DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 TRI PURWANTO

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR KACANG KEDELAI NASIONAL PERIODE

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tinjauan pustaka ini akan disampaikan teori-teori yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

ANALISIS PENGARUH INFRASTRUKTUR EKONOMI DAN SOSIAL TERHADAP PRODUKTIVITAS EKONOMI DI INDONESIA OLEH KRISMANTI TRI WAHYUNI H

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 EVI JUNAIDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap

Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa. Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi impor

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang adalah sebuah Negara dengan rata-rata pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu unsur utama dalam

Perekonomian Suatu Negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT, DAN KEUNGGULAN KOMPARATIF. Wahono Diphayana

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

BAB VII Perdagangan Internasional

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Dinamika penanaman modal memengaruhi tinggi rendahnya

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

PENERAPAN MODEL SOLOW-SWAN UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DEMAK

DEINDUSTRIALISASI DI INDONESIA : ANALISIS DENGAN PENDEKATAN KALDORIAN DIAH ANANTA DEWI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI ENAM NEGARA ASEAN TAHUN TESIS

V. HASIL DAN ANALISIS

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang menganut sistem. perekonomian terbuka di mana dalam menjalankan roda perekonomiannya,

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

Transkripsi:

DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 TRI PURWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011 Tri Purwanto H151090264

ABSTRACT TRI PURWANTO. Impact of Trade Openness On Economic Growth In ASEAN+3 Countries. Under direction of DEDI BUDIMAN HAKIM and NOER AZAM ACHSANI. Openness increases the integration of world goods and capital markets, contributing to potential gains in growth and welfare. Openness promotes the efficient allocation of resources through comparative advantage, allows the dissemination of knowledge and technological progress, and encourages competition in domestic and international markets. This study examines the impact of trade openness on economic growth in ASEAN+3 countries over the period of 1999-2008. This study then presents cross-country, panel data evidence on how the growth effect of openness may depend on a variety of structural characteristics. For this purpose, the empirical section used regression that interacts a proxy of trade openness with foreign direct investment, financial depth, inflation, public infrastructure, educational level, technological progress, and number of employment. The study found that trade openness have a positive impact on economic growth in this region over this period, specially in developed contries group i.e. Singapore, Japan, and South Korea. This positive impact can be significantly improved if some complementary reforms are undertaken. Keywords: trade openness, economic growth, panel data analysis

RINGKASAN TRI PURWANTO. Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan NOER AZAM ACHSANI. Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun keterbukaan di sektor finansial (financial openness). Keterbukaan ekonomi menggambarkan semakin hilangnya hambatan dalam melakukan perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif, dan semakin lancarnya mobilitas modal antarnegara. Secara teori keterbukaan ekonomi memberi keuntungan bagi semua negara yang terlibat di dalamnya. Keuntungan dari keterbukaan perdagangan diantaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas, pencapaian tingkat efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi, serta peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Keterbukaan di sektor finansial dapat mendorong masuknya modal asing (capital inflow), serta mempercepat terjadinya akumulasi modal dan transfer teknologi. Berbagai perjanjian ekonomi, baik bilateral maupun regional, disepakati untuk meningkatkan kesiapan negara-negara anggotanya dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Kerjasama regional ASEAN+3 yang dipelopori oleh negara-negara ASEAN ditambah China, Jepang, dan Korea Selatan dimaksudkan untuk menjadikan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia, selain European Union (EU) di Benua Eropa dan North American Free Trade Area (NAFTA) di Kawasan Amerika Utara. Capaian pertumbuhan ekonomi yang bervariasi antarnegara ASEAN+3 dalam kaitannya dengan liberalisasi perdagangan tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan masing-masing negara dalam menghadapi persaingan global. Penelitian ini bertujuan untuk: (i) menganalisis dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3; (ii) menganalisis interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi; dan (iii) merumuskan implikasi kebijakan berdasarkan hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari World Bank, IMF, UNESCO, Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber-sumber lainnya. Cakupan penelitian meliputi delapan negara ASEAN+3 yakni Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, China, Jepang, dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari 1999 hingga 2008. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode data panel statis dan data panel dinamis. Spesifikasi model penelitian merujuk pada model yang dipakai oleh Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009), selanjutnya dilakukan penyesuaian dan penambahan beberapa variabel. Berdasarkan pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS), fixed effect model (FEM), dan random effect model (REM) diperoleh hasil bahwa metode FEM lebih baik dibandingkan dengan dua metode lainnya. Sementara itu, pengujian pada model data panel dinamis menggunakan uji Sargan dan statistik Arrelano-Bond m1 dan m2 tidak menghasilkan suatu

