HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN IBU, DUKUNGAN SUAMI DAN INISIASI MENYUSUI DINI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS TUMINTING KOTA MANADO Elvira Rengginasari*, Nova H. Kapantow*, Dina V. Rombot*. *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRACT Breast milk was the best food for babies and provide benefits for mother but the proportion of exclusive breastfeeding in Indonesia was still low. This research was aimed to find out the relationship between mother s occupation, husband s support, and early initiation of breastfeeding with exclusive breastfeeding. This research was a quantitative research with a cross sectional study design. The population in this research was all mothers who had babies aged 7 to 12 months in Tuminting Public Health Center Manado City. The sample was 81 mothers taken by purposive sampling. Data were collected by interview using a questionnaire. The data obtained were analyzed with Chi Square test (CI=95%, α=0,05). This research showed that the proportion of category 2 of exclusive brerastfeeding was 29,6% and category 3 of exclusive breastfeeding was 21%. There was significant relationship between husband s support (p=0,000 and p=0,000) and early initiation of breastfeeding (p=0,000 and p=0,012) with category 2 and catregory 3 of exclusive breastfeeding. There was no significant relationship between mother s occupation with category 2 and category 3 of exclusive breastfeeding (p=0,095 and p=0,282). Keywords: mother s occupation, husband s support, early initiation of breastfeeding and exclusive breastfeeding. ABSTRAK ASI merupakan makanan paling baik untuk bayi, dan memberi manfaat bagi ibu, tetapi cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Tujuan penelitian ini untuk meneliti hubungan antara pekerjaan ibu, dukungan suami dan inisiasi menyusu dini dengan pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi umur 7-12 bulan di Puskesmas Tuminting Kota Manado. Sampel sebesar 81 ibu yang diambil secara purposive sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji chi square (CI=95%, α=0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif kategori dua sebesar 29,6% dan pemberian ASI eksklusif kategori tiga sebesar 21,0%. Terdapat hubungan antara dukungan suami (p=0,000 dan p=0,000) dan IMD (p=0,000 dan p=0,012) dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua dan kategori tiga. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua dan kategori tiga (p=0,095 dan p=0,282). Kata kunci: pekerjaan ibu, dukungan suami, IMD dan ASI eksklusif. PENDAHULUAN Pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua tahun memiliki dampak potensial terbesar pada kelangsungan hidup anak dari semua intervensi pencegahan, dengan potensi untuk mencegah lebih dari 800.000 kematian (13% dari semua kematian) pada anak balita di negara berkembang (UNICEF, 2013). Berdasarkan data statistik kesehatan dunia persentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan pada tahun 2005-2012 didunia sebesar 38%. Persentase pemberian ASI eksklusif tertinggi di kawasan Asia Tenggara (47%) dan persentase terendah di kawasan Eropa (25%) (WHO, 2013). Di Indonesia pada tahun 2010 persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif sebesar 15,3%. Pada tahun 2013 persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif meningkat menjadi 30,2%. Walaupun persentase pemberian ASI eksklusif meningkat dari tahun ke tahun, namun jumlah ini masih jauh dari target capaian 2014 sebesar 80% (Direktorat Bina Gizi, 2013). 1
