BAB VIII PERENCANAAN PROGRAM PENCEGAHAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke enam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya berkaitan dengan kebersihan gigi dan mulut. Faktor penyebab dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke-6 yang dikeluhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kesehatan dan mempunyai faktor risiko terjadinya beberapa jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes,

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

Manajemen Kesehatan. Ada beberapa langkah perencanaan aktivitas kesehatan, yaitu: 1. Melihat situasi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perawatan yang diminati banyak orang untuk merapikan susunan gigi. Tujuan dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2

BAB I PENDAHULUAN. Mulut merupakan pintu gerbang utama di dalam sistem pencernaan. Makanan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak ahli mengatakan bahwa kesehatan rongga mulut merupakan bagian

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. American Public Health Association mendefinisikan anak cacat sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2013

KESEHATAN GIGI MASYARAKAT: Pelbagai Survei FKG UGM. Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, FKG-UGM

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Asia. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia

BAB 7 MANAJEMEN KOMUNIKASI DAN EDUKASI (MKE)

Rata-rata nilai plak indeks (%)

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang dilakukan terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB VI PEMBAHASAN. dasar. Upaya-upaya yang dilakukan meliputi upaya promotif yaitu dengan. memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan cara selalu menjaga kebersihan gigi dan

STATUS ORAL HIGIENE DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA ANAK AUTIS DAN NORMAL USIA 6-18 TAHUN DI SLB, YAYASAN TERAPI DAN SEKOLAH UMUM KOTA MEDAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015

BAB I PENDAHULUAN. Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada system pencernaan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut penduduk

PROJECT MANAGEMENT BODY OF KNOWLEDGE (PMBOK) PMBOK dikembangkan oleh Project Management. Institute (PMI) sebuah organisasi di Amerika yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan yang besar dalam kehidupan sehari-hari. Menurut kajian,

1. Mitos: Menyikat gigi beberapa kali sehari merugikan enamel.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan gigi dan mulut saat ini masih menjadi keluhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk gigi tiruan cekat (fixed) atau gigi tiruan lepasan (removable). Salah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA/WALI OBJEK PENELITIAN. Kepada Yth, Orang Tua/Wali Ananda :..

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi dan radang gusi (gingivitis) merupakan penyakit gigi dan

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

perlunya dilakukan : Usaha-Usaha Pencegahan Penyakit Gingiva dan Periodontal baik di klinik/tempat praktek maupun di masyarakat.

HASIL ANALISIS DATA. Kelompok Usia Responden. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent tahun 33 64,7 64,7 64,7

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi.

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SURVEI. Survei terdiri dari berbagai jenis, yaitu: 1. Deskriptif

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. jenis. Kehamilan merupakan keadaan fisiologis wanita yang diikuti dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB V HASIL PENELITIAN. Selatan dengan luas wilayah kerja seluas 14,87 Km 2, terdiri dari 3 wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

"KAJIAN KEBUTUHAN MASYARAKAT AKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN REVISI STANDAR PENDIDIKAN-STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI"

1. MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN PENGADILAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUKU AJAR ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN DAN EDUKASI KESEHATAN GIGI. drg. Niken Widyanti S, MDSc

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah mengalami peningkatan populasi

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. Secara global, penyakit terkait dengan gaya hidup. dikenal sebagai penyakit tidak menular (PTM).

BAB 2 DESKRIPSI SIKAT GIGI ELEKTRIK. Secara umum sikat gigi elektrik telah dikenal lebih efektif dalam

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. Madu adalah pemanis tertua yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai masalah karies dan gingivitis dengan skor DMF-T sebesar

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang berkaitan dengan bagian tubuh yang lain. Dampak sosial

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB I PENDAHULUAN. dalam terjadinya berbagai penyakit gigi. Kebersihan gigi dan mulut di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Keberadaan penyakit-penyakit ini seringkali diabaikan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. program Oral Health 2010 yang telah disepakati oleh WHO (World Health

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

Transkripsi:

