BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion) sebelum

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur. kehamilan 20 <37 minggu. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus juga meningkatkan resiko persalinan prematur. KPD yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum dimulainya

Tugas Biologi Reproduksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban

KADAR INTERLEUKIN-8 SERUM IBU PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH SPONTAN DAN KETUBAN TIDAK PECAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

PERBEDAAN KADAR INTERLEUKIN-6 DAN PROSTAGLANDIN E-2 SERUM PADA KEHAMILAN PRETERM DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KEHAMILAN PRETERM NORMAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang mempunyai plak, kalkulus dan peradangan gingiva. Penyakit periodontal

Persalinan Preterm. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada sekitar sepertiga dari

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan prematur, sedangkan kematian perinatal sendiri

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara bermakna setelah 2 minggu (Harper, 2005). 75% di antaranya berada di Asia, Afrika (20%), dan Amerika Latin (5%).

UKDW. % dan kelahiran 23% (asfiksia) (WHO, 2013). oleh lembaga kesehatan dunia yaitu WHO serta Centers for Disease

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada berbagai organ. Sampai saat ini preeklamsia masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5 sampai 3 cm dan beratnya 500

Patofisiologi. ascending infection. Infeksi FAKTOR LAIN. infeksi intraamnion. Pembesaran uterus kontraksi uterus dan peregangan berulang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan janin intrauterin mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Organization (WHO), salah satunya diukur dari besarnya angka kematian

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

SINOPSIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERSALINAN PREMATUR DI KAB BOJONEGORO TESIS OLEH INDRAYANTI

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB ΙΙ TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan preterm sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi

TINJAUAN PUSTAKA Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Definisi Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehamilan (HDK), infeksi, partus lama/macet, dan abortus. 1 Infeksi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator kesehatan suatu. negara. AKI di dunia secara global sebesar 216/ kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berusia 37 minggu penuh. Persalinan preterm dan komplikasi yang mengiringi

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah kematian ibu dan angka kematian perinatal. Di dunia, setiap menit

MASALAH. Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. sebelum proses persalinan berlangsung.

KARAKTERISTIK IBU BERSALIN YANG DI RUJUK DENGAN KASUS KETUBAN PECAH

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan yang dalam istilah medis disebut fluor albus atau leucorrhoea

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah besar. dalam bidang obstetri, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANEMIA TERHADAP KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA IBU BERSALIN DI PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka kematian (morbiditas). Makin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus merupakan suatu kuman berbentuk sferis yang tumbuh

Dr. dr. Mintareja Teguh, Sp.OG(K)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Ketuban Pecah Dini 2.1.1 Definisi ketuban pecah dini preterm Ketuban Pecah Dini Preterm adalah pecahnya ketuban secara spontan sebelum saatnya persalinan dan terjadi saat usia kehamilan belum mencapai aterm atau 37 minggu. Faktor risiko terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan preterm adalah : Riwayat persalinan preterm, infeksi, kehamilan kembar dan solusio plasenta. Saat dirawat di Rumah sakit, 75% menjadi inpartu, 5% lahir dengan komplikasi, 10% bersalin dalam waktu 48 jam, 7% terjadi persalinan lebih dari 48 jam (Cunningham, 2010). 2.1.2 Insiden ketuban pecah dini preterm Menurut Eastman, insiden ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan normal. Sedangkan insidensi ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari seluruh kehamilan (Getahun, 2010). Sekitar 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan di aterm, tetapi di pusat rujukan, lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada kehamilan prematur. Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang periode laten setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm dan pencegahan kemungkinan terulangnya, tetapi ketuban pecah dini preterm tetap menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur (Mochtar, 2012). 24

