BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. (komprehensif) dan abadi ( universal) bagi seluruh umat manusia. Al Quran

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

HUKUM PENGANGKUTAN LAUT DI INDONESIA

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. bidang transportasi dalam penyediaan sarana transportasi. Pemerintah juga melakukan. peningkatan pembangunan di bidang perhubungan.

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA TERHADAP PENGIRIMAN KARGO MELALUI UDARA

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. adalah kebutuhan akan jasa pengiriman barang. Banyaknya penduduk yang saling

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau di dunia. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan tentang Wawasan Nusantara yang meliputi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT AKIBAT KETERLAMBATAN PENGIRIMAN BARANG. Suwardi, SH., MH. 1

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas

PERTANGGUNGJAWABAN PT. POS INDONESIA ATAS KLAIM TERHADAP PENGIRIMAN PAKET BARANG DI KANTOR POS KOTA SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya sesuai dengan prinsip ekonomi.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN LAUT, TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM ANGKUTAN LAUT DAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGANGKUTAN LAUT

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. BBM merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Desa. maupun Kota baik sebagai rumah tangga maupun sebagai pengusaha,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM HAL KETERLAMBATAN SAMPAINYA BARANG

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

geografis antar pulau satu dan pulau lainnya berjauhan, kadangkala laut Namun demikian, secara politis semua yang ada di sisi bagian dalam garis

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan yang tidak terbatas bagi para konsumen yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. sangat vital dalam kehidupan masyarakat, hal ini didasari beberapa faktor

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari bidang kegiatan transportasi atau

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KETERLAMBATAN PENGANGKUTAN AIR PADA KM DORRI PUTRA

BAB I PENDAHULUAN. didirikan dengan berbagai layanan, mulai dari pengiriman barang secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA),

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Keselamatan dan Keamanan Barang Dalam Kapal

AKIBAT HUKUM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG OLEH PENGANGKUT DALAM KEADAAN MEMAKSA (OVERMACHT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, BARANG, DAN PENGANGKUTAN

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya pengguna jasa. yang percaya untuk menggunakan jasa pengangkutan.

BAB II TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT UDARA ATAS KORBAN KECELAKAAN PESAWAT AIR ASIA QZ8501

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Harus diakui bahwa globalisasi merupakan gejala yang dampaknya

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB III METODE PENELITIAN. hukum empiris. Penelitian hukum normatif akan mengkaji asas-asas, konsepkonsep

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dilakukan baik menggunakan sarana pengangkutan laut maupun melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Laut Dan Perairan Darat, (Jakarta: Djambatan, 1989), hal 120. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perjanjian

TANGGUNG JAWAB PT. POS INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENGIRIMAN PAKET POS DI SUKOHARJO

A. Latar Belakang Masalah

BAB III PENUTUP. maka pihak EMKL atau Pengangkut akan bertanggungjawab. barang harus melampirkan Berita Acara yang di tanda tangani Penerima Paket

ABSTRAK. Keywords: Tanggung Jawab, Pengangkutan Barang LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENGIRIMAN BARANG DALAM PENGANGKUTAN DI DARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tingkat perkembangan ekonomi dunia dewasa ini ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 1 angka (3) Angkutan adalah perpindahan orang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari alat tarnsportasi merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB I P E N D A H U L U A N. pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan laut ini. Tetapi karena

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan tekhnologi dan peningkatan taraf hidup manusia yang. semakin lama semakin berkembang. Manusia cenderung untuk memenuhi

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

III. METODE PENELITIAN. kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Sistematis artinya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan jasa dari pihak lain. Penggunaan jasa ini akan menimbulkan suatu hubungan hukum antara pihak yang satu sebagai penyelenggara jasa dan pihak yang lain sebagai pengguna jasa. Perusahaan yang bergerak dibidang penyelenggara jasa antara lain adalah perusahaan penyelenggara jasa angkutan. Pengangkutan merupakan salah satu kegiatan perekonomian yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Tersedianya sarana pengangkutan dapat memudahkan seseorang untuk berpindah atau pergi ke suatu tempat tertentu. Selain itu, sarana pengangkutan juga digunakan dalam kegiatan pengangkutan barang. Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak, sebab nilai suatu barang itu tidak hanya tergantung dari barang itu sendiri tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu berada. 1 Pengangkutan barang yang dilakukan berkaitan dengan perusahaan yang memberikan jasa sebagai perantara, seperti perusahaan jasa pengiriman 1 H.M.N. Purwosutjipo, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 3, Djambatan, Jakarta, 1981, hlm. 1.

