Purifikasi L-Asparaginase Dari Bawang Bombay (Allium cepa L.) Menggunakan Kromatografi Filtrasi Gel Sephadex G-100

dokumen-dokumen yang mirip
KALSIUM ALGINAT SEBAGAI PENDUKUNG AMOBILISASI L- ASPARAGINASE DARI BAWANG PUTIH (Allium sativum)

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium

Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied Chemistry

Hasil dan Pembahasan

KARAKTERISASI AMILASE DARI KEDELAI HITAM BANTUL

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984)

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

ISOLASI DAN KARAKTERISASI AMILASE DARI BIJI DURIAN (DURIO

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Selulolitik Akibat

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu:

III. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

PENENTUAN AKTIVITAS SPESIFIK HEKSOKINASE DARI LIMBAH ANGGUR PISANG BIJI.

1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS. Dididihkan 5 menit. Didinginkan 5 menit

Tabel 3. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-80%) dengan aktivitas spesifik enzim selulase. Aktivitas Unit (U/mL)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

Keywords: isolasi klorofilase, fraksinasi aseton, daun mahoni

Tabel 4. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-100%) dengan aktivitas unit enzim selulase. No Fraksi Aktivitas Unit (U/mL)

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Mei 2015 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

KONVERSI PENISILIN MENJADI 6-APA OLEH ENZIM PENISILIN ASILASE YANG DIAMOBILKAN DENGAN K-KARAGENAN DAN KITIN

PRODUKSI, PEMURNIAN PARSIAL, DAN KARAKTERISASI L-ASPARAGINASE DARI BAKTERI TERMOFILIK. BACTERIA Bacillus licheniformis STRAIN HSA3-1a

3 Metodologi Percobaan

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

ISOLASI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ENZIM α AMILASE DARI Aspergillus niger DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA CAMPURAN ONGGOK DAN DEDAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

PEMURNIAN DAN KARAKTERISAS&I&&NZIM -?G,('" INTRASEL DART Bacillus sp. BAC4

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan bulan

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

ISOLASI, PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI

Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi Journal of Scientific and Applied Chemistry

DETERMINATION of OPTIMUM CONDITION of PAPAIN ENZYME FROM PAPAYA VAR JAVA (Carica papaya )

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

Febry Kurniawan, Titania T. Nugroho, Andi Dahliaty

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

PEMEKATAN ENZIM SELULASE Penicillium sp. LBKURCC20 DENGAN PENGENDAPAN AMONIUM SULFAT 80% JENUH

PEMURNIAN SELULASE DARI ISOLAT KB KOMPOS TERMOFILIK DESA BAYAT KLATEN MENGGUNAKAN FRAKSINASI AMONIUM SULFAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni 2013.

PENENTUAN KONSENTRASI OPTIMUM OAT SPELT XYLAN PADA PRODUKSI XILANASE DARI Aspergillus niger DALAM MEDIA PDB (POTATO DEXTROSE BROTH)

Dewi Permata Sari, Wuryanti, Khairul Anam. Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI PROTEASE INTRASELULER DARI BAKTERI Pseudomonas cocovenenans B 154

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Bahan Bahan penelitian

I. Tujuan Menentukan berat molekul protein dengan fraksinasi (NH 4 ) 2 SO 4 Teori Dasar

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

ISOLASI DAN KARAKTERISASI ENZIM AMILASE DARI AKAR RIMPANG ALANG-ALANG (Imperata cylindrica)

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat

PENGARUH KONSENTRASI INDUSER DAN PENAMBAHAN KOFAKTOR ENZIM TERHADAP PRODUKSI EKSTRAK KASAR ENZIM LIPASE EKSTRASELULER OLEH Pseudomonas aeruginosa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