25 Kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Pada penelitian yang ada di dapatkan 75-90% dari morbiditas dan mortalitas neonatal dikarenakan akibat prematuritas. Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran prematur dan diidentifikasikan penyebab utama kelahiran prematur, dan terjadi pada sekitar 150.000 kehamilan setiap tahun di Amerika Serikat. Ketika ketuban pecah dini preterm terjadi, risiko yang signifikan terjadi baik untuk janin dan ibu. (Amy, et al., 2003). Di Negara berkembang angka kejadian persalinan preterm bervariasi, di India sekitar 30%, Afrika selatan sekitar 15%, Sudan 31% dan Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadian prematuritas secara kasar. Angka kejadian BBLR Nasional Rumah Sakit adalah 27,9 %. Di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2001-2003, persalinan preterm sekitar 8,3% dari seluruh persalinan. Sedangkan pada periode Januari 2008 sampai dengan Oktober 2011 sebesar 9,33% dari seluruh persalinan. 2.1.3 Patogenesis ketuban pecah dini Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan, bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm rupture of the membrane (PPROM) (Cunningham, 2010). Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI di

26 Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu (Binarso, 2010). Ketuban pecah dini terjadi pada 12% kehamilan (Mochtar, 2012) dan dapat terjadi komplikasi seperti korioamnionitis sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini. Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan terjadi proses persalinan kurang dari 7 hari dengan risiko infeksi yang akan meningkat baik pada ibu maupun bayinya. Reaksi radang yang hebat ditempat pecahnya selaput ketuban sudah ditemukan sejak 1950, dan hal ini diketahui sebagai infeksi. Pajanan invitro terhadap protease bakteri meningkatkan kemungkinan selaput ketuban ketuban untuk pecah. Jadi, mikroorganisme yang memperoleh akses ke selaput janin mungkin dapat menyebabkan pecah ketuban, persalinan pretem atau keduanya (Cunningham, 2010). Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karena berbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban. Hal ini peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TiMP), peningkatan aktivitas-aktivitas kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin (misalnya : Polyhydramnios). Selanjutnya faktor risiko klinis, termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya pada sindrom Ehlers-Danlos). Asending infeksi melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon inflamasi termasuk memproduksi sitokin-sitokin, prostaglandin, dan MMP yang

27 dapat menyebabkan melemahnya dan terjadi degradasinya dari membran ketuban (Goldsmith,et al., 2005). 2.1.3.1 Faktor infeksi Infeksi intrauterin disebabkan oleh bakteri yang dianggap menjadi penyebab utama infeksi terkait persalinan prematur. Rongga ketuban biasanya steril dan atau dibawah 1% pada persalinan aterm terdapat bakteri dalam cairan ketuban. Isolasi bakteri dalam cairan ketuban adalah temuan patologis yang dikenal sebagai invasi mikroba dari rongga amnion. Kebanyakan kolonisasi tersebut subklinis dan tidak terdeteksi tanpa analisis cairan ketuban. Frekuensi tergantung pada presentasi klinis dan usia kehamilan. Pada pasien dengan persalinan prematur dengan membran utuh, didapatkan kultur bakteri pada cairan ketuban adalah 12,8%. Kemudian dilakukan pengukuran pada pasien tersebut pada saat dimulai proses pengeluaran janin, frekuensi menjadi hampir dua kali lipat (22%). Pada ketuban pecah dini preterm didapatkan kultur bakteri pada cairan ketuban adalah 32,4%, dan kemudian dilakukan pengukuran kembali pada saat dimulai proses pengeluaran janin menjadi 75% (Agrawal, et al., 2011). Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini sebesar 10-30% melalui beberapa mekanisme. Beberapa flora-flora vagina seperti Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus, Trichomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya degradasi membran pada selaput ketuban dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi terjadinya reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh

28 netrofil PMN dan makrofag. IL-1, IL6, TNF-α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion (Dudley, 1997). Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas matriks MMP-1 dan MMP-3 (Ulug, 2001). Infeksi sistemik bisa berasal dari penyakit periodontal, pneumonia, sepsis, prankreatis, pielonefritis, infeksi traktus genitalis, korioamnionitis dan infeksi amnion semuanya berhubungan dengan terjadinya pecahnya ketuban. Infeksi bakteri juga merangsang produksi prostaglandin, dimana dapat meningkatkan risiko pecahnya selaput ketuban preterm yang diakibatkan oleh degradasi dari selaput ketuban. Beberapa bakteri vaginal menghasilkan fosfolipase A2, dimana fosfolipase A2 ini akan melepaskan asam arakhidonat. Lebih lanjut, respon imun tubuh terhadap infeksi bakteri akan meningkatkan produksi sitokin yang akan meningkatkan produksi dari prostaglandin. Dimana sitokin ini juga akan

