BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan

HARGA DIRI PRIA YANG MENGALAMI PENSIUN DINI ABSTRAK

BABI PENDAHULUAN. Pekerjaan merupakan salah satu aktivitas manus1a yang penting untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern, bekerja merupakan suatu tuntutan yang

BAB II KERANGKA TEORITIS. Ando-Modigliani (dalam Subardi dan Dwiarto 1996) tentang Life-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pegawai swasta berdasarkan undang undang republik indonesia nomor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Natasha Ghaida Husna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2013 tentang perubahan keempat

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

Perkembangan Kognitif & Sosioemosi Usia Lanjut. Unita Werdi Rahajeng, M.Psi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hasil yang dituju. Salah satu cara untuk memenuhi semua itu adalah dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, seseorang perlu melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini

BAB I PENDAHULUAN. barang ataupun jasa, diperlukan adanya kegiatan yang memerlukan sumber daya,

BAB I PENDAHULUAN. hidup adalah salah satu tujuan pembangunan. Namun dampaknya mempengaruhi

`BAB I PENDAHULUAN. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah topik yang hangat dikalangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nisa Fadilah, 2014 Peran Pelatih Pada Pelatihan Pra Purnabakti dalam Kemampuan Berwirausaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bekerja merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. gambaran menakutkan (Mangkuprawira, 2011). Hal itu biasanya muncul pada

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Nining Sriningsih, 2014

Post Power Syndrom. Siti Irene Astuti D

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses kehidupan manusia dimulai dari usia anak menuju usia remaja,

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kata, mahasiswa adalah seorang agen pembawa perubahan, menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. bagi mereka yang akan menjalaninya. Pada saat seseorang menjalani masa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. berbagai stresor dan ancaman ketika perusahaan tersebut dinyatakan pailit. Para

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisiologis ini. Jika satu kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. apa yang dulunya tidak bisa dilakukan ketika masih menjadi karyawan. Setiap orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Ada tiga aspek yang perlu

PENGEMBANGAN MODEL PERSIAPAN PENSIUN BAGI KARYAWAN NON- KEPENDIDIKAN DI UNIVERSITAS X

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dan menuju usia lanjut, sebuah perjalanan hidup yang memang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. mendorong dan menfasilitasi kegiatan belajar mereka.

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan merupakan langkah terakhir yang penulis lakukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bidang pendidikan dilakukan guna memperluas

LAMPIRAN 1 RANCANGAN ALAT UKUR SKALA KESIAPAN PENSIUN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

7 Langkah Jitu Menyiapkan PHK, VRP atau Pensiun

PENSIUN BUKAN AKHIR SEGALANYA. Siti Irene Astuti D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan, baik perubahan fisik maupun perubahan psikologis.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. sekitarnya. Dari usia dini hingga menginjak usia dewasa, manusia membutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Post power syndrome merupakan bentuk dari reaksi negatif yang muncul

BAB I PENDAHULUAN. organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sebuah perusahaan diantaranya bergantung pada faktor kualitas

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan nilai dan kebanggaan tersendiri. Individu dapat berprestasi ataupun

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja merupakan suatu kesempatan dimana seseorang dapat. mengembangkan dirinya, mencapai prestise, memperoleh suatu jabatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. seseorang. Menurut Wexley dan Yukl (2005: 129) kepuasan kerja adalah cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROPOSAL PELATIHAN BERKARYA DI MASA PURNAKARYA (MANAJEMEN PERSIAPAN MENJELANG PURNABHAKTI)

Bab 1 Kewirausahaan. 1. Kewirausahaan dalam Perspektif Sejarah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Post Power Syndrome (Sindrom Pasca Pensiun) Pada satu pihak kemampuan fisik pada usia tersebut menurun namun di

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini. Perilaku financial management sangat erat kaitannya dengan perilaku

1. PE DAHULUA. Universitas Indonesia. Perbedaan Fokus..., Marchantia Andranita, FPSIUI, 2008

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Kesehatan Jiwa mahasiswa menjadi fenomena yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional suatu negara salah satu yang mencakup di

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Perkembangan anak sekolah dasar. Perkembangan anak usia sekolah disebut juga perkembangan masa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA Definisi Keinginan Untuk Keluar (Turnover intention) Sutanto dan Gunawan (2013) mengemukakan bahwa turnover intention

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut atau biasa disebut dengan lanjut usia (lansia) merupakan tahap