metode estimasi yang memiliki validitas instrumen sekaligus konsistensi sesuai harapan. Penggunaan metode FD-GMM menghasilkan estimasi yang valid namun tidak memiliki konsistensi yang baik pada statistik m1, sedangkan penggunaan metode Sys-GMM menghasilkan estimasi yang tidak valid. Penelitian ini menyimpulkan bahwa keterbukaan perdagangan memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 selama kurun waktu 1999-2008. Kontribusi positif keterbukaan perdagangan pada perekonomian terlihat dari arus pertukaran barang dan jasa yang semakin lancar dan tren ekspor neto yang semakin meningkat. Dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi lebih besar di kelompok negara sudah maju (kelompok NSM) seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan dibandingkan dengan di kelompok negara sedang berkembang (kelompok NSB). Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara yang sudah maju memiliki tingkat kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi persaingan global, khususnya dalam hal permodalan, infrastruktur, penguasaan teknologi, dan kualitas modal manusia. Dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi akan bertambah besar apabila diikuti oleh penanaman modal asing (PMA), penyaluran kredit domestik oleh sektor perbankan, ketersediaan infrastruktur listrik, serta kondisi perekonomian dan harga-harga yang prospektif untuk kegiatan ekonomi. Dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berkurang ketika disertai oleh peningkatan jumlah pekerja dan mahasiswa perguruan tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan keterbukaan di negara-negara ASEAN+3 tidak banyak menyerap tenaga kerja, khususnya di kelompok NSB seperti Indonesia dan Philipina. Berdasarkan hasil penelitian, beberapa implikasi kebijakan dapat diterapkan oleh negara-negara ASEAN+3 yaitu: 1. Mengembangkan industri-industri yang menyerap banyak tenaga kerja (labour intensive industry) terutama di negara-negara berkembang (kelompok NSB) yang memiliki jumlah tenaga kerja relatif melimpah seperti Indonesia, Philipina, dan China. Cara yang dapat ditempuh antara lain dengan meningkatkan akses usaha kecil dan menengah (UKM) kepada kredit perbankan dan infrastruktur publik, yaitu melalui: (i) penerapan suku bunga yang lebih rendah (subsidi bunga pinjaman); (ii) penjaminan agunan oleh pemerintah; (iii) relaksasi peraturan bank sentral dalam pemberian kredit usaha; dan (iv) pemberian insentif ekonomi untuk mengakses infrastruktur, khususnya energi. 2. Mengembangkan perekonomian yang berbasis pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge based economy) khususnya di negaranegara maju (kelompok NSM). Cara yang dapat dilakukan adalah mendorong kegiatan riset dan pengembangan yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan industri (link and match), serta menyediakan kualitas modal manusia yang terampil dan kreatif, yaitu melalui: (i) pemberian insentif kepada peneliti dan lembaga-lembaga riset, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta; (ii) penjaminan hak paten dan hak atas kekayaan intelektual lainnya; (iii) peningkatan kualitas modal manusia yang didukung oleh kerjasama antara lembaga akademik dengan industri. Kata kunci: keterbukaan perdagangan, pertumbuhan ekonomi, analisis data panel

Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA ASEAN+3 TRI PURWANTO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Tesis Nama NRP : Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 : Tri Purwanto : H151090264 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc, Agr. Tanggal Ujian: 17 JUNI 2011 Tanggal Lulus:

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Budiasih

PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga tesis dengan judul Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3 dapat terselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S. selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan masukannya dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih selanjutnya penulis sampaikan kepada Dr. Budiasih (penguji luar komisi), Dr. Wiwiek Rindayati (perwakilan Program Studi Ilmu Ekonomi), dosen pengajar, pengelola program studi, serta teman-teman BPS batch-2. Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Pusat Statistik, Kepala Pusdiklat, dan Inspektur BPS-RI atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor. Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terkira kepada kedua orang tua, Sri Wahyuni (istri), Ikhlas H. Muttaqin (anak pertama), Aisyah A. Rosyida (anak kedua), Fathiya S. Hafizha (anak ketiga), dan seluruh keluarga besar atas dukungan yang luar biasa, berupa moril dan materiil dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya dibutuhkan saran dan masukan yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaannya. Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini dapat bermanfaat luas serta memberi kontribusi positif bagi dunia pendidikan dan penelitian. Bogor, Juni 2011 Tri Purwanto

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bantul pada tanggal 10 Mei 1977 dari ayah Sura Sidomiroso dan ibu Sami. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara. Penulis menikah dengan Sri Wahyuni pada tahun 2001 dan telah dikaruniai tiga orang anak yakni Ikhlas H. Muttaqin (8 tahun), Aisyah A. Rosyida (6 tahun), dan Fathiya S. Hafizha (3 tahun). Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Sribitan II pada tahun 1990, kemudian melanjutkan ke SMPN Bangunjiwo (1990-1993), dan SMAN 7 Yogyakarta (1993-1996). Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan berhasil menamatkan Program Diploma IV dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada tahun 2000. Setelah lulus dari STIS, penulis bekerja di BPS Provinsi D.I. Yogyakarta (2000-2002), kemudian di BPS Provinsi Riau (2002-2008), dan di Inspektorat Wilayah II BPS-RI (2008-sekarang). Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan Strata-2 Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program beasiswa yang diberikan oleh Badan Pusat Statistik. Sebelumnya, penulis telah menyelesaikan Program Alih Jenjang Strata-1 program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan di Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB dengan gelar Sarjana Ekonomi (SE).

