BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. hutan Brazil dibanding dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linolenat. Minyak

KELAPA SAWIT dan MANFAATNYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sekilas Sejarah Pabrik Minyak Sawit dan Perkebunan Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di kebun raya Bogor. Tanaman kelapa sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) adalah

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan penamaan dari

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

TI JAUA PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Kelapa Sawit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand dan Papua

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. adalah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Potensi produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut.

PENGELOLAAN TENAGA KERJA PANEN DAN SISTEM PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT

MINYAK DAN LEMAK TITIS SARI K.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit (Elaeis guinensis

Bab II Tinjauan Pustaka

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

II. TINJUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika Barat,

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan asam lemak rantai panjang. Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Botani Kelapa Sawit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit ( E. guineensis Jacq) diusahakan secara komersil di Afrika, Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

TINJAUAN PUSTAKA. serta genus Elaeis dengan spesies Elaeis guineensis Jacq. 8 m ke dalam tanah dan 16 m tumbuh ke samping (PANECO, dkk., 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

SIMULASI HUBUNGAN ANTARA FRAKSI KEMATANGAN BUAH DAN TINGGI POHON TERHADAP JUMLAH BUAH MEMBRONDOL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PT. BINA PRATAMA SAKATO JAYA UNIT KELAPA SAWIT SOLOK SELATAN II SEI. JUJUHAN ESTATE SUMATERA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria,

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN (Ditjen Perkebunan, 2012). Harga minyak sawit mentah (Crude Palm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi berasal dari Afrika. Kelapa sawit pada awal mulanya didatangkan ke Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

ANALISA KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB), KADAR AIR, DAN KADAR KOTORAN PADAMINYAK KELAPA SAWIT (CPO) HASIL OLAHAN PT. MOPOLI RAYA ACEH TAMIANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan tiga molekul asam lemak. Di alam,bentuk gliserida yang lain yaitu digliserida

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Kelapa Sawit Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Fauzi, 2002). Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik (perkebunannya dapat ditemukan antara lain di Sumatera Utara dan D.I. Aceh) dan produk olahan minyak sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal (Tim Penulis PS, 1997). Menurut Fauzi (2002) tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditentukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi perhektar yang lebih tinggi.

2.2. Tanaman Kelapa sawit Menurut Ketaren (1986) tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama species Guinensis berasal dari kata Guine, yaitu tempat di mana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di Guinea. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm / tahun dan kisaran suhu 22-32 C. Tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan pada umur 24-30 bulan. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dengan buah pasir artinya belum dapat diolah dalam pabrik karena masih mengandung minyak yang rendah (Naibaho, 1998). Menurut Pahan (2006) kelapa sawit merupakan spesies Cocoideae yang paling besar habitusnya. Titik tumbuh aktif secara terus menerus menghasilkan primordia (bakal) daun setiap sekitar 2 minggu (pada tanaman dewasa). Daun memerlukan waktu 2 tahun untuk berkembang dari proses inisiasi sampai menjadi daun dewasa pada pusat tajuk (pupus daun/spear leaf) dan dapat berfotosintesis secara aktif sampai 2 tahun lagi. Proses inisiasi daun sampai layu (senescene) kira-kira 4 tahun. Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan setelah ditanam di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 3-14 tahun dan akan menurun kembali setelah umur 15-25 tahun. Setiap pohon sawit dapat menghasilkan 10-15 TBS per tahun dengan berat 3-40 kg per tandan, tergantung umur tanaman.

2.2.1. Sistematika (taksonomi) tanaman kelapa sawit Menurut Pahan (2006) tanaman kelapa sawit dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Kelas Ordo Famili Subfamili Genus Species : Embryophyta Siphonagama : Angiospermae : Monocotyledonae : Arecaceae (dahulu disebut Palmae) : Cocoideae : Elaeis : 1. Elaeis Guineensis Jacq.(kelapa sawit Afrika) 2. Elaeis Oleifera 3. Elaeis Odora 2.2.2. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas kelapa sawit, yaitu : 1. Dura Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. 2. Pisifera Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi,

sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. 3. Tenera Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunanperkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60-96%. Tandan yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil. 4. Macro carya Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali. 5. Diwikka-wakka Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah. Diwikka-wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwikkawakkapisifera, dan diwikka-wakkatenera. Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu sekitar 22-24%, sedangkan pada varietas Dura antara 16-18%. Jenis kelapa sawit yang diusahakan tentu saja yang mengandung rendemen minyak tinggi sebab minyak merupakan hasil olahan yang utama. Sehingga tidak mengherankan jika lebih banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera (Tim Penulis PS, 1997).