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. KESIAPAN PENSIUN 1. Pengertian Kesiapan Pensiun Pensiun adalah sebuah konsep sosial yang memiliki beragam pengertian (Newman, 2006). Sebenarnya pensiun sulit untuk didefinisikan (Cavanaugh, 2006). Pensiun tidak hanya sekedar berhenti bekerja karena usia. Sebagai sebuah istilah, pensiun kurang lebih bermakna purnabakti, tugas selesai, atau berhenti (Sutarto, 2008). Parnes dan Nessel (dalam Corsini, 1987) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana seorang individu berhenti bekerja dari suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Menurut Floyd, dkk (dalam Newman, 2006) pensiun juga mengacu kepada transisi psikologis, suatu perubahan yang terprediksi dan normatif yang melibatkan persiapan, pengertian kembali tentang peran dan peran perilaku, serta penyesuaian psikologis dari seorang pekerja yang dibayar menjadi melakukan aktivitas yang lain. Kondisi ini mengakibatkan transisi peran dari seorang pekerja menjadi seorang pensiunan yang tidak bekerja lagi. Masa-masa ini cukup kritis dalam perjalanan hidup seseorang, dan memengaruhi kesejahteraan hidupnya kelak. Pandangan lain berpendapat bahwa pensiun bukanlah hanya sekedar mengenai berhenti bekerja yang disebabkan oleh faktor usia, namun pensiun adalah suatu fase dalam hidup manusia yang harus dilalui oleh semua individu. Pandangan ini lebih menekankan aspek psikologis individu, dari seorang yang bekerja kepada orang lain (instansi/perusahaan) menjadi pekerja yang mandiri.

Pola pikir yang positif seperti ini penting untuk ditanam dan dikembangkan agar pensiun tidak lagi dianggap sebagai ancaman dalam hidup, melainkan peluang besar yang harus dioptimalkan, sehingga individu bisa memandang dan menerima masa pensiun dengan lebih baik. Sutarto dan Ismulcokro (2008) menyatakan, sebaiknya membangun dan menciptakan perspektif dan persepsi yang indah dan bahagia terlebih dahulu, barulah membuat rencana-rencana untuk kehidupan di masa pensiun. Salah satu elemen kunci untuk bisa menjalani masa pensiun dengan sukses adalah persiapan. Orang yang telah membuat persiapan untuk masa pensiunnya cenderung lebih sukses beradaptasi pada perubahan dalam hidupnya (Lo & Brown, 1999; Sterns & Gray, 1999, dalam Cavanaugh, 2006). Menurut Lemme (1995), salah satu komponen penting dalam kesuksesan menjalani masa pensiun adalah menjaga agar pensiunan tetap beraktivitas. Higginbottom (dalam Lemme, 1995) menyebutkan bahwa menggunakan waktu secara konstruktif, membuat kegiatan yang memiliki tujuan yang jelas, dan menjaga hubungan interpersonal adalah hal yang utama dalam kepuasan pensiun. Berk (2007) menyatakan bahwa merencanakan suatu kehidupan yang aktif memberi dampak yang lebih besar dalam kebahagiaan di masa pensiun dibandingkan dengan persiapan finansial. Sebuah Bank yang menyediakan jasa asuransi kesejahteraan hari tua (SunTrust Bank Amerika) mendefinisikan kesiapan pensiun adalah suatu kondisi yang menunjukkan apakah pekerja memiliki uang yang cukup di masa pensiunnya (nanti) untuk menikmati standar hidup yang seperti yang ia jalani saat sebelum pensiun.

Tarigan (2009) menyatakan bahwa pada dasarnya kesadaran para karyawan untuk siap pensiun masih sangat rendah sehingga persiapan dana pensiun belum dianggap penting bagi sebagian besar karyawan. Jika mereka memiliki dana pensiun, itu pun hanya mereka harapkan dana dari perusahaan tempat mereka bekerja. Sutarto dan Ismulcokro (2008) menambahkan, bahwa dalam persiapan dan kesiapan pensiun intinya adalah persiapan dan kesiapan fisik, finansial, dan mental-emosional sejak awal. Dalam penelitian ini akan digunakan pengertian kesiapan pensiun yaitu sejauh mana tingkat kesiapan pensiun karyawan secara umum, dan lebih spesifik dalam aspek fisik, finansial, dan mental. 2. Aspek-Aspek Kesiapan Pensiun Sutanto dan IsmulCokro (2008) mengemukakan beberapa aspek persiapan dan kesiapan yang merupakan kebutuhan utama untuk mempersiapkan masa pensiun, yaitu : kesiapan materi finanasial, kesiapan fisik, kesiapan mental dan emosi, dan kesiapan seluruh keluarga. 1) Kesiapan materi finansial. Berupa ketersediaan sejumlah bekal pendukung berupa tabungan, asuransi, simpanan asset, dan kegiatan usaha. Biasanya perusahaan menyediakan program tabungan pensiun untuk pekerjanya. Salah satu contoh program yang memfasilitasi pekerja untuk mempersipkan materi finansial adalah Dapenbun (Dana Pensiun Perkebunan), yang dipakai oleh PT. Perkebunan Nusantara III.