barang. Dewasa ini banyak berkembang perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman barang. Perusahaan ini tidak hanya perusahaan milik negara, tetapi juga perusahaan yang dimiliki oleh swasta. Keberadaan perusahaan swasta ini dimaksudkan untuk lebih mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam hal pengiriman barang. Perusahaan penyedia jasa pengiriman barang yang menjadi obyek penelitian adalah Priority Cargo & Package (PCP) cabang Yogyakarta. Perusahaan ini adalah perusahaan swasta yang kegiatan usahanya bergerak dibidang jasa kiriman barang berupa paket/dokumen. Untuk memperlancar kegiatan pengiriman barang, pihak PCP tidak mengangkut sendiri barang kiriman dengan menggunakan sarana angkutan yang mereka miliki. Pengiriman barang dilakukan dengan menggunakan sarana angkutan, seperti kapal laut dan pesawat terbang milik perusahaan yang bergerak dibidang pengangkutan. Masing-masing sarana pengangkutan yang digunakan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sarana yang digunakan ini juga tergantung dari lokasi atau area yang menjadi tujuan pengiriman barang. Kedudukan PCP dalam pengangkutan hanya menjadi perantara bagi pihak pengirim barang dengan pihak pengangkut. Tugas PCP meliputi pengambilan dan penerimaan barang-barang yang akan dikirim dari rumah pengirim ke gudang PCP, menyimpan dan menjaga barang-barang sebaikbaiknya sebelum dikirim, serta mengambil barang kiriman dari pengangkut dan menyerahkan kepada penerima.

Perjanjian yang dibuat antara pihak PCP dan pihak pengirim barang disebut perjanjian ekspedisi, yaitu perjanjian timbal balik antara pihak PCP yang mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang baik bagi pihak pengirim dengan pihak pengirim yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengiriman barang kepada pihak PCP. Selaku pihak penyedia jasa pengiriman barang, pihak PCP berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan jasa yang terbaik kepada para pengguna jasa. Namun, dalam kegiatan pengiriman barang ini tidak lepas dari berbagai hambatan yang menimbulkan kerugian baik bagi pihak penyedia jasa, pengirim barang, maupun penerima barang. Kerugian tersebut dapat terjadi karena kesalahan atau kelalaian dalam pengangkutan maupun kelalaian pihak PCP sendiri sebagai perantara. Kerugian yang timbul dapat berupa kerusakan barang baik seluruh atau sebagian, hilangnya barang maupun keterlambatan sampainya barang di tempat tujuan. Pihak PCP cabang Yogyakarta dalam melaksanakan kewajibannya pernah mengalami hambatan yang menimbulkan kerugian bagi pihak pengirim atau penerima barang. Contoh peristiwa yang sering terjadi yaitu ketika barang kiriman dibawa oleh kurir ke tempat tujuan pengiriman dan diserahkan kepada pihak penerima, barang tersebut tidak langsung diperiksa dihadapan kurir yang mengantar. Biasanya penerima membuka kiriman setelah beberapa saat kemudian dan ternyata barang kiriman tersebut berada dalam kondisi rusak atau hilang. Kerusakan pada barang kiriman yang pernah terjadi misalnya kerusakan pada pigura yang akan dikirim. Hal ini terjadi

karena kelalaian pihak pengangkut dalam menyelenggarakan pengangkutan. Sedangkan hilangnya barang kiriman yang terjadi saat proses pengangkutan lebih dikarenakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, muatan barang yang berlebihan dalam pengangkutan dapat menunda pengiriman barang sehingga mengakibatkan keterlambatan sampainya barang kepada penerima. Pihak pengirim atau penerima berupaya meminta ganti rugi kepada perusahaan jasa pengiriman PCP atas kerugian tersebut. Apabila pihak pengangkut lalai dalam penyelenggaraan pengangkutan sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak pengirim, maka pihak pengangkut bertanggung jawab untuk membayar kerugian tersebut. 2 Namun, lain halnya jika kerugian tersebut terjadi karena kelalaian dari pihak PCP. Menurut pasal 88 KUHD, jika kerugian-kerugian yang terjadi setelah barangbarang itu dikirim, pihak PCP tetap bertanggung jawab atas kerugian tersebut bila hal itu merupakan kelalaian atau kesalahan dari pihak PCP. Pasal 45 ayat (1) UU No. 14 tahun 1992 disebutkan bahwa pengusaha pengangkutan umum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengiriman barang atau pihak ketiga, karena kelalaian dalam melaksanakan pelayanan pengangkutan. Pada ayat (2) dinyatakan bahwa biasanya ganti rugi adalah sebesar kerugian yang diderita oleh penumpang, pengiriman barang atau pihak ketiga. 2 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm.76