Rendahnya cakupan ASI eksklusif tentunya disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pekerjaan ibu. Terbatasnya waktu cuti pasca melahirkan dan jam kerja yang panjang menjadi faktor beralihnya ibu ke susu formula (Juliastuti, 2011). Selain faktor pekerjaan ibu, dukungan suami juga merupakan faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Dukungan suami sangat besar dalam mempengaruhi keadaan emosi dan perasaan ibu. Ibu yang mempunyai perasaan bahagia dan tidak mengalami stress dapat merangsang keluarnya hormon oksitosin yang berperan dalam kelancaran refleks pengeluaran ASI (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010). Inisiasi menyusui dini (IMD) merupakan faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Bayi baru lahir yang diletakkan di atas perut ibu, akan menemukan puting susu ibu dan mengisapnya. Para ibu yang memulai pemberian ASI secara dini lebih cenderung untuk melaksanakan pemberian ASI eksklusif (Gibney dkk, 2009). Cakupan ASI eksklusif di Provinsi Sulawesi Utara masih jauh dari target capaian (75%). Pada tahun 2013 cakupan pemberian ASI Eksklusif di Sulawesi Utara sebesar 30,45%. Dari lima belas Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Utara cakupan ASI eksklusif tertinggi di Kabupaten Sitaro (59,40%) dan terendah di Kabupaten Talaud (16,75%). Cakupan ASI eksklusif di Kota Manado mengalami peningkatakan dari tahun ke tahun, namun masih jauh dari target capaian (75%). Pada tahun 2012 cakupan ASI eksklusif sebesar 13,34%. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahun 2013 meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 19,83%. Cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Tuminting pada tahun 2012 sebesar 48,3%, namun pada tahun 2013 cakupan ASI eksklusif di Puskesmas Tuminting menurun menjadi 35,2%. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tuminting Kota Manado pada bulan Juni Juli 2014. Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh Ibu yang mempunyai bayi usia 7 12 bulan yang datang ke Posyandu dan Puskesmas Tuminting Kota Manado. Pengambilan sampel menggunakan rumus estimasi tunggal dari Lemeshow dengan tingkat kepercayaan 95% = 1,96, Proporsi pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Tuminting pada bulan April 2014 (P) sebesar 5% dan Presisi (d) = 5 % n = Z (1 /2) 2 P(1 P) d 2 = (1,96)2 (0,05)(0,95) (0,05) 2 = 73 n = 73 responden + 10% = 81 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Kriteria Inklusi yaitu Ibu yang bersedia menjadi responden dan Ibu yang mempunyai suami pada saat bayinya berusia 0-6 bulan. Kriteria Eksklusi yaitu Ibu dan bayi yang mengalami kontraindikasi menyusui. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner denagn metode wawancara. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji chi square (CI=95%, α=0.05). Pemberian ASI Eksklusif 2
Penelitian ini menggunakan kriteria ASI eksklusif kategori dua dan kategori tiga. Sesuai dengan Riskesdas 2010 pemberian ASI eksklusif kategori dua artinya bayi yang sejak lahir baik yang ada riwayat maupun tidak ada riwayat pemberian minuman/makanan lain sebelum ASI keluar yang sampai berumur enam bulan hanya diberi ASI saja, belum diberi makanan atau minuman lain. Pemberian ASI eksklusif kategori tiga artinya sejak lahir sampai berumur enam bulan bayi hanya diberi ASI saja, belum diberi makanan atau minuman lain (kecuali obat-obatan, vitamin atau mineral tetes dan ASI perah) dan sebelum ASI keluar bayi tidak pernah diberi minuman/makanan lain selain ASI (Badan Litbangkes, 2010). Distribusi bayi berdasarkan pemberian ASI eksklusif kategori dua dan kategori tiga dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Bayi Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif Kategori Dua dan Tiga Pemberian ASI Eksklusif Kelompok A Kelompok B Total n % n % n % Ya 17 (1) 21,0 7 8,6 24 (2) 29,6 Tidak 35 43,2 22 27,2 57 70,4 Total 52 64,2 29 35,8 81 100 Kelompok A: Responden yang sudah keluar ASI segera setelah melahirkan Kelompok B: Responden yang belum keluar ASI segera setelah melahirkan (1) ASI eksklusif kategori tiga (2) ASI eksklusif kategori dua Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 1, pada kelompok A, sebanyak 17 bayi (21,0%) diberi ASI eksklusif dan 35 bayi (43,2%) tidak diberi ASI eksklusif. Bayi yang diberi ASI eksklusif (21,0%) pada kelompok A ini tergolong dalam ASI eksklusif kategori tiga. Pada kelompok B, terdapat 29 bayi (35,8%) yang telah diberikan minuman selain