29 meningkatkan kadar MMP yang akan mengakibatkan degradasi kolagen dan akan mengakibatkan pecahnya selaput ketuban (Goldenberg, et al., 2003). Gambar 2.1 Jalur Yang Berpotensial Terjadinya Infeksi Intra Uterine (Goldenberg, et al, 2008) 2.1.3.2 Faktor nutrisi Gangguan nutrisi seperti mikronutrien merupakan faktor predisposisi adanya gangguan pada struktur kolagen. Asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur kolagen tripel heliks berhubungan dengan pecahnya selaput ketuban. Zat tersebut kadarnya lebih rendah pada kasus ketuban pecah dini (Chalis, 2005). Asupan nutrisi ibu sebelum dan selama kehamilan dapat mempengaruhi kondisi janin dan berpengaruh pada kejadian persalinan prematur. Beberapa faktor

30 yang berpotensi sebagai penyumbang risiko persalinan prematur spontan antara lain rendahnya berat badan ibu sebelum kehamilan, indeks massa tubuh, dan kenaikan berat badan semasa kehamilan (Sabarudin, et al., 2011). 2.1.3.3 Faktor hormon Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ektraseluler pada jaringan reprodruktif. Kedua hormon ini dapat menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TiMP pada fibroblast serviks. Tingginya konsentrasi progesteron menyebabkan penurunan produksi kolagenase. Hormon relaxin diproduksi oleh sel desidua dan plasenta berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat, dan mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesterone dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban saat aterm (Goldsmith, et al., 2005). 2.1.3.4 Faktor apoptosis Apoptosis adalah istilah yang digunakan sebagai sinonim dari proses kematian sel. Proses apoptosis sangat dipengaruhi oleh sinyal yang berasal dari protein ekstraseluler dan intraseluler. Faktor ekstraseluler sangat dipengaruhi oleh infeksi yang telah lama dikenal sebagai pencetus ketuban pecah dini, sedangkan faktor intraseluler diperankan oleh p53 yang merupakan suatu protein yang berperan dalam apoptosis intraseluler melalui pengaktifan protein bax yang memacu pelepasan sitokrom c. Fungsi normal p53 adalah sebagai penjaga proteinom. Pada keadaan dimana jumlah p53 rendah maka p53 akan berperan

31 sebagai penjaga sel, sedangkan dalam jumlah banyak akan menyebabkan pengaktifan apoptosis ( Suhaimi, 2012). Kadar p53 pada selaput amnion lebih tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini dibandingkan dengan kehamilan normal. Kadar p53 > 0,97 U/ml berisiko lebih dari 30 kali menyebabkan ketuban pecah dini ( Suhaimi, 2012) Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan kimia yang menyebabkan selaput ketuban rapuh pada bagian tertentu saja, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel terprogram (apaptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan pada selaput ketuban. Pada kasus koriomnionitis terlihat sel-sel yang mengalami apaptosis akan melekat dengan granulosit, kemudian menunjukkan terjadinya respon-respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel terprogram terjadi setelah proses degradasi matriks ektraseluler dimulai (Soewarto, 2010). Proses apoptosis dipercepat pada terjadinya robekan selaput ketuban pada kehamilan dengan ketuban pecah dini baik melalui jalur caspase-dependent dan caspase independent, dapat dilihat untuk jalur caspase-dependent dengan memeriksa eksekutor utama apoptosis yaitu caspase-3 dan jalur caspase independent dengan parameter endonuclease-g, hal ini disebabkan faktor endonuclease- G ini muncul paling awal dan dominan sebagai bentuk respons adanya apoptosis melalui caspase-independent (Prabantoro, et al., 2011).

