POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENGEMBANGAN AYAM BURAS PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DI PROPINSI PAPUA. Balai Pengkajian teknologi Pertanian Papua 2

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS FINANSIAL USAHATANI POLA INTEGRASI DAN NON INTEGRASI AYAM BURAS PALAWIJA DI KABUPATEN SORONG PAPUA BARAT

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

RANGKUMAN HASIL PENGKAJIAN AYAM BURAS DI KABUPATEN BENGKULU UTARA

PROSPEK PENGEMBANGAN AYAM BURAS BERWAWASAN AGRIBISNIS DI KALIMANTAN TENGAH

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AYAM LOKAL DI LAHAN RAWA UNTUK MEMACU EKONOMI PERDESAAN

PENERAPAN TEKNOLOGI PEMISAHAN ANAK AYAM LOKAL SISTEM KOTAK INDUKAN DI LAHAN PASANG SURUT SUGIHAN KIRI SUMATERA SELATAN

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI.

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

KAJIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

PERTUMBUHAN AYAM BURAS PERIODE GROWER MELALUI PEMBERIAN TEPUNG BIJI BUAH MERAH (Pandanus conoideus LAMK) SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

Analisis Usahatani Beberapa Varietas Unggul Baru Jagung Komposit di Sulawesi Utara

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

KIAT PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BURAS

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGKAJIAN PEMANFAATAN TEPUNG DAUN PISANG TERHADAP PERFORMAN AYAM BURAS DI JAYAPURA

Bab 4 P E T E R N A K A N

PRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

PRODUKTIVITAS DAN ANALISA KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI POTONG DI YOGYAKARTA (POSTER) Tri Joko Siswanto

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Komoditi jagung memiliki peranan cukup penting dan strategis dalam pembangunan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Biro Pusat Statistik (1997) dan Biro Analisis dan Pengembangan. Statistik (1999) menunjukkan bahwa Standar Nasional kebutuhan protein

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

Pemberian Pakan Ayam KUB Berbasis Bahan Pakan Lokal

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN AYAM LOKAL DI LAHAN MARGINAL