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 5 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 7 2.1 Teori Pertumbuhan Neo-klasik... 7 2.2 Teori Pertumbuhan Endogen... 8 2.2.1 Model Romer... 8 2.2.2 Model Lucas... 9 2.3 Teori Perdagangan Internasional... 10 2.4 Faktor-Faktor Penunjang Keterbukaan Ekonomi... 12 2.4.1 Penanaman Modal Asing... 12 2.4.2 Sektor Finansial... 14 2.4.3 Tingkat Inflasi... 15 2.4.4 Infrastruktur... 16 2.4.5 Modal Manusia... 16 2.4.6 Kemajuan Teknologi... 17 2.4.7 Ketenagakerjaan... 18 2.5 Penelitian Terdahulu... 19 2.6 Kerangka Pemikiran... 21 2.7 Hipotesis Penelitian... 22

III. METODE PENELITIAN... 23 3.1 Jenis dan Sumber Data... 23 3.2 Analisis Data Panel... 24 3.2.1 Data Panel Statis... 24 3.2.2 Data Panel Dinamis... 29 3.3 Spesifikasi Model... 36 3.4 Definisi Variabel Operasional... 38 3.5 Prosedur Analisis... 39 IV. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN ASEAN+3... 43 4.1 Kerjasama Regional ASEAN+3... 43 4.2 Potensi Ekonomi dan Perdagangan ASEAN+3... 45 4.3 Dinamika Pertumbuhan Ekonomi, Keterbukaan Perdagangan dan Faktor-faktor Pendukungnya... 51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 63 5.1 Hasil Estimasi... 63 5.2 Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 5.3 Dampak Faktor-faktor Pendukung Keterbukaan terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 5.4 Interaksi antara Keterbukaan Perdagangan dengan Faktor-faktor Pendukungnya... 67 68 72 VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 81 6.1 Kesimpulan... 81 6.2 Implikasi Kebijakan... 81 6.3 Saran Penelitian Lebih Lanjut... 82 DAFTAR PUSTAKA... 83 LAMPIRAN... 87

DAFTAR TABEL Halaman 1. Keterbukaan perdagangan, ekspor neto, dan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 4 2. Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis... 23 3. Kerangka identifikasi autokorelasi... 41 4. Luas wilayah, jumlah penduduk dan potensi ekonomi di negara-negara ASEAN+3 tahun 2008... 45 5. Struktur PDB menurut sektor di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 48 6. Pangsa konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 49 7. Keterbukaan perdagangan, nilai ekspor, dan ekspor neto di negaranegara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 50 8. Peringkat daya saing ekonomi di tingkat global tahun 2008... 54 9. Hasil estimasi koefisien pada model data panel statis dan data panel dinamis... 64 10. Hasil estimasi koefisien pada model interaksi... 65 11. Hasil estimasi koefisien menurut kelompok negara... 66 12. Hasil estimasi koefisien variabel interaksi menurut kelompok negara... 67 13. Nilai elastisitas keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi pada model interaksi... 73

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian... 22 2. Nilai PDB riil di negara-negara Asia Tenggara periode 1999-2008... 46 3. Nilai PDB riil di negara-negara Asia Timur periode 1999-2008... 46 4. Pendapatan per kapita di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008. 47 5. Tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 52 6. Pangsa perdagangan terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 53 7. Nilai ekspor neto di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 53 8. Nilai penanaman modal asing di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 55 9. Pangsa kredit domestik terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 57 10. Tingkat inflasi di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 57 11. Produksi listrik per penduduk di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 58 12. Jumlah mahasiswa perguruan tinggi di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 59 13. Pangsa pengeluaran riset dan pengembangan terhadap PDB di negaranegara ASEAN+3 periode 1999-2008... 60 14. Tingkat pengangguran di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 61 15. Tingkat produktivitas pekerja di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 61

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil pengolahan Eviews dengan metode pooled least square (PLS)... 88 2. Hasil pengolahan Eviews dengan metode fixed effect model (FEM)... 88 3. Hasil pengolahan Eviews dengan metode random effect model (REM).. 89 4. Hasil uji Chow... 89 5. Hasil uji Hausman... 90 6. Hasil pengolahan metode FEM dengan cross-section weights... 90 7. Hasil pengolahan metode FEM dengan panel corrected standard error (PCSE)... 91 8. Hasil pengolahan metode FEM (PCSE) pada model interaksi... 92 9. Hasil pengolahan metode FEM (PCSE) dengan variabel dummy... 97 10. Hasil pengolahan metode FEM (PCSE) dengan variabel dummy pada model interaksi... 98 11. Hasil pengolahan dengan first differences-generalized method of moments (FD-GMM)... 103 12. Hasil uji Sargan pada model FD-GMM... 103 13. Hasil uji statistik Arrellano-Bond m1 dan m2 pada model FD-GMM... 103 14. Hasil pengolahan dengan system-generalized method of moments (Sys- GMM)... 104 15. Hasil uji Sargan pada model Sys-GMM... 104 16. Hasil uji statistik Arrellano-Bond m1 dan m2 pada model Sys-GMM... 104

