I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. dan jagung. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein 30-50%, lemak

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Olah Tanah dalam Meningkatkan Organisme Tanah

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah beras yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari luasannya, maka lahan alang-alang merupakan lahan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah biasanya diperlukan didalam budidaya tanaman dengan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Tanah marginal adalah tanah sub-optimum yang potensial untuk pertanian baik untuk

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan sisa-sisa tanaman

II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. meningkat seiring dengan pengembangan energi alternatif bioetanol sebagai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima)

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan bekas alang-alang di Desa Blora Indah

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

IV. ORGANISME TANAH UNTUK PENGENDALIAN BAHAN ORGANIK TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Lahan di PT. Great Giant Pineapple berlokasi Kecamatan Terbanggi Besar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum.l) merupakan bahan baku utama dalam. dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah serta

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Ekologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

BAB I. PENDAHULUAN A.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

I. PENDAHULUAN. tanaman kedelai secara signifikan. Perbaikan sistem budidaya kedelai di Indonesia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

MATA KULIAH: MEKANISASI PERTANIAN OLEH: ZULFIKAR, S.P., M.P

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN TAMAN HUTAN RAYA: UPAYA PENCEGAHAN DAN PERBAIKAN KERUSAKAN. Syekhfani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Pola Pemupukan dan Pemulsaan pada Budidaya Sawi Etnik Toraja di Pulau Tarakan

BAB I PENDAHULUAN. dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer bahan pangan, pakan

I. PENDAHULUAN. Tanaman nanas (Ananas comosus) adalah buah tropis ketiga yang paling penting

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

BAB I PENDAHULUAN. Tanah marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman pangan yang penting sebagai

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

PEMANFAATAN JERAMI PADI DAN PENAMBAHAN KOTORAN AYAM SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) SKRIPSI

PENGARUH BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH. Oleh: Arif Nugroho ( )

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman pangan. Usaha ekstensifikasi dilakukan dengan cara pembukaan lahan baru bagi pertanian, salah satunya dengan pemanfaatan lahan bekas alang-alang bagi pertanaman kedelai. Tjimpolo dan Kesumaningwati (2009) menyatakan bahwa pemanfaatan lahan alang-alang untuk usaha pertanian relatif lebih baik jika dibandingkan dengan membuka hutan, karena selain biaya lebih murah juga akan memperbaiki lingkungan serta mempertahankan fungsi hidrologis hutan. Selain itu pada umumnya di sekitar lokasi alang-alang telah tersedia infrastruktur walaupun masih sangat terbatas. Lahan alang-alang merupakan lahan tidak produktif yang tersebar cukup luas di Indonesia. Menurut Marufah (2008), luas lahan alang-alang di Indonesia mencapai 8,5 juta ha atau sekitar 4,47% dari luas wilayah Indonesia. Di Lampung luas lahan alang-alang sekitar 75.921 ha, artinya jika lahan tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik tentunya peningkatan produksi pertanian akan lebih optimal (Anny, 2005). Alang-alang umumnya tumbuh di wilayah pertanaman tahunan seperti karet, kelapa sawit; pertanaman pangan seperti padi, jagung dan