BAB VIII PERENCANAAN PROGRAM PENCEGAHAN Dalam buku Planning of Oral Health Services, WHO (1980), memberikan gambaran langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membuat perencanaan kesehatan gigi secara umum. Langkah-langkah pereneanaan tersebut oleh WHO (1987) dapat sebagai acuan dalam membuat perencanaan program pencegahan, yaitu: A. Identifikasi masalah B. Menetapkan tujuan C. Memilih tindakan (altematifmetode) pencegahan D. Perencanaan pelaksanaan program E. Evaluasi program pencegahan A. IDENTIFIKASI MASALAH Sebelum suatu program pencegahan dapat didesain untuk suatu penyakit mulut atau kondisi tertentu, maka masalah harus diketahui dan dimengerti dengan jelas. Untuk itu, maka sejumlah data harus dikumpulkan, antara lain mengenai variabel demografi dan dinamika populasi, kondisi lingkungan, sumber tenaga dan sumber daya yang tersedia, serta status kesehatan gigi. Untuk perencanaan program pencegahan tingkat nasional, selain data demografi, maka perlu mengumpulkan data penting lainnya, antara lain data income percapita penduduk, prevalensi penyakit lain di masyarakat, angka kesakitan dan kematian, jumlah kecenderungan dalam standar kehidupan, dll. Data-data tersebut tidak hanya penting untuk menentukan masalah dan efeknya di masyarakat, namun juga perlu dalam menyusun perencanaan sumber tenaga yang dibutuhkan untuk program pencegahan. B. MENETAPKAN TUJUAN Setelah mendapatkan data yang diperlukan seperti tersebut di atas, data lalu dianalisis (sering disebut dengan analisis situasi), sehingga akan dapat diidentifikasi masalah-masalah yang ada. Tujuan program harus diseleksi secara hati-hati, setelah mempertimbangkan hasil analisis situasi. Tujuan program pencegahan harus realis dan berdasarkan sumber yang tersedia serta selaras dengan tujuan lain dan sektor pelayanan kesehatan.

Dalam mengembangkan program dan memilih tindakan pencegahan pada semua tahapan pencegahan, beberapa pertanyaan di bawah ini perlu dijawab: 1. Masalah-masalah kesehatan mulut mana yang perlu dicegah? 2. Masalah kesehatan mulut mana yang dapat dicegah secara efektif? 3. Kelompok mana yang menjadi sasaran untuk perencanaan program pencegahan? 4. Seberapa cepat tujuan dapat dicapai? 5. Sumber apa (dana, daya, tenaga) yang tersedia atau dapat dibuat untuk program? Tujuan harus didefinisikan dalam bentuk yang dapat terukur. Contoh untuk tujuan umum jangka panjang, misalnya yang berhubungan dengan: 1. Meningkatnya rata-rata jumlah gigi yang ada dimulut untuk umur tertentu. 2. Menurunnya persentase populasi yang tak bergigi pada umur tertentu Tujuan yang spesifik harus dibuat untuk pencegahan penyakit karies gigi, periodontal, dan penyakit mulut lainnya. Pencapaian tujuan pencegahan harus dipertimbangkan untuk dapat mencapai tingkat penyakit yang rendah dan mempertahankannya tetap rendah seperti yang ditetapkan dalam tujuan. C. MEMILIH TINDAKAN (ALTERNAHF METODE) PENCEGAHAN Pemilihan metode tindakan pencegahan yang spesifik tergantung pada identifikasi masalah kesehatan mulut, penetapan tujuan yang akan dicapai, dan analisis keuntungan dan kerugian alternatif metode pencegahan yang akan dipilih. Dalam proses perencanan program pencegahan ini, sebaiknya melibatkan para pekerja kesehatan dan anggota masyarakat yang mewakili komunitas yang mempunyai masalah kesehatan mulut. Pada tingkat nasional, pertama-tama yang harus dipertimbangkan adalah data yang relevan dan penetapan tujuan kesehatan mulut secara nasional. Kedua, strategi pencegahan secara luas harus sudah diidentifikasi dan supaya selalu konsisten dengan tujuan yang akan dicapai. Ketiga, semua tenaga kesehatan dan perencana kesehatan harus diberi informasi tentang tujuan dan strategi serta harus mengerti bagaimana tujuan dan strategi tersebut berasal. Semua tujuan dan strategi pada tingkat nasional harus konsisten dengan perkembangan inisiatif pencegahan kesehatan mulut tingkat lokal. Pada tingkat nasional, semua kebijakan sedapat mungkin dapat meningkatkan inisiatif tingkat lokal, terutama mengenai alokasi sumber dana dan materi.