THE ADDITION EFFECT OF THE METAL ION K + ON THE PAPAIN ENZYME ACTIVITIES

Lampiran 1 Rancangan penelitian

III BAHAN DAN METODE

Analisis kadar protein

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim

KONDISI ph ULTRAFILTRASI PADA PEMURNIAN ENZIM XILANASE

PENGARUH KONSENTRASI SUMBER KARBON DAN NITROGEN TERHADAP PRODUKSI PROTEASE ALKALI DARI Bacillus sp. M TERMOFILIK

Isolasi bakteri kitinolitik dari Sumber Air Panas. Penentuan Isolat Terpilih

BAB III METODE PENELITIAN

Aktivitas Proteolitik Lactobacillus acidophilus dalam Fermentasi Susu Sapi

BAB I PENDAHULUAN. tanaman terutama hasil pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung oleh

LAPORAN PRAKTIKUM 5, 6, 7, 8 ISOLASI DNA, ISOLASI PROTEIN DARAH, SERTA PEMERIKSAAN DENGAN TEKNIK PCR, ELEKTROFORESIS AGAROSE DAN SDS-PAGE

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

PRODUKSI ENZIM AMILASE

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

Dwi Jayanti, Wuryanti, Taslimah Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Universitas Diponegoro ABSTRACT

ISOLASI DAN KARAKTERISASI ENZIM L-ASPARAGINASE DARI RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) DALAM SEDIAAN UTUH DAN SERBUK.

BAB III METODA PENELITIAN. Secara umum, proses penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2015 di

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali ABSTRAK

SEMI PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI ENZIM PROTEASE Bacillus sp.

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. 1. Materi Penelitian, Lokasi dan Waktu Penelitian

PERBANDINGAN METODE POTENSIOMETRI MENGGUNAKAN BIOSENSOR UREA DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UNTUK PENENTUAN UREA

Transkripsi:

Purifikasi L-Asparaginase Dari Bawang Bombay (Allium cepa L.) Menggunakan Kromatografi Filtrasi Gel Sephadex G-1 Ayu Sri Rahayu Setiawan, Wuryanti, Agustina Lina Nurul Aminin Lab. Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Jalan Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang 5275, Telepon (24) 7474754 setiawanayu@gmail.com ABSTRAK Telah dilakukan purifikasi L-asparaginase dari bawang bombay (Allium cepa L.). Tahapan penelitian meliputi isolasi L-asparaginase menghasilkan ekstrak kasar yang selanjutnya difraksinasi dengan amonium sulfat, dialisis, dan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 sehingga menghasilkan L-asparaginase dengan kemurnian lebih tinggi. Analisis L-asparaginase pada ekstrak kasar, hasil fraksinasi amonium sulfat, dan hasil kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 dilakukan dengan penentuan aktifitas enzim dengan metode Nessler dan penentuan kadar protein dengan metode Lowry sehingga dapat ditentukan aktifitas spesifiknya. Hasil analisis diperoleh ekstrak kasar L-asparaginase dari bawang bombay (Allium cepa L.) dengan aktifitas spesifik sebesar 3,52 unit/mg protein. Aktifitas spesifik tertinggi dari fraksi amonium sulfat berada pada F 5 (8-1%) sebesar 3,831 unit/mg protein. F 5 (8-1%) selanjutnya dimurnikan dengan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 sehingga diperoleh aktifitas spesifik tertinggi berada pada fraksi 1 sebesar 658,25 unit/mg protein dengan tingkat kemurnian lebih dari 2 kali dibandingkan dengan ekstrak kasar. Kata kunci : Allium cepa L., L-asparaginase, uji aktifitas enzim, kromatografi filtrasi gel ABSTRACT L-asparaginase from onion (Allium cepa L.) was purified. Some stage of the work including isolation of L-asparaginase obtain of crude extract was further fractionated with ammonium sulphate, dialysis, and gel filtration chromatography Sephadex G-1 to produce L- asparaginase with a higher purity. Analysis of L-asparaginase in the crude extract, the ammonium sulphate fractionation, and results of gel filtration chromatography Sephadex G-1 is done by determining the activity of the enzyme with Nessler method and determination of protein content by Lowry method so it can be determined the specific activity. The analysis obtained are a crude extract of L-asparaginase from onion (Allium cepa L.) with a specific activity of 3.52 units/mg protein. The highest specific activity of the fraction of ammonium sulphate is at F 5 (8-1%) of 3.831 units/mg protein. F 5 was further purified by gel filtration chromatography sephadex G-1, obtained the highest specific activity was in fraction 1 by 658.25 units/mg protein with a purity level more than 2 times compared to the crude extract. Keywords : Allium cepa L., L-asparaginase, activity test, gel filtration chromatograph

