PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH DAN LAJU INFILTRASI PADA LATOSOL DARMAGA (STUDI PADA TANAMAN KACANG TANAH)

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JAGUNG TERHADAP SIFAT FISIK DAN BIOLOGI TANAH SERTA PRODUKSI JAGUNG PADA TANAH LATOSOL CIMANGGU BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena

STUDI METODE INFILTRASI FALLING HEAD DAN CONSTANT HEAD PADA BEBERAPA VARIASI KETINGGIAN GENANGAN AIR AHMAD FADHLI A

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE

IV. SIFAT FISIKA TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP DOSIS PUPUK KALIUM DAN FREKUENSI PEMBUMBUNAN SKRIPSI OLEH :

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu komoditas perkebunan

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang hijau termasuk tanaman pangan yang telah dikenal luas oleh masyarakat.

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Rate Infiltration Evaluation on Several Land Uses Using Infiltration Method of Horton at Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

III. BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanah dan air merupakan sumberdaya yang paling fundamental yang

PENGARUH BOBOT MULSA JERAMI PADI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) KULTIVAR KUTILANG

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

BAB IV METODE PENELITIAN. (Completely Randomized Block Design) dengan dua faktor yang disusun secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMULSAAN JERAMI PADI DAN SISTEM OLAH TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. merril) NON-ORGANIK

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

Transkripsi:

PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH DAN LAJU INFILTRASI PADA LATOSOL DARMAGA (STUDI PADA TANAMAN KACANG TANAH) BOANERGES SILVANUS DEARARI DAMANIK A14050045 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

SUMMARY BOANERGES SILVANUS DEARARI DAMANIK. The Effect of Rice Straw Mulch on Some Soil Physical Properties and Infiltration Rate on Latosol Darmaga (Study on Peanuts). Under the guidance of NAIK SINUKABAN and ENNI DWI WAHJUNIE. One of the most easily to implement of the soil conservation techniques is the using of crop residues as mulch. That is because crop residues such as rice straws and corn stalks are abundantly available in agricultural areas. Mulching protects the soil surface directly from the raindrop impact, thus reducing the energy of raindrop, volume and velocity of surface flow, increasing the activity of soil fauna, and enhancing the formation of soil aggregates. Another advantage of mulching is that it can maintain or improve soil physical properties, reduce the dispersion process, improve the stability of soil aggregates and improve soil structure and, in turn, accelerate the soil infiltration rate. The purpose of this study was to study the influence of rice straw mulch on soil physical properties such as bulk density, soil moisture, soil porosity, and soil infiltration rate, as well as on peanuts production. The study consisted of four treatments that were arranged in a completely randomized design with three replication to make 12 units of experiments. Straw mulch was divided into four dose levels, i.e M0 (no mulch), M1 (0.92 tons straw/ha), M2 (1.84 tons straw/ha), and M3 (2.76 tons straw/ha). Peanut (Arachis hypogaea L.) varieties Elephant was planted as plant indicator. Planting distant of 20 x 40 cm was used and number of seeds per hole was one. The results of this research showed that the using of mulch up to 2.76 tons/ha did not significantly affect the physical properties of the soil parameters, especially the bulk density and total pore space. However, the minimum soil infiltration rate was significantly increased with the application of mulch at least 2.76 tons / ha. The using of straw mulch up to 2.76 tons/ha did not significantly increase the peanut production. However, there was a trend of increasing production with the increasing of mulch.

RINGKASAN BOANERGES SILVANUS DEARARI DAMANIK. Pengaruh Penggunaan Mulsa Jerami Padi Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Laju Infiltrasi pada Latosol Darmaga (Studi pada Tanaman Kacang Tanah). Di bawah bimbingan NAIK SINUKABAN dan ENNI DWI WAHJUNIE. Salah satu teknik konservasi tanah yang mudah diterapkan adalah penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, karena mulsa dapat diperoleh dari sisasisa hasil tanaman pertanian seperti sisa pemanenan tanaman padi atau jagung. Mulsa secara langsung melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, sehingga mengurangi energi pukulan hujan, volume, kecepatan aliran permukaan, meningkatkan aktivitas fauna tanah, dan meningkatkan pembentukan agregat tanah. Keunggulan lain dari mulsa antara lain dapat mempertahankan atau memperbaiki sifat fisik tanah, memperkecil proses dispersi, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan memperbaiki struktur tanah dan pada gilirannya dapat mempercepat laju infiltrasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemakaian mulsa jerami padi terhadap sifat-sifat fisik tanah seperti bobot isi, kadar air pada berbagai nilai pf, porositas tanah, dan laju infiltrasi tanah, serta terhadap produksi tanaman kacang tanah. Penelitian terdiri dari 4 perlakuan yang diacak secara lengkap dan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Mulsa jerami dibagi dalam 4 taraf dosis, yaitu M0 (tanpa mulsa), M1 (0,92 ton jerami/ha), M2 (1,84 ton jerami/ha), dan M3 (2,76 ton jerami/ha). Tanaman yang ditanam sebagai tanaman indikator adalah kacang tanah (Arachis hypogaea L.) varietas Gajah. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 x 40 cm, dan jumlah benih tiap lubang tanam adalah satu butir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap parameter sifat fisik tanah terutama bobot isi dan ruang pori total. Namun laju infiltrasi minimum tanah meningkat dengan pemberian mulsa minimal 2,76 ton/ha. Pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha belum berpengaruh pada peningkatkan produksi. Namun, ada kecenderungan peningkatan pertumbuhan dan produksi dengan meningkatnya penggunaan mulsa.

PENGARUH PENGGUNAAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH DAN LAJU INFILTRASI PADA LATOSOL DARMAGA (STUDI PADA TANAMAN KACANG TANAH) BOANERGES SILVANUS DEARARI DAMANIK A14050045 Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Judul Penelitian Nama Mahasiswa Nomor Pokok : Pengaruh Penggunaan Mulsa Jerami Padi Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Laju Infiltrasi pada Latosol Darmaga (Studi pada Tanaman Kacang Tanah) : Boanerges Silvanus Dearari Damanik : A14050045 Menyetujui, Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si NIP. 19461103 197302 1 001 NIP. 19600330 198601 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc NIP. 19621113 198703 1 003 Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 13 Januari 1987. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan ayah Darmansyah Damanik dan ibu Rosminta Girsang. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD St. Antonius I Medan, kemudian pada tahun 2002 menyelesaikan studi di SMP St. Thomas I Medan. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMU St. Thomas I Medan dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Kemudian tahun pertama di IPB, penulis menjalani Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Tahun 2006, penulis di terima di Program Studi Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi, penulis bergabung dalam organisasi kemahasiswaan yaitu HMIT (Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah) sebagai staff divisi Kewirausahaan periode 2008/2009 dan menjadi beberapa panitia kemahasiswaan antara lain pembuatan kaus HMIT (tahun 2008), seminar nasional Soil and Mining (tahun 2008), Seminar dan Lokakarya Nasional Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan Untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi (tahun 2008).