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU

Sutrisno Hadi Purnomo*, Zaini Rohmad**

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN. Armiati dan Yusmasari

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING

PERBAIKAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DALAM MENUNJANG PENGEMBANGAN AYAM BURAS LOKAL DI NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAHULUAN. ( Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATAN PRODUKSI JAGUNG (Zea Mays L.) DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENGEMBANGAN AYAM BURAS PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING DI PROPINSI PAPUA Usman 1, Demas Wamaer 1 dan Yusuf 2 1 Balai Pengkajian teknologi Pertanian Papua 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Ayam buras atau sering dikenal ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Papua. Selain memiliki lahan kering yang sangat luas, ternak ini juga dikembangkan di wilayah-wilayah pedesaan. Ayam buras mempunyai banyak manfaat diantaranya sebagai tabungan keluarga yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan mendesak, peningkatan gizi keluarga, dan untuk peningkatan pendapatan. Sistem pemeliharaan ayam buras di Papua pada umumnya dilakukan dengan cara di lepas dan kurang perhatian oleh pemiliknya serta pemberian pakan seadanya mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas yang dihasilkan. Kondisi seperti ini menggambarkan sistem pengelolaan yang tidak menguntungkan. Disamping itu jumlah pemeliharaan relatif masih sedikit yaitu antara 3 25 ekor sehingga kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga relatif rendah. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di Papua menunjukkan bahwa ternak ayam buras memiliki potensi dan peluang pengembangan ayam buras diantaranya pengembangan model integrasi dengan palawija, sebagai usaha ayam potong (pembesaran), sebagai usaha ayam petelur, dan sebagai usaha pembibitan. Namun dilain pihak kendala yang sering muncul yaitu tingginya serangan penyakit. Kata kunci : Potensi, peluang, kendala, ayam buras, Papua PENDAHULUAN Propinsi Papua memiliki lahan pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan yaitu seluas 15,056 juta Ha. Dari luas lahan tersebut terdapat sekitar 11,04 juta Ha merupakan lahan yang termasuk dalam zona agroekosistem lahan kering dataran rendah yang sangat potensial untuk dapat dijadikan sebagai wilayah pengembangan tanaman palawija dan peternakan. Pemanfaatan lahan tersebut masih sangat rendah yakni dibawah 10% dari luasan yang ada. (Dinas Peternakan Kabupaten Jayapura, 2000). Tipologi lahan kering terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu (1) Lahan kering berproduktifitas rendah dan (2) Lahan kering berproduktifitas tinggi (Marsum, 1993). Di Papua kedua kelompok lahan kering tersebut sangat dominan. Oleh karena itu komoditas peternakan yang banyak dijumpai dan berkembang pada daerah ini adalah ternak sapi potong, ayam buras, babi, dan kambing. Ayam buras atau sering dikenal sebagai ayam kampung adalah merupakan salah satu jenis ternak yang banyak dikembangkan pada wilayah-wilayah pedesaan di Papua. Potensi ayam buras cukup besar untuk dikembangkan karena merupakan salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat memberikan sumbangan terhadap kebutuhan pangan berupa protein hewani yang diperoleh hasil berupa telur dan dagingnya untuk konsumsi keluarga serta sumber pendapatan harian. Potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal, hal ini terkait oleh beberapa faktor antara lain sistem pemeliharaan masih bersifat tradisional, tingkat kematian anak ayam relatif tinggi, perkandangan belum memenuhi persyaratan, dan pemberian pakan yang belum memadai. Menurut Rasyaf, (1998) akibat dari pemeliharaan yang masih tradisional, populasi dan produktivitas ayam buras dari tahun ke tahun mengalami peningkatan kecil dibandingkan dengan potensi biologisnya. Peranan ayam buras dalam mencukupi kebutuhan pangan dan gizi bagi masyarakat dicerminkan oleh andilnya yang besar sebagai penghasil daging dan telur. Pada tahun 2004, perkembangan populasi ayam buras di Papua sebesar 1.688.466 ekor, mengalami peningkatan sebesar 334.040 ekor (30,56%), dan sumbangan terhadap produksi daging sebesar 787,25 ton, mengalami peningkatan sebesar 11,13 ton (1,43%) dari tahun sebelumnya. Sedangkan produksi telur sebesar 704,77 ton atau mengalami peningkatan sebesar 226,38 ton (47,32%) dari tahun sebelumnya (Papua Dalam Angka, 2004). Jika dibandingkan dengan ayam ras petelur (layer) dan pedaging (broiler), kontribusi ayam buras terhadap produksi daging masih sangat rendah hanya sebesar 1,43%. Rendahnya kontribusi ayam buras