I. PENDAHULUAN Enzim merupakan biokatalisator yang mempercepat reaksi kimia dalam sistem biologi. Enzim bersifat spesifik terhadap substratnya (Lehninger, 1982). Enzim memiliki berbagai peran dalam kehidupan, misalnya di bidang kesehatan (Scopes, 1987). Salah satu enzim yang berperan di dalam bidang kesehatan adalah L-asparaginase (Konĕenä dkk., 24). Enzim L-asparaginase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis L-asparagin menjadi L-aspartat dan amonia (Handler dan Hill, 1978). L-asparagin merupakan nutrisi bagi sel kanker (Devlin dan Thomas, 1993). L- asparaginase dapat menghambat pertumbuhan sel kanker (Konĕenä dkk., 24). Penelitian sebelumnya L-asparaginase telah berhasil diisolasi dari bawang bombay (Allium cepa L.), dimurnikan dengan fraksinasi amonium sulfat, dan dikarakterisasi (Widuri, 29). Pemurnian dengan fraksinasi amonium sulfat didasarkan atas sifat-sifat garam seperti kelarutannya dalam mengendapkan protein. Penambahan garam menyebabkan terjadinya peningkatan kekuatan ion dalam larutan yang dapat menyebabkan penurunan efek penolakan dari muatan yang serupa diantara molekulmolekul protein yang identik (Chaplin dan Bucke, 24). Pemurnian dengan fraksinasi amonium sulfat menghasilkan fraksi-fraksi yang mengandung beragam protein yang identik yang memiliki gaya menolak antar muatan serupa. L- asparaginase yang diperoleh dari fraksinasi amonium sulfat memiliki kemurnian yang masih sangat rendah. Pada penelitian ini dilakukan pemurnian lebih lanjut L-asparaginase dari bawang bombay menggunakan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1. Kromatografi filtrasi gel sephadex G- 1 merupakan metode pemisahan protein didasarkan atas perbedaan ukuran molekul (Lehninger, 1982). L-asparaginase yang akan diperoleh dari kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 diharapkan jauh lebih murni dikarenakan L-asparaginase dipisahkan dari molekul protein lain didasarkan perbedaan ukuran molekulnya. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan enzim L-asparaginase dari bawang bombay (Allium cepa L.) dengan kemurnian lebih tinggi menggunakan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 serta mendapatkan data fraksi sephadex yang memiliki aktifitas spesifik tertinggi. II. METODE KERJA 2.1 Bahan dan Alat 2.1.1 Bahan Bawang bombay, bufer tris-hidroksimetil aminometan, amonium sulfat, membran selofan, L-asparagin, Trichloro acetate (TCA), Bovine serum albumin (BSA), Follin ciocalteau, Sephadex G-1, akuades, akuabides, dll. 2.1.2 Alat Alat-alat gelas laboratorium, Timbangan (Kern 444-45), phmeter (EUTECH Instrument PC 51), Blender (Philip), Sentrifus (Centrific- 228), Kulkas (Sharp), Pengaduk magnet (Quart), Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), Inkubator (Memmert), Kromatografi kolom sephadex G- 1, dll. 2.2 Cara Kerja 2.2.1 Isolasi L-Asparaginase Bawang bombay diiris-iris ditambah bufer tris-hidroksimetil aminometan (,2 M; ph 8,9) dan dihomogeniasasi dengan blender selama 2 menit. Homogenat yang diperoleh didiamkan selama 1-2 jam pada suhu 5 o C, kemudian disaring dan filtratnya disentrifus pada 34 rpm selama 15 menit. Filtrat yang dihasilkan merupakan ekstrak kasar enzim L-asparaginase. 2.2.2 Fraksinasi dengan Garam Amonium Sulfat Amonium sulfat yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam ekstrak kasar sambil diaduk dengan pengaduk magnet dalam tempat yang direndam es. Campuran tersebut dibiarkan semalam dalam keadaan dingin kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 34 rpm selama 5 menit sehingga diperoleh endapan fraksi -2% (F 1 ) dan filtratnya. Endapan dipisahkan kemudian disuspensikan dengan bufer tris-hidroksimetil aminometan,2 M ph 8,9. Filtrat yang dihasilkan diperlakukan sama

