PENDAHULUAN. umumnya manusia dilihat dari jenis kelamin ada dua yaitu laki-laki dengan

dokumen-dokumen yang mirip
A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I. marga pada masyarakat Batak. Marga pada masyarakat Batak merupakan nama. Dalam kultur masyarakat Batak terkenal dengan 3 H, yaitu hamoraon

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan dimulai dari

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Keluarga merupakan tempat berlindung dari tekanan-tekanan fisik maupun psikis yang datang dari lingkungannya. Untuk melindungi diri maka diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Landasan Dasar, Asas, dan Prinsip K3BS Keanggotaan Masa Waktu Keanggotaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

BAB V PENUTUP. perkawinan yang pantang oleh adat. Di Kenagarian Sungai Talang yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ada suatu peristiwa, tetapi hanya peristiwa yang banyak mengubah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. maupun pria sama-sama memiliki kesempatan untuk bisa aktif di bidang politik

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB V KESIMPULAN. bab- bab sebelumnya maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sepeda, sepeda motor, becak, mobil dan lain-lain. Dari banyak

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kota Sibolga adalah daerah yang multikultural karena dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain dan hidup

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan agamanya, semenjak dahulu menjadi perhatian khas dari para ilmuwan dan para

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

Bab 1. Pendahuluan. dengan sesama kita, manusia. Bahasa merupakan salah satu sarana yang

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang

BAB I PENDAHULUAN. meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Indonesia terkenal akan keberagamannya, keberagaman itu bisa dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V PROSES SOSIALISASI NILAI KERJA PERTANIAN. 5.1 Proses Sosialisasi Nilai Kerja Pertanian dalam Keluarga Mahasiswa Batak Toba di IPB

2. Wanita. a. Sebelum mengisi pertanyaan terlebih dahulu tulislah dahulu identitas Bapak/Ibu/Saudara/I pada tempat yang telah disediakan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode kehidupan penuh dengan dinamika, dimana

BAB I PENDAHULUAN. ketakutan besar dalam kehidupan, dapat berdampak terhadap kualitas kehidupan

Transkripsi:

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk evolutif, tumbuh tahap demi tahap yaitu dari bayi menjadi kanak kemudian dewasa, lalu tua dan pada akhirnya meninggal. Pada umumnya manusia dilihat dari jenis kelamin ada dua yaitu laki-laki dengan perempuan. Berarti kata perempuan merupakan gambaran dari segi biologis yaitu, mengacu pada seks atau jenis kelamin. Mendengar kata perempuan, maka dapat diketahui identitas, peran, fungsi, pola perilaku serta kegiatan, dimana posisi perempuan sangat dipengaruhi oleh budaya setempat (Weiner, 1986: 6-7). Peran serta posisi perempuan dalam bermasyarakat tergantung pada nilai budaya yang mengaturnya. Seringkali orang langsung dapat menimpulkan bahwa perempuan sebagai mahluk yang dinomorduakan akibat budaya patriarkhi, padahal asumsi tersebut tidak terjadi pada semua kelompok masyarakat. Misalnya, masyarakat Minangkabau yang dikenal dengan prinsip matrilineal. Prinsip matrilineal memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui garis keturunan wanita, sehingga semua kaum kerabat ibu termasuk dalam batas kekerabatannya, sedang semua kaum kerabat ayah berada di luar batas itu (Koentjaraningrat, 1998: 123). Berdasarkan prinsip keturunan matrilineal, jadi pada masyarakat Minangkabau, anak laki-laki dengan anak perempuan itu sama nilainya. Masyarakat Minangkabau justru lebih mendahulukan anak perempuan, dalam arti masyarakat lebih mendukung anak perempuan untuk lebih maju. Masyarakat Minangkabau sangat menginginkan anak perempuan berhasil yaitu dalam 1

