbah jumlah air (runoff) dengan curah hujannya. Koefisien aliran tahunan didapatkan dengan membagi jumlah aliran (mm) dengan curah hujan (mm). Menurut Asdak (2007), koefisien air larian atau sering disingkat dengan C adalah bilangan yang menunjukan perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan. Angka koefisien air larian ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu DAS telah mengalami gangguan (fisik). Menurut Arsyad (2006), koefisien aliran permukaan didefinisikan sebagai nisbah antara laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Faktor utama yang mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan adalah kapasitas infiltrasi, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan. Pengaruh intensitas curah hujan pada limpasan permukaan tergantung dari kapasitas infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan. Akan tetapi, besarnya peningkatan limpasan itu tidak sebanding dengan peningkatan curah hujan lebih, yang disebabkan oleh efek penggenangan di permukaan tanah. Lamanya curah hujan juga mengakibatkan penurunan kapasitas infiltrasi, untuk curah hujan yang jangka waktunya panjang, limpasan permukaannya akan menjadi lebih besar meskipun intensitasnya relatif sedang (Takeda, 1987). Curah Hujan Presipitasi meliputi semua air yang jatuh dari atmosfer ke permukaan bumi. Presipitasi cair (curah hujan) mengalir segera ke sungai setelah mencapai tanah, dan menjadi sebab dari sebagian besar banjir (Linsley dan Franzini, 1991). Menurut Seyhan (1990), semua air yang bergerak di dalam bagian lahan dari daur hidrologi baik secara langsung ataupun tak langsung berasal dari presipitasi. Udara yang diserap oleh air membawa air yang diuapkan dari samudra dan

11 bergerak hingga air tersebut mendingin sampai bawah titik embun dan mempresipitasikan uap air sebagai hujan maupun bentuk presipitasi lainnya. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m 3 per satuan luas, atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi kolom air yaitu mm. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau untuk masa tertentu seperti per hari, per bulan, per musim atau per tahun (Arsyad, 2006). Cara yang paling sederhana dalam memperkirakan presipitasi rata-rata adalah dengan menghitung rata-rata aritmatik dari nilai-nilai presipitasi yang tercatat pada stasiun-stasiun pencatatan. Stasiun tersebut terdapat di dalam atau di dekat daerah yang bersangkutan. Bila presipitasinya tidak seragam dan stasiunstasiun pencatatannya tidak tersebar dengan merata di dalam daerah yang bersangkutan maka rata-rata untuk aritmatik akan tidak tepat. Untuk mengatasi kesalahan ini, presipitasi pada masing-masing stasiun dapat dibebankan hanya pada proporsi tertentu dari daerah yang dianggap dapat diwakili oleh stasiun yang bersangkutan. Suatu cara umum yang dilakukan untuk penetapan faktor pembebanan adalah jaringan Thiessen. Suatu jaringan Thiessen dibentuk dengan menghubungkan stasiun-stasiun yang berdekatan pada sebuah peta dengan garisgaris lurus dan kemudian menarik sumbu tegak lurus dari tiap-tiap garis penghubung. Curah hujan rata-rata adalah jumlah dari masing-masing stasiun, yang tiap besarnya dikalikan dengan persentase luasnya (Linsley dan Franzini, 1991). Klasifikasi Curah Hujan digunakan untuk melihat keadaan jenis iklim suatu daerah ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Keadaan iklim di setiap wilayah seperti daerah dingin, daerah panas, gurun, hutan tropis dan daerah lainnya yang tersebar luas tersebar di berbagai tempat, sehingga diperlukan suatu sistem penamaan untuk iklim yang cocok dengan berbagai kawasan tersebut. Macam klasifikasi iklim ada dua, yaitu klasifikasi secara genetik dan secara empirik. Klasifikasi iklim secara genetik diantaranya yaitu klasifikasi menurut daerah penerimaan radiasi surya dan klasifikasi berdasarkan sirkulasi udara. Sedangkan klasifikasi iklim secara empirik diantaranya klasifikasi berdasar rational moisture budget dan klasifikasi

12 berdasarkan pertumbuhan vegetasi. Klasifikasi berdasarkan pertumbuhan vegetasi terdiri atas beberapa tipe sistem klasifikasi, diantaranya adalah sistem klasifikasi Schmidth dan Ferguson dan sistem klasifikasi Oldeman (Handoko, 1993). Sistem klasifikasi Schmidth dan Ferguson berdasarkan pada jumlah presipitasi dan vegetasi yang terdapat pada suatu daerah. Sistem klasifikasi ini dilihat dengan nilai Q nisbah antara rata - rata bulan kering dibandingkan dengan rata rata bulan basah (Lampiran 14). Kriteria yang digunakan yaitu Bulan Basah (> 100 mm), Bulan Lembab (60-100 mm), dan Bulan Kering (< 60 mm). sedangkan klasifikasi Oldeman berdasarkan pada jumlah kebutuhan air oleh tanaman dengan melihat keadaan Bulan Basah dan Bulan Kering berturut turut (lampiran 15), dimana kriteria Bulan Basah (> 200 mm), Bulan Lembab (100 200 mm), dan Bulan Kering (< 100 mm) (Handoko, 1993). Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Aliran Permukaan Debit aliran suatu sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan tanah dalam daerah aliran tersebut. Daerah hutan yang ditutupi tumbuh-tumbuhan yang lebat jarang terjadi limpasan permukaan karena kapasitas infiltrasinya yang besar. Jika daerah hutan ini dijadikan daerah pembangunan dan dikosongkan (hutannya ditebang), maka kapasitas infiltrasi akan turun karena pemampatan permukaan tanah, air hujan akan mudah berkumpul ke sungai-sungai dengan kecepatan yang tinggi dan akhirnya mengakibatkan banjir (Takeda, 1987). Menurut Arsyad (2006), metode vegetatif pada konservasi tanah dan air merupakan penggunaan tanaman dan tumbuhan, atau bagian-bagian tumbuhan atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah. Metode vegetatif memiliki fungsi (a) mengurangi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b) melindungi tanah terhadap daya perusak air yang mengalir di permukaan tanah, (c) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah adalah penghambat aliran permukaan. Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah dengan rapat tidak

13 hanya memperlambat aliran permukaan tetapi juga mencegah pengumpulan air secara cepat dan sebagai filter bagi sedimen yang terbawa air. Pengaruh tumbuhan terhadap pengurangan laju aliran permukaan lebih besar dari pengaruhnya terhahap pengurangan jumlah aliran permukaan (Arsyad, 2006). Menurut Rahim (2000), hujan yang jatuh pada areal hutan tidak akan menghasilkan limpasan permukaan yang banyak, dalam arti kata masih bisa ditampung baik oleh depresi alami maupun sungai-sungai yang ada di areal tersebut. Peningkatan-peningkatan debit sungai sesudah penggundulan hutan dapat menyebabkan erosi saluran yang dipercepat. Dilain pihak, sampah yang berlebihan akibat pembalakan secara efektif dapat membendung suatu sungai dan menciptakan pengaruh-pengaruh yang merusak bila bendungan tersebut runtuh selama limpasan-limpasan yang tinggi. Serasah hutan melindungi tanah dari pukulan tetesan hujan dan menolong menjaga kapasitas infiltrasi yang tinggi, sehingga erosi permukaan jarang terjadi pada hutan yang tidak terganggu. Akarakar pohon juga membantu mengikat massa tanah, yang sangat mengurangi bahaya gerakan tanah massa tanah bahkan pada lereng-lereng yang curam (Lee, 1988).