TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) Gilber Payung, Ihsan, Marly Valenti Patandianan Lab. Regional Planning Tourism Disaster Mitigation, Pengembangan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Abstrak Pendapatan Provinsi Maluku sebagian besar disumbang oleh dua dari sebelas wilayah kabupaten, yaitu Kota Ambon (44,7%) dan Kabupaten Maluku Tengah (14,5%). Ketimpangan tersebut berimplikasi pada tingginya kemiskinan di Provinsi Maluku. Jumlah penduduk miskin di Maluku mencapai 18,44% dari populasi, lebih tinggi dari tingkat kemiskinan Nasional (11,22%). Penelitian ini mengidentifikasi tipologi wilayah, kemudian mengetahui seberapa besar ketimpangan antar kabupaten di Provinsi Maluku menggunakan metode Williamson. Pusat ditentukan berdasarkan z- score. Setiap pusat pertumbuhan memiliki wilayah pengaruh yang ditentukan dengan metode gravity index.. Hasil analisis menunjukkan empat wilayah yang teridentifikasi sebagai pusat pertumbuhan, yaitu Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Buru, dan Maluku Tenggara. Hasilnya Seram Bagian Barat, Maluku Tenggara Barat, dan Maluku Barat Daya berorientasi ke Kota Ambon sebagai pusat; Seram Bagian Timur berorientasi ke Maluku Tengah sebagai pusat; Buru Selatan berorientasi ke Buru sebagai pusat; serta Kota Tual dan Kepulauan Aru berorientasi ke Maluku Tenggara sebagai pusat pertumbuhan. Kata-kunci : gravity index, pusat pertumbuhan, z-score Pengantar Provinsi Maluku adalah wilayah yang heterogen berdasarkan sektor/lapangan usaha perekonomian. Perkembangan kegiatan ekonomi dan sosial di Maluku dapat dilihat dari peningkatan nilai PDRB setiap tahunnya. Pada tahun 2013 pendapatan domestik Maluku naik sebesar 5,3 persen, dan pada tahun 2014 meningkat sebesar 6,7 persen. Walaupun secara statistik mengalami peningkatan, pada dasarnya pendapatan domestik bruto Maluku masih jauh dibawah provinsi lain, dan menempati peringkat ketiga provinsi dengan nilai PDRB terendah di Indonesia. Rendahnya nilai PDRB tersebut dapat disebabkan oleh daya saing dan keunggulan komparatif (Ricardo, 1985). Secara spasial, data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kabupaten/kota tahun 2014 menunjukkan adanya ketimpangan terkait daya saing masing-masing kota/kabupaten. Hal ini tercermin dari perekonomian Provinsi Maluku yang sebagian besar disumbang oleh dua wilayah saja, yaitu Kota Ambon (44,7%) dan Kabupaten Maluku Tengah (14, 5%), sementara wilayah lainnya memiliki sumbangan relatif kecil yaitu antara 2,8%-7,0%. Ketimpangan tersebut tidak terlepas dari beragamnya nilai tambah dari sektor ekonomi unggulan yang mendorong perekonomian masingmasing daerah. Masalah rendahnya nilai PDRB, kurangnya pemanfaatan sumber daya alam dan daya saing serta keunggulan komparatif turut berimplikasi pada tingkat kemiskinan di wilayah Provinsi Maluku. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Adisasmita (2013) mengenai kriteria keterbelakangan wilayah dan teori ketimpangan pendapatan antar wilayah yang dirumuskan oleh Williamson (1965) berdasarkan logika klasik mengenai hubungan antara ketimpangan wilayah dan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Maluku pada Maret 2015 mencapai 328,41 ribu orang (18,44%), lebih tinggi dari tingkat kemiskinan nasional yaitu 11,22%. Berdasarkan pemaparan fakta diatas, diketahui bahwa permasalahan di Provinsi Maluku antara Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 C 043
Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index lain rendahnya nilai PDRB, kurangnya pemanfaatan sumber daya alam dan daya saing serta keunggulan komparatif yang turut berimplikasi pada tingginya tingkat kemiskinan. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan konsep pembangunan wilayah hierarkis antara pusat dan wilayah pengaruh, yang di dalamnya menghubungkan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan kewilayahan. Adanya sekelompok kegiatan ekonomi terkonsentrasi pada suatu lokasi tertentu merupakan karakteristik dari pusat pertumbuhan. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah sekitarnya secara dinamis (Sjafrizal, 2015). Pusat pertumbuhan merupakan sebuah teori yang mengintegrasikan antara aspek pertumbuhan ekonomi dan analisis keuntungan lokasi dan keterkaitan antar wilayah. Analisis tersebut memungkinkan teridentifikasinya wilayah baru yang potensial sebagai pusat pertumbuhan sehingga pembangunan tidak terfokus pada satu wilayah saja. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi wilayah yang memiliki peluang besar untuk menjadi pusat-pusat pertumbuhan yang potensial untuk mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah di Provinsi Maluku yang tercermin dari minimnya nilai PDRB, tingginya tingkat kemiskinan dan kurangnya daya saing serta keunggulan komparatif. Untuk menetapkan lokasi pusat-pusat pertumbuhan dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan ekonomi wilayah di Provinsi Maluku pertama-tama mengidentifikasi kondisi pembangunan wilayah ditinjau dari pertumbuhan ekonomi dan indikasi ketimpangan pembangunan wilayah di Provinsi Maluku, setelah itu mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan wilayah berbasis Z-Score Analysis dan Gravity Index. Pusat pertumbuhan bertugas menarik atau mendorong pusat-pusat kecil yang berada di wilayah pengaruhnya (wilayah pertumbuhannya), dengan demikian diharapkan pembangunan fisik dan pertumbuhan ekonomi akan menyebar ke seluruh wilayah pertumbuhan dan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi lokal dan regional. Pertanyaan penelitian dari penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana kondisi pengembangan wilayah ditinjau dari pertumbuhan ekonomi dan indikasi ketimpangan pembangunan wilayah di Provinsi Maluku? (2) Dimana saja lokasi pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah pengaruhnya di Provinsi C 044 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 Maluku berdasarkan metode Z-Score Analysis dan Gravity Index? Metode Dalam penelitian ini, variabel-variabel dianalisis secara kuantitatif dengan beberapa metode analisis, kemudian hasil analisis dipaparkan secara kualitatif-deskriptif. Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan dalam variabel-variabel sarana prasarana, variabel-variabel kependudukan, dan variabel-variabel perekonomian. Variabel Penelitian Tabel 1. Variabel Penelitian Sumber: Hasil pengolahan penulis, 2016 Tujuan Variabel Mengidentifikasi kondisi pembangunan wilayah dan indikasi ketimpangan wilayah di Provinsi Maluku Mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan berbasis Z- Score Analysis dan Gravity Index Metode Analisis Data PDRB harga konstan PDRB perkapita Laju pertumbuhan ekonomi Nilai PDRB tiap kabupaten Persentase sarana pendidikan dasar/ menengah/tinggi Peresentase sarana kesehatan Persentase pelajar Persentase penduduk Persentase tenaga kerja industri Persentase tenaga kerja jasa Persentase PDRB industri Persentase PDRB jasa Persentase PAD Pesentase tabungan bank Persentase pinjaman Panjang jalan Persentase konsumsi listrik Persentase konsumsi air Jumlah kendaraan bermotor Jumlah Penduduk Jarak Pusat Pertumbuhan Dalam penelitian ini, ketimpangan ditinjau dari distribusi pendapatan wilayah (ekonomi). Ketimpangan wilayah di Provinsi Maluku dapat ditinjau dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita dan jumlah penduduknya. Penyetaraan Tahun Dasar Data Dalam menyelesaikan rumusan masalah pertama, dibutuhkan data Pendapatan Domestik Re-
gional Bruto untuk mengidentifikasi pembangunan dan ketimpangan di Provinsi Maluku. Karena periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun 2005-2014 maka untuk menjaga konsistensi data penelitian sebelum tahun 2010, data yang masih menggunakan tahun dasar 2000 harus diubah/dikonversi menjadi bertahun dasar 2010. Data Pendapatan Domestik Regional Bruto dikonversikan atas dasar harga konstan tahun 2010 karena pada tahun 2010 kondisi ekonomi Indonesia cenderung stabil seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009. 