pendidikan yang lebih tinggi dan berhasil di perantauan, sebab keberhasilan anak perempuan merupakan suatu kebanggaan bagi mereka. Setiap anak yang berhasil dalam pendidikan serta yang sukses dalam perantauan diharapkan harus sudah mampu untuk membangun kampung halamannya. Masyarakat Minangkabau selalu menanamkan kepada semua yang keluar dari daerahnya, harus mampu menerapkan segala yang diperoleh selama di daerah lain untuk membangun daerahnya baik yang melanjutkan pendidikan maupun bekerja. Akses dalam harta warisan, saat ini telah banyak sorotan, dimana anak perempuan sudah mulai menuntut haknya dalam harta warisan dari orang tuanya. Tulisan Sulistyowati (2003: 200-210) menceritakan tentang perempuan Batak Toba yang sudah mulai menuntut haknya dalam mendapatkan harta warisan. Perempuan yang sudah janda sudah berhasil mendapatkan warisan dari keluarga mereka walaupun dengan membutuhkan perjuangan yang sangat panjang. Anak perempuan terutama perempuan yang sudah janda menciptakan budaya hukum sendiri, serta tahap-tahap pilihan hukum, yaitu yang pertama yang didasarkan pada ketentuan adat, jika tidak berhasil, sebagai pilihan kedua adalah digugat ke Pengadilan Negeri serta Pengadilan Tinggi yang dikuatkan oleh Mahkamah Agung sehingga akhirnya dimenangkan oleh perempuan. Selain dalam harta warisan, Hak Azasi perempuan sebagai bagian dari Hak Azasi Manusia telah mendapat pengakuan dan perlindungan yang telah berhasil diperjuangkan dalam waktu yang panjang. Konprensi Wina Majelis Umun PBB telah mengakomodasi Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap perempuan. Hukum Internasional tentang Hak Azasi Manusia di Wina menghasilkan kesepakatan bahwa Hak Azasi Perempuan adalah bagian integral dan universal 2

dari Hak Azasi Manusia. Hal tersebut menghasilkan perlindungan terhadap kasus pelecehan seksual sosial, kekerasan dalam rumah tangga serta kasus pemerkosaan (Poerwandari, 1997: 22). Kasus pelecehan seksual selama ini tidak pernah diperhatikan, pada hal sebenarnya kasus ini sering dialami oleh perempuan. Kekerasan rumah tangga juga selama ini dianggap sebagai masalah dalam keluarga yang bersangkutan saja, pada hal kekerasan tersebut sangat berpengaruh terhadap semua anggota keluarga terutama pada anak-anaknya yang menyangkut masa depan bangsa. Kasus pemerkosaan juga selama ini tidak begitu dicermati oleh pihak hukum kerena adanya hukum yang mengatur masyarakat yaitu hukum adat. Penyelesaian dilakukan di dalam lingkungan masyarakat saja, sehingga tidak ada satu hukum yang membuat anggota masyarakat jera dan takut. Sorotan ini menjadi diperhatikan oleh negara dan dengan adanya hukum perlindungan ini membuat perempuan merasa terbantu dan terlindungi. Berdasarkan beberapa kajian-kajian tersebut di atas menunjukkan adanya perjuangan-perjuangan anak perempuan dalam mendapatkan akses untuk memilih hal-hal seperti yang telah didapatkan anak laki-laki. Anak perempuan sampai kapanpun tidak akan pernah menjadi penerus silsilah tetapi mengenai harta warisan sudah mulai diberikan, mempunyai kesempatan yang sama dalam mengecap pendidikan, serta pendapat istri sudah mulai diperhitungkan oleh suami dalam mengambil sebuah keputusan dalam keluarga. Datangnya era reformasi yang didukung oleh kemajuan teknologi telah membuka peluang dan kesempatan bagi perempuan bersama laki-laki untuk membuka wawasan berpikir mereka. Dahulu perempuan asyik bergunjing 3

dipinggir pagar rumahnya, karena informasi mereka mungkin sebatas tingkat rukun tetangga. Sekarang perempuan mendapat peluang untuk tahu lebih banyak. Kalau badan mereka mungkin masih saja terikat dalam grafitasi rumahnya, dunia justru kini yang secara rutin menjenguknya melalui televisi, radio atau barang cetakan lainnya. Media massa setiap saat memberitahukan hal-hal yang terjadi di luar. Media informasi ini tersebar keseluruh pelosok masyarakat, dimana media tersebut masuk juga ke dalam kelompok masyarakay Batak Toba. Masyarakat Batak Toba secara umum telah membuka diri dan telah menerima media tersebut. Melalui televisi, radio dan surat kabar tersebut tidak jarang menginformasikan hal-hal yang berhubungan dengan perempuan. Media tersebut acapkali menampilkan kaum perempuan yang sudah ikut berperan dalam pendidikan dan pekerjaan. Telah banyak anak perempuan yang berpendidikan tinggi dan memiliki pekerjaan yang baik dan bukan hanya dikaitkan dengan rumah saja. Masuknya unsur-unsur baru tersebut didukung oleh keterbukaan masyarakat untuk menerimanya. Hal tersebut telah menggugah hati para orang tua yang menyebabkan terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan dengan memberikan kesempatan yang sama antara anak laki-laki dengan anak perempuan untuk maju. Adanya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan tersebut memberikan adanya pilihan anak perempuan untuk berusaha dalam mewujudkan kemajuan seperti yang diperoleh anak laki-laki. Hasil lapangan menunjukkan jumlah jumlah anak perempuan sudah banyak yang berpendidikan karena terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan. 4

