I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Efek salinitas terhadap lahan pertanian, dianggap sebagai ancaman serius terhadap penyediaan pangan dunia saat ini dan akan datang. Lebih dari 7 % atau 77 juta ha dari total lahan di dunia (930 juta ha), dan lebih dari 20 % lahan pertanian saat ini telah mengalami salinisasi yang sebagiannya adalah lahan beririgasi (Munns, 2002; Hariadi et al., 2010., Gagneul et al., 2007, Sairam and Tyagi, 2004; Maqsood, 2009; Astorga and Meléndez, 2010; Sobhanian et al. 2010; Waditee et al., 2007). Salah satu indikasi terukur dalam menetapkan suatu lahan mengalami ancaman dan potensi salinitas adalah nilai electric conductivity (EC) tanah dan air irigasi. Tanah sudah mengalami salinitas jika nilai ECe > 4 ds/m pada tanah (FAO, 2005). Padi (Oryza sativa L.) adalah satu serelia yang tergolong rentan terhadap lingkungan bersalinitas (Abdullah et al., 2001; Omokawa and Aonawa, 2002; Singh et al., 2007; Cha-um et al., 2010). Jika ditumbuhkan pada tanah salinitas ECe >2.5 ds/m, tanaman ini sudah menampakan gejala stres (Omokawa and Aonawa, 2002; Abdullah et al., 2001; Yao and Flowers, 1993). Kerentanan padi pada salinitas dimulai sejak fase persemaian (Pearson and Ayers 1960, Yeo et al. 1990), dan toleran pada fase vegetatif, yang kemudian menjadi rentan lagi memasuki fase reproduksi terutama dalam pengisian biji (Pearson 1959; Bhattacharya 1981; Yeo and Flowers 1983; Yeo et al., 1987; Flowers et al., 1991; Yeo 1992; Munns 1993). Gejala awal munculnya kerusakan tanaman oleh salinitas adalah : (i) warna daun kuning kemerahan dibanding warna normal (klorosis); (ii) ukuran daun yang lebih kecil; (iii) batang dengan jarak tangkai daun yang lebih pendek dan (iv) tepi daun mati mengering kecoklatan (Munns, 2002). Penyebab utama kerentanan padi terhadap salinitas karena tanaman ini tidak memiliki mekanisme fisiologis. Sebaliknya, tumbuhan halofit memiliki kemampuan beradaptasi pada 1
lingkungan bersalinitas. Salah satu mekanisme fisiologis dari spesies tertentu untuk melawan kehadiran garam di jaringan adalah mekanisme osmoregulasi, dimana secara fisiologis fungsi ini diperankan oleh adanya senyawa kompatibel. Menurut Paul (2005), senyawa kompatibel adalah molekul yang disintesis dan diakumulasi oleh spesies tumbuhan yang mengalami stres dalam rangka mempertahankan volume sel. Fungsi fisiologis dari senyawa ini adalah sebagai regulator, osmoprotektan, osmotic adjustment dan integritas membran serta sebagai stabilisator protein. Selain itu, senyawa ini berfungsi menjaga homeostasis K + sitosol agar tidak mengalami kebocoran dari sel, yang diinduksi oleh stres garam. (Waditee et al., 2007; Hamdia and Shaddad, 2010; Malagoli et al., 2008; Astorga and Meléndez, 2010). Glycine betaine dan prolin adalah dua senyawa kompatibel dominan yang terakumulasi dalam berbagai jenis tumbuhan sebagai respons terhadap cekaman lingkungan seperti kekeringan atau salinitas (Nawaz and Ashraf, 2007). Adanya peningkatan produksi senyawa kompatibel sebagai osmolite adalah fenomena umum yang ditemukan pada semua tanaman dalam merespon stres garam. Konsentrasi garam yang tinggi pada media perakaran, menyebabkan potensial air tanah lingkungan rizofir menjadi menurun sehingga mengganggu pasokan air dan transport hara ke jaringan tanaman menjadi terganggu, bagi tanaman padi. Perbedaan potensial air antara tanaman dan media akar memunculkan dehidrasi serta terganggunya aktivitas fisiologis. Efek lain dari keadaan ini adalah terakumulasi Na + secara berlebihan sehingga menjadi racun. Umumnya akumulasi Na + pada jaringan menyebabkan menurunnya K +, dan ini adalah karakteristik utama pada cekaman salinitas. (Gagneul et al., 2007). Oleh sebab itu rasio Na + /K + dalam jaringan tanaman dianggap sebagai salah satu parameter toleransi garam (Maqsood, 2009). 2
Menurut Neumann (1998), tiga fenomena fisiologis yang disebabkan oleh salinitas yakni: (i) berkurangnya turgor sel, (ii) menurunnya aktivitas fotosistem sel daun, dan (iii) terakumulasi garam sehingga mengganggu pembelahan dan pengembangan sel. Data luas lahan sawah yang mengalami salinitas di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun potensi ancaman ini sudah dipastikan ada, dimana cukup banyak sentra produksi padi berada di sepanjang pesisir yang berpotensi terjadi intrusi air laut. Jika mengacu pada data ancaman salinitas secara global dengan asumsi 20% lahan sawah yang sudah mengalami salinitas maka diperkirakan kurang lebih ada 2.2 juta hektar dari total 11 juta hektar (Badan Litbang Pertanian, 2007) lahan sawah telah mengalami salinitas. Perkembangan penanganan terhadap masalah salinitas di tanaman padi, dapat dianggap masih bersifat statis. Secara teknis, pendekatan selama ini lebih menfokuskan pada amendemen tanah, dimana perlakuan desalinisasi dengan menggelontorkan air irigasi yang banyak, pemberian pupuk kalium yang tinggi dan pemberian bahan organik