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan karena tidak dipengaruhi oleh inflasi atau kenaikan harga yang terjadi setiap tahun. Adapun konsep perhitungan pertumbuhan ekonomi dalam satu periode (Sukirno, 2007), yaitu: G = PDRB 1 PDRB 0 100% PDRB 0 Keterangan: G = Laju pertumbuhan ekonomi PDRB 1 = Pendapatan Domestik Regional Bruto suatu tahun PDRB 0 = Pendapatan Domestik Regional Bruto pada tahun sebelumnya PDRB perkapita merupakan gambaran dan ratarata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah /daerah. Rumusnya adalah sebagai berikut: PDRB Perkapita = PDRB jumlah penduduk 2. Klasifikasi Wilayah Berdasarkan Laju Pertumbuhan dan PDRB Perkapita Gilber Payung Untuk mengetahui klasifikasi kondisi perekonomian masing masing kabupaten/kota di Provinsi Maluku, ditinjau dari tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita digunakan analisis tipologi wilayah. Metode analisis tipologi wilayah yang digunakan adalah Tipologi Klassen. Tipologi Klassen pada dasarnya mengklasifikasi wilayah kabupaten/kota di Provinsi Maluku berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perkapita masing-masing kabupaten. Adapun kriteria yang digunakan untuk mengklasifikasikannya adalah sebagai berikut: (1) Wilayah cepat maju dan cepat tumbuh adalah wilayah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Maluku, (2) Wilayah maju tetapi tertekan adalah wilayah yang memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Maluku, (3) Wilayah berkembang cepat adalah wilayah yang memilki tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi tetapi tingkat pendapatan perkapita lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Maluku, (4) Wilayah relatif tertinggal adalah wilayah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Maluku. 3. Indeks Williamson Indeks Williamson yang dikenalkan oleh Jeffrey G. Williamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah atau disparitas pendapatan di suatu wilayah. Menurut Sjafrizal (2008:107), indeks ketimpangan Williamson adalah analisis yang digunakan sebagai indeks ketimpangan regional, dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita sebagai data dasar. I w = n i (y i Y) 2. x i X, 0 < I Y w < 1 Keterangan: y i = PDRB per kapita kabupaten/kota i Y = Rata-rata PDRB per kapita Provinsi Maluku x i = Jumlah penduduk kabupaten/kota i X = Jumlah penduduk Provinsi Maluku Angka koefisien Indeks Williamson adalah 0 < IW < 1. Jika Indeks Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil atau semakin merata dan sebaliknya angka yang semakin besar menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar (Sjafrizal, 1997:29). Manurut Arsyad (2010), ada tiga kriteria dalam perhitungan Indeks Williamson, yaitu: 0,00 0,20 = Ketidakmerataan rendah 0,21 0,35 = Ketidakmerataan sedang >0,36 = Ketidakmerataan tinggi Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 C 045
Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index 4. Analisis z-score Analisis z-score merupakan salah satu analisis dengan menggunakan dua variabel atau lebih secara bersama-sama dalam suatu persamaan, dimana variabel bebas dalam analisis ini adalah rasio-rasio kependudukan, tenaga kerja, PDRB, modal (variabel ekonomi) dan rasio saranaprasarana. Sedangkan variabel terikat adalah prediksi lokasi pusat pertumbuhan. Analisis z- score yang bersifat statistik empiris memungkinkan semua variabel-variabel yang berpengaruh terhadap penentuan wilayah pusat pertumbuhan dapat dianalisis dengan output berupa skor ranking. Persamaan umum metode z- score adalah sebagai berikut: X = a 1 Z 1 + a 2 Z 2 + a 3 Z 3 + + a i Z i Keterangan: X = Skor Kabupaten a i = Bobot variabel = z-skor tiap variabel Z i 5. Gravity Index Konsep dasar dari analisis gravitasi adalah membahas mengenai ukuran dan jarak antara pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya. Penggunaan teknik ini akan dapat menghitung kekuatan relatif dari hubungan komersial antara pusat pertumbuhan yang satu dengan pusat pertumbuhan yang lainnya (Warpani, 1984). Analisis dan Interpretasi Analisis Pengembangan Wilayah Provinsi Maluku ditinjau dari Pertumbuhan Ekonomi. 1. Penyetaraan Tahun Dasar Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dikonversikan atas dasar harga konstan tahun 2010 karena pada tahun 2010 kondisi ekonomi Indonesia cenderung stabil seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009. 2. Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Untuk tahun 2005 sendiri, laju pertumbuhan Provinsi Maluku mencapai 4,67%. Pada tahun 2006, laju pertumbuhan Kota Ambon menjadi yang paling tinggi yaitu 6,43%, sedangkan kabupaten lain berkisar antara 3% - 5%. Laju pertumbuhan Provinsi Maluku sendiri pada tahun 2006 meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2005, yaitu 5,24%, kemudian terjadi penurunan pada tahun 2007, yaitu 5,23%. Fluktuasi laju pertumbuhan lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1. Rumus untuk menghitung indeks gravitasi suatu wilayah adalah sebagai berikut (Rustiadi, Ernan dkk., 2011) : T ij = k P ip j c d ij Keterangan: T ij = Interaksi/banyaknya perjalanan dari wilayah i ke wilayah j k = Bilangan konstan (Danastri, 2011 dalam skipsinya menyatakan bahwa nilai K dapat ditentukan sebagai rata-rata perjalanan penduduk) P i = Penduduk wilayah i P j = Penduduk wilayah j d ij = Jarak antara i dan j c = eksponen jarak, nilainya 0,4 3,3 berdasarkan topografi wilayah. dalam penelitian ini karena topografi wilayah kajian sangat variatif, maka penulis mengambil rataan nilai tersebut, yaitu 1,94. C 046 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 Gambar 1. Laju pertumbuhan Provinsi Maluku tahun 2005-2014 Sumber: Hasil analisis penulis, 2016 Pada tahun 2008 terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi, dengan laju pertumbuhan Provinsi Maluku hanya 1,19%. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Kota Ambon, walaupun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pertumbuhan tahun 2008 cenderung menurun, yaitu 5,91%. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional yang diakibatkan oleh krisis ekonomi global pada tahun 2008. Provinsi Maluku pada tahun
2008 dimekarkan menjadi 10 kabupaten, dan 2 kota dari sebelumnya 7 kabupaten dan 1 kota. Pada tahun 2009, terjadi peningkatan signifikan pada laju pertumbuhan Provinsi Maluku dari sebelumnya 1,19% meningkat menjadi 5,31%. 3. Analisis Tipologi Wilayah Untuk mengetahui klasifikasi kondisi perekonomian masing masing kabupaten/kota di Provinsi Maluku, ditinjau dari tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita digunakan analisis tipologi wilayah. Hasil analisis tipologi wilayah kabupaten/ kota di Provinsi Maluku dipaparkan dalam tabel 2. Tabel 2. Tipologi wilayah Provinsi Maluku Sumber: Hasil Analisis, 2016 PDRB Per Kapita Laju Pertumbuhan y1>y y1<y r1>r Wilayah cepat maju dan cepat bertumbuh: Kota Ambon Kota Tual Kepulauan Aru r1<r Wilayah maju tetapi tertekan: Maluku Tenggara Seram Bagian Timur 4. Analisis Ketimpangan Wilayah Wilayah berkembang cepat: Maluku Barat Daya Maluku Tenggara Barat Wilayah relatif tertinggal: Maluku Tengah Seram Bagian Barat Buru Buru Selatan Ketimpangan wilayah diukur dengan Indeks Williamson dari Pendapatan Domestik Regional Bruto perkapita dalam kurun waktu 2005-2014. Pada tahun 2005, nilai indeks ketimpangan antar kabupaten di Provinsi Maluku mencapai 0,767. Angka ini meningkat lagi pada tahun 2006, dan mencapai puncaknya pada tahun 2007 mencapai 0,793. Peningkatan nilai indeks berarti kondisi ketidakmerataan semakin bertambah, dengan kata lain, kondisi pada 2005-2007 semakin timpang. Gilber Payung Tahun Indeks Williamson 2007 0,793 2008 0,647 2009 0,645 2010 0,655 2011 0,652 2012 0,654 2013 0,648 2014 0,642 Pada tahun 2008, nilai indeks mengalami penurunan menjadi 0,647. Adanya penurunan ini berarti kondisi ketidakmerataan semakin menurun. Penurunan ini terjadi akibat adanya pemekaran wilayah baru menjadi 9 kabupaten dan 2 kota dari sebelumnya 7 kabupaten dan 1 kota. Nilai Indeks Williamson pada tahun 2010 hingga 2014 (tabel 3) mengalami penurunan setiap tahunnya, namun tidak signifikan. Hal ini berarti ketidakmerataan di Provinsi Maluku semakin berkurang, atau dengan kata lain semakin tidak timpang. Walaupun ada penurunan tingkat ketidakmerataan (ketimpangan), penurunan tersebut tidak membuat Provinsi Maluku keluar dari klasifikasi ketidakmerataan tinggi (nilai Indeks Williamson >0,36). Hingga tahun 2014, ketimpangan antar kabupaten di Provinsi Maluku masih tergolong tidak merata (ketidakmerataan tinggi). A. Analisis Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruh 1. Analisis Pusat Pertumbuhan (z-score) Penentuan pusat pertumbuhan di Provinsi Maluku didasarkan pada teori dan konsep terkait ciri