Jumlah anak perempuan setiap tahunnya dapat dikatakan lebih banyak yang berhasil dalam pendidikan. Hal ini kemungkinan karena perbandingan jumlah anak perempuan lebih banyak dari anak laki-laki. Hal ini juga dapat terbukti dengan lebih banyaknya anak laki-laki dijumpai yang tinggal di desa. Menurut para informan, anak perempuan hampir semuanya keluar dari desa dengan tujuan yang berbeda. Kebanyakan diantara mereka bertujuan untuk melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah dan sebagian lagi bertujuan untuk bekerja. Anak perempuan juga sudah mulai diberikan harta warisan oleh orang tuanya. Anak perempuan juga sudah menjadi ahli waris jika tidak ada anak lakilaki yang dilahirkan, padahal sebelumnya jika tidak memiliki anak laki-laki maka harta warisan akan jatuh ke saudara laki-laki dari ayah. Perempuan janda juga sudah di serahkan kuasa untuk tetap memiliki dan mempergunakan warisan dari suaminya yang meninggal. Di lapangan juga diperoleh data yang menunjukkan sudah adanya perempuan yang menjadi kepala rumah tangga serta yang berperan ganda. Terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan menjadikan perempuan Batak Toba sudah banyak yang berhasil baik dalam pendidikan maupun dalam dunia kerja, pada hal budaya Batak Toba lebih mengutamakan anak laki-laki. Artinya nilai anak laki-laki lebih tinggi dari anak perempuan pada budaya Batak Toba. Keutamaan anak laki-laki dalam budaya Batak Toba dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menjadi peran anak laki-laki yaitu: Pertama: anak laki-laki berperan sebagai penerus keturunan marga. Sebuah keluarga menjadi punah kalau tidak ada anak laki-laki yang dilahirkan. Peran ini tidak akan pernah 5

berubah sampai kapanpun dan tetap sebagai peran anak laki-laki. Anak laki-laki yang bertanggung jawab atas kelangsungan klen ayahnya, sedangkan anak perempuan akan keluar dari klen ayahnya setelah menikah. Hal inilah yang menyebabkan hak dan kewajiban antara anak laki-laki dengan anak perempuan berbeda. Kedua: anak laki-laki berperan sebagai ahli waris utama peninggalan harta orang tuanya. Hal ini karena anak laki-laki sebagai penerus silsilah ayahnya tetapi sekarang perempuan mulai diberikan harta warisan oleh orang tuanya. Ketiga: anak laki-laki sebagai pelaksana utama dalam aktivitas adat. Hal ini karena hanya anak laki-lakilah yang mengerti tentang adat. Sejak kecil anak lakilaki sudah diajarkan tentang adat sedangkan anak perempuan tidak, tetapi suami sudah muali meminta pertimbangan dari istri dalam mengambil sebuah keputusan. Keempat: anak laki-laki diutamakan dalam pendidikan, karena anak laki-laki sebagai penerus keturunan. Masyarakat Batak mengutamakan anak laki-laki untuk berpendidikan karena dapat mengharumkan nama keluarga. Perkembangan zaman dan masuknya unsur-unsur kebudayaan baru serta hasil interaksi dengan berbagai suku bangsa lain mempengaruhi kehidupan masyarakat Batak Toba. Didukung oleh masyarakat yang mau membuka diri secara umum dan mau menerima dan menyaring unsur-unsur baru sehingga menimbulkan terjadinya perubahan. Tujuan dari perubahan ini adah agar masyarakat dapat mengikuti perkembangan zaman. Perlu disadari bahwa setiap masyarakat manusia pasti mengalami perubahan dalam hidupnya, itu yang dinamakan kedinamisan dan perkembangan. Tanpa perubahan mustahil ada yang dinamakan dengan perkembangan. Artinya tanpa perubahan suatu masyarakat tidak akan pernah berkembang dan dapat 6