27 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan hikmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul Pengaruh Penggunaan Mulsa Jerami Padi Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Laju Infiltrasi pada Latosol Darmaga (Studi pada Tanaman Kacang Tanah) ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan banyak bimbingan, pengarahan, serta masukan selama masa pelaksanaan penelitian, maupun saat penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah memberikan masukan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan pengarahan dan bimbingan selama masa perkuliahan. 4. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi. 5. Keluarga tercinta Papa, Mama, kakakku Indira Damanik atas doa, dukungan, kasih sayang, cinta, perhatian, kepercayaan dan kesabaran sampai pada saat ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 6. Ratu Wanodya Citrakusumah, Bunga Dara Puspita, Vicka Kemala, Lina Siti Maryamah, dan Ridwan Satria Putra yang telah menjadi rekan kerja dalam penelitian ini. 7. Seluruh staf dan dosen pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. 8. Teman-teman seperjuangan di Komunitas Bujangers (Anter, Charlos, Ganda, Daniel, Jire, Bobby, Idan, Bengbeng, Ali, Andreas, Awank) atas segala bantuan, dukungan dan canda tawa selama ini.

9. Teman-teman Ally Net (Joe 41, Arab, Tia, Boy, Ucok, Jub dll) yang sudah memberikan waktunya untuk bermain bersama dan canda tawa selama ini. 10. Sobat-sobat GP Net (Sadhe, Yogi, Arif, Ipul, Mamet, Shu, Ridwan, Afif dll) yang sudah meluangkan waktu untuk bersendau gurau, lol. 11. Soilers 42, Rani, Mei-Chan, Icha (Ichaboge), Dyna Islamy, Lili Cuantieyk, dan Adik Bagus dalam bantuan pengolahan data maupun dukungan dalam penyusunan skripsi ini. 12. Soilers lainnya yang telah banyak memberikan bantuan, semangat, dan dukungan, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Mei 2010 Penulis

iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1. Sifat Umum Latosol... 3 2.2. Mulsa... 3 2.2.1. Jenis-jenis Mulsa... 3 2.2.2. Fungsi Mulsa... 4 2.3. Sifat-Sifat Fisik Tanah... 6 2.3.1. Bobot Isi Tanah... 6 2.3.2. Kadar Air... 7 2.3.3. Porositas Tanah... 7 2.3.4. Infiltrasi... 8 2.4. Kacang Tanah varietas Gajah... 10 III. BAHAN DAN METODE... 11 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 11 3.2. Bahan dan Alat... 11 3.3.2. Penanaman... 11 3.3.3. Pemeliharaan... 12 3.3.4. Pemanenan dan Analisis Tanah... 12 3.3.5. Analisis data... 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 15 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi... 15 4.2. Pengaruh Mulsa terhadap Kadar Air pada berbagai nilai pf.... 16 4.3. Pengaruh Mulsa terhadap Pori Air Tersedia... 17 4.4. Pengaruh Mulsa terhadap Ruang Pori Total Tanah... 18 4.5. Pengaruh Mulsa terhadap Laju Infiltrasi Tanah... 19

4.6. Pengaruh Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah... 20 4.6.1. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun... 20 4.6.2. Biomassa Basah dan Biomassa kering... 22 4.6.3. Jumlah dan Bobot Polong Kacang Tanah... 23 4.6.4. Jumlah dan Bobot Biji Kacang Tanah... 24 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 26 5.1. Kesimpulan... 26 5.2. Saran... 26 DAFTAR PUSTAKA... 30 LAMPIRAN... 30

27 v DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah (Kohnke, 1968)... 8 2. Parameter pengamatan dan metode analisis... 13 3. Bobot isi tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa... 15 4. Kadar air pada pf 1, pf 2, pf 2,54 dan pf 4,2 dari berbagai taraf pemberian mulsa... 16 5. Pori air tersedia pada berbagai taraf pemberian mulsa... 17 6. Ruang pori total tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa... 18 7. Laju infiltrasi konstan tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa... 19 8. Bobot biomassa basah kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa... 22 9. Bobot biomassa kering kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa... 22 10. Jumlah polong kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa... 23 11. Bobot polong kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa... 23 12. Jumlah biji kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa... 24 13. Bobot biji kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa... 24 37

vi 33 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Jumlah daun kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman... 21 2. Tinggi tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman... 21

vii 34 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perhitungan persamaan infiltrasi dengan Model Horton... 31 2. Persamaan Horton untuk laju infiltrasi pada perlakuan mulsa selama satu musim tanam kacang tanah di latosol Darmaga... 32 3. Jumlah daun tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman... 32 4. Tinggi tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan... 33 5. Denah petak percobaan penelitian... 33 6. Sidik ragam bobot isi... 34 7. Sidik ragam kadar air pada pf 1, pf 2, pf 2,54 dan pf 4,2... 34 8. Sidik ragam ruang pori air tersedia dalam tanah... 34 9. Sidik ragam ruang pori total tanah... 34 10. Sidik ragam laju infiltrasi tanah... 35 11. Sidik ragam bobot biomassa basah dan kering... 35 12. Sidik ragam jumlah dan bobot polong kacang tanah... 35 13. Sidik ragam jumlah dan bobot biji kacang tanah... 35 14. Bobot isi pada berbagai taraf pemberian mulsa... 36 15. Laju infiltrasi pada berbagai taraf pemberian mulsa... 37 16. Laju infiltrasi hasil perhitungan dengan pendekatan Model Horton... 38

