BAB I PENDAHULUAN. keperwatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-pisiko-sosio-spritual komprehensif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayananan komunikasi terapeutik merupakan pelayanan komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan di Rumah sakit yang diberikan kepada pasien

BAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak persepsi yang menganggap komunikasi itu hal yang mudah, yang menerima pesan dalam berkomunikasi (Suryani, 2015)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelayanan kesehatan salah satu bagian terpenting dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan rumah sakit memberikan pelayanan berkualitas sesuai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi merupakan upaya individu dalam menjaga dan. mempertahankan individu untuk tetap berinteraksi dengan orang lain dan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan program pembangunan kesehatan di Indonesia didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang memilki peran dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Rumah sakit di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan kesehatan bertujuan agar setiap penduduk mampu

BAB I PENDAHULUAN. kiat keperawatan. Berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang

BAB I PENDAHULUAN. yang penting, sarat dengan tugas, beban, masalah dan harapan yang. memiliki kemampuan dalam menghubungkan aspek-aspek kemanusiaan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara pemberi informasi dengan penerima informasi. mendapatkan pengetahuan (Taylor, 1993 dalam Uripni, dkk. 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan. Disusun oleh: ENDANG PANISIH J

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan administrasi. Rumah sakit dengan peralatan yang canggih dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. B yang berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4

DAMPAK KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS WARAKAS JAKARTA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. ini perkembangan pengetahuan dan teknologi menyebabkan semakin meningkatya

BAB 1. derajat kesehatan. Melalui sistem ini tujuan pembangunan kesehatan dapat

BAB I PENDAHULUAN. pada kesembuhan pasien, dalam berkomunikasi dengan pasien. dokter dan perawat menjadikan dirinya secara terapeutik dengan

BAB I PENDAHULUAN. rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat (Permenkes No. 147 tahun 2010).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. April 2006 oleh Gubernur Gorontalo. Rumah Sakit Umum Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ruangan Bedah Atau G2 mampu menampung klien sampai 35 Klien yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan merupakan bagian integral dari sistem kesehatan Nasional.

BAB I PENDAHULUAN. menambah tingginya biaya perawatan dan angka kesakitan pasien (Anonim, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Terdapat lima kompenen

BAB 1 PENDAHULUAN. terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik, yang

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Saat ini dunia keperawatan semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipisahkan. Tanpa perawat, kondisi pasien akan terabaikan. dengan pasien yang dimana pelayanan keperawatan berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan

: Komunikasi Terapeutik, Perawat

BAB I PENDAHULUAN. atau manajemen untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh berespons terhadap suatu perubahan yang terjadi antara lain karena

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Lokasi penelitian ini dilakukan di IGD pada tiga rumah sakit, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap hari dalam upaya melakukan perawatan. Upaya peningkatan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan mempunyai fungsi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis, Komunikasi berasal dari kata kerja bahasa Latin, Communicare,

BAB I PENDAHULUAN. gagal bisa juga berakibat buruk. Hal ini sangat tergantung kapan, bagaimana,

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya berkembang dengan cepat jika menciptakan kepuasan dan kesetiaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kualitas jasa pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting yang perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini

BAB I PENDAHULUAN. stress yang mungkin ia sudah tidak mampu mengatasinya (Keliat, 1998). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi stres kerja yang dihadapinya. Berdasarkan hasil penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan dan pemantapan peran bagi perawat akhir-akhir ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang terhadap pelayanan kesehatan. (Notoatmodjo,1993).

BAB 1 PENDAHULUAN. institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang

HUBUNGAN KOMPETENSI BIDANG KOMUNIKASI DENGAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUANG PERAWATAN BEDAH DAN INTERNA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SALEWANGANG MAROS

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. Mathis (2001) faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: kemampuan, motivasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran. Metodenya antara lain: berbicara dan mendengarkan

BAB I PENDAHULUAN. harus dimiliki oleh manusia. Kesadaran akan arti pentingnya. apa yang mereka inginkan dan butuhkan (Mudayana dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Summary FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DI RS TOTO KABILA KABUPATEN BONE BOLANGO. Abstrak

SKRIPSI. Disusun Oleh : Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan. NAMA : Yusstanto NIM : J

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dalam kriteria penelitian atau masuk dalam drop out sehingga tersisa 105

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang. Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. besar menentukan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Keperawatan sebagai

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TERHADAP PELAKSANAAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN PROFESIONAL DI RUANG RAWAT INAP RS. JIWA PROF.