pusat pertumbuhan. Dalam penelitian ini, berdasarkan tinjuan pustaka penulis menetapkan 14 (empat belas) variabel yang berpengaruh terhadap kecenderungan suatu wilayah dapat ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan, sehingga dapat mendorong perkembangan wila-yah di sekitarnya. Selanjutnya variabel-variabel tersebut dikonversi ke dalam rasio masing-masing kabupaten terhadap provinsi dengan satuan persen (%). Penentuan pusat pertumbuhan berdasarkan variabel-variabel yang telah disebutkan diatas dianalisis menggunakan metode analisis z-score. Tabel 3. Indeks Williamson Provinsi Maluku 2010-2014 Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tahun Indeks Williamson 2005 0,767 2006 0,776 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 C 047
Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index Gambar 2. Pusat Pertumbuhan berdasarkan analisis Z-Score Sumber: Hasil analisis penulis, 2016 Gambar 3. Indeks gravitasi Maluku Tenggara Barat Berdasarkan hasil analisis (gambar 2), maka 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok wilayah, yaitu wilayah kabupaten/kota yang menjadi pusat pertumbuhan, dan wilayah kabupaten/kota yang menjadi wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan. Kelompok wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan adalah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara. Kelompok wilayah yang menjadi wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan adalah Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kabupaten Buru Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Aru. Kota Ambon sebagai wilayah yang memiliki skor tinggi, ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan utama. 2. Analisis Wilayah Pengaruh Analisis gravitasi dilakukan dengan menilai interaksi antara keempat pusat pertumbuhan tersebut dengan kabupaten/kota yang menjadi wilayah pengaruh. Selanjutnya untuk memperjelas hasil analisis, pemaparan simpulan analisis dilakukan berpatokan pada wilayah pengaruh, dimana setiap kabupaten/kota wilayah pengaruh tersebut ditinjau interaksinya dengan masingmasing pusat pertumbuhan, seperti pada gambar 3. Kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki interaksi yang cukup kuat dengan Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tenggara, dan Kabupaten Maluku Tengah (Gambar 3). Berdasarkan angka indeks tertinggi, maka Kabupaten Maluku Tenggara Barat cenderung berorientasi pada wilayah pusat pertumbuhan di Kota Ambon. C 048 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 Gambar 4. Indeks gravitasi Kabupaten Kepulauan Aru Kabupaten Kepulauan Aru memiliki interaksi yang tinggi dengan pusat pertumbuhan di Kabupaten Maluku Tenggara, dengan angka indeks yang terpaut jauh dengan pusat pertumbuhan di Kabupaten Maluku Tengah, Kota Ambon, dan Kabupaten Buru. Pada gambar 4 disajikan angka indeks paling tinggi dengan Kabupaten Maluku Tenggara sehingga menjadi pusat pertumbuhan dari Kabupaten Kepulauan Aru. Gambar 5. Indeks gravitasi Kabupaten Seram Bagian Barat Berdasarkan gambar 5, Kabupaten Seram Bagian Barat memiliki interaksi yang kuat dengan Kota Ambon, kemudian Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, dan yang paling rendah interaksinya adalah dengan Kabupaten Maluku Tenggara. Berdasarkan angka indeks ter-
tinggi, maka Kabupaten Seram Bagian Barat cenderung berorientasi pada wilayah pusat pertumbuhan di Kota Ambon. Kabupaten Seram Bagian Timur mempunyai interaksi yang kuat dengan Kabupaten Maluku Tengah. Hasil analisis seperti yang ditampilkan pada gambar 6, Kabupaten Seram Bagian Timur adalah wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kabupaten Maluku Tengah. Gilber Payung sedang, serta interaksi yang paling rendah terjadi antara Kabupaten Buru Selatan dengan Kabupaten Maluku Tenggara. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis yang ditampilkan dalam gambar 8, Kabupaten Buru Selatan ada-lah wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kabupaten Buru. Gambar 6. Indeks gravitasi Seram Bagian Timur Hasil analisis gravitasi untuk menentukan orientasi pusat pertumbuhan dari Kabupaten Maluku Barat Daya seperti pada gambar 5.12, menjelaskan bahwa Kabupaten Maluku Barat Daya adalah wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kota Ambon. Interaksi antara Kabupaten Maluku Barat Daya dengan Kabupaten Maluku Tenggara adalah yang paling rendah jika dikomparasikan dengan kabupaten/kota pusat pertumbuhan lainnya. Gambar 8. Indeks gravitasi Kabupaten Buru Selatan Berdasarkan gambar 9, Interaksi antara Kota Tual dengan Kabupaten Maluku Tenggara memiliki hubungan yang sangat kuat, dimana pusat (ibukota) masing-masing wilayah tersebut hanya berjarak 8 kilometer dipisahkan oleh sebuah selat. Interaksi antara Kota Tual dengan Kabupaten Buru adalah yang paling rendah. Hasil analisis yang menunjukkan interaksi yang sangat kuat antara Kota Tual dengan Kabupaten Maluku Tenggara menyebabkan Kota Tual adalah wilayah pengaruh dari kabupaten maluku tenggara. Gambar 7. Indeks gravitasi Maluku Barat Daya Kabupaten Buru Selatan memiliki interaksi yang kuat dengan Kabupaten Buru. Interaksi antara Kabupaten Buru Selatan dengan Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah cenderung Gambar 9. Indeks gravitasi Kota Tual terhadap pusat pertumbuhan Hubungan interaksi antara tiap pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruhnya ditampilkan pada gambar 10. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 C 049
Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index Gambar 10. Hasil analisis pusat pertumbuhan dan wilayah pengaruh masing-masing kabupaten Sumber: Hasil Analisis, 2016 Kesimpulan a. Hingga tahun 2014, ketimpangan antar kabupaten di Provinsi Maluku masih tergolong tidak merata (ketidakmerataan tinggi). b. Wilayah yang ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan adalah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara. Wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kota Ambon adalah Maluku Tenggara Barat, Maluku Barat Daya, dan Seram Bagian Barat. Wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Maluku Tengah adalah Seram Bagian Timur. Wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kabupaten Buru adalah Buru Selatan. Wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Maluku Tenggara. adalah Kepulauan Aru dan Kota Tual. Saran a. Penerapan konsep pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruh (hinterland) seba-gai satu kesatuan, terutama untuk wilayah dengan ketimpangan yang tinggi. Disamping itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait hubungan/korelasi terkait dampak pusat-pusat pertumbuhan yang telah ditetapkan terhadap pertumbuhan wilayah Provinsi Maluku. b. Perlunya menganalisis hubungan antara tipologi wilayah (berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita) dan ketimpangan antar wilayah. Salah satu kelemahan penelitian ini adalah belum dilakukannya analisis untuk mengetahui hubungan antara kedua aspek tersebut. c. Penulis menyarankan penelitian lebih lanjut terkait penentuan wilayah pengaruh (hinterland) dengan metode gravitasi yang menggunakan basis data selain jumlah penduduk, atau menerapkan metode penentuan wilayah pengaruh berdasarkan analisis transportasi atau harga-harga barang. Daftar Pustaka Adisasmita, Raharjo.(2013). Teori-Teori Pembangunan Ekonomi: Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arsyad, Lincolin. (2010). Ekonomi Pembangunan, edisi 5. Yogyakarta: UPP. STIM YKPN Danastri (2011). Analisis Pusat-Pusat Pertumbuhan Baru di Kecamatan Harjamukti, Cirebon Selatan. Semarang: Universitas Diponegoro. Rustiadi, Ernan dkk. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crespent Press. Sjafrizal. (1997). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Prisma, Maret 1997, hal 27-38. Yogyakarta: LP3ES., (2008). Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Baduose Media: Padang., (2015). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Padang: Rajagrafindo Persada Indonesia. Sukirno, Sadono. (2007). Makro Ekonomi Modern. Jakarta : PT.Raja Grafindo. Persada. Tarigan, Robinson. (2005). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara., (2010). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Warpani, Suwardjoko. (1984). Analisa Kota & Daerah. Bandung: Penerbit ITB. C 050 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016