dalam tanah, adalah tindakan umum yang sering dilakukan. Selain itu, pendekatan melalui penggunaan varietas toleran merupakan salah satu harapan oleh petani, namun kenyataannya varietas padi yang toleran hampir tidak tersedia. Di Indonesia, tindakan teknis untuk menghindari risiko menanam padi di lahan sawah yang bersalinitas adalah tidak menanam padi di musim kemarau, tetapi diganti jenis tanaman lain seperti cabe atau kacang tanah yang tahan terhadap salinitas. Kondisi ini menggambarkan bahwa, perlu adanya terobosan lain melalui penyempurnaan tindakan-tindakan teknis yang telah ada, atau melalui pendekatan teknis yang belum pernah ada. Melalui penelitian ini, telah dilakukan serangkaian percobaan yang menfokuskan pada amendemen fisiologis tanaman padi dengan memanfaatkan introduksi senyawa kompatibel, khususnya proline dan glycine betaine melalui penggunaan bahan ekstraksi dari daun halofit yang 3
mengandung kedua senyawa ini. Cara ini dimaksudkan untuk memanfaatkan peran kedua senyawa kompatibel ini secara fisiologis dalam melawan garam. Untuk memanfaatkan potensi ini, telah dilakukan juga eksplorasi terhadap spesies-spesies halofit yang berpotensi mengandung glycine betaine dan proline dalam dalam organ daun, agar bisa diekstrak untuk digunakan sebagai bahan dalam rangkaian penelitian ini. Selain menfokuskan pada peran senyawa kompatibel yang dikandung dalam larutan ekstrak daun halofit, juga dilakukan aplikasi pemupukan kalium secara foliar yang diasumsikan akan berinteraksi dengan peran kedua senyawa tersebut. Pentingnya pemupukan kalium, karena pada kondisi salinitas, kalium mengalami defisiensi. Gangguan pasokan kalium ini selain karena adanya kompetisi dengan kehadiran Na +, juga diakibatkan dari menurunnya potensial air matrik, karena kondisi salinitas tanah. Oleh karena itu, aplikasi K + secara foliar merupakan salah satu pilihan untuk memasok kalium secara langsung melalui ke daun. Bedasarkan kondisi di atas, melalui penelitian ini telah dipelajari amendemen fisiologi padi dengan cara penguatan mekanisme osmoregulasi melalui pengkayaan senyawa kompatibel dari ekstrak daun halofit terhadap padi yang tercekaman salinitas. B. Perumusan Masalah Penelitian ini diarahkan atas dasar permasalahan sebagai berikut : 1) Apakah ada spesies halofit lokal yang mampu mensintesis glycine betaine dan proline dalam jumlah yang tinggi, untuk dapat diekstrak sebagai bahan senyawa kompatibel exogenous agar bisa dipasok ke dalam jaringan padi?. 2) Apakah glycine betaine dan proline yang terkandung dalam larutan ekstrak daun halofit dapat diterima dan diakumulasi dalam jaringan padi? 4
3) Seberapa besar tingkat efikasi kedua molekul yang telah terakumulasi dalam jaringan padi untuk berkontribusi sebagai osmoprotektan terhadap tingkat salinitas tertentu dibanding dengan pemberian kalium secara foliar dan penambahan bahan organik tanah?. 4) Seberapa besar kontribusi teknis pemanfaatan larutan ekstrak daun halofit dan pengaruhnya terhadap produktivitas padi yang tercekam salinitas?. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1) Mengeksplorasi potensi spesies halofit lokal yang berkapasitas mensintesis glycine betaine dan proline dalam jumlah yang tinggi untuk dapat diekstrak sebagai bahan senyawa kompatibel exogenous agar bisa dipasok ke dalam jaringan padi. 2) Mempelajari akumulasi glycine betaine dan proline pada tanaman padi, setelah dipasok secara foliar yang bersumber dari larutan ekstrak daun halofit. 3) Mempelajari efikasi kedua molekul yang telah terakumulasi dalam jaringan padi untuk berkontribusi sebagai osmoprotektan terhadap tingkat salinitas tertentu dibanding dengan pemberian kalium secara foliar dan penambahan bahan organik tanah. 4) Mempelajari kontribusi teknis pemanfaatan larutan ekstrak daun halofit dan pegaruhnya terhadap produktivitas padi yang tercekam salinitas. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat : 1) Sebagai bahan pengkayaan informasi ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan subjek salinitas dan tanaman padi. Dan memberi kemungkinan lanjutan riset oleh penulis atau peneliti lain di waktu yang akan datang. 5
2) Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rekomendasi teknis khususnya menggunakan pendekatan amendemen fisiologis. terhadap teknik budidaya tanaman padi pada lahan-lahan sawah yang terkena risiko salinitas 3) Dengan menerapkan pendekatan amendemen fisiologis ini, telah memberikan tambahan pilihan teknis mengatasi salinitas yang selama ini berfokus pada pendekatan amendemen tanah (desalinisasi, ameliorasi tanah dengan bahan organik, dan lain-lain.), penggunaan varietas yang toleran salinitas (untuk padi sangat sedikit tersedia) dan manajemen kultur teknis. 4) Memungkinkan adanya temuan inovasi baru sebagai tindak-lanjut dari penelitian ini berupa eksternal input dalam bentuk bahan anti-salinitas pada padi atau untuk tanaman pertanian lainnya. 6