terhadap produksi daging tentu merupakan suatu tantangan dan sekaligus peluang untuk pengembangan usaha ayam buras baik untuk tujuan produksi daging maupun telur. Makalah ini bertujuan untuk menggambarkan potensi pengembangan ayam buras di Propinsi Papua. POTENSI PENGEMBANGAN AYAM BURAS Ayam buras merupakan salah satu komoditas unggulan daerah Propinsi Papua. Daerah yang telah ditetapkan sebagai Komoditas Sentra Pengembangan (KSP) ternak ayam buras yaitu Kabupaten Merauke, Jayapura, Nabire, Fak-Fak, Manokwari, dan Yapen Waropen (Dinas Peternakan Propinsi Papua, 2003). Selanjutnya berdasarkan dari hasil analisis potensi wilayah (Dinas Peternakan Propinsi Papua, 2003) menunjukkan bahwa luas lahan potensial untuk pengembangan peternakan di Papua yaitu 329.550 Ha yang tersebar pada semua Kabupaten (sebelum pemekaran). Dari luas lahan tersebut baru sekitar 22,5% yang sudah dimanfaatkan (Tabel 1). Tabel 1. Luas potensi lahan peternakan di Propinsi Papua sebelum pemekaran Luas potensi lahan peternakan (Ha) Uraian Belum Sudah Persentase dimanfaatkan dimanfaatkan pemanfaatan Merauke 87,000.00 2,034.00 2.34 Jayawijaya 29,500.00 462.00 1.57 Jayapura 45,500.00 1,622.00 3.56 Paniai 21,500.00 736.00 3.42 Puncak Jaya Nabire Fak-Fak 34,500.00 352.00 1.02 Mimika Sorong 36,500.00 1,080.00 2.96 Manokwari 25,500.00 1,176.00 4.61 Yapen Waropen 24,500.00 239.00 0.98 Biak Numfor 17,000.00 349.00 2.05 Jumlah 321,500.00 8,050.00 22.51 Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Papua, 2003 Potensi pengembangan ternak unggas, terutama ayam buras di Propinsi Papua tersebar pada tujuh belas Kabupaten/Kota dengan jumlah populasi yang sangat bervariasi, tergantung pada kondisi biofisik dan sosial ekonomi di wilayah bersangkutan (Tabel 1). Pada Tabel 1. terlihat bahwa populasi ayam buras sebesar 1.688.466 ekor yang tersebar di tujuh belas Kabupaten/Kota, dengan populasi terbesar terdapat di Kabupaten Merauke sebesar 349.215 ekor, kemudian Nabire sebesar 292.655 ekor, Jayapura sebesar 198.236 ekor, Jayawijaya sebesar 125.770 ekor, Manokwari sebesar 133.548, dan terendah Paniai sebesar 5.354 ekor. Tetapi ayam ras pedaging dan petelur hanya tersebar pada 10 kabupaten dengan jumlah populasi masing-masing sebesar 1.119.510 ekor, dan 198.278 ekor. Pada ternak itik/entok tersebar pada enam belas kabupaten, tetapi jumlah populasinya sebesar 258.120 ekor, terendah dibandingkan dengan ternak unggas lainnya. Demikian pula dari jumlah populasi ternak unggas, diperoleh produksi daging dan telur, seperti terlihat pada Tabel 2. Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa produksi daging ayam buras sebesar 1.389,1 ton lebih tinggi dibandingkan dengan ayam pedaging (broiler) sebesar 818,3 ton, akan tetapi dilihat dari produksi telur ayam buras sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ayam petelur (layer). Tingginya kontribusi ayam buras dibandingkan dengan ayam ras terhadap produksi daging di Propinsi Papua merupakan suatu indikator bahwa petani-peternak lebih menyukai memelihara ayam buras dari pada ayam ras. Selain itu bila ditinjau dari aspek biofisik ayam buras lebih mudah dipelihara karena relatif tahan terhadap penyakit infeksius dan cukup adaptif terhadap berbagai bahan pakan yang diberikan (Salfina dan Siswansyah, 2005). Dari aspek sosial ekonomi menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan permintaan produk ayam buras (lokal) dari tahun ke tahun karena : (1) masih tingginya preferensi masyarakat terhadap produk ayam buras karena rasa daging yang khas, (2) terdapat