2 kedelai; pertanaman industri seperti kapas (Suryaningtyas dkk., dalam Buchari, 2002). Permasalahan utama pemanfaatan lahan yang ditumbuhi alang-alang untuk pertanian adalah buruknya sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Marufah, 2008). Meskipun lahan yang ditumbuhi alang-alang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang buruk, namun jika lahan alang-alang tersebut diberakan lebih dari 10 tahun diduga kandungan bahan organik yang ada telah cukup untuk mendukung perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada lahan tersebut. Untuk itu, diperlukan suatu sistem pengolahan tanah yang tepat, sehingga lahan bekas alang-alang dapat menjadi produktif dan mampu menunjang peningkatan produksi pertanian. Pengolahan tanah merupakan setiap manipulasi mekanik terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman agar dapat berproduksi dengan baik, oleh karena itu diperlukan upaya untuk menciptakan keadaan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman (Manik, Afandi, dan Yuwono, 1996). Pada proses pengolahan tanah tersebut, perubahan tanah seperti sifat fisik, kimia, dan biologi tanah akan terjadi. Salah satu parameter sifat biologi tanah yang dapat digunakan untuk mengetahui bahwa lahan tersebut telah dapat digunakan sebagai lahan pertanian adalah dengan mengetahui keberadaan cacing tanah pada lahan tersebut. Kualitas tanah berhubungan secara tertutup dan tercermin dari aktivitas, diversitas, dan populasi mikroflora dan fauna tanah, seperti cacing tanah (Ansyori, 2004). Cacing tanah merupakan salah satu biota tanah yang memiliki peranan penting sebagai indikator kesuburan tanah. Pola penggunaan lahan yang intensif

3 berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing tanah. Sebaliknya cacing tanah mempunyai peranan penting terhadap perbaikan sifat tanah seperti menghancurkan bahan organik dan mencampuradukkannya dengan tanah, sehingga terbentuk agregat tanah dan memperbaiki struktur tanah (Buck, Langmaack dan Schrader, 1999). Cacing tanah juga memperbaiki aerasi tanah melalui aktivitas pembuatan lubang dan juga memperbaiki porositas tanah akibat perbaikan struktur tanah. Selain itu, cacing tanah mampu memperbaiki ketersediaan unsur hara dan kesuburan tanah secara umum (Edwards dan Lofty, 1977). Tindakan budidaya pertanian pada lahan bekas alang-alang berupa sistem olah tanah dapat memengaruhi kehidupan cacing tanah. Sistem olah tanah terdiri dari sistem olah tanah intensif (OTI) dan sistem olah tanah konservasi (OTM dan TOT). Penelitian ini mengamati pengaruh sistem olah tanah pada lahan bekas alang-alang yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanaman kedelai terhadap populasi dan biomasaa cacing tanah. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh sistem olah tanah terhadap populasi dan biomassa cacing tanah pada lahan bekas alang-alang (Imperata cylindrica L.) yang ditanami kedelai (Glycine max L.) musim kedua. 1.3 Kerangka Pemikiran Lahan alang-alang (Imperata cylindrica L.) merupakan tumbuhan pioner pada lahan terbuka akibat penebangan, kebakaran hutan, perladangan berpindah atau

4 cara pengelolaan tanah yang kurang baik seperti yang terjadi di daerah-daerah transmigrasi. Alang-alang memiliki perakaran yang padat yang terletak dekat dengan permukaan tanah. Hal ini merupakan faktor positif dalam mengontrol erosi dan merupakan sumber karbon. Pada lahan dengan kemiringan yang besar, alang-alang dapat mengurangi hilangnya tanah akibat aliran permukaan. Secara umum, alang-alang digunakan untuk melindungi lahan-lahan terbuka yang mudah tererosi. Selain itu, alang-alang tidak suka tumbuh di tanah yang miskin, gersang atau berbatu-batu. Rumput ini senang dengan tanah-tanah yang cukup subur, banyak disinari matahari sampai agak teduh, dengan kondisi lembab atau kering (Tjimpolo dan Kesumaningwati, 2009). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Terry dkk. (1997) yang menyimpulkan bahwa alang-alang bukan merupakan tanaman yang rakus hara dan bahkan seringkali dijumpai pada tanah yang mempunyai tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Upaya dalam meningkatkan dan mempertahankan ketahanan pangan adalah dengan melalui perluasan lahan pertanian. Salah satu lahan yang cukup potensial untuk pengembangan pertanian adalah lahan alang-alang yang sejauh ini merupakan lahan terbuka yang dibiarkan dan belum dimanfaatkan. Tentunya dengan semakin luas areal pertanian, diharapkan hasil produksi pertanian juga dapat meningkat. Meskipun lahan yang ditumbuhi alang-alang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang buruk, namun jika lahan alang-alang tersebut diberakan lebih dari 10 tahun diduga bahwa kandungan bahan organik yang ada telah cukup untuk mendukung perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah pada lahan tersebut

