BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

FUNDAMENTALISME ISLAM. 1. Ikfan Febriyana Ulul Azmi Najitama Indah Septia D.N

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Realitas Patriarkhi dalam Pesantren di Kabupaten Kediri

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

Islam dan Sekularisme

BAB IV ANALISIS. juga merupakan kepentingan untuk kesejahteraan umat Islam pada umumnya

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL SURVEI SURVEI SYARIAH 2014 SEM Institute

2015 IDEOLOGI PEMBERITAAN KONTROVERSI PELANTIKAN AHOK SEBAGAI GUBERNUR DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga

Intisari Buku. Tarbiyah Siyasiyah. Bersama Dakwah

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

BAB V PENUTUP KESIMPULAN

BAB V PENUTUP. telah dikaji oleh banyak sejarawan. Hubungan historis ini dilatarbelakangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. (Hizbut Tahrir) menjadi sebuah fenomena di tengah-tengah masyarakat. Taqiyyudin An Nabhani, seorang ulama asal palestina.

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Oleh karenanya Islam yang hadir sejak abad ke- 7 M semakin

Islam dan Demokrasi. Disusun oleh : AL-RHAZALI MITRA ANUGRAH F FEBRIAN DELI NOVELIAWATI C.

BAB 1 PENDAHULUAN. pada adanya pertambahan penduduk (Smith Adam, 1776). Dengan penduduk

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir Hizbut Tahrir Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

BAB I PENDAHULUAN. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel?

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia selalu saja menarik untuk diwacanakan, dikaji, diteliti, bahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB V. Refleksi Hasil Penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi dan informasi berkembang pesat di era global. Imbasnya,

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. neoliberal melalui proses penerapan diskursus good governance di

BAB I PENDAHULUAN. Ketika menulis sebuah teks, penulis harus berupaya menarik minat pembaca

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

BAB V PENUTUP. 1. Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dan plural, yang terdiri dari

Bab 7 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Praktik Makan Patita

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

RECOGNIZING PLURALISM: ISLAM AND LIBERAL DEMOCRACY

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

Ia mendesak dunia Barat untuk mengambil langkah agar khilafah bisa dicegah.

BAB VI PENUTUP. 1. konsep upah perspektif Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT).

BAB IV HUBUNGAN GOLPUT DALAM PEMILU MENURUT ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB 11 KESIMPULAN: KEMBALI KE UUD 1945

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

BAB VI. RINGKASAN TEMUAN, KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI PENUTUP. dapat mendorong proses penganggaran khususnya APBD Kota Padang tahun

BAB II KAJIAN KONSEP CIVIL SOCIETY

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah alat yang dekat dan mampu berinteraksi secara eksplisit dan implisit

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan hasil kajian, dan analisis dari data-data yang diperoleh

BAB VI KESIMPULAN. masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

ISLAMIC CENTRE BAB I PENDAHULUAN

LRC. Oleh : Harun Azwari (Peneliti LRC) Latar Belakang

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

Perihal : Replik Penggugat dalam Perkara Perdata Nomor 168/ Pdt. G/ 2013/ PN.Jkt.Pst [REPLIK ATAS EKSEPSI DAN JAWABAN PERTAMA TERGUGAT III]

BAB V PENUTUP. 1. Teks critical Linguistik, Pesan Liberalisme situs karya Ulil

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

BAB I PENDAHULUAN. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-ku. 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sany Rohendi Apriadi, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah setelah runtuhnya Orde Baru, di era reformasi saat ini, media dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan

Muhammad Rahmat Kurnia, Ketua Lajnah Fa aliyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia.

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

I. PENDAHULUAN. dan ingin meraih kekuasaan yang ada. Pertama penulis terlebih dahulu akan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VII PENUTUP. sosio-kultural dan struktural. Pemikiran dan aksi politik tersebut

