M.A.S. Huuuhhhh Haahhhhh Huhhhhhh Haaahhhh Kaki kaki panjangku terus ku pacu untuk menuntaskan olahraga lari pagi itu. Minggu pagi itu aku tak hanya menikmati segarnya udara pagi sendirian, adalah kedua orang sahabatku, Emi dan Alvi yang menemaniku pagi itu. Suasana minggu pagi di lapangan sepak bola kampus kami terlihat begitu ramai dengan aktivitas olahraga pagi, berlari lari kecil, bersepeda, bahkan beberapa dari mereka ada yang sedang mengganti pakaiannya untuk berenang di kolam renang yang ada tepat di sebelah lapangan sepak bola kampus. Oy, break dulu napa do, capek nih gua... iya capek niiiihhhh halaaah, alasan aja kalian berdua katanya mau kurus? Baru satu putaran juga... dasarrr...
yaudah sih, capek ini beneran aja... iya, minggir gih ke bawah pohon yang di deket parkiran tu... Tidak sampai sepuluh menit, olahraga joging pagi itu harus terhenti sementara karena alasan dua sahabatku itu, entah kenapa olah raga semacam itu mampu membuat mereka merasa kelelahan luar biasa, persis seperti mengikuti lomba menarik truck sedot jamban yang lengkap dengan isinya. Sementara mereka berdua asyik dengan istirahatnya selama dua kali lima menit, aku mengisi waktu luang itu dengan sedikit mencuci mata, ya paling tidak aku lebih bersemangat untuk melakukan joging di sekitaran kampus daripada harus joging di sekitaran rumahku. Dengan joging di sekitaran kampus aku bisa melihat berbagai macam pemandangan indah yang mampu memacu semangatku, paling tidak semangat untuk memberikan senyuman terindah untuk objek yang kupandangi, wanita. Dari sekian banyak wanita yang kulihat, ternyata hanya ada satu yang mampu 2
membuat mataku diam tak berkedip. Dia yang sedang duduk dibawah pohon itu, dengan potongan rambut pendeknya yang menunjukkan kesan tomboy, ia hanya melihat sekelilingnya sambil membersihkan tetesan tetesan keringat itu dari kulitnya yang putih. Aku hanya bisa menarik nafas dalam dalam, untuk meyakinkan pada diriku sendiri bahwa aku tidak dalam kondisi bermimpi, mabuk, atau kondisi di alam bawah sadar. Kukepal kedua tanganku erat erat dan kupacu langkahku untuk mendekatinya... Oy, do mau kemana? bentar aja, cari minuman... Kupacu langkahku perlahan lahan, tegap, dan pasti, pasti aku melangkah ke arahnya. Aku dengan gagah beraninya bak pasukan pengibar bendera bajak laut melangkah ke arahnya, sambil ku lemparkan senyumku yang manis ke arahnya, bahkan aku masih ingat bahwa terakhir kalinya aku tersenyum manis, itu adalah saat saat ketika aku menjadi juara satu 3
lomba Fotogenic se lingkungan SD. Entah karena alasan apa, sedikitpun senyumku tak digubris olehnya, ia seolah olah menunjukkan bahwa betapa sulitnya aku untuk mendapatkan senyuman manis di wajahnya. Namun aku tetap optimis dan kali ini, aku makin memperlebar senyumanku sambil berjalan tegap ke arahnya mirip seperti Grand Final Putera Indonesia, dan aku adalah finalisnya walaupun belum pernah ada perlombaan semacam itu. Semakin dekat, semakin dekat, dan sedikit lagi aku sampai di hadapannya, tapi... Ia menoleh ke arah belakang pohon itu, seperti ada yang memanggilnya dan langkahku pun terhenti sejenak. Adalah sosok seorang pria separuh abad yang memanggilnya, ya kurasa itu adalah ayahnya, dan aku pun melanjutkan langkahku untuk mendekatinya yang kini seolah olah ia bersembunyi dariku dibalik pohon besar itu. ku lihat sosok pria paruh abad itu memberikan gelas demi gelas padanya, dan ia pun harus segera membersihkannya, 4
sungguh mulia hatinya, di zaman android seperti ini masih ada manusia mulia sepertinya yang harus membantu ayahnya berjualan es cendol, huhh aku hanya bisa menggelengkan kepalaku sambil menggosok gosok dadaku dan berkata...luar Biasa. Kulanjutkan langkahku mendekatinya, kali ini jaraknya tak lebih dari tiga meter, dan kalaupun kutembak ia dengan senapan angin, jelas ia akan menjerit kesakitan karena jarak kami yang cukup dekat. Tiba tiba dari arah belakangku muncul segerombolan tuyul tuyul mirip manusia, ya itu adalah gerombolan anak anak SD yang setiap minggunya berlatih sepak bola disana. Wah, ternyata ia dan ayahnya sudah memiliki pelanggan setia, dan apabila ia mengizinkanku untuk menjadi pelanggan setianya, jelas aku dengan senang hati akan memborong semua dagangannya, bahkan kalaupun dijual, akan ku beli ayahnya dan ku hadiahkan pada ibunya. 5
Tiba tiba, salah seorang dari gerombolan anak anak SD itu berkata padanya sambil memberikan uang recehan yang tak karuan lagi warnanya itu... Mas mas, aku nggak pake es yo... Mas????? MAAASSS????? Jadi, jadi jaadddiiiii... Dddiiiiiaa, Laki Laaakii??? Hah, perasaanku tak karuan, apa yang kini kurasakan? Tiba tiba, Mas Mas itu menoleh ke arahku... mendadak kurubah senyuman manisku dengan wajah datar, kupalingkan wajahku perlahan dari hadapannya, ku tarik nafasku dalam dalam, dan kubalikkan badanku darinya... Kupacu langkahku secepat mungkin, menjauh menjauh menjauuuuhhh darinyaaa... Tak kurasakan lagi nafasku yang terengah engah, dan tanpa sadar aku sudah sampai tepat dihadapan kedua sahabatku... 6
Do, lari lagi yuk? Udah kelar nih istirahatnya... nggak, nggak deh mendingan gue pulang ya... ai, muka lo kenapa? Pucet banget? Iya nih Vi, kayaknya gue udah kebelet... kebelet BAB gitu? kebelet pengen muntah, udah ya gue pulang, nggak lagi lagi dah gue NGGAK LAGI LAGI Emi + Alvi= - - Kupacu langkahku lebih cepat, dan lebih cepat ke arah motorku, ku hidupakan motorku, dan langsung ku tancap se kencang kencangnya, walaupun seingatku kecepatannya hanya 40 km/jam. Tidak, tidak akan pernah lagi kejadian itu terulang, dan takkan pernah lagi kuingat dirimu MAS!!!!!. 7