Pada tingkat lokal, tenaga kesehatan harus bekerja thiam lingkungan masyarakat tingkat lokal untuk membantu mereka mengidentifikasi masalah kesehatan tertentu mereka. Masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam menetapkan tujuan yang realistis untuk program pencegahan dan dapat ikut mengidentifikasi metode yang tepat untuk mencapai tujuan, dengan mengingat sumber yang tersedi Harus selalu diingat, bahwa tujuan kesehatan mulut tingkat lokal dan program pencegahan yang dipilih, sedapat mungkin harus selalu konsisten dengan tujuan nasional dan strategi yang telah ditetapkan. Di bawah ini adalah faktor-faktor yang biasanya mungkin mempengaruhi cara dalam memilih tindakan program pencegahan: 1. Prevalensi penyakit mulut dan status kesehatan mulut 2. Tipe sumber tenaga yang akan terlibat dalam program pencegahan 3. Dana (yang tersedia dan alokasi anggaran yang diharapkan) 4. Sistem pemeliharaan kesehatan mulut 5. Kebutuhan yang dirasakan untuk menurunkan penyakit dan kondisinya 6. Kesehataan umum masyarakat termasuk status nutrisi 7. Diet, terutama konsumsi gula Tindakan pencegahan yang paling direkomendasikan oleh WHO dapat dikelompokkan dalam ruang lingkup seperti di bawah ini: 1. kontrol diet 2. instruksi kebersihan mulut 3. pemakaian fluor secara sistemik 4. aplikasi fluor secara topikal atau permukaan, sealants, dan varnih 5. pencegahan sekunder Pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan, harus didampingi pengenalan tindakan peneegahan dalam semua ruang lingkup seperti tersebut di atas. Pada waktu memilih tindakan pencegahan, harus memeprtimbangan biaya dan sumber tenaga yang tersedia. D. MELAKSANAKAN PROGRAM PENCEGAHAN Melaksanakan program pencegahan merupakan langkah yang penting dalam perencanaan program pencegahan. Langkah ini termasuk: perencanaan pendahuluan, pengorganisasian dan administrasi, memilih kelompok sasaran, estimasi kebutuhan sumber tenaga dan biaya.

1. Perencanaan pendahuluan Perencanaan pendahuluan ini didasarkan pada hasil analisis situasi masalah kesehatan mulut dan data yang berhubungan, serta sumber yang tersedia. Mungkin terjadi, pada tahapan ini terlihat sumber dana dan tenaga titik cukup untuk pelaksanaan perencanaan pendahuluan. Apabila hal ini terjadi maka: a. pertimbangkan kembali strategi dan buat keputusan baru yang kompatibel (selaras) dengan sumber yang tersedia dari perkembangan sumber tenaga. b. disain perencanaan secara mendetil 2. Organisasi dan Administrasi Perencanaan dan pelaksanaan program pencegahan merupakan tanggung jawab administrator kesehatan (kepala bidang pergigian tingkat nasional, propinsi dst.), biasanya seorang dokter gigi yang telah berpengalaman dalam bidang administrasi. Setiap prosedur perencanaan, sebaiknya juga selaras dengan kebijakan pemerintah, menteri kesehatan atau menteri lain yang relevan, misalnya menteri pendidikan, dan juga penguasa lokal. Penyelenggara pelayanan kesehatan lokal, ahli perencanaan, ahli ekonomi, ahli statistik sebaiknya diajak bekerjasama dalam menyusun perencanaan. Seorang administrator harus mencantumkan dalam cheklistnya sejumlah kegiatannya, antara lain: 1. persetujuan program untuk pencegahan penyakit mulut oleh penguasa lokal 2. ketersedian dana 3. penjadwalan pelatihan pada stafbila diperlukan 4. mengidentifikasi aktivitas masyarakat 5. perkembangan jadwal program 6. penyelenggaraan prosedur pencegahan 7. monitoring dan evaluasi program 3. Kelompok sasaran Kelompok sasaran supaya dipertimbangkan yaitu mereka yang mempunyai risiko tinggi untuk perkembangan penyakit gigi dan mulut, misalnya kelompok dengan indeks umur 5-6, 12, 18, 35-44, dan lebih 65 tahun. Di negara berkembang, kemungkinan kelompok umur 15 tahun dapat