2.2.3. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah. 1. Bagian vegetatif a. Akar Tanaman kelapa sawit berakar serabut yang terdiri atas akar primer, sekunder, tertier dan kuartier. Akar-akar primer pada umunya tumbuh ke bawah, sedangkan akar sekunder, tertier dan kuartier arah tumbuhnya mendatar dan ke bawah (Risza, 1994). Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanaman dan respirasi tanaman. Selain itu sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun (Fauzi, 2002) b. Batang Kelapa sawit termasuk tanaman monocotil tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang terus berkembang membentuk daun dan ketinggian batang. Diameter batang dapat mencapai 90 cm. Tinggi batang untuk tanaman komersial tidak lebih dari 12 meter. Jika tanaman telah mencapai ketinggian lebih dari 12 meter sudah sulit dipanen, maka pada umunya tanaman di atas umur 25 tahun sudah diremajakan (Risza, 1994).

c. Daun Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Jumlah anak daun disetiap pelepah berkisar antara 250-400 helai (Fauzi, 2002). 2. Bagian generatif a. Bunga Kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12 tahun. Pembungaan kelapa sawit termasuk monoccious artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada satu tandan yang sama. Namun kadang-kadang dijumpai juga dalam 1 tandan terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga seperti itu disebut bunga banci atau hermaprodit (Risza, 1994). b. Buah Warna buah kelapa sawit bergantung pada varietas dan umurnya. Buah yang masih muda berwarna hijau pucat kemudian berubah menjadi hijau hitam. Semakin tua warna buah menjadi kuning muda dan pada waktu sudah masak berwarna merah kuning (jingga). Mulai dari penyerbukan sampai buah matang diperlukan waktu kurang lebih 5-6 bulan. Cuaca kering yang terlalu panjang dapat memperlambat pematangan buah (Tim Penulis PS, 1997). Proses pembentukan minyak dalam daging buah berlangsung selama 3-4 minggu yaitu sampai tingkat matang morfologis. Yang disebut matang morfologis adalah buah telah matang dan kandungan minyaknya sudah optimal. Sedangkan matang fisiologis adalah buah sudah matang ranum dan sudah siap tumbuh, yakni

± 1 bulan setelah matang morfologis. Berat buah berkisar 10-20 gram. Buah kelapa sawit termasuk buah batu yang terdiri dari 3 bagian, yakni: 1) Lapisan luar (Epicarpium) disebut kulit luar. 2) Lapisan tengah (Mesocarpium) disebut daging buah, mengandung minyak sawit 3) Lapisan dalam (Endocarpium) disebut inti, mengandung minyak inti. Di antara inti dan daging buah terdapat lapisan tempurung (cangkang) yang keras (Risza, 1994). Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/ tahun. Untuk tanaman yang semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14 tandan / tahun. Pada tahun-tahun pertama tanamana berbuah sekitar 3-6 kg, tetapi semakin tua berat tandan bertambah yaitu 25-35 kg/ tandan. Banyaknya buah yang terdapat satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknis budidayanya. Jumlah buah per tandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1.600 buah. Panjang buah antara 2-5 cm dan berat sekitar 20-30 gram / buah (Fauzi, 2002). 2.2.4. Panen Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3-4 tahun dan buahnya menjadi masak 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging buahnya telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dari tangkai tandannya. Hal ini disebut membrondol (Tim Penulis PS, 1997).

Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TBH) serta pabrik (Fauzi, 2002). 2.2.5. Cara Panen Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Panen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan minyak yang paling maksimal. Pemanenan pada keadaan buah lewat matang akan meningkatkan Asam Lemak Bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA). Hal itu tentu akan banyak merugikan sebab pada buah yang terlalu masak sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi ALB sehingga akan menurunkan mutu mutu minyak. Lagi pula, buah yang terlalu masak lebih mudah terserang hama dan penyakit. Sebaliknya, pemanenan pada buah mentah akan menurunkan kandungan minyak, walaupun ALB nya rendah (Tim Penulis PS, 1997). 2.2.6. Kriteria matang Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB atau FFA) minimal (Fauzi, 2002). Untuk memudahkan pengamatan pengamatan buah, maka dipakai kriteria berikut : 1) tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir.

2) tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar 15-20 butir. Namun, secara praktis digunakan suatu aturan umum yaitu pada setiap 1 kg Tandan Buah Segar (TBS) terdapat 2 brondolan yang jatuh (Tim penulis PS, 1997). 2.2.7. Fraksi TBS dan Mutu panen Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan buah ke pabrik (Fauzi, 2002). Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam prosentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, maka selain kadar ALB-nya rendah, rendemen minyak yang diperolehnya juga rendah. Di sinilah, pengetahuan mengenai kriteria matang panen berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh berperan cukup penting dalam menentukan derajat kematangan buah (Tim Penulis PS, 1997). Ada beberapa tingkatan atau fraksi dari TBS yang dipanen. Fraksi-fraksi tersebut sangat mempengarui mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada 5 fraksi TBS. Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, 2, 3, seperti ditunjukan pada Tabel 1.1

Tabel 1.1. Beberapa tingkatan fraksi TBS No Kematangan Fraksi Jumlah Brondolan Keterangan 1. Mentah 00 Tidak ada, buah berwarna hitam Sangat Mentah 0 1-12.5% Buah luar membrondol Mentah 2. Matang 1 12.5-25% Buah luar membrondol Kurang Matang 2 25-50% Buah luar membrondol Matang I 3 50-75% Buah luar membrondol Matang II 3. Lewat Matang 4 75-100% Buah luar membrondol Lewat Matang I 5 Buah dalam juga membrondol, Lewat Matang II ada buah yang busuk Sumber : Pusat penelitian Marihat (1982). Secara ideal, dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan terkumpulnya brondolan, serta pengangutan yang lancar, maka dalam suatu pemanenan akan diperoleh komposisi fraksi tandan sebagai berikut : 1) Jumlah brondolan di pabrik kurang lebih 25 % dari berat tandan seluruhnya, 2) Tandan yang terdiri dari fraksi 2 dan fraksi 3 minimal 65% dari jumlah tandan, 3) Tandan yang terdiri dari fraksi 1 maksimal 20% dari jumlah tandan, dan 4) Tandan yang terdiri dari fraksi 4 dan 5 maksimal 15 % dari jumlah tandan (Tim penulis PS, 1997). 2.3. Minyak Kelapa Sawit Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.). Warna daging buah ialah putih kuning ketika masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi matang. Kelapa sawit dikenal terdiri dari empat macam tipe atau varietas,

yaitu tipe Macrocarya, Dura, Tenera, dan pisifera. Masing-masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung (Ketaren, 1986). Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan minyak inti sawit yang terdapat pada kernel (Naibaho, 1998). Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) mengandung sekitar 500-700 ppm β karoten dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu, CPO berwarna merah jingga. Disamping itu jumlahnya juga cukup tinggi. Minyak sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang. Adanya serat halus dan air pada sawit kasar tersebut menyebabkan minyak sawit kasar tidak dapat dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan maupun non pangan (Ketaren, 1986) 2.3.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam pesikarp sekitar 34-40 %. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap (Ketaren, 1986). Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.2

Tabel 1.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Asam kaprilat Asam kaproat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat Minyak kelapa sawit (%) Minyak inti sawit (%) - 3-4 - 3-7 - 46-52 1,1-2,5 14-17 40-46 6,5-9 3,6-4,7 1-2,5 39-45 13-19 7-11 0,5-2 Sumber : Fauzi (2002). 2.3.2. Keunggulan Minyak Kelapa Sawit Dewasa ini laju perkembangan pemasaran minyak sawit cukup menanjak. Di antara jajaran minyak nabati utama di dunia, antara lain minyak kedelai, bunga matahari, lobak, zaitun, dan kelapa hibrida munculnya minyak sawit dalam pemasaran dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing dengan minyak nabati yang lain. Bahkan, keberadaannya mampu mendesak pemasaran minyak kedelai. Dengan melihat kemampuannya dalam merebut pasaran dunia dengan cepat, tentunya ada hal-hal khusus yang menjadi keunggulan minyak sawit dibandingkan minyak nabati yang lain (Tim penulis PS, 1997). Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Beberapa keunggulan minyak sawit antara lain sebagai berikut : 1. Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO menjadi sumber minyak nabati termurah.

2. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing 0,34; 0,51; 0,57 dan 0,53 ton/ha. 3. Sifat intercgeablenya yang cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati lainnya, karena memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik di bidang pangan maupun nonpangan. 4. Sekitar 80% dari penuduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit). 5. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat. Minyak sawit juga memiliki keunggulan dalam hal susunan dan nilai giji yang terkandung di dalamnya. Kadar sterol dalam minyak sawit relatif lebih rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya yang terdiri dari sitosterol, campesterol, sigmasterol, dan kolesterol. Dalam CPO, kadar sterol berkisar antara 360-620 ppm dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0,001 % dalam CPO (Fauzi, 1992). 2.3.3. Manfaat Minyak Kelapa Sawit Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan dan industri non pangan.

a. Minyak sawit sebagai industri pangan Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi. Produk CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Sebagian bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibanding minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu, kandungan asam linoleat dan lonolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. b. Minyak sawit untuk industri nonpangan Minyak sawit mempunyai potensi yang cukup besar untukd digunakan di industri-industri nonpangan, industri farmasi, dan industri oleokimia (fatty acids, fatty alkohol, dan glycerine). Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin. c. Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif (palm biodiesel) Pengembangan dan penggunaan minyak tumbuhan sebagai bahan bakar telah dilakukan oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa (Fauzi, 2002).

2.3.4. Sifat fisik-kimia Minyak Kelapa Sawit Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slipping point, shot melting poin; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api. Beberapa sifat fisiko-kimia dan kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada Tabel 1.3 Tabel 1.3. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit Bobot jenis pada suhukamar (25-27 C) Indeks bias D 40 C Bilangan Iod Bilangan penyabunan 0,900 1,4565-1,4585 48-56 196-205 0,900-0,913 1,495-1,415 14-20 244-254 Sumber : Krischenbauer (1960) dalam ketaren (1986) 2.3.5. Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak tatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah dipabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk (Tim Penulis PS, 1997).

Rata-rata kadar ALB adalah sebesar 3,5% dalam bentuk asam palmitat, hal ini menunjukkan bahwa kandungan ALB yang berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) masih masuk dalam kualitas yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar 5%, walupun di beberapa PKS memiliki ALB lebih besar dari 5%. Asam-asam lemak yang terdapat sebagai ALB dalam CPO terdiri atas berbagai Trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda. Panjang rantai adalah antara 14-20 atom karbon. Kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam lemak tak jenuh oleat dan linoleat, minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat linoleat. Untuk ALB dalam CPO komponen utamanya adalah asam palmitat dan oleat (Naibaho, 1998). Seperti ditunjukan pada gambar 1 merupakan gambar umum reaksi trigliserida secara umum. Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air Gambar 1. Reaksi Trigliserida Menurut Pahan (2006) gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi merupakan gliserida campuran, yaitu molekul gliserol berikatan dengan asam lemak yang berbeda. Asam lemak yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah yang kecil dan sebagian besar terikat dalam ester. Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat. Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8.

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan vitamin A. Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam lemak tidak jenuh dapat mengandung satu ikatan rangkap atau lebih. Asam oleat mengandung satu ikatan rangkap. Adanya ikatan rangkap ini yang memungkinkan terjadinya isomer sis-trans. Asam linoleat mempunyai dua ikatan rangkap, sedangkan asam linoleat mempunyai tiga ikatan rangkap (Anna Poejiadi, 1994). Asam lemak bebas merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu dari minyak kelapa sawit, apabila kadar asam lemak bebasnya semakin tinggi maka mutu minyak sawit tersebut semakin rendah. Faktor-faktor yang menentukan kadar asam lemak bebas pada minyak sawit adalah: 1. Pengaruh suhu ; kadar asam lemak yang paling tinggi yaitu diperoleh pada suhu kamar (25-27 C). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa enzim lipase pada buah kelapa sawit sudah tidak aktif pada suhu pendinginan 8 C dan pemanasan 45 C. Proses enzimatis pada dasar nya adalah serangkaian reaksi kimia sehingga kenaikan suhu akan meningkatkan kecepatan reaksi. Tetapi karena sifat enzim yang inaktif pada suhu tinggi,