27 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah berperan penting bagi kehidupan, karena berfungsi sebagai media tanam berbagai macam tanaman yang bermanfaat. Oleh karena itu, kerusakan yang terjadi pada tanah perlu dihindari agar produktivitasnya tetap lestari. Masalah kerusakan tanah di Indonesia umumnya adalah peningkatan tanah yang miskin hara. Hal ini disebabkan oleh penggunaan lahan yang semakin intensif tanpa memperhatikan teknik konservasi tanah dan air yang memadai. Oleh karena itu harus dilakukan usaha pencegahan kerusakan tanah dengan cara yang mudah, murah, dan dapat dilaksanakan oleh petani. Salah satu cara teknik konservasi tanah tersebut adalah penggunaan mulsa sisa tanaman. Mulsa sisa tanaman yang umum digunakan adalah jerami jagung atau padi. Menurut Suwardjo (1981), bahwa sisa tanaman yang cocok dijadikan mulsa adalah yang mengandung lignin tinggi. Mulsa secara langsung melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, sehingga mengurangi energi, volume dan kecepatan aliran permukaan. Mulsa juga dapat mempertahankan atau memperbaiki sifat fisik tanah seperti bobot isi, kadar air, memperkecil proses dispersi, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan memperbaiki struktur tanah sehingga dapat mempercepat laju infiltrasi. Brown dan Dicky (1970) menyatakan bahwa bobot mulsa yang memungkinkan untuk menurunkan bobot isi, meningkatkan permeabilitas, porositas, ruang pori total, dan memungkinkan peningkatan kadar bahan organik adalah lebih dari 11 ton/ha. Stalling (1959) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa mulsa jerami dapat meningkatkan kadar air tanah 4% lebih tinggi dibandingkan tanpa mulsa. Selain memperbaiki sifat fisik tanah, mulsa juga dapat meningkatkan produksi tanaman pertanian. Menurut hasil penelitian Triyono (2007), pemberian mulsa sebanyak 6 ton/ha dapat meningkatkan produksi tanaman kacang tanah sebanyak 154%. Ada berbagai macam cara penempatan mulsa yang biasa dilakukan yaitu, dengan disebar merata dan ditempatkan dalam jalur. Cara penempatan bahan mulsa dengan disebar merata sangat efektif untuk melindungi permukaan tanah 37

2 dari daya rusak butir hujan serta mengurangi aliran permukaan. Penempatan mulsa dalam jalur sangat efektif untuk mengendalikan temperatur tanah dan juga kesarangan tanah. Adanya mulsa di saluran-saluran akan mampu menyimpan air dan memberikannya ke tanaman yang akan diusahakan. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemakaian mulsa jerami terhadap sifat-sifat fisik tanah dan produksi tanaman kacang tanah. 1.2. Tujuan 1. Mengkaji pengaruh pemakaian mulsa jerami terhadap sifat-sifat fisik tanah seperti bobot isi, kadar air tanah, dan ruang pori total tanah. 2. Mempelajari pengaruh penggunaan mulsa terhadap laju infiltrasi tanah. 3. Mengkaji tingkat pemberian mulsa terhadap produksi tanaman kacang tanah.

3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tuf volkan. Tanah ini menyebar pada ketinggian 5-1000 m di atas permukaan laut dengan topografi datar sampai bergunung. Latosol mempunyai solum setebal 1,5 sampai 10 m, warna merah kuning, horizon terselubung, batas-batas horizon baur dan bertekstur liat. (Soepraptohardjo, 1975). Latosol mempunyai kadar liat tinggi (lebih atau sama dengan 60%), berstruktur remah sampai gumpal, gembur, dan tidak mempunyai sifat-sifat vertik (Rachim dan Suwardi, 1999). Sifat-sifat fisik tanah Latosol dari daerah Darmaga memiliki bobot isi berkisar antara 0,90 0,97 g/cm 3, porositas tanah berkisar antara 63%-68%. Pori drainase cepat tergolong sangat rendah sampai rendah, drainase dan tata udara tergolong baik, air tersedia rendah sampai sangat tinggi, konsistensi gembur, batas horizon baur, berangsur sampai beralih jelas, rata, berdrainase agak baik (Yogaswara, 1977; Soeparto, 1982). 2.2. Mulsa Mulsa adalah bahan yang dipakai pada permukaan tanah dan berfungsi untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan dan menekan pertumbuhan gulma. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai mulsa adalah jerami padi. (Adisarwanto & Wudianto, 1999). 2.2.1. Jenis-jenis Mulsa Suwardjo (1981) menyatakan bahwa sisa tanaman yang cocok untuk dijadikan mulsa (dengan tujuan sebagai pengendali aliran permukaan) adalah sisa tanaman dengan kandungan lignin tinggi seperti jerami padi. Mulsa dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan asalnya, yaitu mulsa organik dan anorganik (Supriyadi et al., 2010), serta mulsa alami dan mulsa buatan (Purwowidodo, 1983). Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti alang-alang/ jerami, ataupun cacahan batang dan daun dari

4 tanaman jenis rumput-rumputan lainnya. Keuntungan mulsa organik adalah lebih ekonomis (murah), mudah didapatkan, dan dapat terurai sehingga menambah kandungan bahan organik dalam tanah. Mulsa anorganik terbuat dari bahan-bahan sintetis yang sukar/tidak dapat terurai. Contoh mulsa anorganik adalah mulsa plastik, mulsa plastik hitam perak, atau karung. Mulsa anorganik ini harganya mahal, terutama mulsa plastik hitam perak yang banyak digunakan dalam budidaya cabai atau melon. Mulsa alami yang terutama adalah mulsa bonggol tanaman. Bonggol tanaman adalah bahan tanaman sisa panen yang tertinggal dalam tubuh tanah, seperti yang ditemukan pada tanaman padi, jagung dan lainlain. Mulsa buatan meliputi bahan mulsa baik berupa tanaman pupuk hijau, sisasisa panen, bahan kimia, maupun limbah lainnya yang sengaja dikembalikan ke lahan melalui praktek pemulsaan untuk mendapatkan pengaruh tertentu pada tanah. Jenis mulsa buatan ini dapat berupa bahan kimia sintetis, bahan organik, dan bahan anorganik. 2.2.2. Fungsi Mulsa Ada berbagai macam cara penempatan mulsa yang biasa dilakukan yakni dengan disebar merata, ditempatkan dalam jalur, dan ditempatkan dalam lajur. Cara penempatan bahan mulsa dengan disebar merata dimaksudkan untuk memperoleh efektivitas penutupan paling tinggi, sehingga dapat melindungi permukaan tanah dari daya rusak butir hujan serta mengurangi aliran permukaan. Adanya bahan mulsa, air hujan yang turun akan disebarkan kesekitarnya dengan efisien pada saat kandungan air pada bagian yang terbuka mulai berkurang (Seta, 1987). Kandungan lignin tinggi pada mulsa jerami dapat mengakibatkan lambatnya mulsa terdekomposisi, sehingga dapat melindungi permukaan tanah lebih lama. Ukuran mulsa juga dapat menentukan keefektifan mulsa. Sisa tanaman yang dipotong-potong sepanjang 20-35 cm, kemudian disebar merata di permukaan tanah sangat efektif untuk menekan aliran permukaan tanah (Suwardjo, 1981) Mengenai jumlah mulsa yang diberikan, Lal (1976) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pemberian mulsa sebanyak 4-6 ton/ha sangat efektif