32 2.1.3.5 Faktor mekanis Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor diselaput ketuban seperti MMP-1 pada membran. IL-6 yang diproduksi dari sel amnion dan korion bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktivitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban (Heaps, et al., 2005). Degradasi kolagen dimediasi oleh MMP yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban. Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah jaringan kolagen, serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh MMP (Heaps, et al., 2005). MMP ini merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponenkomponen matriks ekstraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan tripel heliks dari kolagen fibrin (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat MMP / TIMP. TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1 (Heaps, et al., 2005)

33 Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat MMP-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga menjadi lentur dan kuat. Disamping itu, selaput amnion menghasilkan sitokin IL-6, IL-8, MCP-1 (Monocyte Chemoattractant Protein-1), zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Di samping itu, selaput amnion menghasilkan zat vasoaktif seperti Endothelin-1 (Vasokonstriktor), dan PHRP (Parathyroid Hormone Related Protein) suatu vasorelaxan. Dengan demikian, selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh lokal (Cunningham, 2010). Upaya yang dilakukan ketika terjadi ketuban pecah dini preterm ada dua yaitu: 1. Penatalaksanaan non intervensi yaitu menunggu terjadinya persalinan spontan. 2. Intervensi yang meliputi kortikosteroid dimana diberikan bersama atau tanpa tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan preterm, sehingga janin mempunyai waktu yang cukup untuk proses pematangan paru janin. Ditahun 1998, American Congress Obsteticians and Gynecologics membuat tinjauan tentang pecah ketuban dini preterm. Faktor risiko yang diketahui untuk pecah ketuban preterm adalah riwayat persalinan preterm sebelumnya, infeksi cairan amnion tersembunyi, janin ganda dan solusio plasenta (Cunningham, 2010). Meskipun kompilkasi ini ditemukan hanya 1,7% dari kehamilan, kondisi ini merupakan penyebab 20% kematian perinatal selama periode waktu ini. Pecah ketuban preterm ternyata berkaitan dengan komplikasi obstetri lain yang

34 mempengaruhi hasil perinatal, antara lain kehamilan multijanin, presentasi bokong, korioamnionitis dan gawat janin intrapartum. Sebagai konsekuensi komplikasi-komplikasi ini, seksio sesaria dilakukan pada 40% wanita. Pada saat masuk, 75% wanita sudah inpartu, 5% melahirkan karena penyulit lain, dan 10% lainnya melahirkan setelah persalinan spontan dalam 48 jam. Hanya terdapat 7% wanita yang proses kelahirannya tertunda 48 jam atau lebih setelah pecah ketuban. Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai proses kelahiran berbanding terbalik dengan usia gestasi saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah pada trimester III, hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibandingkan dengan trimester II (Cunningham, 2010). Gambar 2.2 Skema Gambar Membran Janin Manusia Dan Protein Komponen (Heaps, et al., 2005).

35 2.2 Peran Sitokin Dan Prostaglandin Pada Ketuban Pecah Dini Preterm 2.2.1 Definisi sitokin Sitokin (Bahasa Yunani : Cyto : Sel ; dan Kinos : Gerakan) adalah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel spesifik sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal lokal antara sel dan memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokin adalah kategori isyarat molekul yang digunakan secara ekstensif dalam komunikasi selular terdiri protein, peptida, atau glikoprotein. Istilah sitokin meliputi keluarga besar dan beragam regulator polipeptida yang diproduksi secara luas diseluruh tubuh oleh beragam sel embriologis. IL 6 adalah salah satu tipe dari sitokin yang ada (Kishimoto, 2003). 2.2.2 IL-6 Interleukin-6 (IL-6) adalah sitokin Pleiotropic dengan berbagai aktivitas biologis, diproduksi oleh baik limfoid dan non-limfoid sel dan mengatur reaktivitas imun, respon fase akut, peradangan, dan hematopoiesis onkogenesis. IL-6 pada awalnya dikenal dengan berbagai nama, seperti Interferon-b2 (IFNb2), T-cell Replacing Factor (TRF)-Like Factor, B-Cell Differentiation Factor, 26- kda protein, B-Cell Stimulatory Factor-2 (BSF2), Hybridoma Plasmacytoma Growth Factor (HPGF or IL-HP1), Hepatocyte- Stimulating Factor (HSF), dan Monocyte Granulocyte Inducer type 2 (MGI-2). Namun, kloning molekuler IFNb2, 26-kDa protein dan BSF-2 dilakukan penelitian dan terungkap bahwa semua molekul adalah identik. Kemudian hal tersebut diusulkan pada akhir 1988 bahwa molekul ini disebut IL-6. Dalam bagian berikutnya, struktur dan fungsi IL-