sehingga didapatkan fraksi dengan tingkat kejenuhan 2-4% (F 2 ), 4-6% (F 3 ), 6-8% (F 4 ), 8-1% (F 5 ). Hasil fraksinasi selanjutnya didialisis sehingga didapatkan fraksi-fraksi bebas amonium sulfat. 2.2.3 Penentuan Aktifitas L-Asparaginase Satu unit L-asparaginase didefinisikan sebagai banyaknya enzim L-asparaginase yang dapat membentuk 1 mol NH 4 + per menit pada kondisi optimum (Paul, 1982). Sebanyak 1 ml larutan L-asparagin,1665 M, ditambah,2 ml enzim hasil fraksinasi, dan ditambah,8 ml bufer tris-hidroksimetil aminometan,2 M ph 8,9 diinkubasi pada suhu 37 o C selama 3 menit. Setelah itu, ditambah,2 ml larutan TCA 1,5 M dan disentrifugasi pada kecepatan 34 rpm selama 15 menit. Sebanyak,25 ml filtrat diambil kemudian ditambah 4,25 ml akuades dan,5 ml pereaksi Nessler, lalu absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ max 4 nm. Aktifitas enzim ditentukan secara regresi linier terhadap kurva standar amonium sulfat. 2.2.5 Penentuan Kadar Protein dengan Metode Lowry Kadar protein hasil fraksinasi amonium sulfat ditentukan dengan metode Lowry menggunakan larutan Bovine serum albumin (BSA) sebagai protein standar. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Kadar protein diukur ditentukan secara regresi linier terhadap kurva standar BSA. 2.2.6 Pemurnian dengan Kromatografi Filtrasi Gel Sephadex G-1 Fraksi amonium sulfat yang memiliki aktifitas spesifik tertinggi diaplikasikan ke dalam kolom sephadex G-1 (1 cm x 55 cm) yang sebelumnya telah diekuilibrasi dengan bufer tris-hidroksimetil aminometan,2 M ph 8,9 dengan laju elusi yaitu 2 ml/jam. Fraksifraksi yang didapat kemudian ditampung dan dianalisis kandungan protein dan aktifitas enzim L-asparaginasenya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 L-asparaginase pada Fraksi Amonium Sulfat Filtrat yang ditunjukkan pada gambar III.1 adalah hasil isolasi L-asparaginase dari bawang bombay yang selanjutnya disebut sebagai ekstrak kasar (Ek). Gambar III.1 Filtrat bawang bombay Ekstrak kasar (Ek) selanjutnya dimurnikan dengan fraksinasi amonium sulfat dan didialisis, sehingga menghasilkan fraksi-fraksi, yaitu F 1, F 2, F 3, F 4, dan F 5 yang bebas amonium sulfat. Ekstrak kasar dan fraksi-fraksi yang telah didapat selanjutnya diukur kadar protein dan diuji aktifitas enzim L-asparaginase, sehingga dapat ditentukan aktifitas spesifiknya. Hasil penentuan kadar protein dari ekstrak kasar dan hasil fraksinasi amonium sulfat ditunjukkan pada gambar III.2: (mg/ml) Protein Kadar 16 11 6 1-4 Gambar III.2 Grafik kadar protein fraksi amonium sulfat Pada gambar III.2 tampak profil kadar protein ekstrak kasar dan fraksi-fraksi amonium sulfat. Dari gambar tersebut terlihat bahwa fraksi yang memiliki kadar protein tertinggi adalah F 1 sebesar 15,647 mg/ml, sedangkan fraksi-fraksi yang lain memiliki kadar protein kurang dari 3 mg/ml. Jika dilihat dari gambar di atas kadar protein ekstrak kasar jauh lebih rendah daripada F 1. Sebenarnya, kadar protein ekstrak kasar tidak bisa dibandingkan dengan kadar protein dari tiap fraksi hasil fraksinasi amonium sulfat. Hal ini dikarenakan fraksi-