ASI sebelum ASI keluar. Pemberian minuman selain ASI sebelum ASI keluar dapat menyebabkan bayi menjadi kenyang dan cenderung malas untuk menyusui (Marnoto, 2013). Selain itu menyebabkan bayi tidak terbiasa mengisap ASI dari puting susu ibu dan akhirnya tidak mau lagi mengonsumsi ASI. Menurut Yuliarti jika ASI belum keluar, bukanlah alasan untuk memberikan susu formula karena bayi masih memiliki daya tahan tubuh yang dibawa sejak dalam kandungan sehingga bayi tidak akan kelaparan selama 2x24 jam. Dalam kondisi stabil, pada 48 jam pertama kehidupannya bayi tidak memerlukan asupan makanan. Bayi menangis bukan karena lapar tapi karena memerlukan kontak dengan ibunya (Yuliarti, 2010). Pada kelompok B, setelah ASI dari 29 responden sudah keluar, sebanyak 22 bayi (27,2%) tetap mendapatkan minuman/makanan selain ASI saat berumur 0-6 bulan, dan hanya 7 bayi (8,6%) yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Bayi yang diberi ASI eksklusif pada kelompok B (8,6%) ini ditambah dengan bayi dari kelompok A yang diberi ASI eksklusif (21,0%) tergolong dalam ASI eksklusif kategori dua. Pada penelitian ini sebagian besar alasan responden memberikan minuman/makanan selain ASI kepada bayinya yaitu karena ASI tidak cukup (54,4%). Menurut Marnoto (2013) masih banyak ibu yang memberi tambahan susu formula pada 3
bayinya karena merasa ASInya belum keluar atau kurang. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya informasi bahwa memberi susu formula terutama pada hari hari pertama kelahiran justru akan mengganggu produksi ASI, dan dapat menghambat suksesnya menyusui dikemudian hari. Jika produksi ASI tidak cukup seharusnya itu tidak menjadi alasan untuk memberikan minuman/makanan selain ASI karena akan menyebabkan bayi kenyang dan cenderung malas untuk menyusu dan justru hal itulah yang membuat produksi ASI semakin berkurang (Marnoto, 2013). Rangsangan mengisap bayi pada puting susu adalah cara paling efektif untuk mempertahankan ASI dalam keadaan cukup (Almatsir dkk, 2011). Pekerjaan Ibu Keadaan ibu yang harus kembali bekerja segera setelah melahirkan menyebabkan mereka berhenti untuk menyusui eksklusif lebih awal (UNICEF, 2013). Dalam penelitian ini sebanyak 13 responden (16%) bekerja pada saat bayinya berumur 0 sampai 6 bulan dan sebanyak 68 responden (84%) tidak bekerja. Dukungan Suami Dukungan suami merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif (Hargi, 2013). Dukungan suami dalam penelitian ini didasarkan pada 9 pertanyaan yang diajukan kepada responden. Pengkategorian variabel dukungan suami didasarkan pada nilai median. Berdasarkan hasil pengkategorian dukungan suami di dapatkan sebanyak 41 responden (50,6%) memiliki dukungan suami baik dan sebanyak 40 responden (49,4%) memiliki dukungan suami kurang. Inisiasi Menyusui Dini IMD adalah metode meletakkan bayi baru lahir secara tengkurap di dada ibunya dan membiarkan bayi merayap untuk menemukan sendiri puting susu ibu untuk menyusu. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden (61,7%) tidak melaksanakan IMD dan hanya 38,3% yang melaksanakan IMD. Analisis Bivariat Hasil analisis bivariat antara variabel pekerjaan ibu, dukungan suami, dan IMD dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua dan kategori tiga dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 di bawah ini: Tabel 2. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu, Dukungan Suami, dan IMD Dengan Pemberian ASI Eksklusif Kategori Dua Pemberian ASI Eksklusif Kategori Dua Total ρ Variabel Ya Tidak n % n % n % Pekerjaan Ibu Tidak bekerja 23 33,8 45 66,2 68 100 Bekerja 1 7,7 12 92,3 13 100 0,095 Dukungan Suami Baik 22 53,7 19 46,3 41 100 Kurang 2 5,0 38 95,0 40 100 0,000 IMD Ya 17 54,8 14 45,2 31 100 0,000 Tidak 7 14,0 43 86,0 50 100 4