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para intelektual muslim di Indonesia. Fundamentalisme Islam yang menjadi kajian pada penelitian ini HTI dan JAT dapat dilihat berdasarkan profil yang digambarkan pada visi dan misi, struktur jaringan, dan media penyampai wacana. Dari beberapa hal tersebut, kedua komunitas dapat dikategorisasikan pada fundamentalisme politik lantaran perjuangannya untuk memperjuangkan syariat Islam dalam tataran bernegara lebih bersifat politis daripada gerakan kultural. Melalui media, sarana-sarana baru wacana fundamentalisme Islam anti demokrasi seperti media cetak maupun elektronik dan internet seperti website dan jejaring social, teks perlawanan terhadap demokrasi diproduksi oleh elit komunitas HTI dan JAT. Hal ini dilakukan agar loyalitas para pengikutnya tetap terjaga dan kian tersebar di beberapa penjuru tempat yang tidak bisa dijangkau secara langsung oleh struktur organisasinya melalui cara-cara konvensional tatap muka. Kecenderungan menggunakan sarana baru melalui media website dinilai strategis dan efektif untuk melancarkan wacana komunitas. Meskipun secara skriptural dan tekstual dalam kitab suci tidak ada perintah untuk menggunakan media baru bernama website untuk berdakwah, akan tetapi 140

melihat realitas masyarakat yang relatif bergerak ke ranah konsumsi media baru, pada akhirnya komunitas fundamentalisme Islam yang mewacanakan haram untuk semua produk yang diciptakan barat, atas nama strategi marketing dan menjaga eksistensi symbol, pilihan untuk memanfaatkan sarana produk barat ini menjadi pilihan strategis sekaligus masuk ranah politis. Dari analisis yang dilakukan penulis terdapat beberapa poin kesimpulan mengenai konstruksi symbol agama dalam wacana syariat Islam anti demokrasi yang dilakukan oleh HTI maupun JAT. Pertama, kritik terhadap demokrasi yang dikonstruksikan melalui teks sebagai tidak islami mengandung makna eksplisit dan implisit untuk melancarkan aksi persuasif melalui publikasi perlunya diterapkan syariat dan khilafah Islam sebagai bentuk ideal yang paling islami. Konstruksi simbol-simbol agama dimuat dari artikel maupun gambar meliputi makna simbolik mengenai beberapa terminologi agama seperti demokrasi kafir, syariat Islam sebagai rahmat, bangsa jahiliyah, penguasa thaghut dan konstruksi makna jihad. Kedua, penafsiran teks kitab suci al qur an dan hadits yang dipakai secara sepihak secara dominan menafsirkan secara skriptural dan tekstual. Hal ini dilakukan untuk mendukung wacana yang disampaikan mengenai wajibnya negara syariat Islam seperti dalam bentuk khalifah dan haramnya demokrasi mengabaikan pemahaman atau pendapat dari ulama lain yang memahami teks kitab dengan melihat konteks sosial yang ada. 141

Ketiga, nostalgia masa lalu mengenai bentuk pemerintahan kekhalifahan yang berdasarkan kitab suci sengaja dilakukan dengan mengaburkan fakta bahwa terdapat banyak penyimpangan-penyimpangan terhadap kitab suci sebagai dasar negara yang dilakukan oleh beberapa khalifah hingga akhirnya kekhalifahan runtuh. Keempat, terdapat generalisasi kondisi umat Islam yang tertindas oleh kolonialisme maupun konflik antar sekte agama adalah karena menggunakan demokrasi dalam bernegara. Seperti konstruksi perang suci antara Islam Palestina dengan Yahudi Israel, serta permasalahan konflik sunni-syiah di Suriah dikonstruksikan sebagai permasalahan demokrasi yang bisa saja terjadi di Indonesia. Oleh karenanya, wujud solidaritas (ukhuwah) Islam yang coba dibangun adalah melawan demokrasi meskipun dalam konteks Indonesia konflik itu tidak terjadi di permukaan. Kelima, konstruksi makna kafir, jahiliyah, thaghut dan makna jihad dalam wacana syariat Islam anti demokrasi mengalami distorsi makna hanya sebagai bentuk perlawanan terhadap demokrasi dengan mengabaikan makna makna yang sesungguhnya. Konstruksi makna dipakai untuk menyesuaikan kehendak dari kedua komunitas untuk menciptakan stigma negatif tertentu kepada pihak yang menolak negara berdasarkan syariat Islam. Beberapa poin penting ini yang menjadi temuan penulis di dalam proses menginterpretasikan teks yang termediakan di dalam website HTI dan JAT. Oleh karenanya, wacana yang termediakan melalui teks dan gambar melalui kedua website lebih merepresentasikan simbol eksistensi politik dengan dihiasi perspektif teologis yang sebenarnya masih menyisakan ruang 142