kecenderungan beralihnya pangsa konsumen tertentu dari produk daging berlemak ke produk daging yang lebih organik dan (3) adanya pangsa pasar ayam buras tersendiri yang tercermin dari semakin banyaknya restaurent yang menggunakan ayam lokal (Priyanti et al., 2005). Hal ini merupakan indikasi adanya kecenderungan masyarakan untuk kembali ke alam (back to nature) dalam urusan konsumsi pangan, dan kondisi seperti ini membuat ternak ayam buras memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai lahan agribisnis. Tabel 2. Populasi ternak unggas di Propinsi Papua Sebelum Pemekaran Populasi per jenis unggas (ekor) Kabupaten/ Ayam Ras Kota Ayam Buras Itik Petelur Pedaging Kota Jayapura 88,304 6,065 3,593 Merauke 349,215 48,000 14,472 23,547 Jayawijaya 125,770 3,223 Jayapura 198,236 95,500 30,533 17,274 Paniai 5,354 2,267 Puncak Jaya 9,678 427,000 Nabire 292,655 50,000 1,000 30,110 Fak-Fak 61,150 407,000 Mimika 68,000 92,000 5,000 112,400 Kota Sorong 40,601 32,450 457,000 178,000 Sorong 42,850 12,625 38,600 1,359 Manokwari 133,548 56,000 7,505 46,845 Yapen Waropen 72,882 2,000 195,000 5,828 Biak Numfor 60,399 94,670 52,752 4,196 Sorong Selatan 70,000 Raja Ampat 8,492 852,000 Waropen 61,332 47,764 5,614 Jumlah 1,688,466 1,119,310 198,278 258,120 Sumber : Papua Dalam Angka, (2004) Tabel 3. Populasi dan produksi ternak unggas di Propinsi Papua sebelum pemekaran Jenis unggas Parameter Ayam buras Ayam ras Itik Petelur Pedaging Populasi (ekor) 1,688,466.0 1,119,310.0 198,278.0 258,120.0 Produksi (ton) : - Daging 1,389.1 15.3 818.3 97.3 - Telur 907.3 1,037.0-654.7 Sumber : Papua Dalam Angka, 2004. Selama lima (5) tahun terakhir perkembangan populasi ayam buras setiap tahun jauh lebih rendah dibandingkan dengan ternak unggas lainnya (Tabel 4). Pada Tabel 4, terlihat bahwa populasi ayam buras mengalami perkembangan setiap tahun hanya sebesar 6,4% lebih rendah dibandingkan dengan ayam pedaging sebesar 44%, ayam petelur sebesar 19,88%, dan itik sebesar 21,17%. Tabel 4. Perkembangan populasi ayam buras selama 5 tahun Perkembangan populasi ternak unggas Uraian Ayam ras Ayam buras Pedaging Petelur Itik Tahun 2000 1,323,553 339,076 99,739 120,474 Tahun 2001 1,423,145 380,277 111,516 153,284 Tahun 2002 1,618,836 514,276 110,151 163,796 Tahun 2003 1,608,006 1,231,948 138,278 230,800