menyesuaikan diri dengan masyarakat lain yang telah mengikuti perkembangan zaman. Perubahan dalam masyarakat terdiri dari dua macam yaitui perubahan secara lambat dan perubahan secara cepat yang mengarah pada perubahan yang semakin sempurna dari keadaan sebelumya. Perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai budaya, norma-norma sosial, pola-pola perikelakuan dan lain sebagainya. Manusia hidup atas dasar kebiasaan, dimana kebiasaan ini akan hilang bila terjadi suatu perubahan (Koentjaraningrat, 1970: 89). Perubahan ini didukung oleh adanya modernisasi yang merupakan perubahan yang berupa perkembangan dalam pembangunan ke arah modern atau ke arah yang lebih maju atau positif. Perubahan didukung oleh masuknya agama Kristen, dimana agama mengajarkan suatu perasaan keagamaan yang mendalam yang menganggap derajat manusia adalah sama. Berdasarkan hal ini posisi lakilaki dengan perempuan adalah sama. Faktor utama pendukung perubahan adalah tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Pendidikan dapat berpengaruh untuk memperluas ilmu pengetahuan, serta ilmu pengetahuan telah menyediakan informasi-informasi dan teknologi baru yang diperlukan oleh orang-orang yang secara sadar ingin menambah dorongan mereka sendiri ke arah perubahan yang lebih baik. Perubahan terjadi juga pada masyarakat Batak Toba yang didorong oleh masuknya unsur-unsur baru serta teknologi yang memberikan wawasan luas pada masyarakat dan keterbukaan masyarakat untuk menerima unsur-unsur baru tersebut. Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki masyarakat yang semakin luas, akhirnya masyarakat memberikan kesempatan yang sama untuk anak perempuan dengan anak laki-laki untuk maju. Sama seperti masyarakat lain yang juga 7

mengutamakan anak perempuan seperti yang terjadi pada masyarakat Minangkabau. Berdasarkan pengetahuan tersebut perlakuan terhadap anak perempuanpun berubah yang menjadikan anak perempuan Batak Toba sadar akan pentingnya pendidikan, merantau untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik serta sudah diberikan harta warisan oleh orang tua. 1.2. Perumusan Masalah Masyarakat Batak Toba menganut prinsip keturunan patrilineal yang memperhitungkan garis keturunan dari laki-laki. Suami menjadi kepala keluarga yang akan menguasai istri, anak-anak serta harta benda milik keluarganya. Istri harus bertugas untuk melayani suami, mengurus dan mendidik anak-anak serta mengatur rumah. Artinya, dalam rumah tangga ditemui adanya perbedaan kedudukan antara laki-laki dengan perempuan. Kehidupan masyarakat Batak Toba selalu berada dibawah pengaturan nilai budaya. Artinya, masyarakat Batak Toba harus selalu hidup sesuai nilai budaya dan diharapkan tidak menimpang dari aturan yang berlaku. Sebuah keluarga Batak Toba yang hidup sesuai nilai budaya, harus adanya anak laki-laki yang dilahirkan sebagai penyambung silsilah marga supaya jangan terputus. Keluarga yang tidak mempunyai anak laki-laki akan terputus dalam silsilah dan tidak diperhitungkan lagi. Hal inilah yang membuat keinginan masyarakat Batak Toba mengusahakan kehadiran anak laki-laki. Masyarakat Batak Toba yang berprinsip patrilineal untuk menginginkan kehadiran anak laki-laki masih tetap dipertahankan. Beberapa fakta menyatakan sudah terjadi perubahan perlakuan terhadap anak perempuan. Hal ini disebabkan 8

oleh masuknya unsur-unsur baru ke dalam masyarakat yang mulai mengklaim anak perempuan untuk lebih maju. Fakta menyatakan bahwa anak perempuan yang lebih berhasil dalam pendidikan bahkan sampai pada tingkat perguruan tinggi, anak perempuan juga kebanyakan merantau serta anak perempuan juga sudah mulai menuntut warisan, ketika dalam sebuah keluarga tidak ada anak lakilaki. Berbagai macam perjuangan dilakukan oleh anak perempuan guna untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak laki-laki untuk maju. Berdasarkan uraian latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana proses perubahan perlakuan terhadap anak perempuan yang direspon oleh orang Batak secara umum dan direspon oleh perempuanperempuan Batak Toba secara khusus. 2. Bentuk-bentuk perjuangan anak perempuan agar perubahan perlakuan terhadap anak perempuan secara nyata. 1.3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pollung, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan. Alasan pemilihan lokasi di desa ini karena berdasarkan informasi yang penulis dapat, yaitu dari kepala desa setempat bahwa di desa ini penduduknya mayoritas suku Batak Toba yang berbudaya mengutamakan anak laki-laki terutama dalam pendidikan. Di desa ini ditemukan terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan yang memberikan kesempatan yang sama dengan anak laki-laki untuk maju. Anak perempuan juga mulai diberikan akses 9