Halaman ini sengaja dikosongkan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun keterbukaan di sektor finansial (financial openness). Keterbukaan ekonomi menggambarkan semakin hilangnya hambatan dalam melakukan perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif, dan semakin lancarnya mobilitas modal antarnegara. Secara teori keterbukaan ekonomi menjanjikan keuntungan bagi semua negara yang terlibat di dalamnya. Keuntungan dari perdagangan internasional di antaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas, pencapaian tingkat efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi, serta peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Sementara itu, keterbukaan di sektor finansial dapat mendorong masuknya modal asing (capital inflow), serta mempercepat terjadinya akumulasi modal dan transfer teknologi (Salvatore, 1997). Namun demikian, manfaat yang diterima oleh setiap negara dari keterbukaan ekonomi tidak menunjukkan pola dan besaran yang sama. Data empiris menunjukkan bahwa globalisasi cenderung memperkaya negara-negara maju, yang mana telah menguasai sumberdaya ekonomi strategis seperti modal, teknologi, dan informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Birdsell dalam Halwani (2005) menyatakan bahwa penduduk miskin dunia yang populasinya mencapai 80 persen hanya menikmati 20 persen produk domestik bruto (PDB) dunia, sebaliknya 20 persen penduduk kaya telah menguasai 80 persen PDB dunia pada tahun 1995. Berbagai perjanjian ekonomi, baik bilateral maupun regional, disepakati untuk meningkatkan kesiapan negara-negara anggotanya dalam menghadapi persaingan global yang semakin nyata. Perkembangan dunia internasional setelah Perang Dunia II, sesuai laporan WTO (World Trade Organization), diwarnai oleh fenomena maraknya perjanjian ekonomi regional di berbagai belahan dunia menuju ke arah globalisasi. Hingga tahun 2006 terdapat sekitar 200 perjanjian

ekonomi regional di seluruh dunia yang berjalan efektif dan masih ada sejumlah lagi dalam taraf negosiasi. Ada beberapa alasan yang mendorong negara-negara di suatu kawasan melakukan kesepakatan untuk membentuk perdagangan bebas regional (WTO, 2010). Pertama, perundingan perdagangan secara multilateral di bawah kerangka GATT/WTO tidak selamanya berjalan lancar dan membutuhkan waktu relatif lama. Kedua, perdagangan bebas regional diharapkan dapat mempercepat proses integrasi ekonomi di suatu kawasan. Ketiga, perdagangan bebas regional dijadikan sebagai batu loncatan menuju liberalisasi perdagangan multilateral dalam kerangka WTO. Keempat, melihat kenyataan bahwa sejak tahun 1990-an liberalisasi perdagangan regional semakin berkembang pesat, terutama di Kawasan Eropa dan Amerika Utara. Dan kelima, pembentukan perdagangan bebas regional sebagai komitmen politik untuk meningkatkan kerjasama regional yang lebih luas. Di Kawasan Asia, beberapa kerjasama tingkat regional yang sudah berlangsung di antaranya adalah ASEAN Free Trade Area (AFTA) sejak tahun 1992 yang beranggotakan sepuluh negara dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang ditandatangani tahun 2004. Selain itu, telah dirintis pula kerangka kerjasama untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community, AEC) pada tahun 2015 dan Masyarakat Ekonomi Asia Timur (East Asian Economic Community, EAEC) yang dipelopori oleh negara-negara ASEAN, China, Jepang dan Korea Selatan atau dikenal dengan sebutan ASEAN+3. Kerjasama regional ASEAN+3 dimaksudkan untuk menjadikan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia, selain European Union (EU) di Benua Eropa dan North American Free Trade Area (NAFTA) di Kawasan Amerika Utara. Tingkat integrasi ekonomi di Kawasan Asia telah mengalami perkembangan yang signifikan pada dekade terakhir, di antaranya ditunjukkan oleh semakin tingginya intensitas perdagangan antarnegara di dalam kawasan (intra-region trade) dibanding perdagangan dengan negara-negara di luar kawasan (inter-region trade). Perdagangan barang (merchandize trade) intra-region di Kawasan Asia pada tahun 2009 telah mencapai 52 persen dari total perdagangan negara-negara

Asia yang mencapai US$ 3.575 miliar. Capaian ini menempatkan Asia sebagai kawasan dengan perdagangan intra-region terbesar kedua setelah Uni Eropa yang mencapai sebesar 72 persen, dan telah melewati capaian NAFTA yakni sebesar 48 persen. Selain itu, nilai perdagangan Asia pada tahun 2009 telah menyumbang sebesar 29,4 persen dari total perdagangan dunia (WTO, 2010). 1.2. Perumusan Masalah Krisis ekonomi yang melanda sejumlah negara Asia pada tahun 1997-1998 telah menyadarkan negara-negara ASEAN+3 untuk lebih mempererat kerjasama di tingkat regional dan memperkokoh pondasi perekonomiannya. Hal ini terkait dengan adanya hubungan saling ketergantungan yang tinggi di antara negaranegara Asia (Kawai, 2004). Lebih lanjut, adanya volatilitas dalam arus modal jangka pendek telah mengubah pula fokus perhatian negara-negara ASEAN+3 kepada penanaman modal asing (PMA) yang lebih memiliki efek dalam jangka panjang. Dalam dekade terakhir, tingkat keterbukaan ekonomi dan kinerja perdagangan di negara-negara ASEAN+3 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pangsa perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2008 telah mencapai rata-rata sebesar 142,09 persen. Hal ini menggambarkan aktifnya kawasan ini dalam perdagangan internasional, serta semakin lancarnya arus pertukaran barang dan jasa antarnegara. Kinerja perdagangan yang kian membaik terlihat dari perkembangan nilai ekspor yang semakin mendominasi dibandingkan dengan nilai impornya. Nilai ekspor neto ASEAN+3 pada tahun 1999 hanya sebesar US$ 180,02 miliar, kemudian meningkat menjadi US$ 489,95 miliar pada tahun 2008 atau mengalami kenaikan rata-rata sebesar 14,35 persen per tahun selama periode tersebut (World Bank, 2010). Selama kurun waktu 1999-2008, kenaikan ekspor neto China merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN+3 lainnya, yakni dari sebesar US$ 30,64 miliar pada tahun 1999 menjadi US$ 348,87 miliar pada tahun 2008. China selanjutnya merupakan pengekspor terbesar di kawasan ini sejak tahun 2004 menggantikan posisi Jepang. Sebaliknya, Philipina cenderung mengalami