maka pada proses enzimatis ada batasan suhu sehingga enzim tidak lagi bekerja optimal. 2. Pengaruh penambahan air ; air berpengaruh pada reaksi yang terjadi, dan pengaruh ini pada dasarnya adalah membantu terjadinya kontak antara substrat dengan enzim. Sebagaimana kita ketahui enzim lipase aktif pada permukaan (interface) antara lapisan minyak dan air, sehingga dengan melakukan pengadukan, maka kandungan air pada buah akan mampu untuk membantu terjadinya kontak ini. 3. Pengaruh pengadukan dan pelumatan buah ; tingkat pelunakan dan pengadukan buah sangat berpengaruh terhadap proses hidrolisa karena akan membantu terjadinya kontak antara enzim dan minyak (substrat). Hal ini karena posisi enzim lipase pada buah sawit belum diketahui secara pasti, sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka buah harus dilakukan pelunakan secara halus, kemudian minyak dan seratnya dicampurkan kembali. Dengan proses ini dapat diketahui kadar asam lemak yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan jika buah tidak dilakukan pelunakan sampai halus. 4. Pengaruh kematangan buah ; pada buah kelapa sawit, semakin matang buah nya maka kadar minyaknya akan semakin tinggi. Dengan semakin tingginya kadar minyak pada buah maka proses hidrolisa secara enzimatis akan semakin cepat terjadi, sehingga perolehan asam lemak akan lebih tinggi. 5. Pengaruh lama penyimpanan ; secara alami asam lemak bebas akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, baik karena aktivitas mikroba karena hidrolisa dengan bantuan katalis enzim lipase (Tambun, 2002).

Asam lemak bebas dapat menyebabkan ketengikan dalam minyak, yang diartikan sebagai kerusakan bau atau flavour (rasa) dalam minyak, meningkatkan kadar kolesterol dalam minyak dan menurunkan suhu dari titik asap (smoke point), titik api (fire point). Dimana bila minyak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan atau titik asap. Bila pemanasan diteruskan, akan terjadi titik nyala. Bila minyak sudah terbakar secara tetap, akan terbentuk titik api (Winarno, 1997). 2.3.6. Metode Titrasi Alkalimetri Titrasi asam basa didasarkan pada reaksi perpindahan proton antara senyawa yang mempunyai sifat-sifat asam-basa (protolisis). Dengan cara titrasi asam-basa, berbagai senyawa organik dan senyawa anorganik dapat ditentukan dengan mudah. Untuk titrasi basa digunakan larutan baku asam kuat, misalnya HCL, H 2 SO 4. Sedangkan titrasi asam menggunakan larutan baku basa kuat, misalnya NaOH, KOH. Titik akhir titrasi ditetapkan dengan bantuan indikator asam-basa yang sesuai, atau secara potensiometri (Rivai, 1995). Titrasi asam basa sering disebut asidimetri-alkalimetri, sedangkan titrasi atau untuk pengukuran lain-lain sering juga dipakai akhiran ometri menggantikan imetri. Kata metri berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu, proses atau seni mengukir. Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam maupun pengukuran dengan asam, sedangkan alkalimetri berarti pengukuran dengan basa (Harjadi, 1990).

Pada metode titrasi Alkalimetri, proton dari dinatrium edetat, Na 2 H 2 Y dibebaskan oleh logam berat dan dititrasi dengan larutan baku alkali sesuai dengan persamaan reaksi berikut : M n- + H 2 Y 2- (MY) + n-4 + 2H + (1) Larutan logam yang ditetapkan dengan metode ini sebelum dititrasi harus dalam suasana netral terhadap indikator yang digunakan. Penetapan titik akhir menggunakan indikator asam-basa atau secara potensiometri (Rohman, 2006).