Tahun 2004 1,688,466 1,119,510 198,278 258,120 Rata-rata (%)/tahun 6.40 44.45 19.88 21.71 Sumber : Papua Dalam Angka, 2004 Rendahnya perkembangan populasi ayam buras dibandingkan dengan ternak unggas lainnya sebagai akibat dari rendahnya tingkat produktivitas ayam buras. KENDALA PENGEMBANGAN AYAM BURAS Di dalam perkembangannya ternak ayam buras ternyata mengalami banyak kendala-kendala yang sering dijumpai di Papua, dan hal ini tentu tidak banyak berbeda dengan daerah lainnya di luar Papua. Kendala-kendala yang sering dijumpai terutama disebabkan karena faktor sosial ekonomi yakni rendahnya tingkat partisifasi petani, dan terbatasnya modal yang dimiliki oleh petani. Selain itu tingginya tingkat mortalitas (kematian) pada anak ayam dibawa umur 2 (dua) bulan., perkandangan yang belum memenuhi syarat, dan management yang kurang sempurna (Ella, 1997). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai akibat dari sistem pemeliharaan yang dilakukan secara ekstensif sehingga dapat menimbulkan tingginya kematian anak ayam buras yang mencapai 25 sampai 50% (Affandhy et al., 1994; Sinurat., 1999; Sumanto et al., 1990). Selain itu kematian anak ayam tersebut sebagian besar (90%) disebabkan oleh penyakit ND (Tetelo) (Ronohardjo dan Halim, 1995). Oleh karena itu, perlunya dilakukan program vaksinasi ND secara teratur. Menurut Nataamijaya et al., (1986) bahwa dengan vaksinasi yang tertur dapat menurunkan tingkat mortalitas ayam buras dari 72% menjadi 53,5% atau bahkan dapat turun menjadi 29,1% apabila disertai dengan melakukan pemisahan anak dari induk, sehingga jumlah anak yang berhasil hidup sampai dewasa juga mengalami peningkatan dari 5,8 ekor menjadi 27 ekor per induk/tahun. Kendala lain, juga disebabkan oleh rendahnya terapan adopsi teknologi oleh petani. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan dilapangan dalam setiap kegiatan penelitian, dimana saat penelitian dan pengkajian berjalan tingkat partisipasi petani terlihat cukup baik, namun setelah penelitian dan pengkajian selesai maka petani akan kembali lagi pada pola semula (tradisional). Dikemukakan oleh Herawati et al., 1995 dalam Herawati dan Haryono (2000), bahwa rendahnya adopsi teknologi peternakan yaitu kurangnya tingkat pengetahuan, keterbatasan tenaga, terbatasnya modal produksi, lemahnya sistem pasar, lemahnya lembaga ekonomi desa, dan lemahnya prasarana produksi. Sehingga dengan keadaan seperti ini mengakibatkan sistem pemeliharaan ayam buras yang dilakukan pada umumnya masih bersifat tradisional. Bentuk kendala lain adalah kurang tersedianya bibit unggul, rendahnya kemampuan peternak dalam mengidentifikasi penyakit, keterbatasan dalam penyediaan pakan serta tidak menguasai pemasaran dan pengolahan hasil (Pamungkas, et al., 2000). Menurut Gunawan, (1998) bentuk kendala tersebut adalah : (1) skala usaha kecil (pemilikan dibawa 10 ekor) menyebabkan belum mmenguntungkan secara ekonomi, (2) produksi telur rendah hanya mencapai 30-40 butir/tahun dan produksi anak ayam 12 ekor/induk/tahun dan hanya 6 ekor anak yang dapat berhasil hidup sampai dewasa, (3) tingkat serangan penyakit ND sangat tinggi mencapai 69%, (4) kebutuhan terhadap pakan konsentrat sangat kecil (10-20%), (5) melakukan usaha secara perorangan bukan berkelompok, (6) pemasaran skala kecil, dan (7) sentra pengembangan hanya pada daerah-daerah tertentu. Kendala kelembagaan seperti tidak berfungsinya peranan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) secara optimal, karena peran para PPL turut menentukan keberhasilan dalam pengembangan ternak ayam buras di tingkat petani. Demikian pula belum difungsikannya lembaga Koperasi Unit Desa (KUD) secara optimal di tingkat desa, seperti KUD dapat berperan sebagai lembaga pemasaran. Beberapa hal yang menyebabkan belum berperannya KUD tersebut diduga disebabkan karena masih terbatasnya modal yang dibutuhkan untuk membeli dan menampung hasil produksi dari anggota, disamping disebabkan oleh faktor-faktor lain (Minsyah et al., 1995). Oleh karena itu, diperlukan suatu pendampingan dari lembaga permodalan untuk menunjang keberhasilan KUD, seperti penyediaan modal melalui BRI, BPD dan sebagainya. Sehingga hubungan komunikasi antara kreditur dan debitur dapat terbina dengan baik. PELUANG PENGEMBANGAN AYAM BURAS