BAB I PENDAHULUAN. yang memproses penyembuhan pasien agar menjadi sehat seperti sediakala.

BAB 1 PENDAHULUAN. secara mandiri dan mengatur sendiri kebutuhannya sehingga individu. membutuhkan orang lain (Potter & Perry, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. pasien dalam merawat pasien. Dengan demikian maka perawatan dan spiritual telah

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan dokter yang mampu ini tidak akan memberikan hasil yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit sebagai pusat pelayanan kesehatan harus memberikan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. kegiatankegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit lainnya. Rumah sakit adalah bentuk organisasi pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan yang lambat proses pelayananya. kepada pelanggan maka semakin besar pula waktu kerja yang harus disediakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dalam bidang keperawatan. Upaya ini dilakukan agar dapat menarik lebih

BAB I PENDAHULUAN. tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM). Menghadapi era globalisasi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan bentuk pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat melakukan hal tersebut banyak hal yang perlu dilakukan, salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut permenkes no. 147 (2010), Rumah Sakit adalah institusi

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Sebuah Rumah Sakit akan memberikan pelayanan optimal jika didukung

BAB I PENDAHULUAN. dalam memberikan asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pendidikan profesi Ners disebut juga sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan

GAMBARAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG DADALI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN Oleh : Arni Wianti

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperwatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-pisiko-sosio-spritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia, Lokakarya Keperawatan Nasional (1983) Dermawan (2013; 1). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta perubahan konsep keperawatan dari perawatan orang sakit secara individual, kepada perawatan paripurna menyebabkan peranan komunikasi menjadi lebih penting dalam pemberian asuhan keperawatan (Peplau, 1998 dalam Dermawan, 2013; 21) Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mempunyai efek penyembuhan. Karena komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi yang akurat dan membina hubungan saling percaya terhadap klien, sehingga klien akan merasa puas dengan pelayanan yang diterimanya. Apabila perawat dalam berinteraksi dengan klien tidak memperhatikan sikap dan teknik dalam komunikasi terapeutik

2 dengan benar dan tidak berusaha untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, maka hubungan yang baik antara perawat dengan klienpun akan sulit terbina (Anggraini, 2009). Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di Rumah sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus-menerus (Kariyo, 1998). Seorang perawat professional selalu berusaha untuk berperilaku terapeutik, yang berarti bahwa setiap interaksi yang dilakukannya memberikan dampak terapeutik yang memungkinkan klien untuk tumbuh dan berkembang. Tahapan interaksi komunikasi terapeutik yakni tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi (Stuart & Sunden, 1998). Penggunaan komunikasi terapeutik yang efektif dengan memperhatikan pengetahuan, sikap, dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar pengaruhnya terhadap usaha mengatasi berbagai masalah psikologis klien. Dengan komunikasi terapeutik, klien akan mengetahui apa yang sedang dilakukan dan apa yang akan dilakukan selama di RS, sehingga perasaan dan pikiran yang menimbulkan masalah psikologis klien dapat teratasi, seperti kecemasan, ketakutan. Menurut nurjannah (2001), mampu terapeutik berarti seorang perawat yang mampu melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan, atau ekspresi yang memfasilitasi penyembuhan klien.

3 Penerapan komunikasi terapeutik sampai saat ini masih belum baik dan hanya bersifat rutinitas. Ada beberapa penyebab kurang berhasilnya komunikasi terapeutik pada pasien diantaranya disebabkan oleh pengetahuan, sikap perawat, tingkat pendidikan, pengalaman, lingkungan, jumlah tenaga yang dirasa masih kurang. Untuk mempunyai sikap yang positif dalam komunikasi terapeutik maka diperlukan pengetahuan yang baik, demikian sebaliknya bila pengetahuan kurang maka sikap dalam komunikasi terapeutik akan menjadi kurang. Bila hal ini dibiarkan akan menjadi dampak pada psikologis klien seperti kecemasan, ketakutan, dan perubahan sikap maladaptive (Jurnal Volume 1 Nomor 1, 2007). Beberapa penelitian terdahulu tentang komunikasi terapeutik yang dilakukan, diantaranya penelitian tentang hubungan karakteristik individu perawat dan organisasi dengan penerapan komunikasi terapeutik di ruang Rawat Inap Perjan Rumah Sakit Persahabatan Jakarta yang dilakukan oleh Manurung (2004) pada 147 perawat pelaksana yang sedang bertugas, menunjukan bahwa penerapan komunikasi terapeutik masih relatif kurang yaitu 46,3%. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pada fase orientasi 23,2% responden puas dan 76,8% tidak puas, pada fase kerja 97,9% responden puas dan 2,1% responden tidak puas, sedangkan pada fase terminasi 11,6% responden puas dan 88,4% responden tidak puas. Maka dari itu, disarankan kepada perawat untuk meningkatkan pelaksanaan komunikasi terapeutik, khususnya pada fase orientasi dan fase terminasi dimana tingkat kepuasan pasien rendah.