menggantikan kelompok umur 18 tahun, karena remaja meninggalkan sekolah lebih awal daripada di negara maju. Pada kasus tertentu, kelompok umur lebih muda yaitu 3 tahun dapat sebagai sasaran. Apabila program pencegahan tidak mungkin mencakup semua kelompok anak-anak, maka upaya harus dikonsentrasikan pada anak usia 6-7 tahun, karena usia tersebut molar tetap pertama baru tumbuh dan akan membutuhkan perlindungan. Untuk negara yang luas seperti Indonesia, dan terdapat perbedaan prevalensi karies atau penyakit mulut lainnya yang nyata antar daerah, maka keloinpok sasaran adalah mereka yang yang mempunyai prevalensi paling tinggi atau yang mempunyai risiko paling tinggi. 4. Kebutuhan sumber tenaga Pelaksanaan program pencegahan di masyarakat dapat dilakukan oleh orang yang sama yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan kehatan gigi, misalnya dokter gigi, perawat gigi. Tenaga non-kesehatan gigi, misalnya guru, perawat umum sebaiknya juga dilibatkan. Macam dan jumlah tenaga yang terlibat untuk melaksanakan progam pencegahan, tergantung pada struktur dan skala prioritasnya. 5. Esitimasi biaya Biaya yang dibutuhkan tergantung pada macam dan skala prioritas program pencegahan. Termasuk didalam pembiayaan adalah gaji staf, peralatan dan material, transpor dan biaya peijalanan. Diantara tindakantindakan pencegahan, prosedur yang paling mahal adalah pada tindakan pencegahan oleh tenaga profesional. Di bawah ini adalah informasi yang akan diperlukan oleh seorang perencana untuk menghitung semua biaya program perencanaan: 1. Jumlah orang yang akan mendapat program pencegahan 2. Prosedur cara pencegahan 3. Harga material yang terpilih untuk pencegahan 4. Gaji personil 5. Transpor 6. Biaya lain-lain

E. EVALUASI PROGRAM PENCEGAHAN 1. Gambaran Umum Proses evaluasi harus sudah direncanakan pada waktu membuat perencanaan, jelas, dan tujuan yang dapat diukur, dan harus melibatkan masyarakat yang dikenai program. Evaluasi dapat dilakukan pada tahapan apa saja selama program berjalan, dengan membandingkan tujuan yang dapat di ukur (objektif) dengan hasil sesungguhnya yang telah dicapai. Semua tujuan (objektif) metode-metode pencegahan yang dipergunakan dalam program pencegahan harus dievaluasi. Evaluasi ini tidak hanya mengukur seberapa besar penurunan penyakit thpat dicapai, tetapi juga mengevaluasi apakah macam metode yang dipakai untuk mencapai tujuan telah secara sukses melibatkan dan memotivasi masyarakat yang dikenai program pencegahan. Untuk proses evaluasi dan re-evaluasi, perlu memakai kriteria dan indeks yang sama yang dipakai pada waktu melakukan survei untuk awal perencanaan program. Untuk membandingkan tujuan program dengan pencapaian yang sesungguhnya, harus dilakukan survei epidemiologi. Penting untuk diperhatikan: 1. Memeriksa kelompok umur yang sama pada awal survei dengan pada waktu evaluasi 2. Bila mungkin, memakai kelompok kontrol, untuk dibadingkan dengan kelompok yang dikenai program 3. Memakai tim yang sama 4. Memakai indeks yang sama 5. Mengulang aktivitas evaluasi tidak lebih dalam interval 5 tahun 2. Edukasi Kesehatan Mulut Karena aktivitas edukasi kesehatan mulut makin mengembang, kompleks dan komprehensif, yang melibatkan berbagai sektor dan perkumpulan/ organisasi, maka edukasi kesehatan mulut ini akan lebih sulit untuk dimonitor dan dievaluasi. Namun, bagaimanapunjuga, harus dibuat komponen edukasi yang spesifik dan memadai untuk primary health care, sehingga sumber dan aktivitas-aktivitas edukasi dapat dimonitor dan dampaknya dapat dievaluasi. Hal ini akan memuaskan pengambil keputusan sehingga alokasi dapat diberikan dan kebijakan yang baru akan sukses.