Banyaknya risiko yang dimungkinkan terjadi dalam penyelenggaraan pengangkutan maka pihak pengangkut harus berupaya meningkatkan sarana dan prasarana pengangkutan. Selain itu, untuk menghindari kerugian yang mungkin timbul dalam pengangkutan, pihak pengangkut diharuskan mengasuransikan tanggungjawabnya. Hal ini penting dilakukan mengingat risiko yang mungkin terjadi tidak dapat diketahui sebelumnya, baik selama perjalanan maupun ketika barang berada di gudang, sebelum maupun sesudah diberangkatkan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan beberapa masalah antara lain : 1. Bagaimana tanggungjawab pihak PCP Yogyakarta sebagai penyedia jasa pengiriman barang jika terjadi kerusakan atau kehilangan pada barang yang dikirim? 2. Bagaimana penyelesaian sengketa jika terjadi perselisihan-perselisihan diantara para pihak? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tanggungjawab pihak PCP Yogyakarta sebagai penyedia jasa pengiriman barang jika terjadi kerusakan atau kehilangan pada barang yang dikirim?

2. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa jika terjadi perselisihanperselisihan diantara para pihak? D. Tinjauan Pustaka Pengangkutan merupakan salah satu kegiatan yang berfungsi untuk memindahkan barang atau orang dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. 3 Dengan demikian kewajiban utama dalam pengangkutan adalah : 1. Menyelenggarakan pengangkutan dengan sebaik-baiknya dan secepatcepatnya dari tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan. 2. Mengusahakan supaya barang-barang yang diangkut tetap dalam keadaan utuh tidak berkurang untuk diserahkan kepada pihak yang dituju. Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan orang dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini yang terkait dengan unsur-unsur pengangkutan sebagai berikut : 1. Ada sesuatu yang diangkut 2. Tersedianya kendaraan sebaga alat angkut 3. Ada tempat yang dapat di lalui alat angkut Menurut H.M.N. Purwosutjipto, pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim barang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau 3 H.M.N. Purwosutjipo, Pengertian Hukum. op. cit., hlm. 1.

orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan sesuai dengan kesepakatan para pihak. Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah pengangkut dan pengirim. Perjanjian pengangkutan bersifat timbal balik, artinya kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Kewajiban pihak pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan dengan selamat. Sebaliknya, sebagai pihak pengirim barang berkewajiban untuk membayar ongkos angkutan yang telah disepakati. Hal ini yang kemudian menjadi hak pihak pengangkut. Sedangkan hak pengirim adalah menerima barang yang dikirim dalam keadaan utuh. Apabila pihak pengangkut tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya, maka ia harus bertanggung jawab, artinya pihak pengangkut harus memikul semua akibat yang timbul dari perbuatan penyelenggaraan pengangkutan baik karena kesengajaan ataupun kelalaian pihak pengangkut sendiri. Bentuk nyata dari tanggung jawab seorang pengangkut yaitu dengan memberikan ganti rugi atas biaya dan kerugian yang diderita oleh pihak pengirim. Namun, hal tersebut tidak berlaku mutlak. Ada beberapa batasanbatasan dalam pemberian ganti rugi tersebut, antara lain : 1. Kerugian itu merupakan kerugian yang dapat diperkirakan secara layak pada saat timbulnya kerugian.