5 menekan erosi dan aliran permukaan pada kemiringan lereng 1 persen hingga 15 persen. Sakarsono (1987), menyatakan bahwa penutupan mulsa 2 / 3 hingga ¾ bagian lahan (setara 1,5 ton/ha sampai 2 ton/ha) dapat menurunkan erosi secara efektif. Morgan (1986) juga menyatakan bahwa dengan penutupan mulsa sebesar 70% hingga 75% yang setara dengan 5 ton/ha juga dapat mengurangi erosi secara efektif. Mulsa dapat mengurangi penguapan air dari tanah, sehingga meningkatkan kandungan air tanah. Mulsa organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan merupakan sumber energi yang dapat meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang berperan dalam pembentukan struktur tanah yang mantap. Oleh karena itu, maka kemantapan struktur tanah akan meningkat, aerasi menjadi lebih baik dan permeabilitas tanah yang tinggi terpelihara (Arsyad, 2006). Mulsa yang telah menjadi bahan organik merupakan sumber energi yang menyebabkan aktivitas dan populasi mikroorganisme tanah meningkat (Soedarsono, 1982). Menurut Suwardjo (1981), peningkatan aktivitas biologi memungkinkan terbentuknya pori makro yang lebih banyak. Aktivitas biologi tanah dapat memperbaiki kemantapan agregat tanah, memperbaiki aerasi dan mempertahankan permeabilitas tanah tetap baik. Daya guna mulsa dalam melindungi tanah dari daya perusak butir-butir hujan (soil detachment) ditentukan oleh persentase penutupan tanah oleh mulsa tersebut. Persentase penutupan berhubungan dengan banyaknya mulsa yang diberikan per satuan luas (Wischmeier dan Smith, 1958). Fungsi mulsa jerami adalah untuk menekan pertumbuhan gulma, mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan sinar matahari. Mulsa juga dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah (Thomas et al., 1993 dan Masnang, 1995). Sinukaban (2007) mengemukakan bahwa dalam jangka waktu 1 musim tanam mulsa belum nyata meningkatkan produksi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suwardjo (1981) bahwa pada musim tanam pertama,

6 pemberian mulsa jerami padi atau jerami jagung sebanyak 6 ton/ha belum nyata meningkatkan produksi polong atau biji kering kacang tanah, tetapi dapat dilihat bahwa pertumbuhan tanaman pada perlakuan mulsa lebih baik daripada tanpa mulsa. Mulsa selain memberikan pengaruh yang baik bagi tanah, juga mempunyai kelemahan tersendiri. Menurut Fithriadi (1997), kelemahan pemberian mulsa di lahan pertanian adalah: 1) Bahan-bahan mulsa dapat menjadi sarang berkembangbiaknya penyakit penyakit tanaman; 2) Tidak dapat digunakan dalam keadaan iklim yang terlampau basah; 3) Mulsa sukar ditebarkan secara merata pada lahan-lahan yang sangat miring; 4) Bahan-bahan untuk mulsa tidak selalu tersedia; 5) Beberapa jenis rumput jika digunakan sebagai mulsa dapat tumbuh dan berakar sehingga dapat menjadi tanaman pengganggu. 2.3. Sifat-Sifat Fisik Tanah 2.3.1. Bobot Isi Tanah Menurut Brown dan Dicky (1970) mulsa dengan bobot lebih dari 11 ton/ha memungkinkan untuk menurunkan bobot isi. Bobot isi (Bulk Density) menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bobot isi pada tanah dengan tekstur halus berkisar antara 1,0-1,3 g/cm 3, sedangkan pada tanah dengan tekstur kasar berkisar antara 1,3-1,8 g/cm 3. Bobot isi tanah umumnya berkisar antara 1,00 1,60 g/cm 3 dan beberapa tanah mempunyai bobot isi kurang dari 0,85 g/cm 3 (Soepardi, 1983). Dengan adanya tanaman penutup atau pupuk hijau akan terjadi perbaikan agregasi yang dapat menurunkan bobot isi tanah (Soekardi, 1984). Bobot isi dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanah terutama kandungan liat dalam tanah. Perkembangan struktur yang lebih baik pada tanah dengan tekstur halus membuat bobot isi pada tanah ini lebih rendah dibandingkan dengan tanah berpasir (Foth dan Turk, 1972). Cara pengelolaan tanah dan tanaman dapat mempengaruhi bobot isi terutama lapisan atas. Disamping itu tekstur tanah secara tidak langsung ikut mempengaruhi bobot isi, karena tekstur menentukan tingkat agregasi tanah.

7 2.3.2. Kadar Air Stalling (1959) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa mulsa jerami dapat meningkatkan kadar air tanah 4% lebih tinggi dibandingkan tanpa mulsa. Jumlah air dalam tanah mempengaruhi banyak proses termasuk pertukaran gas ke atmosfer, difusi hara ke akar tanaman, dan kecepatan larutan hara bergerak ke zona perakaran selama proses irigasi atau hujan. Sedangkan daya pegang air oleh hisapan matrik tanah menyebabkan beberapa proses terjadi dalam tanah (Jury et al., 1991) Kadar air tanah dapat diklasifikasikan sebagai air kapasitas lapang dan titik layu permanen. Kapasitas lapang yaitu keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Titik layu permanen merupakan kandungan air tanah dimana akarakar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu. Selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen adalah air yang dapat diserap oleh tanaman atau air tersedia (Soepardi, 1983). Air tersedia disebut juga kadar air efektif untuk pertumbuhan tanaman atau kadar air optimum. Besarnya ketersediaan air bagi tanaman dan besarnya kecepatan penyerapan air oleh akar tanaman ditentukan oleh perbedaan tegangan antara tanaman dengan tanah (Sosrodarsono dan Takeda, 2003) 2.3.3. Porositas Tanah Pemberian mulsa sebagai bahan organik dapat meningkatkan porositas total tanah. Dengan adanya bahan organik, maka aktivitas mikroorganisme akan meningkat yang pada akhirnya meningkatkan porositas tanah. Pada tanah bertekstur kasar seperti pasir mempunyai pori kasar yang lebih banyak daripada tanah bertekstur halus. Tanah yang banyak mengandung pori kasar tidak mudah menahan air, sehingga mudah mengalami kekeringan. Tanah bertekstur liat memiliki porositas total yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar, karena lebih banyak mengandung ruang pori mikro. Tanah berstruktur granular atau remah porositasnya lebih besar daripada tanah bertekstur masif atau pejal (Hardjowigeno, 2003).