dalam mendapat warisan. Desa ini berada di wilayah pedalaman yang jauh dari kota, sehingga masih dianggap sebagai desa yang masih terpencil. 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bahwa telah terjadi perubahan cara memperlakukan anak perempuan dimana sebelumnya anak perempuan selalu dinomorduakan dalam budaya Batak Toba. Secara akademis bahwa hasil penelitian ini merupakan bahan untuk skripsi guna memperoleh gelar sarjana program Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Medan. Secara umum penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperkaya pengetahuan tentang posisi perempuan dalam suatu budaya patriarkhi yang sudah mengalami perubahan-perubahan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang bagaimana kedudukan anak perempuan dalam keluarga suatu masyarakat, yang menyebabkan terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kepustakaan antropologi. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi masyarakat yang mengalami masalah yang sama, dalam arti dapat dijadikan sebagai pertimbangan masyarakat yang mempunyai nilai budaya yang selalu mengutamakan anak laki-laki dari pada anak perempuan. 10

1.5. Tinjauan Pustaka. Masyarakat Batak Toba memiliki nilai yang terkandung dalam budayanya sendiri, sama dengan etnik lain. Warga masyarakat yang mengerti akan nilai-nilai budaya dengan sendirinya sudah mengetahui apa yang pantas dilakukan dan yang harus dihindari agar tidak melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Nilai budaya juga dapat dijabarkan dalam aturan-aturan. Aturanaturan ini merupakan nilai-nilai budaya yang menjadi pegangan untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari (Koentjaraningrat, 1970: 381). Nilai budaya terungkap dalam bentuk wujud aspeknya yaitu pada sistem kekerabatan dalam suatu masyarakat. Sistem kekerabatan adalah pola tingkah laku berdasarkan pengalaman dan penghayatan yang menyatu secara terpadu dalam wujud ideal kebudayaan. Wujud ideal dari nilai budaya Batak Toba adalah dilihat dari prinsip keturunan yang berlaku pada masyarakat. Menurut Koentjaraningrat (1970: 106) orang Batak memperhitungkan prinsip keturunan itu secara patrilineal. Artinya garis keturunan dihitung dari garis ayah atau pihak laki-laki, untuk itu orang Batak Toba selalu menginginkan kehadiran anak laki-laki. Hal ini menimbulkan hubungan kekuasaan yang timpang antara laki-laki dengan perempuan, jadi selalu dilakukan berbagai usaha supaya ada anak laki-laki yang dilahirkan dalam sebuah keluarga. Menurut Ihromi (1990: 204-205) keluarga yang belum mendapatkan keturunan dalam jangka yang cukup lama setelah menikah, maka pasangan tersebut beserta keluarganya akan berusaha, dengan tujuan supaya memiliki keturunan. Berbagai cara akan dilakukan sekalipun akan mengeluarkan biaya yang sangat besar. Biaya yang besar tidak akan membuat usaha untuk 11

memperoleh keturunan berhenti. Alasannya anak jauh lebih bernilai dibandingkan harta benda. Anak adalah harta yang paling berharga dan yang paling penting dalam sebuah keluarga Batak Toba. Berdasarkan nilai anak, maka peran anak laki-laki secara umum yaitu: anak laki-laki sebagai penerus silsilah marga, anak laki-laki sebagai ahli waris, dan anak laki-laki selalu diutamakan dalam aktivitas-aktivitas adat. Berdasarkan peran-peran anak laki-laki tersebut, maka anak laki-laki jugalah yang lebih diutamakan dalam pendidikan. Menurut Aritonang (1988: 50-57) mengatakan ada pandangan yang menunjukkan anak laki-laki yang terpenting bagi masyarakat Batak Toba yaitu: anakkonhi do naummarga di au, anakkonhi do hasangapon di au dan anakkonhi do hamoraon di au. Artinya anakku itulah yang paling berharga bagiku, anakku itulah kehormatanku dan anakku itulah kekayaanku. Ketiga hal ini melukiskan perjuangan dan pengorbanan orang tua untuk mengusahakan pendidikan setinggitingginya dan untuk keberhasilan anak-anaknya. Inilah pemahaman orang Batak tentang nilai anak, sekaligus pendorong utama untuk mendidik dan mengusahakan pendidikan anak-anaknya setinggi mungkin. Bagi orang Batak, nilai anak sangat tinggi dan nilai tinggi anak ini berhubungan erat dengan tiga serangkai cita-cita tertinggi orang Batak yaitu: hagabeon, hamoraon dan hasangapon. Hagabeon; yang mengharapkan bahwa keturunan harus berlanjut, menurut adanya anak laki-laki. Pada kehidupan masyarakat Batak Toba, anak mempunyai nilai khusus sebagai ukuran kebahagiaan seseorang. Orang yang tidak mempunyai keturunan dianggap sebagai orang yang menanggung aib. Pentingnya fungsi anak dalam kehidupan masyarakat Batak Toba dapat tergambar dalam 12