Untuk evaluasi tersebut, maka indikator kualitatif dan kuantitatif sama pentingnya. Dalam hal ini maka evaluasi harus termasuk 3 kriteria di bawah ini: 1. Materi (validitas dan kelayakan). Apakah materi edukasi konsisten dengan bukti ilmiah yang ada dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat? 2. Proses (dapat diterima oleh penyelenggara dan kelompok sasaran). Apakah masyarakat menggunakan tindakan pencegahan yang tersedia bagi mereka? 3. Hasil (perubahan perilaku dan perubahan Iainnya). Hasil suatu edukasi kesehatan mulut yang terbaik adalah adanya perbaikan tingkat kesehatan mulut, dan yang buruk adalah tidak menjadi makin buruknya kesehatan mulut kelompok sasaran (stabil, tetap). Tingkat kesehatan mulut dapat ditentukan oleh indeks dental misalnya untuk karies, gusi dan lain-lainnya. Namun perubahan kesehatan mulut hash pengukuran dengan indeks dental tadi, tidak hanya mencerminkan keberhasilan edukasi kesehatan mulut saja, tetapi juga tindakan pencegahan yang langsung meningkatkan kesehatan mulut masyarakat, maka hasil ini bukan merupakan hal/sesuatu hasil spesifik seperti yang diharapkan. Maka, contoh-contoh di bawah ini dapat merupakan evaluasi yang spesifik untuk edukasi kesehatan mulut. a. Konseling diet a. 1. Membandingkan pola konsumsi makanan (mis. gula) di masyarakat sebelum dan sesudah dilaksanakan program a.2. Menetapkan adanya perubahan positifdalam komposisi dan kualitas makanan a.3. Mengukur penurunan penyakit mulut a.4. Membandingkan biaya/ pemakaian yang terkait dengan peningkatkan penyediaan bahan makanan dengan keuntungan ekonomi dan penurunan tingkatan penyakit b. Instruksi kebersihan mulut Kemajuan didalam praktek kebersihan mulut yang layak di suatu masyarakat dievaluasi dalam waktu singkat dengan memakai indikator yang sederhana. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur hasil dan dampak kegitan praktek mulut adalah indeks plak dan debris, yang

dipergunakan sebelum dan sesudah kegiatan praktek kebersihan mulut. Indikator tambahan lainnya yang dapat dipergunakan 1 seperti di bawah ini: 1. Data statistik yang menunjukkan berapa banyak edukasi (ceramah), booklets dan materi edukasi lainnya yang tersedia untuk masyarakat 2. Data yang menunjukkan berapa banyak orang, kelompok orang yang terlibat dalam program kebersihan mulut dalam tingkatan yang berbeda 3. Jumlah sikat gigi, pasta gigi dsb. yang dipergunakan tiap orang dalam suatu komunitas 4. Kecenderungan dalam kesehatan mulut atau penyakit mulut dalam hubungannya untuk peningkatan kebersihan mulut 3. Karies Gigi Evaluasi spesifik untuk mengetahui efektivitas program pencegahan untuk karies gigi dapat dengan mengukur nilai DMF untuk tiap kelompok umur, atau menghitung prosentase populasi yang bebas karies. Selanjutnya, evaluasi efektivitas intervensi pencegahan dapat dibuat dengan: 3.1. mengukur kadar fluor didalam suplai air minum 3.2. memonitor konsentrasi fluor dalam air seni bagi orang yang memakai fluor secara sistemik 3.3. menilai retensi sealants Tipe evaluasi tersebut dapat dilakukan setiap saat, namun dianjurkan untuk mengevaluasi dampak program terhadap suatu penyakit sebaiknya dilakukan setiap 5 tahun sekali dimulai sejak program dilaksanakan. 4. Penyakit Periodontal Efek program pencegahan untuk penyakit periodontal dapat dihitung dengan menggunakan jumlah rerata sekstan yang terkena penyakit, dengan memakai indeks CPITN. Evaluasi pendahuluan untuk anak sekolah atau suatu kelompok berdasarkan pada program kebersihan mulut, dapat dilakukan 4-6 minggu setelah praktek kebersihan mulut dengan menggunakanjumlah rerata sekstan yang terdapat plak per orang. Penurunan prosentase gigi yang hilang dan perubahan penyakit periodontal dapat dipergunakan sebagai evaluasi secara umum. Hasil yang tepat akan didapatkan hanya setelah evaluasi jangka lama dan berkelanjutan. Efektivitas edukasi kesehatan mulut dan instruksi kebersihan mulut dapat