Tabel 3. Hubungan Antara Pekerjaan Ibu, Dukungan Suami, dan IMD Dengan Pemberian ASI Eksklusif Kategori Tiga Pemberian ASI Eksklusif Kategori Tiga Total ρ Variabel Ya Tidak n % n % n % Pekerjaan Ibu Tidak bekerja 16 23,5 52 76,5 68 100 Bekerja 1 7,7 12 92,3 13 100 0,282 Dukungan Suami Baik 15 36,6 26 63,4 41 100 Kurang 2 5,0 38 95,0 40 100 0,000 IMD Ya 11 35,5 20 64,5 31 100 0,012 Tidak 6 12,0 44 88,0 50 100 Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan tabel 2 dan 3, melalui hasil uji Fisher Exact, diperoleh nilai ρ sebesar 0,095 untuk kategori dua dan 0,282 untuk kategori tiga yang artinya tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua dan tiga. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lestari (2013) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif dikarenakan tindakan seorang ibu dalam pemberian ASI eksklusif lebih ditentukan oleh pengetahuannya dari pada pekerjaannya. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Rahmawati (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif. Hubungan yang tidak bermakna antara status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua dan kategori tiga dalam penelitian ini dikarenakan walaupun ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu dan kesempatan yang cukup untuk menyusui, namun hal itu belumlah menjamin ibu yang tidak bekerja akan memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Begitu juga sebaliknya walaupun ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyusui namun belum tentu ibu yang bekerja tidak memberikan ASI ekslusif. Bagi ibu yang bekerja masih bisa memberikan ASI eksklusif kepada bayi dengan cara memeras ASI (Riordan,2005). Pemberian ASI eksklusif tidak bisa didasarkan hanya dengan faktor kebebasan waktu yang dimiliki seorang ibu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif diantaranya faktor ibu, sosial budaya, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, dan faktor kebijakan dan legislasi (Elfindri dkk, 2012). Hubungan Antara Dukungan Suami Dengan Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan tabel 2 dan 3, melalui hasil uji Chi Square, diperoleh nilai ρ sebesar 0,000 untuk kategori dua dan 0,000 untuk kategori tiga yang artinya terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua dan kategori tiga. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arsin dkk (2013) yang menunjukkan bahwa ibu menyusui yang mendapatkan dukungan 5
suami yang cukup berpeluang memberikan ASI Esklusif pada bayinya sebesar 19,160 kali dibandingkan dengan ibu menyusui yang mendapat dukungan yang kurang. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sartono dkk (2012) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif. Secara teori, suami mempunyai peran yang sangat besar dalam membantu ibu mencapai keberhasilan dalam menyusui bayinya. Saat ibu menyusui bayi, terjadi dua refleks dalam tubuh ibu. Refleks yang pertama adalah refleks prolaktin/produksi ASI dan yang kedua adalah refleks oksitosin/mengalirnya ASI. Pada refleks oksitosin inilah, suami memiliki peran penting dalam menciptakan ketenangan, kenyamanan dan kasih sayang. Kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan yang dirasakan ibu akan meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga ASI dapat mengalir lancar. Sebaliknya kesedihan, kelelahan fisik, dan mental seorang ibu akan menghambat produksi hormon oksitosin sehingga keluanya ASI menjadi tidak lancar. Bila produksi ASI lancar maka tidak ada lagi alasan tidak memberikan ASI eksklusif karena ASI tidak cukup (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010). Dalam penelitian ini peranan dukungan suami dalam merangsang keluarnya ASI serta keberhasilan proses menyusui dapat pula dilihat dengan jelas pada kelompok responden yang belum keluar ASI segera setelah melahirkan namun berhasil memberikan ASI eksklusif kategori dua. Walaupun sebelumnya bayi diberikan minuman selain ASI sebelum ASI keluar, namun dengan adanya dukungan yang baik dari suami berupa dukungan emosional dan bantuan-bantuan praktis maka ASI dari responden dapat keluar dengan lancar. sehingga bayi tidak lagi diberikan minuman selain ASI dan mulai terbiasa dengan mengisap ASI dari puting susu ibu. Selain itu dengan adanya dukungan yang positif dari suami maka ibu telah mendapatkan stimulus positif yang dapat mempengaruhi sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Semakin besar dukungan suami yang diterima oleh ibu, maka semakin positif pula sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif (Hargi, 2013). Hubungan Antara IMD Dengan Pemberian ASI Eksklusif Berdasarkan tabel 2 dan 3, melalui hasil uji Chi Square, diperoleh nilai ρ sebesar 0,000 untuk kategori dua dan 0,012 untuk kategori tiga yang artinya terdapat hubungan antara IMD dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua dan kategori tiga. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian desain kohort prospektif yang dilakukan Tamara (2011) pada 68 sampel di RSUP Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa IMD memiliki hubungan dengan keberhasilan ASI eksklusif yang artinya semakin banyak ibu yang melaksankan IMD, maka semakin tinggi pula keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Syofiani (2012) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara inisiasi menyusui dini dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Hal itu dikarenakan banyak faktor yang menghambat keberhasilan ASI Ekslusif. Faktor keluarga dan kebiasaan berperan besar dalam keberhasilan ASI Ekslusif (Syofiani, 2012). Menurut teori, para ibu yang memulai pemberian ASI secara dini lebih cenderung untuk melaksanakan pemberian ASI eksklusif dan menyusui bayi mereka dalam periode yang lebih 6
lama (Gibney dkk, 2009). Proses IMD harus dilakukan untuk mendapatkan kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi. Kontak kulit bayi dan kulit ibu dapat membuat ASI semakin cepat keluar (Yuliarti, 2010). Pelaksanaan IMD adalah upaya untuk merangsang keluarnya ASI. Pada satu jam persalinan hormon prolaktin akan menurun yang disebabkan oleh lepasnya plasenta dan untuk mempertahankan prolaktin dibutuhkan oksitosin yang dapat dirangsang dengan kontak dan isapan bayi pada puting susu sehingga dapat merangsang pengeluaran ASI. Bila tidak dilakukan IMD pada setengah jam setelah persalinan hormon prolaktin akan menurun sehingga produksi ASI kurang lancar dan ASI baru akan keluar pada hari ketiga atau lebih. Jika waktu keluarnya ASI setelah hari ketiga atau lebih maka semakin besar potensi untuk memberikan minuman/makanan pengganti ASI dan semakin banyak pula frekuensi pemberiannya (Santi, 2009). Ibu yang melakukan IMD lebih besar peluangnya untuk tidak memberikan makanan prelakteal pada bayi baru lahir dibandingkan dengan ibu yang tidak melakukan IMD. Dengan dilakukannya IMD, ibu merasa semakin percaya diri untuk menyusui bayinya sehingga merasa tidak perlu memberikan makanan/minuman apapun sebagai prelakteal kepada bayinya (Oktaria, 2012). KESIMPULAN 1. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua. 2. Tidak terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif kategori tiga. 3. Terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua. 4. Terdapat hubungan antara dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif kategori tiga. 5. Terdapat hubungan antara IMD dengan pemberian ASI eksklusif kategori dua. 6. Terdapat hubungan antara IMD dengan SARAN pemberian ASI eksklusif kategori tiga. 1. Bagi Puskesmas Tuminting Kota Manado Perlunya melaksanakan program 10 langkah menuju keberhasilan menyusui, serta memberikan informasi tentang manfaat pemberian ASI eksklusif berupa layanan konseling, maupun penyuluhan kepada ibu hamil dan menyusui, suami dan keluarga dari ibu hamil dan menyusui. 2. Bagi Penelitian Sejenis Perlu mengkaji faktor lain yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif serta mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD seperti faktor peran petugas kesehatan, tempat persalinan, dsb. DAFTAR PUSTAKA Almatsier S, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Arsin A, Masni, Gobel H. 2013. Determinan Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Mongoloto Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Jurnal Masyarakat Epidemiologi Indonesia (Online). Vol. 1, No. 3.Hal.194-198.http://pasca.unhas.ac.id. Diakses pada 24 Maret 2014. Badan Litbangkes. 2010. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Bina Gizi. 2013. Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat (Online). http://gizi.depkes.go.id. Diakses pada 5 April 2014. 7