sebuah pepatah maranak sapulu pitu marboru sapulu onom, yang artinya: masyarakat Batak Toba itu mengembangkan keturunan dengan tujuh belas anak laki-laki dan enam belas anak perempuan. Pepatah ini maksudnya agar masyarakat Batak mampu mengembangkan keturunan sebanyak mungkin supaya marganya tetap berlanjut. Hagabeon yang diidamkan oleh masyarakat Batak bukan sekedar penerus generasi saja, tetapi yang membedakan antara anak lakilaki dengan anak perempuan terlihat dalam tingkat pendidikan yang diperoleh anak (Irianto, 2003: 8-9). Hamoraon; yang berarti kekayaan, selain dalam arti kekayaan material juga mencakup dalam pemilikan anak. Hal ini dapat dilihat dari istilah Anakkonhi do Hamoraon Di au. Artinya: anakku merupakan kekayaan dalam hidupku. Kekayaan yang dimaksud disini mempunyai pengertian yang luas. Pada masyarakat Batak Toba hamoraon adalah: mempunyai anak terutama anak lakilaki serta anak tersebut berkualitas dan sudah meraih sukses dalam hidupnya yang juga ditujukan pada keberhasilan pendidikan (Irianto, 2003: 8-9). Hasangapon; suatu keluarga akan dihormati dan menjadi terpandang apa bila sudah cukup harta material dan memiliki banyak anak, terutama anak lakilaki. Anak dapat menaikkan martabat orangtuanya jika anak tersebut sudah berhasil. Keberhasilan anak dapat diukur dari keberhasilan dalam bidang pendidikan, maka anak tersebut dapat menjadi kebanggaan bagi orang tuanya. Penilaian ini berasal dari orang lain terhadap seorang Batak Toba yang dianggap layak menerima kehormatan ini, apalagi si anak mempunyai kualitas. Artinya semakin tinggi pendidikan dari setiap keturunan, maka semakin sangap orang tua didalam pandangan masyarakat sekitarnya, karena semakin tinggi pendidikan 13

setiap anak, semakin tinggi pula budi bahasa dan semakin baik kelakuan mereka (Irianto, 2003: 8-9). Nilai anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Secara umum perempuan diartikan sebagai seorang manusia yang mempunyai jenis kelamin vagina, yang dapat mengandung, melahirkan dan menyusui yang kebanyakan mempunyai sifat lemah lembut. Perempuan juga dikenal sebagai makhluk yang pasif, lemah perasa, tergantung dan menerima keadaan. Berdasarkan hal ini membuat secara kultural derajat perempuan lebih rendah dari laki-laki yang menyebabkan perempuan selalu di nomorduakan. Perempuan dinilai sebagai makhluk rumah yang berarti mengurus pekerjaan rumah, melayani suami serta mengurus anak yang telah dianggap sebagai pekerjaan yang wajib dilakukan perempuan. Pada kehidupan sehari-hari perempuan diwajibkan untuk selalu menghormati laki-laki dan telah membudaya yang sulit untuk berubah. Menurut Haviland (1993:250-252) pada umumnya kebudayaan selalu bersifat dinamis, atau selalu mengalami perubahan baik secara lambat maupun cepat. Semua kebudayaan pada suatu waktu berubah karena berbagai macam sebab. Kemampuan berubah selalu merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa hal itu, kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah terutama pengaruh zaman yang semakin maju. Perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan dalam polapola hubungan sosial. Perubahan sosial mencakup sistem status, hubunganhubungan dalam keluarga, sistem politik dan persebaran penduduk, sedangkan perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan. Perubahan 14