defisit perdagangan dari tahun ke tahun. Perkembangan keterbukaan perdagangan, ekspor neto dan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Keterbukaan perdagangan, ekspor neto, dan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008 Negara Keterbukaan Perdagangan (%PDB) Ekspor Neto (miliar US$) Pertumbuhan Ekonomi (%) 1999 2008 1999 2008 1999 2008 Indonesia 62,94 58,42 11,32 5,82 0,79 6,01 Malaysia 217,57 231,6 0 19,83 31,30 6,14 4,63 Philipina 102,78 75,56 0,12-3,07 3,40 3,84 Singapura 273,12 423,1 1 3,63 18,42 7,20 1,78 Thailand 104,02 150,4 9 15,42 7,56 4,45 2,46 China 37,97 62,09 30,64 348,87 7,60 9,60 Jepang 18,97 32,48 69,29 92,03-0,14-1,20 Korea Selatan 71,44 107,2 0 29,78-10,97 9,49 2,30 ASEAN+3 111,10 142,0 9 180,02 489,95 4,86 3,68 Sumber: World Development Indicator (WDI) 2010 (diolah) Peran perdagangan luar negeri (kegiatan ekspor-impor) pada perekonomian di negara-negara ASEAN+3 semakin mendapat perhatian secara intensif, terutama oleh para peneliti dan pengambil kebijakan. Adanya sebaran dan pola interaksi yang berbeda-beda antarnegara menjadi salah satu alasan perlunya penelitian dilakukan di berbagai negara. Lebih lanjut, pemberlakuan liberalisasi perdagangan yang disertai oleh penguatan kerjasama di tingkat regional diharapkan dapat memberi manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan penduduk di setiap negara yang terlibat di dalamnya, di antaranya melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan penyerapan tenaga kerja yang seluas-luasnya. Kendati demikian, besaran manfaat yang diterima oleh masing-masing negara tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan yang dimiliki oleh setiap negara dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Selain itu, dipengaruhi pula oleh kondisi dan karakteristik tiap negara seperti letak geografis, stabilitas politik dan keamanan, struktur perekonomian, etos kerja dan kualitas sumberdaya

manusia. Hasil penelitian Chen dan Gupta (2006) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan dapat menguatkan dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, yaitu melalui penyerapan ilmu pengetahuan dan limpahan teknologi. Chang et al. (2009) selanjutnya menyatakan bahwa dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berarti apabila disertai oleh perbaikan-perbaikan pada fasilitas pendukungnya, yakni mencakup sektor finansial (sistem keuangan), infrastruktur publik, kualitas modal manusia, fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas perekonomian dan harga. Dengan demikian, identifikasi dan pemahaman yang baik mengenai dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi mutlak diperlukan agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan tepat sasaran. Pola dan interaksi yang terjadi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor pendukungnya merupakan salah satu simpul yang perlu diurai dan ditelaah lebih lanjut dalam upaya menjelaskan pengaruh keterbukaan terhadap petumbuhan ekonomi di Kawasan ASEAN+3. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas maka permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3? 2. Bagaimana interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk: 1. Menganalisis dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3. 2. Menganalisis interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3. 3. Mengkaji implikasi kebijakan berdasarkan hasil penelitian.

1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah dan pihak-pihak lain mengenai dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 beserta faktor-faktor lain yang dapat dipacu untuk memaksimalkan keuntungan dari penerapan liberalisasi perdagangan, terutama terkait dengan eskalasi kerjasama di tingkat regional. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan dunia pendidikan dan penelitian di masa mendatang. 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup delapan negara di Kawasan ASEAN+3 yang meliputi Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, China, Jepang, dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari 1999 hingga 2008. Periode penelitian dimulai tahun 1999, selain karena alasan ketersediaan data, dimaksudkan pula untuk lebih memfokuskan pada kinerja perdagangan pascakrisis ekonomi tahun 1997-1998. Untuk memenuhi syarat analisis dan upaya menjawab permasalahan penelitian, dari kombinasi data tahunan (time series) di negara-negara ASEAN+3 (cross sectional) maka dibangun menjadi sebuah data panel untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, negara yang dianalisis untuk Kawasan ASEAN hanya mencakup lima negara dan untuk Negara China terbatas pada wilayah daratan (Mainland China), tidak termasuk Hongkong dan Makau. Kedua, indikator keterbukaan ekonomi hanya dilihat dari keterbukaan perdagangan, tidak mencakup keterbukaan di sektor finansial. Ketiga, keterbukaan perdagangan hanya dilihat dari pangsa perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB), tidak memperhitungkan perbedaan tingkat tarif dan nontarif yang masih diberlakukan pada produk dan atau negara tertentu.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan pada tahun 1950-an. Menurut Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung pada ketersediaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan akumulasi modal, serta kemajuan teknologi. Pandangan teori ini disandarkan pada asumsi yang mendasari analisis ekonomi klasik, yaitu perekonomian berada pada tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan tingkat pemanfaatan penuh (full utilization) dari faktor-faktor produksinya. Rasio modal-output (capital-output ratio) dapat berubah-ubah sesuai dengan output yang ingin dihasilkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit, dan sebaliknya. Fleksibilitas ini menggambarkan suatu perekonomian yang memiliki kebebasan dalam menentukan kombinasi antara modal (capital, K) dan tenaga kerja (labour, L) yang akan digunakan dalam kegiatan produksi. Teori pertumbuhan neo-klasik dapat disajikan ke dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglass, yaitu output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan modal. Sementara itu, tingkat kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen. Asumsi yang digunakan adalah skala pengembalian yang konstan (constant return to scale, CRTS), substitusi antara modal dan tenaga kerja bersifat sempurna, serta adanya produktivitas marginal yang semakin menurun (diminishing marginal produktivity) dari tiap-tiap inputnya. Fungsi produksi Cobb-Douglass dapat dituliskan sebagai berikut: Q t = T t K a t L b t...(2.1) keterangan: Q adalah tingkat produksi; T adalah tingkat teknologi; K adalah jumlah stok barang modal; L adalah jumlah tenaga kerja; a adalah pertambahan output yang diciptakan oleh penambahan satu unit modal; b adalah pertambahan output yang diciptakan oleh penambahan satu unit tenaga kerja; serta t menunjukkan tahun tertentu. Asumsi CRTS menyatakan bahwa a + b =1, artinya nilai a dan b merupakan batas produksi dari masing-masing produksi tersebut (Arsyad, 2010).