8 Menurut Soepardi (1983), ukuran pori, distribusi ukuran pori, tortousitas, dan kesinambungan pori merupakan faktor penting sebagai penentu pergerakan air dalam tanah. Granulasi pada tanah bertekstur halus akan memperlancar aerasi. Hal ini bukan karena bertambahnya jumlah pori, tetapi karena bertambahnya perbandingan antara jumlah pori makro terhadap jumlah pori mikro. 2.3.4. Infiltrasi Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi. Kohnke (1968) mengklasifikasikan laju infiltrasi tanah menjadi tujuh kategori seperti tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi laju infiltrasi tanah (Kohnke, 1968) Kelas Kategori Infiltrasi Kapasitas Infiltrasi (cm/jam) 1 Sangat lambat <0.1 2 Lambat 0.1 0.5 3 Agak lambat 0.5 2.0 4 Sedang 2.0 6.0 5 Agak Cepat 6.0 12.5 6 Cepat 12.5 25.0 7 Sangat cepat >25.5 Sumber : Kohnke (1968) Menurut Arsyad (2006), laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu tertentu (l/menit, cm 3 /menit, m 3 /jam atau cm/menit, dm/menit, inchi/jam), sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum gerakan air ke dalam tanah per satuan waktu tertentu (l/menit, cm 3 /menit, m 3 /jam atau cm/menit, dm/menit, inchi/jam). Pada saat tanah masih kering, laju infiltrasi tinggi, setelah tanah menjadi jenuh air, maka laju infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Kapasitas infiltrasi konstan atau minimum adalah kapasitas infiltrasi ketika tanahnya telah mencapai kondisi jenuh (l/menit, cm3/menit, m3/jam atau cm/menit, dm/menit, inchi/jam). Sifat-sifat tanah yang membatasi

9 kapasitas infiltrasi adalah ukuran pori yang halus, ketidakmantapan agregat, kandungan air, dan lapisan tanah. Semakin tinggi penutupan tanah oleh mulsa, semakin efektif dalam mencegah penutupan pori dan menghindari pembentukan lapisan kerak sehingga kapasitas infiltrasi tanah dapat dipertahankan atau ditingkatkan (Sinukaban, 1985). Laju infiltrasi ditentukan oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air. Selama intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan (Arsyad, 2006). Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi adalah struktur, tekstur, stabilitas agregat, dan aktivitas biota tanah. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran dan kemantapan pori tanah (Arsyad, 2006). Kohnke (1968) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tanah dengan agregat yang stabil dapat mempertahankan kapasitas infiltrasi dengan baik. Ukuran pori. Laju masuknya air hujan ke dalam tanah atau infiltrasi ditentukan terutama oleh ukuran dan susunan pori-pori makro. Pori yang demikian dinamai porositas aerasi, oleh karena pori-pori tersebut mempunyai diameter yang cukup besar ( > 0,06 mm ) yang memungkinkan air keluar dengan cepat. Pori-pori demikian juga memungkinkan udara ke luar dari tanah, sehingga tanah beraerasi baik (Arsyad, 2006). Kemantapan pori. Kapasitas infiltrasi hanya dapat dipelihara jika porositas semula tetap tidak terganggu selama berlangsungnya hujan. Tanah-tanah yang mudah terdispersi akan tertutup pori-porinya sehingga kapasitas infiltrasi cepat menurun. Tanah-tanah yang agregatnya stabil akan menjaga kapasitas infiltrasi tetap tinggi (Arsyad, 2006). Stabilitas agregat. Haridjaja et al. (1990) menyatakan bahwa agregat yang stabil mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam memelihara dan mempertahankan pori-pori sebagai jalan masuknya air. Dengan demikian agregat tidak stabil yang mudah pecah atau hancur dapat menurunkan infiltrasi. Agregat tanah yang stabil tidak menambah jumlah aliran air ke dalam tanah, tetapi hanya mempertahankan jumlah ruang pori dan distribusi pori yang ada. Maka, agregat tanah dapat mempengaruhi laju infiltrasi dengan mempertahankan laju aliran air ke dalam tanah (Hillel, 1980).

10 Aktivitas biota tanah. Aktivitas biota tanah dapat mempengaruhi pembentukan agregat tanah. Lobang atau celah-celah pada tanah yang ditimbulkan oleh binatang-binatang tanah, seperti cacing dan serangga lainnya, dapat memperbesar jumlah air yang meresap ke dalam tanah dan meningkatkan laju infiltrasi tanah (Arsyad, 2006). 2.4. Kacang Tanah varietas Gajah Berdasarkan hasil penelitian Susanti (2003), pemberian mulsa jerami padi sebanyak 15 ton/ha dapat meningkatkan hasil biji kering oven kacang tanah sebesar 3,09 ton/ha dibandingkan tanpa diberi mulsa yaitu sebesar 2,12 ton/ha atau meningkat sebesar 45,75 %. Klasifikasi ilmiah dari tanaman kacang tanah varietas gajah: Kingdom Plantae, Divisio Tracheophyta, Kelas Magnoliophyta, Ordo Fabales, Familia Fabaceae, Bangsa Aeschynomeneae, Genus Arachis, Spesies Arachis hypogaea. Sebagai tanaman budidaya, kacang tanah terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak. Biji ini dapat dimakan mentah, direbus (di dalam polongnya), digoreng, atau disangrai. Produksi minyak kacang tanah mencapai sekitar 10% pasaran minyak masak dunia (FAO, 2003). Selain dipanen biji atau polongnya, kacang tanah juga dipanen hijauannya (daun dan batang) untuk makanan ternak atau merupakan pupuk hijau (Vyan, 2010) Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, produktivitas kacang tanah di Indonesia relatif stabil, hal ini dapat dilihat dari angka produktivitas kacang tanah di Indonesia di lima tahun terakhir ini, yaitu dari tahun 2005 sebesar 12,761 ku/ha, tahun 2006 11,86 ku/ha, tahun 2007 11,95 ku/ha, tahun 2008 12,15 ku/ha dan pada tahun 2009 mencapai 12,14 ku/ha (BPS, 2010).