5 (Sari, 2011). Untuk itu, tindakan budidaya pertanian berupa pengolahan tanah pada lahan alang-alang tersebut perlu dilakukan secara tepat untuk dapat pula mendukung pertumbuhan tanaman kedelai. Arsyad (1989) menyatakan bahwa pengolahan tanah merupakan setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, pengolahan tanah juga ditujukan untuk memperbaiki kondisi tanah sehingga memudahkan penetrasi akar, infiltrasi air dan peredaran udara (aerasi). Sistem olah tanah terdiri dari sistem olah tanah intensif (OTI) dan sistem olah tanah konservasi (OTK). OTI pada mulanya akan bersifat positif, sebab dengan pengolahan tanah intensif maka mineralisasi bahan organik meningkat dan tanah menjadi gembur (Utomo, 2006). Menurut Ansyori (2004) mengatakan bahwa dalam jangka panjang, OTI dapat mendegradasikan suatu lahan yang dicerminkan oleh penurunan produksi pertanian, hal ini didukung oleh pernyataan Arsyad (2010) yang menyimpulkan bahwa pengolahan tanah yang baik merupakan salah satu syarat dalam setiap tindakan budidaya tanaman, walaupun demikian pengolahan tanah yang berat dan tidak tepat dapat menyebabkan menurunnya kesuburan tanah dengan cepat dan tanah lebih mudah terdegradasi. Pengolahan tanah yang berlebihan (intensif) dalam jangka panjang dapat menjadikan suatu lahan terdegradasi yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kegiatan ini berpengaruh juga terhadap kehidupan cacing tanah yang terdapat di lahan tersebut.

6 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa OTI dapat mengubah kelimpahan dan keanekaragaman populasi cacing tanah. Semakin tinggi intensitas pengelolaan lahan menyebabkan biodiversitas makrofauna tanah semakin menurun (Sugiyarto, 2003). Penelitian lain menunjukkan bahwa berkurangnya populasi cacing tanah sering ditemukan pada pengolahan tanah intensif karena adanya perubahan lingkungan tanah yang tidak diinginkan sebagai dampak pengolahan tanah yang berlebihan (Chan, 2001). Terdegradasinya tanah dicerminkan oleh penurunan produksi pertanian akibat salah pengelolaan masa lalu, sehingga perlu dikembangkan strategi untuk memelihara produksi agar tetap optimum. Salah satu upaya yang dapat diterapkan dalam meningkatkan produksi kedelai yaitu dengan merubah sistem olah tanah dan memanfaatkan sisa gulma alang-alang sebagai mulsa untuk meningkatkan bahan organik tanah. Perubahan sistem olah tanah menjadi olah tanah konservasi dan ditambah pemanfaatkan sisa gulma alang-alang sebagai mulsa organik di lahan pertanaman kedelai diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang selanjutnya dapat meningkatkan produksi kedelai. Kegiatan ini diharapkan juga dapat meningkatkan populasi dan biomassa cacing tanah yang dapat dijadikan indikator kesuburan tanah (Ansyori, 2004). Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan OTK dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, terutama sifat biologi tanah. Niswati dkk. (1998) melaporkan bahwa pada OTK, jumlah mesofauna tanah nyata lebih banyak daripada OTI. Adanya sisa-sisa tumbuhan di permukaan tanah yang dapat berfungsi sebagai sumber pakan bagi berbagai jenis fauna tanah serta tidak terganggunya tanah pada OTK