2. Kerugian itu harus merupakan akibat yang langsung dari tidak terlaksananya perbuatan dari perjanjian pengangkutan. Dalam perjanjian pengangkutan juga terdapat hal-hal yang bukan menjadi tanggung jawab pihak pengangkut. Artinya, apabila timbul kerugian, maka pihak pengangkut bebas dari pembayaran ganti rugi. Beberapa hal yang tidak menjadi tanggung jawab pengangkut adalah : 1. Keadaan memaksa (Overmacht); 2. Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri; 3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau ekspeditur; 4. Keterlambatan datangnya barang ditempat tujuan, yang disebabkan karena keadaan memaksa; dalam hal ini barang tidak rusak atau musnah. 4 Menurut Saefullah Wiradipradja, ada tiga macam prinsip tanggung jawab pengangkut dalam hukum pengangkutan : 5 1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan; 2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga; 3. Prinsip tanggung jawab mutlak. PCP merupakan perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang jasa pengiriman barang, yang dalam hal ini berkedudukan sebagai perusahaan 4 Ibid. hlm. 35. 5 Saefullah Wiradipradja, Tanggungjawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Liberty, Yogyakarta, 1989, hlm.19.

perantara atau ekspeditur (cargo forwarder). Ekspeditur mempunyai hubungan yang sangat erat baik dengan pengirim, pengangkut, maupun penerima, walaupun ia bukan sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan. Mengenai kedudukan ekspeditur diatur dalam bagian II title V Buku I pasal 86 sampai 90 KUHD. Pengertian ekspeditur terdapat dalam pasal 86 ayat (1) KUHD, yaitu : ekspeditur adalah seseorang yang pekerjaannya menyuruh orang lain untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang lain di darat atau di perairan. Ekspeditur mempunyai tugas yang berbeda dengan seorang pengangkut. Ekspeditur hanya bertugas mencarikan pengangkut yang baik bagi pihak pengirim yang akan mengirimkan barangnya, dan tidak mengadakan pengangkutan sendiri. Dalam hal ini ekspeditur berfungsi sebagai perantara dalam perjanjian pengangkutan. 6 Ekspeditur mempunyai perjanjian tersendiri dengan pihak pengirim, yang disebut dengan perjanjian ekspedisi. Perjanjian ekspedisi merupakan perjanjian timbal balik antara ekspeditur yang mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut bagi pihak pengirim dengan pihak pengirim yang mengikatkan diri untuk membayar provisi kepada ekspeditur. Perjanjian ekspedisi memiliki sifat hukum pelayanan berkala (pasal 1606 KUHPer) dan pemberian kuasa (pasal 1792 KUHPer). 6 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan. op.cit., hlm. 36.

Pasal 1601 KUHPer menyebutkan : Selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa, yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syaratsyarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak, oleh kebiasaan, maka adalah dua macam perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan menerima upah; perjanjian perburuhan dan pemborongan pekerjaan. Pernyataan diatas menyatakan bahwa sifat hukum pelayanan berkala ada dalam perjanjian ekspedisi karena hubungan ekspeditur dan pengirim tidak tetap, yakni ketika pengirim membutuhkan pengangkut untuk mengirim barangnya melalui ekspeditur. Pasal 1792 KUHPer menyatakan : Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Sifat pemberian kuasa ini ada karena pengirim memberikan kuasa kepada ekspeditur untuk mencarikan pengangkut bagi pihak pengirim. Hal ini terjadi apabila ekspeditur dalam mengadakan perjanjian pengangkutan bertindak atas nama pengirim. Biasanya ekspeditur dalam menjalankan tugasnya untuk mencarikan pengangkut bertindak atas namanya sendiri, walaupun untuk kepentingan pihak pengirim. Pasal 455 KUHD menyatakan : Barang siapa membuat perjanjian carter kapal untuk orang lain, terikatlah dia untuk diri sendiri terhadap pihak lawannya, kecuali apabila pada waktu membuat perjanjian tersebut dia bertindak dalam batas-batas kuasanya dan menyebutkan nama si pemberi kuasa yang bersangkutan. Kedudukan ekspeditur disini sama dengan komisioner, yang biasa bertindak