27 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 - Januari 2010. Penelitian lapang dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Darmaga, Bogor. Analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tanah, benih tanaman kacang tanah varietas Gajah, air, dan mulsa jerami padi. Pengambilan contoh tanah utuh dilakukan dengan menggunakan ring sampel, sedangkan untuk pengukuran kadar air digunakan contoh tanah terganggu. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain double ring infiltrometer, penggaris, ember, gayung, balok kayu, timbangan, ring sample, cangkul, sekop, stopwatch, cutter, tali rafia, kantong plastik, alat tulis dan peralatan laboratorium untuk menetapkan sifat-sifat fisik tanah. 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Persiapan Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari 4 perlakuan individual dan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Empat perlakuan individual yang digunakan merupakan empat taraf dosis perlakuan mulsa, yaitu M0 (tanpa mulsa), M1 (0,92 ton/ha), M2 (1,84 ton/ha) dan M3 (2,76 ton/ha). Penentuan banyaknya mulsa yang diberikan berdasarkan berat kering mutlak (BKM) mulsa jerami padi. Posisi petak-petak penelitian ditunjukkan pada Gambar Lampiran 1. 3.3.2. Penanaman Sebelum ditanami, lahan percobaan yang akan diteliti terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa vegetasi dan gulma. Kemudian tanah diolah 37

12 menggunakan cangkul. Setelah tanah bersih dari vegetasi, dibuat petak-petak sebanyak 12 yang masing-masing berukuran 2 m x 2 m dengan jarak antar petak 50 cm (Gambar Lampiran1). Tanaman yang ditanam pada penelitian ini adalah kacang tanah (Arachis hypogaea L.) varietas Gajah. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 40 cm, jumlah benih yang ditanam di tiap lubang adalah satu butir. Penanaman dilakukan setelah petak percobaan diberi mulsa selama 2 minggu. Pupuk dasar yang digunakan adalah Urea, TSP, dan KCl dengan dosis berturut-turut sebanyak 100 kg/ha, 200 kg/ha dan 200 kg/ha. Pupuk TSP dan KCl diberikan seluruhnya pada saat penanaman kacang tanah, sedangkan pupuk Urea diberikan setengah pada saat awal penanaman dan sisanya diberikan 4 minggu setelah tanam (4 MST). 3.3.3. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan cara penyiangan dan penyemprotan dengan Thiodan 35 EC sebanyak 1 liter dengan dosis 2 cc/liter untuk 12 petak percobaan. Untuk mengendalikan hama seperti rayap dan semut digunakan furadan. Penyiangan tanaman dilakukan setiap minggu untuk membersihkan gulma. Pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun yang dilakukan pada setiap lima tanaman sample per petak setiap dua minggu sekali selama masa vegetatif dan generatif. 3.3.4. Pemanenan dan Analisis Tanah Pemanenan tanaman dilakukan pada saat kacang tanah mencapai umur 100 hari. Parameter yang diamati pada saat panen adalah biomassa tanaman basah dan kering, jumlah dan bobot polong tanaman, jumlah dan bobot biji kering. Pengukuran parameter tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah. Seluruh bagian tanaman sample (akar, batang, daun dan buahnya) ditimbang untuk mengetahui nilai biomassa tanaman basah. Setelah semua tanaman contoh ditimbang, tanaman tersebut di oven dengan suhu 70 0 selama 2 hari untuk mendapatkan bobot

13 biomassa tanaman kering. Tanaman sample yang sudah dioven kemudian dihitung jumlah polong dan bijinya, serta ditimbang untuk mengetahui bobot polong dan bijinya. Pengambilan sampel tanah dan pengukuran laju infiltrasi tanah dilakukan sesaat setelah tanaman pada petak percobaan di panen. Sampel tanah ini kemudian di analisis di laboratorium untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanahnya. Sifat fisik tanah yang diamati adalah bobot isi, ruang pori total tanah, dan kandungan air tanah pada pf 1,00; pf 2,00; pf 2,54; pf 4,2. Pengukuran infiltrasi dilakukaan dengan menggunakan double ring infiltrometer. Metode analisis dalam penetapan sifat-sifat fisik tanah ditampilkan di Tabel 2. Tabel 2. Parameter pengamatan dan metode analisis Parameter Sifat-sifat Tanah Metode Analisis Bobot isi Ring sampel dan gravimetri Ruang pori total Ring sampel dan gravimetri Kurva pf Pressure Plate Apparatus Infiltrasi Double ring infiltrometer Bobot isi dihitung dengan menggunakan rumus: (BKU/1+KA)/Volume tanah. Ruang pori total dihitung dengan menggunakan rumus: (1-(BI/KJZ)) x 100%. Kandungan air tanah pada pf 1,00; pf 2,00; pf 2,54; pf 4,2 dihitung dengan menggunakan rumus: ((BB/BK) x 100%) x BI. 3.3.5. Analisis data Analisis data secara statistik dilakukan terhadap semua peubah sifat-sifat fisik tanah, pertumbuhan, dan produksi tanaman dengan menggunakan software SPSS. Untuk melihat pengaruh pemberian mulsa terhadap sifat-sifat fisik tanah, pertumbuhan, dan produksi tanaman dilakukan dengan analisis ragam, dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% untuk melihat beda nilai tengah antar peubah yang diamati. Model persamaan infiltrasi yang digunakan dalam mengolah data pengamatan infiltrasi yaitu model persamaan Horton dengan rumus sebagai berikut:

14 fp = fc + (fo fc) e kt Dimana : fp = laju infiltrasi (cm/jam) fc = kapasitas infiltrasi konstan (cm/jam) fo = kapasitas infiltrasi awal (cm/jam) e = 2,71828 k = konstanta t = waktu (jam)

27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Bobot isi tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Ulangan Rata-rata 1 2 3 (g/cm 3 ) Tanpa Mulsa (M0) 1,04 1,01 0,99 1,01a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 1,04 0,95 1,02 1,00a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 1,00 0,94 1,08 1,01a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 0,90 1,00 1,02 0,97a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap bobot isi tanah. Hal ini disebabkan karena jangka waktu penelitian terlalu singkat sehingga rongga dan agregat tanah yang terbentuk belum cukup untuk menghasilkan penurunan bobot isi. Mulsa akan nyata mempengaruhi bobot isi jika mulsa diterapkan pada lahan lebih dari satu musim tanam (Sinukaban, 2007). Kohnke (1968) menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah mulsa yang diberikan ke dalam tanah mengakibatkan populasi organisme tanah meningkat. Nilai bobot isi yang didapatkan sudah baik yaitu sekitar 0,97-1,01 g/cm 3, sehingga sulit untuk memperbaiki nilai bobot isi yang sudah baik. Dengan meningkatnya populasi organisme tanah, maka aktifitas biota tanah semakin banyak dan mengakibatkan rongga atau pori tanah yang terbentuk meningkat (Asdak, 2002). Bobot isi merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menilai kepadatan suatu tanah. Semakin kecil bobot isi tanah maka semakin sarang tanah tersebut, sebaliknya semakin besar bobot isi semakin padat tanah tersebut. Pemberian mulsa jerami sebagai penutup tanah diharapkan dapat mengurangi erosi dan aliran permukaan, serta memperbaiki sifat fisik tanah. Foth (1978) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bobot isi 1.0 g/cm 3 atau kurang, bagus untuk perkembangan akar tanaman dalam menembus tanah 37