4 Penelitian lain pula terdapat di Ruang Rawat Inap Puskesmas Mongolato Kab. Gorontalo pada penelitian yang dilakukan oleh Sormin (2013) pada seluruh perawat yang ada bertugas dengan tingkat pendidikannya yang masing-masing dari SPK, DIII, dan S1 Kep + Ners menunjukan penerapan komunikasi terapeutik sangat signifikan dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya yakni di dapatkan bahwa 2 orang perawat dengan tingkat pendidikan DIII keperawatan (20%) dapat berkomunikasi dengan baik. Perawat yang tingkat pendidikanya Sarjana Keperawatan + Ners hanya (40%) komunikasi terapeutiknya baik, dan dua orang perawat dengan tingkat pendidikan SPK seluruhnya (100%) kemampuan komunikasi terapeutiknya kurang. Pendidikan keperawatan di Indonesia mengacu kepada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jenis pendidikan keperawatan di Indonseia mencakup Pendidkan Vokasional yakni pendidikan diploma untuk memiliki keahlian ilmu terapan keperawatan, Pendidikan Akademik yakni pendidikan tinggi program sarjana dan pasca sarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin pengetahuan ilmu tertentu, Pendidikan Profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.

5 Tabel 1.1 Jumlah Perawat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 2000 No Pendidikan Frekuensi Persentasi (%) 1 SPK 7.492 orang 7% 2 D3 85.624 orang 80% 3 D4 535 orang 0.5% 4 S. Kep 1.070 orang 1% 5 S. Kep + Ners 11.773 orang 11% 6 M. Kep 535 orang 0.5% Total 107.029 orang 100% Sumber dari Sistem Informasi Rumah Sakit Tahun 2000 Tabel diatas menunujukan di Indonesia, sebagian besar atau 80% perawat yang bekerja di rumah sakit berpendidikan Diploma III, Diploma IV 0,5%, Sarjana Strata Satu Keperawatan 1%, Ners 11%, dan Sarjana Strata Dua 0,5%. Sedangkan perawat yang berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) sebanyak 7%. Jumlah perawat di seluruh rumah sakit berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS Tahun 2000) sebanyak 107.029 orang. Jumlah perawat yang bekerja di Puskesmas berdasarkan Profil Kesehatan Tahun 2009 berjumlah 52.753 orang. Perawat di Indonesia, jumlahnya paling banyak bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya, sehingga perannya menjadi penentu dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan baik di Puskesmas maupun di rumah sakit (DepKes RI, 2011).

6 Kemahiran bekerja tergantung pada tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman seseorang. Untuk itu perawat dituntut untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan melalui pendidikan formal dengan melanjutkan sekolah lagi maupun non formal melalui pelatihan-pelatihan atau seminar yang dapat meningkatkan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat intelektual. Bagi perawat semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi motivasi pada dirinya terhadap tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Sesuai pendapat Sekjen Depkes RI dr. Hidayat Hardjoprawito yang menyatakan bahwa mutu pelayanan perawat antara lain juga oleh pendidikan keperawatan (Hamid, 2005). Tabel 1.2 Jumlah Perawat Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013 No Pendidikan Frekuensi Persentasi (%) 1 SPK 16 orang 5.56 % 2 D3 210 orang 72.91% 3 D4 25 orang 8.68% 4 S1 Kep 10 orang 3.47% 5 Ners 27 orang 9.37% Total 288 orang 100% Sumber dari pengambilan data awal di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