Elfindri, Hasnita E, Abidin Z, Machmud R, Elmiyasna K. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Baduose Media Jakarta. Gibney M, Margetts B.M, Kearney J.M, Arab L. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hargi, J. 2013. Hubungan Dukungan Suami Dengan Sikap Ibu Dalam Pemberian ASI Eksklusif Di Wilayahkerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember (online). http://repository.unej.ac.id. Diakses pada 28 Maret 2014. Juliastuti, R. 2011. Hubungan Tingkat pengetahuan, Status Pekerjaan Ibu, dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini Dengan Pemberian ASI Eksklusif (Online). http://eprints.uns.ac.id. Diakses pada 24 Maret 2014. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2010. Pedoman Peningkatan Penerapan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yang Responsif Gender Bagi Pusat dan Daerah. http://aimiasi.org. Diakses pada 18 Agustus 2014. Lestari, D. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang ASI dan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Ekksklusif di Kelurahan Fajar Bulan. Medical Journal Of Lampung University (Online). Vol. 2, No. 4. Hal. 88-99. http://juke.kedokteran.unila.ac.id. Diakses pada 24 Maret 2014. Marnoto, B.W. 2013. Pemberian Susu Formula Pada Bayi Baru Lahir (Online). http://idai.or.id. Diakses pada 18 Agustus 2014. Oktaria, M. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang ASI Eksklusif, Inisiasi Menyusui Dini, Tempat Persalinan dan Penolong Persalinan Terhadap Pemberian Makanan Prelakteal Pada Bayi 0-5 Bulan Di Wilayah Puskesmas Balai Agung Kota Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin (Online). http://lontar.ui.ac.id. Diakses pada 24 Maret 2014. Rahmawati, M.D. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Pada Ibu Menyusui Di Kelurahan Pedalangan Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Jurnal KesMaDaSka (Online). Vol.1, No.1. Hal.8-17. http://jurnal.stikeskusumahusada.ac.id.diakses pada 17 Agustus 2014. Riordan, J. 2005. Breastfeeding and Human Lactation. United States of America : Jones and Bartlett Publishers. Santi, D.R. 2009. Hubungan Inisiasi Menyusu Dini Dengan Kecepatan Keluarnya ASI Pada Ibu Post Partum Di BPS Firda Tuban. Journal Stikes NU Tuban (Online). Vol. 2, No. 2. http://lppm.stikesnu.com. Diakses pada 17 Agustus 2014. Sartono, A, Utaminingrum, H. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu, Pendidikan Ibu dan Dukungan Suami Dengan Praktek Pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Telogosari Kota Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang (Online). Vol. 1, No. 1. Hal.1-9. http://eprints.undip.ac.id. Diakses pada 17 Agustus 2014. Syofiani, C.W. 2012. Hubungan Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Keberhasilan ASI Ekslusif Pada Ibu Yang Mempunyai Bayi Di BPS P Tahun 2012. Jurnal D-III Kebidanan On-Line STIKes Prima Nusantara Bukittinggi (Online). Vol. 1, No. 1. http://ejurnal.stikesprimanusantara.ac.id. Diakses pada 17 Agustus 2014. Tamara M, Josef M, Adjie S. 2011. Hubungan Inisiasi Menyusui Dini dengan Keberhasilan ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Indones J Obstet Gynecol (Online). Vol. 35, No. 4. Hal. 161-166. http://indonesia.digitaljournals.org. Diakses pada 28 Maret 2014. United Nations Children s Fund. 2013. Breastfeeding: Impact on child survival and global situation (Online). http://www.unicef.org. Diakses pada 25 Maret 2014. World Health Organization. 2013. World Health Statistics 2013 (Online). http://www.who.int. Diakses pada 5 April 2014. Yuliarti, N. 2010. Keajaiban ASI- Makanan Terbaik Untuk Kesehatan Kecerdasan, dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta : Andi Offset. 8