16 karena tidak terjadi pemadatan. Faktor yang sangat penting dalam penentuan produktivitas tanah adalah bobot isi tanah, sebab dapat menggambarkan tingkat kepadatan tanah yang akan mempengaruhi daya tembus akar tanaman, air dalam tanah, dan aerasi tanah (Haridjaja, 1980). Semakin kecil bobot isi tanah maka semakin sarang tanah tersebut sehingga mudah untuk dapat meneruskan air dan ditembus oleh akar. Untuk menurunkan bobot isi tanah diperlukan mulsa sisa tanaman yang banyak dan memerlukan waktu lebih dari satu musim tanam. Hal ini sesuai dengan pendapat Brown dan Dicky (1970) yang menyatakan bahwa untuk menurunkan bobot isi tanah, meningkatkan permeabilitas, porositas, dan total pori diperlukan mulsa sisa tanaman lebih dari 11 ton/ha. 4.2. Pengaruh Mulsa terhadap Kadar Air pada berbagai nilai pf. Analisis statistik pada taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air pada pf 1, 2, 2,54 dan 4,2 (Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh waktu perlakuan pemberian mulsa yang baru satu musim sehingga pengaruh mulsa terhadap perubahan kadar air pada berbagai nilai pf belum terlihat. Tabel 4. Kadar air pada pf 1, pf 2, pf 2,54 dan pf 4,2 dari berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Kadar Air (%) pf 1 pf 2 pf 2,54 pf 4,2 Tanpa Mulsa (M0) 60,76a 41,67a 40,25a 33,91a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 56,26a 45,57a 39,86a 34,68a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 59,29a 43,55a 40,19a 34,21a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 58,20a 39,67a 38,89a 33,71a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan Pemberian mulsa dengan cara disebar di atas permukaan tanah hanya dapat memperbaiki lapisan atas tanah saja dan sulit untuk memperbaiki lapisan tanah di bawahnya. Akibatnya pemberian mulsa yang hanya dalam satu musim belum mampu menciptakan proses agregasi yang dapat mempengaruhi distribusi pori dalam tanah.

17 Penentuan nilai kadar air pada pf 1, 2, 2,54 dan 4,2 dimaksudkan untuk melihat kadar air tanah pada kondisi tertentu. Seperti pada pf 2,54 atau pada tegangan 1 / 3 bar adalah menunjukkan kondisi kadar air tanah pada kapasitas lapang. Kadar air kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Kadar air pada pf 4,2 atau pada tegangan 15 bar menunjukkan kondisi air pada titik layu permanen. Titik layu permanen merupakan kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu (Soepardi, 1983). Kapasitas lapang dan titik layu permanen merupakan dua keadaan kadar air yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Keduanya menunjukkan batas atas dan bawah dari air yang di pegang oleh tanah dan tersedia bagi tanaman. Besarnya nilai kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen berbeda pada setiap tanah, semuanya bergantung pada distribusi ukuran partikel, volume pori, dan distribusi ukuran pori. 4.3. Pengaruh Mulsa terhadap Pori Air Tersedia Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap pori air tersedia di dalam tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap ruang pori air tersedia di dalam tanah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pori air tersedia pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Pori Air Tersedia (%) Tanpa Mulsa (M0) 6,35a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 5,18a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 5,97a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 5,17a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan Pemberian mulsa yang hanya satu musim di permukaan tanah belum mampu memperbaiki pori air tersedia karena hanya dapat memperbaiki lapisan atas tanah, sehingga tidak berpengaruh terhadap struktur atau agregat lapisan di

18 bawahnya yang dapat memperbaiki pori air tersedia. Tidak berpengaruhnya mulsa yang diberikan karena jumlahnya terlalu sedikit dan belum melapuk secara sempurna dalam waktu yang singkat sehingga belum dapat memperbaiki struktur tanah yang dapat menciptakan pori air tersedia. Selisih antara kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen adalah pori air tersedia. Penentuan pori air tersedia ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa persen air yang mudah diambil oleh tanaman (Foth, 1972). Pori air tersedia berukuran 0,2 25 µm (Oades, 1986). Masnang (1995) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pemberian mulsa jerami padi dengan dosis 5.79 ton/ha dapat meningkatkan pori air tersedia dari 9.1% menjadi 15.4% dimana terjadi peningkatan sebesar 6.3% 4.4. Pengaruh Mulsa terhadap Ruang Pori Total Tanah Hasil analisis statistika terhadap nilai ruang pori total pada penelitian ini disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Ruang pori total tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Ulangan Rata-rata 1 2 3 (%) Tanpa Mulsa (M0) 60,86 64,68 62,46 62,67a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 60,74 63,98 61,53 62,08a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 63,32 64,62 59,41 62,45a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 65,85 62,45 61,62 63,31a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan Analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha pada lahan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ruang pori pada taraf 5% (Tabel 6). Hal ini disebabkan karena jangka waktu penelitian yang terlalu singkat sehingga rongga dan agregat tanah yang terbentuk belum cukup untuk meningkatkan ruang pori total tanah. Nilai ruang pori total yang diperoleh sudah baik yaitu berkisar 62%, sehingga sulit untuk meningkatkan ruang pori total yang sudah ada. Sulit untuk mempengaruhi atau merubah struktur tanah hanya dalam satu musim tanam (Sinukaban et al., 2007). Pada penelitian ini pengaruh faktor tanaman seperti suhu, cahaya matahari, pupuk, dan lain-lain pada setiap petak dianggap sama, sehingga yang diamati