kebudayaan mencakup aturan-aturan, atau norma-norma, atau nilai-nilai yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan warga masyarakat (Suparlan 1982). Faktor yang mendukung untuk terjadinya perubahan kebudayaan adalah adanya pembauran kebudayaan, masuknya unsur-unsur baru ke dalam masyarakat yang menjadikan perubahan ini dapat terwujud yang didukung oleh masyarakat suatu kelompok dapat membuka diri untuk menerima hal yang baru dan tidak menutup diri terhadap perkembangan zaman. Contoh dengan adanya teknologi informasi, seperti televisi yang setiap saat dapat menyiarkan acara yang terjadi di luar. Keterbukaan masyarakat terhadap dunia luar sangat membantu terjadinya perubahan. Berdasarkan keterbukaan tersebut masyarakat dapat mengetahui pada masyarakat lain, anak perempuan juga diutamakan baik dalam pendidikan, serta diperlakukan seimbang dengan anak laki-laki. Masyarakat jadi sadar akan pentingnya perlakuan yang sama antara anak laki-laki dengan anak perempuan supaya dapat menunjang kemajuan. Perkembangan zaman dan masuknya unsur-unsur baru serta keterbukaan anggota masyarakat Batak Toba untuk menerimanya melahirkan terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan. Terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan pada masyarakat Batak Toba, direspon secara khusus oleh perempuan. Akhirnya anak perempuan mendapat kesempatan yang sama dengan anak laki-laki dalam pendidikan. Sehingga anak perempuan telah berpendidikan dan merantau. Berdasarkan pendidikan yang telah diperoleh anak perempuan disertai dengan usaha atau perjuangan-perjuangan yang panjang maka anak perempuan juga telah mendapat akses dalam mendatatkan harta warisan dari 15

orang tuanya. anak perempuan juga telah menjadi salah satu unsur yang diperhitungkan dalam keluarganya dengan pendidikan yang diperolehnya. Perubahan perlakuan terhadap anak perempuan pada masyarakat Batak Toba menimbulkan adanya modernisasi dimana modernisasi didukung oleh pendidikan yang semakin maju, perekonomian yang semakin mapan serta masuknya teknologi yang lebih modern ke dalam masyarakat yang sangat mendukung terjadinya perubahan kearah yang lebih maju. Perubahan perlakuan terhadap anak perempuan yang saya maksudkan di sini adalah terjadinya perubahan cara memperlakuan anak perempuan pada masyarakat Batak Toba, dimana sebelumnya budaya Batak Toba selalu mengklaim anak perempuan dan menomorduakan anak perempuan dan selalu mengutamakan anak laki-laki. Keutamaan anak laki-laki yaitu: sebagai penerus keturunan marga, sebagai ahli waris, pelaksana aktivitas adat serta diutamakan dalam pendidikan. Akibat masuknya unsur-unsur baru menyebabkan perubahan perlakuan terhadap anak perempuan yang direspon secara khusus oleh anak perempuan. Menurut Wainer (1986: iii) modernisasi merupakan sebuah perubahan yang terjadi pada sikap pribadi menyebabkan manusia berhasil melepaskan diri dari tirai kekuasaan. Berdasarkan pendapat tersebut dalam tulisan ini dimaksudkan bahwa dengan perjuangan-perjuangan yang panjang, perempuan akhirnya mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak laki-laki untuk maju dan berhasil dalam pendidikan dan dunia kerja serta telah diberikan warisan oleh orang tuanya. 16

1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu yang bertujuan untuk menjelaskan secara terperinci bagaimana terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan pada masyarakat Batak Toba. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kedudukan anak perempuan dalam keluarga Batak Toba yang pada akhirnya berhasil memperoleh kesempatan yang sama dengan anak laki-laki untuk maju. Anak perempuan telah banyak yang berhasil dalam pendidikan dan sudah mulai diberikan warisan oleh orang tuanya. 1.6.2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data tentang terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan pada masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen di desa Pollung, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan. Data yang diperlukan dikumpulkan dari para informan dengan melakukan pendekatan terhadap para informan yang dianggap perlu dalam kelengkapan skripsi ini. Supaya memperkuat data yang ada, penulis melakukan pencarian dan pencatatan data melalui dokumen-dokumen dari kantor kepala desa Pollung. Selain data dari kantor kepala desa Pollung, penulis juga melakukan pencatatan dari buku-buku, artikel dan internet yang berhubungan dengan budaya Batak Toba dan yang berkaitan dengan perubahan perlakuan terhadap anak perempuan. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat bagaimana sikap dan reaksi para informan pada saat penulis melakukan wawancara dengan informan. Penulis melihat para informan dalam memberikan informasi dengan beragam reaksi. Ada informan yang santai serta terbuka dalam memberikan informasi, ada yang gugup, 17