ijtihad yang lebih moderat dengan melihat kontekstualitas masyarakat yang ada di Indonesia. Simbol eksistensi politik sebagai sebuah wacana yang hidup sebagai kekuatan kritik tidak memberikan solusi apapun selain suara sumbang yang berada di pinggiran wacana politik yang berkembang manakala melihat segala permasalahan secara monolitik. Oleh karenanya, eksistensi politik dari kedua komunitas HTI dan JAT yang direpresentasikan melalui konstruksi teks melalui media website akan menjadi liyan dalam wacana diskursus tentang politik yang terjadi. Mengikuti pendapat Foucault, kekuasaan yang dilanggengkan dalam menjaga loyalitas pengikut seperti saat ini, tidak lagi dipegang oleh peran elit semata tetapi yang paling strategis adalah melalui bahasa, teks yang termediakan ke publik dianggap mampu menjaga hegemoni itu agar tetap lestari. Bahasa menjadi alat menjaga kekuasaan atau malah bisa menjadi penguasa itu sendiri. Teks-teks perlawanan diproduksi dan didistribusikan secara massif melalui media dan jejaring social yang efektif. Meskipun antara elit dan pengikut, antara ulama komunitas dengan pengikutnya tidak bertemu, wacana yang diproduksi elit komunitas tetap terjaga, diyakini dan diikuti. Penguasaan wacana dominan anti demokrasi dan perlunya memperjuangkan khilafah sangat kuat dijaga dan dilestarikan sebagai wacana disipliner. Oleh karenanya, kecenderungan penafsiran yang tekstual dan scriptural dari pengikut komunitas sebagai pembaca utama sangat kuat sebagai bentuk kepatuhan dan ketaatan terhadap apa yang diyakini sebagai 143

sebuah kebenaran. Meskipun itu datangnya dari media yang diproduksi oleh elit pemimpin komunitas yang belum tentu sesuai dengan pemahaman umum ulama di Indonesia. Strategi wacana melalui media website di kalangan komunitas HTI dan JAT sesuai teori Stuart Hall, secara efektif membentuk dan melanggengkan tipe pengikut dominant or hegemonic reading. Konsumen pembaca yang menafsirkan teks sebagaimana adanya teks yang diproduks tanpa adanya penafsiran ulang. Berdasarkan pada temuan fakta di dalam teks yang termediakan maupun ungkapan, pernyataan elit komunitas, secara garis besar wacana politik dari kedua komunitas fundamentalisme Islam berdasarkan pada basis sosio-kultural yang berkembang pada komunitas. Penekanan wacana syariat Islam mengalami diskontinuitas, perubahan yang tidak konsisten karena lebih condong untuk memperjuangkan syariat Islam dalam tataran negara an sich daripada wacana mengembangkan nilai-nilai keimanan dalam aqidah, ibadah dan muamalah. Wacana politik yang diproduksi oleh kedua komunitas lebih didominasi dalam ranah daulah (negara) yang lebih bersifat struktural daripada gerakan kultural untuk menguatkan aqidah, ibadah dan muamalah. B. Implikasi Teoritis Dalam penelitan mengenai wacana syariat Islam anti demokrasi ini teori wacana Michel Foucault dipadukan dengan teori representasi Stuart Hall dan metode ilmiah analisis wacana kritis Norman Fairclough bisa membantu menjelaskan bagaimana bahasa bisa berperan menggantikan elit 144