atas nama diri sendiri (pasal 76 KUHD). 7 Apabila ia bertindak atas nama sendiri, maka yang berhak mengajukan gugatan adalah pihak ekspeditur itu sendiri. Sebaliknya, apabila ekspeditur dalam menjalankan tugasnya menggunakan nama pihak pengirim, maka pihak pengirim dapat langsung mengajukan gugatan terhadap pihak pengangkut. 8 Seorang ekspeditur memiliki tanggung jawab terhadap barang-barang yang telah diserahkan oleh pengirim kepadanya dalam kegiatan pengiriman barang seperti yang disebutkan dalam pasal 87 KUHD, yaitu : 1. Menyelenggarakan pengiriman secepat-cepatnya dan dengan rapi pada barang-barang yang telah diterimanya dari pengirim; 2. Mengindahkan segala upaya untuk menjamin keselamatan barangbarang tersebut. Menurut pasal 87 KUHD, tanggung jawab ekspeditur hanya sampai saat barang-barang yang akan dikirim tersebut telah diterima oleh pengangkut. Namun, ekspeditur juga memiliki tanggung jawab terhadap barang-barang yang telah dikirim. Pasal 88 KUHD menyatakan bahwa : 7 Soekardono, Hukum Indonesia Dagang Jilid 2, Ctk. Pertama, CV. Rajawali, Jakarta, 1981, hlm. 61. 8 Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Ctk. Ketiga, Pradnya Paramita, Jakarta, 1984, hlm. 422.

ia (ekspeditur) juga harus menanggung kerusakan atau kehilangan barang-barang dagangan dan barang-barang sesudah pengirimannya dibebankan oleh kesalahan atau keteledorannya. Jadi, apabila barang-barang yang telah dikirim mengalami kerusakan, dan dapat dibuktikan terdapat kesalahan atau kelalaian pihak ekspeditur ketika barang masih berada pada pihak ekspeditur, maka pihak ekspeditur dapat dituntut untuk mengganti kerugian yang terjadi. Pihak ekspeditur juga telah bekerjasama dengan perusahaan asuransi untuk memberikan ganti rugi apabila terjadi kerugian seperti kerusakan barang baik seluruh atau sebagian dan kehilangan pada barang yang akan dikirim. Asuransi ini sangat penting karena akan terjadi pengalihan risiko dari pihak penyedia jasa kepada pihak asuransi. Berhubungan dengan tanggung jawab ekspeditur tersebut, ada baiknya jika ekspeditur melakukan pendaftaran dan mencatat tentang jenis dan banyaknya barang-barang yang diterima untuk diangkut serta harga barang tersebut dalam suatu daftar harian (jurnal) seperti yang disebutkan dalam pasal 86 ayat (2) KUHD. E. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris, sebagai berikut : 1. Obyek Penelitian Tanggung Jawab Ekspeditur Dalam Pengangkutan Barang Melalui PCP (Priority Cargo & Package) Cabang Yogyakarta.

2. Subyek Penelitian Pihak yang dipilih dalam memperoleh informasi antara lain : a. Kepala Cabang PCP (Priority Cargo & Package) Yogyakarta sebagai pihak penyedia jasa pengiriman barang. b. Konsumen pada PCP cabang Yogyakarta yang pernah mengalami kerugian. 3. Sumber Data a. Data primer, yaitu data-data yang berkaitan dengan obyek penelitian yang diperoleh secara langsung dari subyek penelitian di PCP cabang Yogyakarta berupa hasil wawancara. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung yakni melalui studi kepustakaan antara lain buku-buku, artikel, dokumen, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi lapangan, dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan subyek penelitian di PCP Yogyakarta. b. Studi kepustakaan, dilakukan dengan mempelajari dan mengkaji berbagai buku, dokumen, artikel, dan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Adapun bahan hukum yang digunakan sebagai berikut : 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis antara lain :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang c) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Angkutan Jalan d) Dokumen perjanjian pengiriman barang antara pihak PCP Yogyakarta dengan konsumen 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri dari : a) Buku-buku tentang Perjanjian dan Perjanjian Pengangkutan b) Buku-buku tentang Asuransi c) Tulisan-tulisan ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti 3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Non-Random Sampling, yaitu teknik mengambil sampel dengan cara dipilih yang didasarkan atas adanya kesesuaian sampel dengan masalah yang diteliti. Jenis sampel yang digunakan adalah Purpossive random sampling. 5. Metode Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu metode yang membahas obyek penelitian dengan menitiberatkan pada aspek-aspek yuridis, yaitu menjelaskan masalah dengan ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku. 6. Analisis Data Data yang diperoleh terlebih dahulu diolah, kemudian di analisis secara kualitatif dengan memperhatikan ketentuan hukum yang ada dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan kaidah hukum yang berlaku sehingga menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif kualitatif, yaitu suatu uraian yang sistematis, logis, realistis, baik secara induktif maupun deduktif yang menggambarkan permasalahan dan pemecahannya secara jelas dan lengkap berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.