fraksi tersebut lebih pekat daripada ekstrak kasar. Fraksi-fraksi tersebut merupakan endapan yang dihasilkan dari fraksinasi amonium sulfat, kemudian disuspensikan dengan bufer. Selain itu, di dalam ekstrak kasar tidak hanya mengandung molekul-molekul protein tetapi juga mengandung molekul-molekul lain seperti karbohidrat dan lipid, sedangkan di dalam tiap fraksi sudah dipisahkan antara molekul protein dengan molekul non protein. Menurut Chaplin (24), protein yang mengandung asam-asam amino hidrofobik akan mengendap pada konsentrasi garam yang lebih rendah dibandingkan protein yang mengandung asam-asam amino hidrofilik. Hal tersebut dikarenakan pada tingkat kejenuhan garam amonium sulfat -2% ion-ion garam amonium sulfat berikatan dengan molekul air, sedangkan protein yang mengandung asam amino hidrofobik paling banyak akan mengendap. Protein dengan asam amino hidrofilik tidak akan mengendap dan berada pada filtrat. Protein yang bersifat lebih hidrofilik akan mengendap jika sudah berada pada tingkat kejenuhan garam tertinggi (8-1%). Semakin banyak molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam akan menyebabkan penarikan molekul air yang mengelilingi permukaan protein. Peristiwa ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, teragregasi, dan mengendap (Scopes, 1993). Jika dilihat dari data pada gambar III.2 protein yang paling banyak mengendap berada pada kadar amonium sulfat -2% (F 1 ) yang bersifat lebih hidrofobik dibandingkan protein yang mengendap pada konsentrasi garam 8-1%. Hal tersebut berarti protein-protein yang terdapat pada ekstrak kasar mengandung asamasam amino hidrofobik dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan proteinprotein yang mengandung asam-asam amino hidrofilik. Setelah kadar protein dari ekstrak kasar dan tiap fraksi hasil fraksinasi amonium sulfat diperoleh, selanjutnya dapat ditentukan aktifitas enzim L-asparaginase. Hasil penentuan aktifitas enzim L-asparaginase dari ekstrak kasar dan hasil fraksinasi amonium sulfat ditunjukkan pada gambar III.3: Aktivitas Enzim (Unit/mL) 3 25 2 15 1 5 Gambar III.3 Grafik aktifitas enzim L- asparaginase fraksi amonium sulfat Pada gambar III.3 di atas menunjukan profil aktifitas L-asparaginase dari ekstrak kasar dan fraksi-fraksi amonium sulfat. Dari gambar tersebut tampak bahwa fraksi yang memiliki aktifitas enzim tinggi adalah F 1 dan F 5 dengan aktifitas enzim lebih dari 25 unit/ml, sedangkan F 2 hingga F 4 memiliki aktifitas enzim ± 17 unit/ml. Pada ekstrak kasar memiliki aktifitas enzim sebesar 2,7 unit/ml. Setelah kadar protein dan aktifitas enzim dari ekstrak kasar dan tiap fraksi hasil fraksinasi amonium sulfat diperoleh, aktifitas spesifik L- asparaginase dapat ditentukan. aktifitas spesifik pada fraksi amonium sulfat diperoleh dari hasil bagi antara aktifitas enzim dengan kadar protein pada fraksi amonium sulfat. Hasil penentuan aktifitas spesifik dari ekstrak kasar dan hasil fraksinasi amonium sulfat ditunjukkan pada gambar III.4: Aktivitas Spesifik (Unit/mg) 32 28 24 2 16 12 8 4 Gambar III.4 Grafik aktifitas spesifik L-asparaginase fraksi amonium sulfat Pada gambar III.4 tampak aktifitas spesifik pada ekstrak kasar dan fraksi-fraksi amonium sulfat. Aktifitas spesifik tertinggi berada pada fraksi ke-5 sebesar 3,831 unit/mg