19 hanya pengaruh dari mulsa saja. Sistem perakaran tanaman kacang tanah secara langsung dapat juga memperbaiki porositas tanah melalui kemampuannya menembus lapisan tanah. Pada tanah dengan perlakuan dosis sebesar M1 dan M2, ada kecenderungan peningkatan ruang pori total lebih rendah daripada dosis M3. Hal ini menunjukkan bahwa penutupan mulsa sebanyak M3 lebih efektif untuk meningkatkan ruang pori total tanah. Pemberian mulsa pada lahan, awalnya akan diuraikan oleh mikroba tanah dan selanjutnya dipakai oleh organisme makro tanah, dan hasil dekomposisi dari organisme makro akan dipakai oleh organisme mikro untuk kebutuhannya sehingga dapat memperbaiki atau merubah pori makro dan mikro sehingga dapat meningkatkan ruang pori total tanah. Pori-pori tersebut terbentuk akibat aktifitas biota tanah. Organisme yang paling utama dalam membentuk ruang pori tanah adalah organisme yang berukuran makro karena organisme ini pada umumnya dapat mengunyah dan merobek jaringan tanaman dan membuatnya lebih mudah bagi organisme mikro untuk menggunakannya. Aktivitas organisme tanah membantu membentuk saluran-saluran dalam tanah yang berfungsi sebagai pori tanah. Menurut Suwardjo (1981), mulsa jerami dapat sebagai sumber energi bagi biota tanah, sehingga aktifitas biota tanah akan meningkat yang sejalan dengan peningkatan ruang pori total tanah. 4.5. Pengaruh Mulsa terhadap Laju Infiltrasi Tanah Infiltrasi adalah masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah, sedangkan laju infiltrasi adalah banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Hasil analisis statistika terhadap laju infiltrasi minimum masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Laju infiltrasi konstan tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Ulangan Rata-rata 1 2 3 (cm/jam) Kategori Infiltrasi Tanpa Mulsa (M0) 2,4 6,0 7,2 5,2a Sedang Dosis 0,92 ton/ha (M1) 3,6 6,0 7,2 5,6a Sedang Dosis 1,84 ton/ha (M2) 4,8 6,0 8,4 6,4a Sedang Dosis 2,76 ton/ha (M3) 18,00 12,00 16,80 15,6b Cepat Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan

20 Analisis statistika menunjukkan bahwa laju infiltrasi tanah meningkat secara nyata dengan penggunaan mulsa minimal 2,76 ton/ha. Perlakuan M3 memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap laju infiltrasi tanah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena dosis mulsa pada M3 lebih banyak daripada dosis yang lain. Pemberian mulsa pada tanah akan mengurangi proses detachment atau penghancuran agregat tanah akibat butiran air hujan yang jatuh ke tanah. Adanya mulsa yang ditebar dipermukaan tanah dapat menghambat butir-butir hujan yang jatuh sehingga energi tumbuknya berkurang dan juga dapat mencegah terjadinya surface sealing, sehingga daya dispersi agregat tanah dapat dikurangi, dan proses penutupan pori tanah oleh partikel-partikel halus dapat dikurangi. Disamping itu kemampuan mulsa dalam mempertahankan kadar air tanah di bawahnya dapat meningkatkan aktifitas makrofauna yang selanjutnya meningkatkan infiltrasi. Tanah yang tidak diberi mulsa mempunyai kemampuan melalukan air yang lebih rendah daripada tanah yang diberi mulsa. Pori-pori makro tanah dapat tertutup oleh butiran-butiran halus yang terbentuk akibat dispersi agregat tanah, sehingga laju masuknya air ke dalam tanah menjadi berkurang. Pada tanah yang diberi mulsa, dispersi agregat permukaan tanah dapat terlindungi sehingga air yang jatuh tidak langsung masuk ke dalam tanah. Hasil pendekatan model infiltrasi dengan menggunakan model Horton terhadap laju infiltrasi pada setiap waktu pada seluruh petak percobaan disajikan dalam Lampiran 2. 4.6. Pengaruh Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Tanah 4.6.1. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Parameter pertumbuhan tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun selama masa pertumbuhan disajikan pada Gambar 1 dan 2. Dari data jumlah daun pada penelitian ini dapat dilihat bahwa makin banyak pemberian mulsa menyebabkan jumlah daun per rumpun makin banyak pula dengan semakin lamanya umur tanaman (Gambar 1 dan Tabel Lampiran 3). Hal ini disebabkan karena semakin lama umur tanaman, maka mulsa semakin melapuk. Pemberian

21 bahan organik berupa mulsa dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena mulsa yang telah melapuk dapat menyediakan hara bagi tanaman. Jumlah Daun (helai) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2 4 6 8 10 Umur (minggu setelah tanam) Gambar 1. Jumlah daun kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman ( = 0 ton/ha, = 0,92 ton/ha, = 1,84 ton/ha, = 2,76 ton/ha) 60 Tinggi Tanaman (cm) 50 40 30 20 10 0 2 4 6 8 10 12 Umur (minggu setelah tanam) Gambar 2. Tinggi tanaman kacang tanah selama masa pertumbuhan tanaman ( = 0 ton/ha, = 0,92 ton/ha, = 1,84 ton/ha, = 2,76 ton/ha) Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian mulsa jerami dapat meningkatkan tinggi tanaman (Gambar 2 dan Tabel Lampiran 4). Pemberian mulsa memberikan pengaruh yang lebih baik daripada yang tidak diberi mulsa. Pemberian mulsa dapat meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman, mengurangi fluktuasi suhu tanah, dapat mengendalikan pertumbuhan gulma, dan memperbaiki

22 aerasi tanah sehingga akar dapat berkembang lebih baik dan pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih subur. 4.6.2. Biomassa Basah dan Biomassa kering Hasil perhitungan biomassa basah dan kering disajikan pada Tabel 8 dan 9. Berat biomassa basah diukur setelah tanaman dipanen, sedangkan biomassa kering diukur setelah lima tanaman sample dioven dengan suhu 70 o C. Perhitungan biomassa basah dan kering dimaksudkan untuk melihat pengaruh perlakuan mulsa terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah. Perlakuan mulsa pada lahan pertanian dapat mengurangi laju evaporasi sehingga kehilangan air akibat evaporasi dapat berkurang dan air dapat tersedia bagi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal. Tabel 8. Bobot biomassa basah kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Ulangan 1 2 3 Rata-rata (gram) Tanpa Mulsa (M0) 166,00 153,00 154,50 157,83a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 161,33 146,33 181,50 163,05a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 163,00 164,20 178,00 168,40a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 157,20 165,40 190,60 171,07a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan. Tabel 9. Bobot biomassa kering kacang tanah pada berbagai taraf pemberian mulsa Perlakuan Ulangan 1 2 3 Rata-rata (gram) Tanpa Mulsa (M0) 45,00 42,760 34,40 40,33a Dosis 0,92 ton/ha (M1) 45,80 43,50 38,40 42,57a Dosis 1,84 ton/ha (M2) 47,80 53,00 41,00 47,27a Dosis 2,76 ton/ha (M3) 45,60 55,00 48,80 49,80a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% menurut uji lanjut Duncan Analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami padi sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa basah dan kering kacang tanah (Tabel 8 dan 9). Hal ini dikarenakan dalam waktu satu musim tanam, mulsa belum melapuk secara sempurna, perlu dua atau tiga musim tanam lagi agar mulsa dapat melapuk. Pemberian mulsa dalam waktu yang lama akan mengalami proses