7 Berdasarkan tabel 1.2 menunjukan bahwa jumlah perawat berdasarkan tingkat pendidikannya antara lain, Sarjana Strata Satu Keperawatan + Ners 27 orang, S1 Kep 10 orang, Diploma IV 25 orang, Diploma III 210 orang, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) 16 orang, sehingga total perawat di RSUD Prof Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo dengan pendidikan SPK sampai S1 Keperawatan + Ners adalah 288 orang. Survey di salah satu ruangan rawat inap RSUD Prof Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo, yakni di ruangan G3 bawah didapat data perawat pula berdasarkan pendidikannya antara lain, Sarjana Strata Keperawatan + Ners 4 orang, dan Diploma III 26 orang, sementara SPK sudah tidak lagi terdaftar sebagai tenaga perawat di ruangan tersebut. Peneliti setelah melakukan observasi langsung pada studi pendahuluan mendapatkan bahwa perawat dengan lulusan Diploma III hanya 7 perawat atau 27% yang melakukan komunikasi terapeutik dengan baik yaitu pada fase pra interaksi perawat mengumpulkan data/status klien, fase orientasi perawat mengucapkan salam dan tersenyum, memperkenalkan diri, menanyakan nama klien, menjelaskan tindakan dan tujuan yang akan dilakukan, menjelaskan waktu yang dibutuhkan, fase kerja memberi kesempatan klien untuk bertanya sebelumnya, memulai kegiatan dengan baik, dan fase terminasi perawat menyimpulkan hasil kegiatan, melakukan rencana tindak lanjut, dan melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya. Berbeda dengan perawat dengan tingkat pendidikan S1, 3 perawat atau 75% yang melakukan komunikasi terapeutik yakni melakukan fase komunikasi terapeutik seperti pada fase pra interaksi perawat mengumpulkan data klien dan membuat rencana pertemuan, fase orientasi memberi salam dan tersenyum,

8 memperkenalkan diri, menanyakan nama klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan dan waktu yang dibutuhkan, fase kerja memberi kesempatan klien untuk bertanya sebelumnya, memulai kegiatan dengan baik, dan terminasi yakni menyimpulkan hasil kegiatan, merencanakan rencana tindak lanjut, melakukan kontrak, dan mengakhiri kegiatan dengan baik. Sebenarnya pasien dan keluarganya ingin tahu informasi dari tindakan yang akan dilakukan oleh perawat tetapi sangat jarang perawat menjelaskan perkembangan keadaan pasien kepada keluarga. Sementara, komunikasi tersebut seharusnya digunakan sebagai sarana penyampaian informasi yang maksimal kepada pasien dan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan. Berdasarkan uraian di atas peneliti berasumsi bahwa perilaku perawat saat berkomunikasi dengan pasien berhubungan dengan apa yang diketahui perawat tentang komunikasi terapeutik, dan seharusnya bersikap seperti apa yang diketahui oleh perawat tersebut. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana hubungan tingkat pendidikan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik dengan pasien di ruangan G3 bawah RSUD Prof Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2014. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang dan fenomena diatas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah yang terjadi dalam penerapan komunikasi terapeutik perawat ada hubungannya dengan tingkat pendidikan perawat yang bertugas di ruangan G3 bawah RSUD. Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2014.

9 1.3 Rumusan Masalah Dari uraian pada latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan tingkat pendidikan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik di ruanagan G3 bawah RSUD. Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2014? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Dianalisisnya hubungan tingkat pendidikan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik di ruangan G3 bawah RSUD. Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2014. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diidentifikasinya tingkat pendidikan perawat di ruangan G3 bawah RSUD. Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2014. 2. Diobservasinya penerapan perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien di ruangan G3 bawah RSUD. Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2014. 3. Dianalisisnya hubungan tingkat pendidikan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik di ruangan G3 bawah RSUD. Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2014.

10 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis Bagi peneliti sebelumnnya Penelitian ini berguna sebagai media untuk membuka, menambah, dan mengaplikasikan pendidikan dan wawasan penulis, serta merupakan suatu pengalaman berharga dalam pengkajian suatu hubungan tingkat pendidikan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik. 1.5.2 Manfaat Praktis 1. Bagi intitusi Memberikan informasi, wawasan dan masukan mengenai hubungan tingkat pendidikan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik. 2. Bagi petugas kesehatan Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah wawasan bagi petugas kesehatan dan masyarakat tentang komunikasi terapeutik yang sering digunakan.