36 6 dan reseptor pada mekanisme ketuban pecah dini preterm akan dijelaskan (Kishimoto, 2003). 2.2.3 Pengaruh IL-6 dalam pecah ketuban Persalinan spontan berkaitkan dengan aktivasi reaksi inflamasi dalam jaringan kehamilan. Sitokin menyebabkan perekrutan sel inflamasi ke dalam membran korio desidual. Meskipun kehamilan cukup bulan atau aterm berhubungan dengan respon inflamasi, infeksi intra uterin yang dimediasi dengan pelepasan sitokin, diduga menjadi faktor penyebab dalam terjadinya kehamilan dengan ketuban pecah dini preterm. Pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa kehamilan prematur berkaitkan dengan peningkatan konsentrasi sitokin seperti Interleukin (IL): IL-1b, IL-6, IL-8, IL-10 dan Tumor Necrotic Factor -α (TNF-α). Secara khusus, peningkatan konsentrasi IL-6 tampaknya menjadi penanda infeksi intrauterin yang akan berdampak terjadinya untuk kelahiran prematur (Matthew, et al., 2001). Bukti yang telah disajikan bahwa janin merespon proses inflamasi mungkin juga berkontribusi terhadap peningkatan konsentrasi sitokin intrauterin yang berakibat terjadinya persalinan prematur. Hal ini akan memungkinkan perawatan lebih obyektif dan akan menghindari pengobatan yang tidak seperlunya. Sehingga terjadinya persalinan prematur dapat dicegah (Matthew, et al., 2001). Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa sitokin berpartisipasi secara aktif dalam patofisiologi normal dan abnormal pada masa kehamilan dan masa nifas. Colony Stimulating Factor-l (CSF-1) terlibat dalam proses untuk

37 implantasi, dan Granulocyte-Makrofag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) telah menunjukkan berperan dalam merangsang pertumbuhan plasenta. IL-l dan Tumor Necrotic Factor (TNF) terlibat pada inisiasi nifas dalam pengaturan infeksi pada intra uterin. Penelitian menyatakan bahwa IL-l dan TNF telah terdeteksi pada cairan amniotik pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm. Sitokin tersebut diproduksi oleh desidua dalam menanggapi adanya paparan endotoksin. Dan kedua sitokin tersebut dapat merangsang amnion dan desidua untuk memproduksi prostaglandin. Pengamatan ini mendorong kami untuk menyelidiki partisipasi IL-6. IL-6 dikenal seperti sitokin lainnya sebagai mediator utama dalam menanggapi infeksi dan jaringan yang cedera. IL-6 dihasilkan oleh sel-sel jaringan stroma endometrium untuk merespon adanya IL-l dan Interferon-γ (IFN-γ). IL-6 juga dihasilkan oleh desidual dalam merespon adanya endotoksin. Selain itu, pada penelitian sebelumnya melaporkan IL-6 akan meningkat pada wanita yang hamil dengan ketuban pecah dini preterm. (Romero, et al., 1991). Peningkatan kadar IL-6 akan memacu pembentukan MMP-9 (Yoneda, et al., 2009), Peningkatan kadar Metalloproteinase ini menyebabkan melemahnya khorioamnion sehingga memudahkan terjadi ruptur melalui degradasi kolagen (Goldenberg, et al., 2003).

38 IL IL MMP Gambar 2.3 Mekanisme Terjadinya Persalinan Preterm (Goldenberg, et al., 2003) 2.2.4 PGE2 Prostaglandin E2 (PGE2) disintesis oleh jaringan intrauterin (desidua dan selaput janin) (Kniss,et al., 1993). Mekanisme PGE2 dalam inisiasi persalinan telah menjadi salah satu paradigma utama dalam proses kelahiran manusia. Meskipun bukti kuat mendukung peran prostaglandin dalam timbulnya persalinan cukup bulan, ada data mengenai peran mereka dalam persalinan prematur.