protein. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Widuri (29) yang aktifitas spesifik tertingginya juga diperoleh pada F 5. Tetapi aktifitas spesifik tertinggi yang diperoleh Widuri (29) lebih tinggi, yaitu sebesar 2529,879 unit/mg protein. Perbedaan besarnya aktifitas spesifik tersebut dikarenakan bawang bombay yang digunakan sejenis tapi mungkin berbeda dari tingkat kematangan, usia dari bawang bombay, serta asal diperolehnya bawang bombay yang akan digunakan. Jika dilihat pada gambar di atas, F 2 memiliki aktifitas spesifik yang tidak jauh berbeda dengan F 5, yaitu sebesar 3,533 unit/mg protein, sehingga seolah-olah L-asparaginase yang diperoleh memiliki dua karakter yang berbeda. F 2 bersifat lebih hidrofobik sedangkan F 5 bersifat lebih hidrofilik. Hal tersebut mungkin dikarenakan ada L-asparaginase yang terletak di lapisan membran plasma pada sel bawang bombay sehingga L-asparaginase tersebut bersifat hidrofobik dan terendapkan pada tingkat kejenuhan garam 2-4% (F 2 ). Aktifitas spesifik F 5 dan ekstrak kasar tidak berbeda secara signifikan. Hal tersebut berarti proses fraksinasi amonium sulfat tidak terlalu efektif dalam memurnikan suatu protein dalam hal ini adalah L-asparaginase. Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Widuri (29) yang samasama menunjukkan aktifitas spesifik tertinggi berada pada F 5, sehingga penelitian ini dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya menggunakan F 5. F 5 yang diperoleh pada tahap ini selanjutnya dilakukan pemurnian lebih lanjut menggunakan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1. 3.2 L-asparaginase Hasil Kromatografi Filtrasi Gel Sephadex G-1 Hasil yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya adalah F 5 (8-1%) dari fraksi amonium sulfat yang memiliki aktifitas spesifik tertinggi, namun karena L-asparaginase yang terkandung dalam F 5 belum terlalu murni maka dilakukan pemurnian lebih lanjut menggunakan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1. Proses pemurnian dengan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 ini menghasilkan fraksi-fraksi yang selanjutnya diukur kadar protein dan diuji aktifitas enzim sehingga diperoleh aktivitas spesifik L-asparaginase. Hasil penentuan kadar protein dari tiap fraksi hasil kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 ditunjukkan pada gambar III.5: Kadar Protein (mg/ml).2.15.1.5. F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F1 Gambar III.5 Grafik kadar protein hasil kromatografi Pada gambar III.5 menunjukkan profil kadar protein hasil kromatografi filtrasi gel sephadex G-1. Kadar protein yang tertinggi berada pada fraksi 3, yaitu sebesar,15 mg/ml. Kadar protein yang terendah berada pada fraksi 1, yaitu sebesar,4 mg/ml. Hal ini berarti fraksi 1 mengandung molekul protein lebih kecil dibandingkan dengan fraksifraksi sebelumnya. Fraksi ke-1 hingga ke-3 menunjukkan kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan fraksi-fraksi sesudahnya. Kromatografi filtrasi gel yaitu metode pemisahan protein yang berdasarkan perbedaan ukuran molekul dari suatu protein. Proses pemisahan menggunakan matriks gel berpori yang dipak di dalam kolom dan dikelilingi oleh solven. Sampel yang mengandung campuran molekul besar dan kecil dilewatkan ke dalam kolom. Molekul protein yang lebih kecil dapat menembus ke dalam pori-pori butiran dan karenanya tertahan selama aliran ke bawah kolom. Molekul protein yang besar tidak dapat menembus ke dalam pori-pori butiran dan melewati kolom lebih cepat. Molekul protein yang berukuran menengah akan mengalir ke bawah pada kecepatan antara tergantung pada