2.2 Teori Pertumbuhan Endogen Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) memiliki peran dalam menjelaskan model pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan teknologi bersifat endogen (berasal dari dalam sistem ekonomi) dan memiliki pengaruh pada pertumbuhan jangka panjang. Pengertian modal dalam model ini tidak sekedar modal fisik (physical capital), tetapi mencakup pula modal manusia (human capital). Selain itu, teori ini mengasumsikan tingkat pengembalian yang meningkat (increaing return to scales) pada fungsi produksi agregatnya dan menekankan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal (Arsyad, 2010). Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal fisik, kualitas modal manusia, dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam proses pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya kebijakan, baik pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka. 2.2.1 Model Romer Romer (1986) menyatakan bahwa stok pengetahuan (knowledge stock) merupakan sumber utama peningkatan produktivitas dalam suatu perekonomian. Stok pengetahuan ditempatkan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi setiap negara dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dalam menciptakan stok pengetahuan dalam perekonomian. Romer menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan merupakan faktor penentu cepat atau lambatnya laju perekonomian suatu negara. Menurutnya, pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen dasar yakni: (i) adanya perubahan teknologi yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi ilmu pengetahuan; (ii) adanya penciptaan ide-ide baru sebagai akibat dari mekanisme

limpahan pengetahuan (knowledge spillover); dan (iii) produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh tanpa batas. Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut: ; (0 < < 1) dan (0 < < 1)...(2.2) keterangan: Y i adalah output produksi perusahaan i; K i adalah stok modal; L i adalah tenaga kerja; A adalah stok pengetahuan agregat; dan t adalah waktu. Stok pengetahuan diasumsikan memiliki efek menyebar yang positif pada produksi di setiap perusahaan (Capello, 2007). 2.2.2 Model Lucas Model yang dikembangkan oleh Lucas (1988) menjelaskan dua tipe modal, yakni modal fisik dan modal manusia, yang menentukan tingkat output produksi. Secara umum model Lucas dirumuskan sebagai berikut: Y t = AK t (u t H t L t ) 1- H ϕ t...(2.3) keterangan: Y adalah output produksi; A adalah konstanta (tidak lagi mencerminkan kemajuan teknologi sebagaimana teori-teori sebelumnya); K adalah modal fisik; L adalah jumlah pekerja; u adalah fraksi masa kerja; H adalah rata-rata pengetahuan yang dimiliki pekerja, sebagai indikator kualitas modal manusia. Lucas berhipotesis bahwa pekerja mengakumulasi pengetahuannya dengan meluangkan waktu di luar waktu kerja untuk mendapatkan suatu keterampilan (learning by schooling), yang mengikuti hukum berikut ini: h t = H t (1-u t )...(2.3) keterangan: h menyatakan tingkat pertumbuhan modal manusia sepanjang waktu; H adalah stok modal manusia; (1-u) adalah waktu untuk belajar; dan adalah kemampuan belajar, yang diasumsikan positif dan linear dengan tingkat pengetahuan yang diperoleh. Modal manusia dalam model Lucas adalah hasil simultan dari proses produktif dan merupakan sumber kenaikan produktivitas. Dalam kondisi mapan (steady state), terdapat dua elemen endogen yang dapat membangkitkan

pertumbuhan output per kapita yakni: (i) eksternalitas pasar tenaga kerja terampil (parameter ϕ) yang menunjukkan kemampuan sistem ekonomi untuk mencapai skala pengembalian yang meningkat; dan (ii) kemampuan belajar (parameter ) yang menentukan tingkat akumulasi pengetahuan (Capello, 2007). 2.3 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005), sebabsebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan. Teori pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan perdagangan dapat dilacak kembali pada teori keunggulan absolut oleh Adam Smith pada tahun 1776 dan teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo pada tahun 1817 (Salvatore, 1997). Menurut teori keunggulan absolut (absolut advantage theory), jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memroduksi sebuah komoditas (memiliki keunggulan absolut), namun kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi komoditas lainnya (memiliki kerugian absolut) maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut. Sementara itu, menurut teori keunggulan komparatif (comparative advantage theory), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi kedua komoditas (tidak memiliki keunggulan absolut) maka kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Caranya adalah negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memroduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih

kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif. Lebih lanjut, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factorproportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher- Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut. Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem) menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen, demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan (Salvatore, 1997). Integrasi ekonomi kawasan melalui pembentukan blok perdagangan bebas regional memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu: efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena diversi perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan sebaliknya (Krugman dan Obstfeld, 2000). Kreasi perdagangan adalah keadaan dimana sebuah perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement, FTA) dapat menciptakan perdagangan di antara anggota yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan adanya kreasi perdagangan, sebuah negara anggota FTA akan memperoleh barang-barang yang

diproduksi secara lebih efisien dari negara anggota FTA lainnya. Oleh sebab itu, kreasi perdagangan dianggap sebagai dampak positif dari sebuah FTA. Sebaliknya, diversi perdagangan dapat diartikan sebagai masuknya produk-produk yang tidak efisien dari negara-negara anggota FTA, dan mencegah produk yang lebih efisien dari negara di luar FTA. Hal ini terjadi karena negara-negara non- FTA dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan dengan negara anggota FTA. Perbedaan perlakukan tarif impor menyebabkan perdagangan beralih dari negaranegara non-fta ke negara anggota FTA. Diversi perdagangan memberikan dampak negatif terhadap kesejahteraan karena menyebabkan pengalihan sumbersumber pasokan yang efisien. 2.4 Faktor-Faktor Pendukung Keterbukaan Ekonomi Manfaat yang diperoleh dari sistem perekonomian terbuka yang dianut oleh sebagian besar negara-negara di dunia tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan masing-masing negara tersebut dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Berdasarkan teori pertumbuhan dan penelitian-penelitian sebelumnya seperti Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009) terdapat beberapa faktor yang mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan kinerja perdagangan di era persaingan global, yaitu adanya penanaman modal asing (PMA), kesiapan sektor finansial (sistem keuangan), stabilitas perekonomian dan harga, infrastruktur publik, kualitas modal manusia, kemajuan teknologi, dan ketenagakerjaan. 2.4.1 Penanaman Modal Asing Investasi merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terusmenerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran masyarakat. Menurut Sukirno (1995) pengaruh tersebut bersumber dari tiga fungsi penting kegiatan investasi di dalam perekonomian, yaitu: (i) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional yang diikuti oleh pertambahan kesempatan kerja; (ii) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kepastian

memproduksi dimasa depan dan menstimulir pertambahan produksi nasional; dan (iii) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi yang memberi sumbangan penting pada kenaikan produktivitas dan pendapatan per kapita masyarakat. Model pertumbuhan Harrod-Domar (Harrod-Domar growth model) merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang (Todaro dan Smith, 2006). Harrod-Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda yang dimainkan oleh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi memengaruhi permintaan agregat melalui proses pengganda investasi (investment multiplier) dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital serta meningkatkan kapasitas produksi sehingga berpengaruh pula pada penawaran agregat. Harrod-Domar menjawab tingkat investasi yang diperlukan agar kenaikan permintaan agregat sama dengan kapasitas produksinya sehingga pemanfaatan kapasitas secara penuh dapat dipertahankan. Permasalahan yang muncul di sejumlah negara, khususnya negara berkembang, adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan investasi dengan kemampuan mengakumulasi tabungan (saving-investment gap) sehingga solusi yang bisa ditempuh adalah mencari pinjaman, bantuan, atau investasi dari luar negeri. Menutut Jhingan (2008) penanaman modal asing (PMA) berarti perusahaan dari negara asal modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan atas aset yang ditanam di negara penerima; pembentukan suatu perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham; pembentukan suatu perusahaan yang dibiayai oleh perusahaan penanam modal atau menaruh aset tetap di negara penerima. Investasi langsung berupa PMA lebih disukai daripada investasi portofolio karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (i) PMA memperkenalkan manfaat ilmu pengetahuan, teknologi dan organisasi yang mutakhir ke negara berkembang; (ii) mendorong perusahaan lokal atau melalui kerja sama dengan perusahaan asing mendirikan industri-industri pendukung; (iii) sebagian laba PMA akan ditanamkan kembali untuk pengembangan, modernisasi atau pembangunan