7 menyebabkan jumlah mesofauna tanah menjadi lebih banyak. Menurut Hubbard, Jordan dan Syecker (1999), sistem olah tanah minimum dan tanpa olah tanah cenderung meningkatkan biomassa cacing tanah yang hidup pada permukaan tanah, sebaliknya pengurangan populasi cacing tanah dapat mencapai 2,5 sampai 6 kali akibat pengolahan tanah. Selain menggunakan sistem olah tanah konservasi (OTM atau TOT), pemberian bahan organik melalui pemanfaatkan sisa gulma alang-alang sebagai mulsa organik ke dalam tanah dimaksudkan untuk dapat memperbaiki kualitas tanah yang diikuti dengan meningkatnya populasi cacing tanah. Proses penimbunan residu tanaman secara terus menerus selama bertahun-tahun menyebabkan aktivitas biologi tanah dekat permukaan tanah menjadi lebih tinggi dibandingkan lapisan dalam (Muzammil, 2004). Tisdall, Cockroft dan Uren (1978) dalam Umar (2004) menyatakan bahwa pengurangan intensitas pengolahan tanah dipadukan dengan penambahan bahan organik segar dapat memperbaiki aktivitas biota tanah dan agregasi tanah. Pencampuran bahan tanaman seperti residu tanaman atau cover crop dengan tidak terlalu dalam ke dalam tanah dapat mengubah aktivitas dan biomas cacing tanah khususnya spesies endogeis (Ansyori, 2004). Hasil penelitian Lekasi dkk. (2001) menunjukkan bahwa penggunaan residu tanaman pisang sebagai mulsa mampu meningkatkan populasi cacing tanah pada tanaman kubis. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemanfaatan jerami gandum sebagai mulsa mampu meningkatkan populasi cacing tanah, tetapi kecil pengaruhnya terhadap keanekaragaman spesies cacing tanah (Mele dan Carter, 1999).

8 Kualitas tanah berhubungan secara tertutup dan tercermin dari aktivitas, diversitas dan populasi mikroflora dan fauna tanah, seperti cacing tanah (Ansyori, 2004). Kemelimpahan cacing tanah pada suatu lahan dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, keasaman tanah, kelembaban dan suhu atau temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik bila faktor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Tanah yang kaya akan bahan organik merupakan media yang baik bagi kehidupan cacing tanah. Bahan organik sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing tanah karena bahan organik yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk melanjutkan kehidupannya (Lee, 1985). Menurut Russel (1988), bahan organik dapat mempengaruhi sifat fisik-kimia tanah dan bahan organik itu merupakan sumber pakan untuk menghasilkan energi dan senyawa pembentuk tubuh cacing tanah. Populasi cacing tanah akan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah, pada kedalaman 0-10 cm jumlah cacing tanah akan empat kali lebih banyak dari pada kedalaman 10-20 cm. Hal ini dikarenakan sumbangan bahan organik pada tanah berbeda untuk setiap kedalaman. Pada permukaan tanah lebih banyak bahan organik yang tersedia untuk aktivitas dan metabolisme serta kandungan udara yang cukup untuk kelangsungan hidupnya (Muzammil, 2004). Pengaruh persiapan lahan menunjukkan bahwa TOT cenderung memiliki lebih banyak efek positif terhadap keanekaragaman beberapa biota tanah dibandingkan dengan pengolahan tanah (Makalew, 2001). Hal ini sejalan dengan penelitian Brown dkk. (2002) yang menyimpulkan bahwa populasi cacing tanah TOT 5 kali lebih tinggi dibandingkan pada OTI.

9 Lahan Alang-Alang Diberakan > 10 Tahun Kandungan Bahan Oganik Tinggi Mendukung Perbaikan Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Pemanfaatan Bekas Lahan Alang-Alang Sebagai Lahan Pertanian Sistem Olah Tanah OTI OTM TOT Cacing Tanah Bahan Organik Sebagai Sumber Energi Kedalaman Tanah Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran

10 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Populasi dan biomassa cacing tanah pada tanpa olah tanah (TOT) dan olah tanah minimum (OTM) akan lebih tinggi dibandingkan olah tanah intensif (OTI). 2. Penyebaran populasi dan biomassa cacing tanah akan lebih banyak pada kedalaman 0-10 cm dibandingkan kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm pada setiap perlakuan sistem olah tanah.