kemampuannya menembus butiran (Lehninger, 1982). Setelah kadar protein ditentukan, maka selanjutnya dilakukan penentuan aktifitas enzim L-asparaginase hasil kromatografi. Jika kadar protein dan aktifitas enzim telah diketahui, maka aktifitas spesifik hasil kromatografi dapat ditentukan. Hasil penentuan aktifitas enzim dan aktifitas spesifik L-asparaginase dari tiap fraksi hasil kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 berturut-turut ditunjukkan pada gambar III.6 dan III.7: Aktivitas Enzim(Unit/mL) 27 24 21 18 15 12 9 6 3 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F1 Gambar III.6 Grafik aktifitas enzim L- asparaginase hasil kromatografi Aktivitas Spesifik (Unit/mg) 66 6 54 48 42 36 3 24 18 12 6 F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 Gambar III.7 Grafik aktifitas spesifik L-asparaginase hasil kromatografi Pada gambar IV.8 menunjukkan profil aktifitas enzim L-asparaginase yang diperoleh hasil kromatografi filtrasi gel sephadex G-1. Dari data tersebut tampak bahwa tiap-tiap fraksi hasil kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 terdapat L-asparaginase meskipun besar aktifitas enzimnya berbeda-beda. Hal ini bukan berarti tiap fraksi mengandung L-asparaginase dengan ukuran molekul yang berbeda-beda. Tiap-tiap fraksi mengandung L-asparaginase mungkin dikarenakan molekul L-asparaginase menempel pada molekul-molekul protein lainnya yang memiliki ukuran molekul lebih besar daripada ukuran molekul dari L-asparaginase, sehingga aktifitas enzim L-asparaginase terukur di tiap fraksi. Hal ini dibuktikan dari gambar III.6 dan III.7 yang menunjukkan fraksi 1 hingga fraksi 9 memiliki aktifitas enzim yang cukup tinggi, tetapi memiliki aktifitas spesifik yang sangat rendah dibandingkan dengan aktifitas spesifik fraksi 1. Hal ini dikarenakan fraksi 1 hingga fraksi 9 mengandung molekul-molekul protein selain L-asparaginase yang telah ditunjukkan oleh profil kadar protein pada gambar III.5. Fraksi 1 memiliki aktifitas enzim yang tertinggi, yaitu sebesar 26,33 unit/ml, dengan kadar protein terendah sebesar,4 mg/ml, sehingga aktifitas spesfiknya sangat tinggi, yaitu sebesar 658,25 unit/mg protein. Hal ini berarti fraksi 1 mengandung L-asparaginase dengan kemurnian lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi-fraksi sebelumnya. L-asparaginase pada fraksi 1 mengalami peningkatan kemurnian lebih dari 2 kali dibandingkan dengan data aktifitas spesifik ekstrak kasar 3,52 unit/mg protein. Hal tersebut berarti hasil pemurnian L- asparaginase menggunakan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 lebih efektif dibandingkan dengan hasil pemurnian dengan fraksinasi amonium sulfat. Penelitian isolasi L-asparaginase yang lain juga melakukan pemurnian L-asparaginase menggunakan fraksinasi amonium sulfat dan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1. L- asparaginase Streptomyces spp. menghasilkan ekstrak kasar yang memiliki aktivitas spesifik sebesar 384.6 unit/mg protein. Hasil fraksinasi amonium sulfat menunjukkan aktivitas spesifik sebesar 536,6 unit/mg protein, sedangkan hasil dari kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 menunjukkan aktivitas spesifik sebesar 662,6 unit/mg protein yang mengalami peningkatan kemurnian dua kali dari ekstrak kasarnya (Basha dkk., 29). Aktivitas spesifik L-asparaginase dari ekstrak kasar Erwinia carotovora sebesar 1,36 unit/mg protein, namun setelah difraksinasi amonium sulfat sebesar 3,57 unit/mg protein,