industri terkait; dan (iv) pada tahap awal pembangunan, arus PMA akan meringankan beban neraca pembayaran negara berkembang. 2.4.2 Sektor Finansial Secara umum, sektor keuangan memiliki enam fungsi utama dalam suatu perekonomian, yaitu: (i) menyediakan jasa pembayaran; (ii) menghubungkan penabung dengan investor; (iii) menghasilkan dan menyebarkan informasi; (iv) mengalokasikan pinjaman secara efisien; (v) memberikan perlindungan terhadap risiko penentuan harga, pengumpulan dan perdagangan, serta (vi) meningkatkan likuiditas aset (Todaro dan Smith, 2006). Sektor keuangan mencakup perbankan dan non-perbankan yaitu terdiri dari bank umum, bank devisa, bank perkreditan rakyat (BPR), koperasi simpan pinjam, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Pembangunan sektor keuangan akan menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi, di antaranya melalui pengalokasian dana ke sektor-sektor produktif secara efisien dan pemberian kredit domestik untuk pengembangan usaha kepada industri-industri lokal, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM). Inovasi teknologi dan inovasi di sektor keuangan, keduanya akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan merupakan syarat bagi berlangsungnya revolusi industri. Sebagai contoh adalah pembangunan pembangkit listrik yang tidak hanya memerlukan teknologi dan investasi yang besar, tapi perlu juga dukungan sektor perbankan dan asuransi. Perekonomian membutuhkan pasar keuangan yang canggih dalam rangka penyediaan modal untuk kegiatan investasi sektor swasta, baik berupa pinjaman dari sektor perbankan, modal ventura, maupun produk keuangan lainnya. Sektor keuangan yang efisien juga memastikan bahwa inovator dengan ide-ide yang baik memiliki dukungan permodalan untuk mengubah ide-ide menjadi produk komersial dan jasa yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam rangka memenuhi semua fungsi-fungsi tersebut sektor perbankan harus dapat dipercaya dan transparan.

2.4.3 Tingkat Inflasi Inflasi adalah gejala peningkatan harga-harga secara umum dalam perekonomian secara terus-menerus. Dengan demikian tingkat inflasi adalah perubahan yang terjadi pada tingkat harga (Blanchard, 2004). Pengertian umum mengenai inflasi mengandung tiga aspek penting, yaitu: 1. Ada kecenderungan harga-harga yang meningkat, artinya dalam kurun waktu tertentu, harga-harga menunjukkan tren atau tendensi yang meningkat. 2. Peningkatan harga berlangsung secara terus-menerus (sustained), artinya dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. 3. Pengertian harga adalah tingkat harga umum (general level of price), artinya harga tersebut mencakup keseluruhan komoditas dan bukan hanya pada satu atau beberapa komoditas saja. Penyebab inflasi dengan pendekatan pasar riil atau pasar barang dibagi menjadi dua, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kelebihan permintaan (demand pull inflation) dan yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi (cost push inflation). Tipe pertama, penyebabnya adalah ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang tidak dapat mencukupi kelebihan permintaan masyarakat secara umum sehingga menyebabkan kenaikan harga secara agregat. Secara implisit, ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang menyiratkan kapasitas produksi optimum dari suatu perekonomian sehingga hal tersebut sesungguhnya mencerminkan kondisi output potensial. Tipe kedua, penyebabnya adalah kenaikan harga yang terjadi merupakan kondisi yang tidak diantisipasi dan hal tersebut disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. Kondisi yang tidak diantisipasi ini salah satunya disebabkan oleh adanya shock dari sisi penawaran. Inflasi dalam praktiknya dihitung berdasarkan pendekatan indeks harga. Beberapa alternatif yang sering digunakan adalah indek harga konsumen (IHK), indeks harga produsen (IHP), dan indeks harga implisit yang diturunkan dari penghitungan PDB yakni sering disebut sebagai GDP deflator. Dari beberapa alternatif tersebut, biasanya digunakan indek harga konsumen karena secara umum nilai uang terkait dengan kekuatan daya beli dari uang di tingkat konsumen.

2.4.4 Infrastruktur Infrastruktur merupakan sarana dan prasarana publik yang dapat digunakan sebagai fasilitas pendukung dalam suatu kegiatan perekonomian, meliputi sarana jalan, pelabuhan, bandar udara, kelistrikan, jaringan telepon, dan sebagainya. Keberadaan infrastruktur sangat membantu kelancaran roda perekonomian, di antaranya melalui penghematan pada biaya produksi, transportasi, dan telekomunikasi sehingga output yang dihasilkan dan kemudian didistribusikan menjadi lebih banyak dan beragam. Perluasan jaringan dan perbaikan infrastruktur akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Transportasi yang lancar merupakan prasyarat untuk menghubungkan masyarakat ke fasilitas pendidikan, kesehatan, pasar, industri, dan pusat kegiatan ekonomi lainnya. Pasokan listrik yang cukup dan bebas dari gangguan mendukung pencapaian proses produksi yang lebih efisien dan ekonomis. Jaringan telekomunikasi yang solid dan luas memungkinkan arus informasi dapat menyebar dengan cepat sehingga meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan karena semua informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah diperoleh. Menurut teori pertumbuhan export base dan growth-poles bahwa kapasitas ekspor, sistem produksi yang kompetitif, serta kemampuan wilayah dalam menarik suatu kegiatan ekonomi baru merupakan hasil endowment berupa infrastruktur yang sudah terbangun. Kondisi infrastruktur yang baik merupakan faktor penarik bagi hadirnya perusahaan baru ke suatu wilayah dan menjadi sumber pemicu terjadinya persaingan dengan perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di wilayah tersebut. Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan produktivitas dari faktor-faktor produksi, sedangkan kemudahan dalam mengakses infrastruktur publik akan menurunkan biaya-biaya yang terkait dengan pengeluaran perusahaan sehingga akan membangkitkan eksternalitas positif pada pembangunan di tingkat lokal (Cappelo, 2007). 2.4.5 Modal Manusia Beberapa ekonom telah mengembangkan suatu teori pembangunan yang didasarkan pada kapasitas produksi tenaga manusia dalam proses pembangunan,