gelisah dan ada juga yang secara cetus dalam memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penulis. Informan yang santai memberikan informasi adalah mereka yang mengerti dan paham akan keperluan penulis, sedangkan sebagian informan gugup dan gelisah adalah karena mereka merasa takut dan segan untuk memberikan informasi. Penulis melihat adanya kesamaan pekerjaan antara laki-laki dengan perempuan saat di luar rumah. Sumber penghasilan masyarakat adalah pertanian. Sebagian besar masyarakat bekerja di sawah dan di ladang. Penulis melihat lakilaki dengan perempuan baik yang remaja sampai dewasa bahkan yang sudah tua sama-sama pergi ke ladang dan melakukan pekerjaan yang sama. Sementara di rumah yang berperan adalah perempuan secara umum dan laki-laki hanya membantu dengan keinginannya sendiri. Pengamatan dilakukan terhadap hubungan antara suami dengan istri, anak laki-laki dengan anak laki-laki, anak laki-laki dengan saudara perempuan, anak perempuan dengan anak perempuan, ayah dengan anak laki-laki, ayah dengan anak perempuan serta ibu dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan. Penulis mengamati hubungan yang terjadi diantara sesama anggota keluarga guna memperkuat informasi dari para informan. Wawancara dalam penelitian ini merupakan hal yang sangat penting dalam memperoleh informasi yang diperlukan guna kelengkapan data penelitian. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh sebanyak mungkin data tentang bagaimana cara memperlakukan anak perempuan dalam masyarakat yang mengarah pada terjadinya perubahan. Wawancara dilakukan dengan 18

menggunakan alat tulis untuk mencatat hasil wawancara dalam hal menghindari terjadinya kelupaan data yang diperoleh dalam menulis hasil laporan. Wawancara mendalam dilakukan dengan kepala desa Pollung. Penulis mengetahui siapa-siapa saja orang yang mengerti akan adat Batak Toba dari kepala desa. Penulis juga melakukan wawancara kepada para orang tua yang memiliki anak laki-laki dengan anak perempuan yang anak-anaknya sudah ada yang tamat dari SMU. Selain itu wawancara juga dilakukan kepada anak laki-laki dan anak perempuan yang sudah duduk di bangku SMU, Perguruan Tinggi bahkan yang sudah bekerja. Dari lembaga keagamaan penulis mengambil seorang informan yaitu Pendeta GKPI yang memberikan informasi tentang budaya Batak Toba secara tertulis dan pada prakteknya. Wawancara dilakukan kepada informan pangkal. Informan pangkal yang penulis jadikan adalah kepala desa dan para penetua adat. Dari kepala desa diperoleh keterangan atau data-data yang berhubungan dengan penduduk, tingkat pendidikan masyarakat serta perbandingan antara anak laki-laki dengan anak perempuan berdasarkan tingkat pendidikan. Sedangkan dari para penetua adat diperoleh informasi yang berhubungan dengan nilai budaya Batak Toba serta pelaksanaannya. Informan kunci yaitu anak perempuan mulai dari yang sudah duduk di bangku SMU sampai Perguruan tinggi. Selain itu yang dijadikan sebagai informan kunci yaitu orang tua yang menyekolahkan anak perempuannya sampai Perguruan Tinggi. Wawancara dilakukan juga terhadap informan biasa. Informan biasa dipilih dari antara masyarakat Pollung. Wawancara dilakukan terhadap informan 19

biasa ini adalah untuk melengkapi data yang telah diperoleh guna memperkuat data yang sudah ada. Wawancara dilakukan beberapa kali sampai penulis merasa data yang diperlukan sudah diperoleh dari para informan. Wawancara dihentikan saat informasi yang didapat sudah berulang-ulang. 1.7. Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisa kembali secara kualitatif. Proses analisis data pada penelitian ini dimulai dengan menelaah keseluruhan data yang diperoleh dari observasi dan wawancara serta studi kepustakaan. Lalu disusun secara sistematis agar lebih mudah dipahami. Data yang diperoleh dari kepala desa adalah merupakan data awal yang sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Data yang diperoleh itu adalah data-data yang berhubungan dengan penduduk, tingkat pendidikan masyarakat serta perbandingan antara anak laki-laki dengan anak perempuan berdasarkan tingkat pendidikan. Sedangkan data yang diperoleh dari para orang tua yang telah menyekolahkan anak-anaknya sampai ke Perguruan Tinggi adalah tentang bagaimana cara memperlakukan anak-anaknya baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan data yang diperoleh dari masyarakat sekitar dipergunakan sebagai informasi tambahan. Penulisan laporan dilakukan sesuai data yang diperoleh sampai akhir penelitian. Keseluruhan data yang diperoleh akan diklasifikasikan berdasarkan kategori-kategori tertentu yaitu mengenai proses terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak perempuan pada masyarakat Batak Toba serta dampak dari perubahan tersebut. 20