dan hasil kromatografi filtrasi gel sephadex G- 1 sebesar 16,4 unit/mg protein dengan tingkat kemurnian 12,11 kali dari ekstrak kasarnya (Warangkar dan Khobgrade, 21). Ekstrak kasar hati ayam memiliki aktivitas spesifik sebesar 1,23 unit/mg protein, hasil fraksinasi amonium sulfat sebesar 2,47 unit/mg protein, dan hasil kromatografi filtrasi gel sephadex G- 1 sebesar 18,2 unit/mg protein dengan tingkat kemurnian 14,8 kali dari ekstrak kasarnya (El- Sayed dkk., 211). Data di atas menunjukkan perbedaan besarnya aktifitas spesifik L-asparaginase dari berbagai sumber. Hal tersebut berarti L- asparaginase yang diperoleh dari suatu sumber memiliki aktifitas spesifik yang berbeda dengan sumber yang lainnya. Hasil pemurnian dengan fraksinasi amonium sulfat dan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 yang telah dilakukan menunjukkan peningkatan kemurnian dari L- asparaginase yang berbeda dari tiap sumber. Pemurnian L-asparaginase dengan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 bisa dimurnikan lagi menggunakan metode pemurnian yang lain. El- Sayed dkk. (211) memurnikan L-asparaginase hasil kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 yang menunjukkan tingkat kemurnian sebesar 128,5 kali dari ekstrak kasarnya. Warangkar dan Khobgrade (21) telah berhasil memurnikan L- asparaginase menggunakan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 dan dengan kromatografi pertukaran ion CM Cellulose serta DEAE sephadex yang masing-masing menunjukkan peningkatan kemurnian sebesar 228,6 kali dan 752,9 kali dari ekstrak kasarnya. IV. KESIMPULAN L-asparaginase ekstrak bawang bombay (Allium cepa L.) difraksinasi dengan amonium sulfat menghasilkan fraksi dengan aktifitas spesifik tertinggi berada pada F 5 (8-1%) sebesar 3,831 unit/mg protein. Hasil tersebut selanjutnya dimurnikan dengan kromatografi filtrasi gel sephadex G-1 sehingga didapat aktifitas spesifik tertinggi berada pada fraksi 1 yaitu sebesar 658,25 unit/mg protein dengan tingkat kemurnian lebih dari 2 kali jika dibandingkan ekstrak kasar. V. DAFTAR PUSTAKA Basha, N.S., Rekha, R., Komala, M., dan Ruby, S., 29, Production of Extracellular Antileukaemic Enzyme L-asparaginase from Marine Actinomycetes by Solid-state and Submerged Fermentation: Purification and Characterisation, Tropical Journal of Pharmaceutical Research, 8 (4), 358 Chaplin, M.F., Bucke C., 199, Enzyme Technology, 85-86, Cambridge Univ. Pr., New York Devlin, Thomas M., 1993, Textbook of Biochemistry with Clinical Correlations, edisi ke-3, 358, A John Wiley and Sons Inc., New York El-Sayed, El-Sayed, M., El-Sayed, S.T., Wafaa, Shousa, G., Shehata A.N., dan Hanafy, S.S., 211, Purification, Characterization and Antitumor Activity of L-asparaginase from Chicken Liver, Journal of American Science, 7 (1), 442 Handler, P., Hill, R.L., 1978, Principles of Biochemistry, edisi ke-6, 729-73, McGraw- Hill Kogakusha, LTD., New York Konĕenä,P., Klejdus, B., Hrstkovil, H., 24, Monitoring The Asparaginase Activity and Asparagine Levels in Children with Acute Lymphoblastic Leukaemia Treated with Different Asparaginase Preparations, Scripta Medica (BRNO), 77 (2), 55 Lehninger, A.L., 1982, Dasar-Dasar Biokimia, Jilid 1, 248-249, Penerbit Erlangga, Jakarta Scopes, R.K., 1987, Protein Purification, Principles, and Practice, edisi ke-2, 51-58, 87, Springer Verlag, New York Warangkar, S.C., dan Khobragade, C.N., 29, Purification, Characterization, and Effect of Thiol Compounds on Activity of the Erwinia carotovora L-Asparaginase, Enzyme Research, 4