2) Kesiapan fisik. Semakin bertambahnya usia kemampuan fisik semakin menurun. Agar bisa terus sehat di masa tua, maka harus dilakukan pemeliharaan kesehatan semenjak masih berada di usia muda dengan menjalankan pola hidup sehat. 3) Kesiapan mental dan emosi. Berupa kekuatan dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Kehilangan pekerjaan, perubahan status, dan kehilangan kemampuan tentunya terasa cukup menyakitkan. Hal ini tidak dapat diatasi dengan limpahan materi. Perlu tenggang waktu untuk meredam tekanan batin dan mengendalikan emosi, karena di saat-saat seperti ini adalah saat yang sangant sensitif bagi pensiunan. 4) Kesiapan seluruh keluarga. Seluruh anggota keluarga turut perlu mempersiapkan diri agar dapat menyesuaikan gaya hidup ketika seorang kepala keluarga pensiun. Richards (2010) mengemukakan suatu inventori untuk mengukur kesiapan pensiun pekerja. Inventori ini terdiri dari aspek-aspek yang menyusun konsep kesiapan pensiun dalam bentuk tugas-tugas (tasks). Tugas-tugas ini yang menjadi indikator kesiapan pensiun. Tugas-tugas tersebut adalah : 1) Tugas yang terkait pendapatan dan kegiatan bermanfaat. Melakukan aktivitas yang menghasilkan uang dan melakukan aktivitas yang bermanfaat. Hal ini meliputi kemampuan menilai apakah pada saat pensiun mampu hidup dengan kondisi finansial yang layak, mengevaluasi dampak perubahan ekonomi saat

pensiun, investasi, dan menentukan penggunaan bantuan pensiun (pesangon) baik dari perusahaan maupun pemerintah. 2) Tugas terkait pekerjaan. Tugas ini terkait memutuskan apakah akan bekerja paruh waktu setelah pensiun, atau sepenuhnya berhenti bekerja. 3) Tugas melakukan aktivitas yang menyenangkan, misalnya melakukan hobi di waktu-waktu senggang saat menjalani masa pensiun. 4) Tugas melakukan hubungan dengan orang lain (sosial). Menentukan kegiatan-kegiatan yang menghubungkan individu dengan orang lain dan dunia sosial di sekitarnya. 5) Tugas mempersiapkan pensiun. Meliputi menentukan apa saja yang diperlukan untuk menjalani pensiun yang menyenangkan, memuaskan, mengidentifikasi rencana alternatif. 3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesiapan Pensiun Ada pekerja yang telah memasuki batas usia untuk pensiun namun memilih untuk tetap bekerja (tidak ingin pensiun) walaupun di perusahaan yang berbeda dengan perusahaan tempat sebelumnya ia bekerja. Hoyer & Roodin (2009) mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi kesiapan pensiun pekerja (di Amerika) hingga memilih untuk tetap bekerja. Faktor-faktor tersebut adalah : 1) Kurangnya tabungan sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidupnya dengan layak jika ia pensiun. 2) Harapan hidup yang semakin tinggi membuat mereka berpikir lebih membutuhkan sumber finansial. 3) Biaya hidup terutama biaya kesehatan semakin mahal.