39 Klarifikasi masalah ini sangat penting untuk memahami diagnosis dan patofisiologi persalinan prematur dan untuk pengembangan bentuk yang lebih efektif dalam upaya pengobatan (Mitchel, et al., 2003). Kadar Prostaglandin akan meningkat secara drastis pada cairan ketuban pada saat proses persalinan dimulai. Sebuah perbedaan yang signifikan untuk prostaglandin pada arteriovenosa dalam plasma tali pusat menunjukkan bahwa plasenta juga merupakan sumber penting bagi PGE2 dalam sirkulasi janin selama akhir kehamilan akhir (Grigsby, et al., 2006). 2.2.5 Pengaruh PGE2 dalam pecah ketuban Prostaglandin dianggap sebagai mediator sentral dalam proses kelahiran, produksi prostaglandin oleh jaringan intrauterin meningkat sebelum dan selama tahap awal proses persalinan. Hal ini dapat diketahui dari penelitian yang ada, yaitu terjadi peningkatan dalam cairan ketuban dan serum plasma ibu dan urin. PGE2 dan PGF2α dikenal sebagai stimulator kuat kontraktilitas miometrium dan dapat menginduksi persalinan pada semua umur kehamilan, sedangkan inhibitor prostaglandin dapat memperpanjang proses kehamilan (Kayem, et al., 2002). Kelahiran adalah suatu proses fisiologis yang kompleks yang terjadi karena faktor janin, plasenta dan ibu. PGE2 yang terlibat dalam onset dan kemajuan persalinan, dan peningkatan sintesis prostaglandin oleh Cyclooxygenase (COX) dalam jaringan intrauterin (plasenta dan selaput janin) merupakan faktor yang berperan penting dalam memicu terjadinya proses ketuban pecah dini. Membran selaput ketuban utuh serta sel-sel diisolasi dari amnion, korion dan

40 desidua menghasilkan PGE2 dalam menanggapi rangsangan sitokin seperti IL-6 dan IL-1 (Farina, et al., 2006). Permulaan waktunya pembentukan prostaglandin mungkin berhubungan dengan persalinan prematur yang dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi intrauterin. Ada bukti bahwa sel-sel dari membran amnion merupakan sumber utama PGE2 dalam intrauterin, karena jaringan amnion kaya mengandung Fosfolipid Arachidonyl dan berisi fosfolipase A2 yang mengkatalisis pelepasan Asam Arakidonat untuk biosintesis prostaglandin, dan amnion sel yang disebabkan oleh Epidermal Growth Factor (EGF) (Kniss, et al., 2003). Ada bukti bahwa EGF berasal dari janin setidaknya bertanggung jawab untuk memicu timbulnya sintesis prostaglandin oleh sel amnion. Epidermal Growth Factor menyebabkan peningkatan cairan ketuban saat kehamilan. Sel-sel amnion dan baris sel amnion mengandung reseptor afinitas tinggi untuk Epidermal Growth Factor. Kemudian Epidermal Growth Factor merangsang pembentukan PGE2 dalam sel-sel amnion (Kniss, et al., 2003). Pada kehamilan tanpa komplikasi, proses penurunan posisis janin yang disebabkan Epidermal Growth Factor yang terakumulasi dalam cairan ketuban sebagai janin matang, dan setelah mencapai konsentrasi ambang batas, merangsang PGE2 yang di biosintesis oleh sel amnion. Dalam kasus persalinan prematur (<37 minggu kehamilan), sistem sinyal normal diaktifkan proses prematur. Salah satu penyebab yang mungkin untuk ini adalah produksi sinyal tambahan dari ibu. Aktivasi dari sistem kekebalan tubuh ibu yang menjadi pemicu penting bagi timbulnya persalinan prematur dalam pengaturan infeksi bakteri

41 intrauterin. Telah dikemukakan bahwa agen imuno regulatori seperti Interleukin- L1β (IL-1β) dan Tumor Necrotic Factor-α (TNF-α) merangsang sintesis PGE2, yang mengarah kepada terjadinya aktivitas dini pada uterus dan dilatasi pada serviks (Kniss, et al., 2003). PGE2 juga meningkatkan MMP-9. Selain itu juga dapat meningkatkan MMP-1 dan MMP-3. Peningkatan MMP akan berakibat pada mudahnya terjadi ruptur pada membran selaput ketuban. (Mc.Laren, 2000). Selain itu, PGE2 juga menyebabkan penurunan TiMP-1 dan berperan mestimulasi pembentukan MMP-2 (Ulug, et al., 2001).