dan struktur sebagai bentuk baru kekuasaan yang ada di mana-mana. Ketika wacana yang termediakan melalui website diproduksi maka kemudian bahasa menempati posisi yang strategis untuk menjaga hegemoni dan dominasi. Kemudian mampu menjaga tipe pembaca dari pengikut kedua komunitas sebagai tipe pembaca yang terdominasi dan terhegemoni atas wacana. Dalam teorinya, Foucault menyatakan bahwa kekuasaan menentukan normalitas pengetahuan dalam arti yang bekerja untuk menetapkan dan membedakan proposisi mengenai benar dan salah, boleh tidak boleh, halal haram sampai standar yang paling sesuai dengan ajaran islam (islami) dengan kafir. Kekuasaan wacana kedua komunitas Islam telah menetapkan prosedur dan teknik atas pencapaian kebenaran yang subyektif. Kemudian juga menetapkan status bagi orang yang dianggap melakukan suatu kebenaran atau kesalahan. Status demokrasi kafir dan tidak islami adalah salah satu contoh yang dapat dilihat sebagai sebuah keniscayaan normalitas manakala agama sebagaimana pemahaman sebagian pemimpin komunitas Islam fundamentalis dijadikan alat untuk merebut kekuasaan dan berkuasa atas dasar prinsip yang diyakini kebenarannya. Stigmatisasi penganut demokrasi kafir dalam genealogi Michel Foucault dapat dianalogikan bagaimana konsep kegilaan dikonstruksikan oleh dokter jiwa untuk kemudian membuat institusi rumah sakit jiwa sebagai lembaga yang berwenang sebagai penyembuhnya. Pun demikian, dengan konsep penganut demokrasi yang disebut sebagai kafir mengandung konsekuensi logis untuk menghadirkan institusi 145

Negara berdasarkan syariat Islam atau Negara berbentuk khilafah. Konsep anti-demokrasi atau demokrasi kafir telah menjadi disipliner wacana yang harus diikuti dan diyakini kebenarannya oleh para pengikut komunitas. Kekuasaan komunitas fundamentalisme Islam telah menetapkan normalitas, regularitas dan familiaritas yang mampu memberikan kewenangan lebih bahkan melawan kuasa negara yang menganut demokrasi dan dianggapnya tidak islami dan harus dilawan. Penciptaan wacana anti demokrasi dan label kafir merupakan penciptaan kebenaran melalui produksi pengetahuan ilmiah yang disebarkan melalui institusi organisasi dan media yang mereka miliki untuk tujuan melakukan kontrol terhadap pengikutnya. Seperangkat pengetahuan melalui perkataan pemimpin komunitas yang dianggap sebagai alim orang yang berilmu tampak berhasil mengkonstruksi pengetahuan pandangan akan kebenaran bahwa sumber otentik kebenaran al qur an dan hadits mengisyarakatkan Negara khilafah dan syariat Islam sebagai bentuk ideal dan paling benar. Selainnya salah, bahkan demokrasi dianggap telah kafir dan keluar dari koridor Islam. Diskontinuitas dan inkonsistensi wacana yang terjadi dapat dilihat dengan teori Foucault sebagai hasil refleksi atas realitas yang terjadi. Pertimbangan rasionalitas atas realitas seperti wacana golput, fatwa yang dibuat oleh ulama komunitas HTI dan JAT berbeda pada dari pemilu satu ke pemilu yang lain tidak terlepas dari aspek sosio historis yang melahirkan wacana-wacana baru. 146

C. Rekomendasi Penelitian Lanjutan Dalam penelitian ini fokus yang diambil lebih menekankan pada aspek wacana yang termediakan di media website komunitas fundamentalisme Islam, HTI dan JAT. Meskipun ada banyak sarana penciptaan pengetahuan untuk memproduksi wacana agar tetap lestari dan langgeng. Salah satunya adalah pondok pesantren dari kedua komunitas. Pondok pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan dimiliki oleh kedua komunitas fundamentalisme Islam. Oleh karenanya, menarik untuk kemudian melakukan penelitian dengan focus pada media penyampai wacana melalui pesantren. Karena konstruksi bahasa verbal dengan tesktual akan berbeda satu lain. Distorsi informasi melalui bahasa verbal dimungkinkan lebih besar sehingga melahirkan refleksi atas wacana yang lebih mendalam sehingga diikuti tindakan disiplin lainnya dalam praktek kewacanaan. Selain itu, rekomendasi penelitian berikutnya hendaknya menelusuri dokumen dan arsip asli yang menjadi dasar lahirnya wacana syariat Islam dan wacana anti demokrasi. Selain sarana media website, arsip bersejarah diharapkan mampu membongkar diskontinuitas secara detail mendalam untuk mencatat rekam jejak yang dilakukan oleh kedua komunitas sejak awal mula bergerak di Indonesia dan berkembang sampai sekarang. Daripada arsip yang termediakan di media website yang terbatas pada masa waktu periode akhir-akhir ini saja. 147