dievaluasi dengan menggunakan evaluasi jangka pendek dan jangka menengah. 5. Penyakit Mulut Lain Untuk mengevaluasi hasil pendahuluan atau akhir, harus dilakukan survei epidemiologi 2-3 kali dengan tujuan mendapatkan prevalensi suatu kebiasaan buruk (yang merusak), dan tingkatan hubungan penyakit mulut atau trauma. Untuk hal ini, formulir penilaian dan kuesioner sederhana dapat dipergunakan, atau informasi yang relevan sering dapat diperoleh dan biro statistik. Sebagai contoh, misalnya untuk kebiasaan merokok, data tersebut di bawah ini kiranya sudah cukup untuk proses evaluasi: a. prosentase perokok dalam populasi b. prosentase pasien dengan penyakit mukosa oral atau penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan buruk c. prosentase orang dengan gigi ataujaringan gigi yang mendapatkan akibat kebiasaan buruk Evaluasi hasil dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan prosentase orang yang mempunyai kebiasaan buruk, pada awal program dilaksanakan. Namun hasil yang paling baik adalah setelah program berjalan 5-10 tahun, dengan melakukan penilaian terhadap kelompok yang representatif. Lebih spesifik lagi, misalnya metode penilaian efektivitas program untuk menghilangkan kebiasaan buruk dengan menginvestigasi efek intervensi pada prevalensi kanker mulut atau penyakit mulut lainnya. Dalam jangka panjang, setiap terdapat penurunan klinis yang signifikan dalam prevalensi penyakit tadi, dapat sebagai bukti adanya kesuksesan program. 6. Jadwal Evaluasi Evaluasi secara periodik sangat penting. Dianjurkan bahwa indeks plak dipergunakan untuk evaluasi jangka pendek (maksimum sampai dengan 2 tahun), DMFT/DMFS dan indeks CPITN untuk evaluasi jangka panjang (lebih dan 2 tahun). Evaluasi pendahuluan harus termasuk penilaian mengenai penenmaan publik terdapat program pencegahan juga tingkat partisipasi masyarakat yang terlibat dalam program. Evaluasi tengah program mungkin akan didapatkan adanya hambatan yang tak terduga misalnya masalah keuangan dan sumber daya manusia.

Dalam tahapan ini maka bila didapatkan adanya masalah atau hambatan, maka program dapat dimodifikasi atau dapat menetapkan tujuan baru. Evaluasi akhir program pencegahan mungkin hanya setelah jangka waktu 5-10 tahun atau lebih. Program harus selalu dimonitor, untuk segera dilakukan koreksi bila terdapat hambatan atau penyimpangan. Agar supaya dapat melakukan perubahan yang dibutuhkan terhadap program yang berjalan, beberapa komponen program memerlukan evaluasi setiap tahunnya. Evaluasi akhir harus termasuk cost-effectiveness analysis. Cost/effectiveness ratio dapat didefinisikan sebagai biaya pelaksanaan program dibagi dengan penghematan yang didapatkan untuk biaya perawatan. 7. Revisi Program Pada program yang sukses, seperti yang ditentukan oleh indikator penyakit yang spesifik, bukti partisipasi masyarakat, biaya, ketersediaan dana, sumber daya dan sumber dana yang diidentifikasi dalam proses evaluasi, masih mungkin diperlukan revisi atau dilakukan modifikasi projek. Proses perencanaan ulang akan melibatkan elemen yang sama dengan tahap perencanaan yang asli, perbedaannya hanyalah perencana sekarang sudah mendapat data yang lebih akurat untuk dipergunakan dalam proses perencanaan dan dalam mendifinisikan tujuan.