4) Terlambat membuat persiapan keuangan. 5) Inflasi membuat uang yang mereka tabung selama ini berkurang nilainya. Beberapa penelitian lain yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan pensiun, di antaranya adalah sebagai berikut:: 1) Kecerdasan emosional. Terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kecemasan menghadapi pensiun, yang mana didapatkan hasil semakin tinggi kecerdasan emosional maka akan semakin rendah kecemasan menghadapi pensiun (Risbi, 2012). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karyawan yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi memiliki kecemasan yang lebih rendah, yang berarti pula memiliki kesiapan pensiun aspek mental tinggi. 2) Dukungan keluarga dan religiusitas. Terdapat hubungan positif antara dukungan keluarga dan religiusitas dengan kesiapan menghadapi masa pensiun (Larasati, 2011). Hal ini berarti karyawan yang mendapat dukungan dari keluarga dan memiliki religiusitas yang tinggi akan lebih siap menghadapi masa pensiun. 3) Usaha/penghasilan sampingan. Terdapat perbedaan kesiapan pensiun yang signifikan antara karyawan yang memiliki usaha/penghasilan sampingan dengan yang tidak, dimana karyawan yang memiliki usaha/penghasilan sampingan memiliki kesiapan pensiun yang lebih tinggi dari pada yang tidak (Ratnasari, 2011). 4) Locus of control. Karyawan yang memiliki locus of control external memiliki kesiapan pensiun yang lebih tinggi daripada karyawan dengan locus of control internal (Fitriani, 2010).

4. Tahapan Persiapan Masa Pensiun Thompson (1977) dalam Craig (1984) menyatakan bahwa persiapan pensiun terdiri dari tiga bagian : a. Pengurangan Suatu awal melepaskan atau berangsur-angsur mengurangi tanggung jawab pekerjaan untuk menghindarkan penurunan tiba-tiba dalam aktivitas di masa pensiun. Dengan berkurangnya kemampuan beberapa fungsi fisik mengharuskan pensiunan melakukan pengurangan aktivitas bekerja. b. Program pensiun Program pensiun berupa berhenti dari bekerja untuk memulai kehidupan baru sebagai seorang pensiunan. c. Kehidupan di masa pensiun Suatu usaha mengatasi mengenai berhentinya dari bekerja dan pikiran mengenai apa yang akan dikehendaki untuk hidup sebagai seorang pensiunan. Mempersiapkan aktivitas yang memungkinkan untuk menikmati masa pensiun dengan menggunakan waktu luang yang ada. 5. Fase-Fase Pensiun Atchly (1983) dalam Hoyer & Roodin (2009) mengemukakan suatu model mengenai fase-fase masa pensiun. Terdapat tujuh fase masa pensiun : a. Remote Pada fase ini sebagian besar pekerja secara kasat mata tidak menampakkan tanda-tanda melakukan persiapan pensiun. Namun seiring waktu yang

semakin dekat dengan tibanya masa pensiun, mereka sering melakukan penolakan (denial) bahwa sudah dekat masa untuk berhenti bekerja. b. Near Pada fase ini pekerja mencapai tahap dimana mereka sudah mau mengikuti program perencanaan menjelang pensiun. Program perencanaan menjelang pensiun membantu pekerja dalam bertransisi dari masa bekerja ke masa berhenti bekerja. c. Honeymoon Fase ini terjadi setelah pekerja memasuki masa pensiun. Pada tahap ini pensiunan merasakan masa pensiun sebagai suatu masa yang menyenangkan, mendapatkan kebebasan untuk mengisi waktunya dengan hal-hal yang digemari. Fase ini juga biasanya membentuk suatu aktifitas kebiasaan rutin. Jika rutinitasnya memuaskan, penyesuaian terhadap masa pensiun akan berhasil. d. Disenchantment Tidak semua pensiunan melewati tahap ini. Hanya mereka yang tidak mempersiapkan diri yang biasanya mengalami tahap ini. Setelah melewati fase honeymoon kehidupan mulai terasa membosankan. Bayangan kehidupan di masa pensiun tidak seperti kenyataannya. Pada tahap ini banyak pensiunan yang mengalami kekecewaan hidup, depressi, post power syndrome dan merasa tidak punya apa-apa lagi ditambah dengan lingkungan sosial yang dirasa asing karena tinggal di rumah baru setelah pension.

e. Reorientation Pada fase ini pensiunan mulai mengadakan kaji ulang (reorientasi) dan melakukan penyesuaian diri terhadap kehidupan yang baru. Sangat dibutuhkan bantuan dari keluarga dan lingkungan sekitar dalam melewati fase ini. f. Stability. Pada fase ini, pensiunan mulai menyadari bahwa ia harus dapat menyesuaikan dirinya dengan gaya hidup dan peran-peran yang baru. Pensiunan akan melakukan rutinitas kegiatan yang baru. g. Termination. Tahap ini ditandai dengan semakin bertambahnya umur, kondisi fisik yang semakin lemah. Kegiatan rutin dalam tahap stabilitas berkurang yang berangsur-angsur lepas.