Ayam buras bagi masyarakat pedesaan masih merupakan salah satu komoditi yang strategis yang berpotensi dan berpeluang di masa depan, baik secara ekonomi maupun sosial, sehingga perlu dipikirkan penanganan dan pengembangannya. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk mengoptimalkan potensi yang ada dalam rangka menciptakan peluang dalam usaha pengembangan ayam buras. Beberapa pelung pengembangan ayam buras berdasarkan potensi yang tersedia yang dapat dilakukan antara lain : - Pemanfaatan lahan secara optimal sangat memungkinkan mengingat luas potensi lahan peternakan yang ada di Papua baru 8.050 Ha (22,5%) yang dimanfaatkan dari luas lahan 321.500 Ha. Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan melalui sistem integrasi antara ayam buras dengan tanaman palawija menunjukkan bahwa pada luasan 0,1 Ha jagung (2,9 ton/ha) dan 0,1 Ha kedelai (0,9 ton/ha) dapat dikembangkan ayam buras sebanyak 156 ekor/periode produksi (Usman et al., 2005). Oleh karena itu, bila diasumsikan maka pada luasan lahan 10 Ha, jumlah ayam buras yang dapat dikembangkan melalui sistem integrasi adalah sebesar 15.600 ekor/periode produksi. Selain itu skala usaha sangat ditentukan oleh kapasitas produksi jagung, semakin tinggi produksi jagung yang dihasilkan, maka jumlah ayam buras yang dapat dikembangkan juga semakin besar. - Strategi pemeliharaan ayam buras perlu diarahkan pada tujuan sistem pemeliharaan yang jelas, seperti sebagai penghasil daging (usaha pembesaran), penghasil ayam bibit, dan telur konsumsi atau tujuan komersial dengan memanfaatkan bahan pakan lokal dalam penyusunan ransum. Hasil penelitian dengan sistem pembesaran menunjukkan bahwa pemanfaatan bahan pakan lokal sebagai pakan ayam buras seperti jagung, kedelai, dedak, tepung ikan, ampas tahu, cacing tanah, tepung daun gliricidia, tepung daun lamtoro, dan ampas sagu memberikan pertambahan bobot badan antara 1100 1400 g/ekor/10 minggu, dan sangat menguntungkan ditinjau dari aspek kelayakan usaha yaitu memiliki RC ratio antara 1,1 2,6. - Strategi pemberian pakan pada ternak ayam buras baik jumlah maupun kandungan zat gizi (nutrisi) perlu dibedakan menurut umur dan bentuk fisik dari pakan. Oleh karena itu standar kebutuhan pakan pada setiap periode penting untuk diketahui. - Pengembangan usaha ayam buras menjadi berwawasan agribisnis perlu terciptanya sistem pemasaran yang kondusif dengan melibatkan peran aktif kelembagaan yang ada ditingkat desa antara lain KUD, PPL, dan kelompok tani. - Memberdayakan kelompok tani yang sudah ada secara optimal, karena dengan berkelompok akan dapat mengurangi beban petani. Demikian pula kerjasama antara anggota kelompok sangat penting dalam mempertahankan harga jual atau posisi tawar hasil produksi kepada pedagang pengumpul yang kadang mempermainkan harga jual ternak. - Kecenderungan masyarakat untuk memilih bahan-bahan makanan yang alami merupakan suatu potensi besar untuk menciptakan peluang dalam usaha pengembangan ayam buras yang berorientasi agribisnis. KESIMPULAN Luas potensi lahan pertanian di Propinsi Papua, yang merupakan lahan kering dataran rendah yaitu sekitar 11,04 juta Ha, dan pemanfaatan lahan tersebut masih sangat rendah yakni dibawah 10%. Dari luas lahan peternakan yang tersedia sebesar 321.500 Ha, baru seluas 8.050 yang dimanfaatkan (22,51%). Perkembangan ayam buras dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 mengalami peningkatan populasi sebesar 334.040 ekor (30,56%), dengan peningkatan produksi daging dan telur masing-masing sebesar 11,13 ton (1,43%), dan 226,38 ton (47,32%) dari tahun sebelumnya. Selain itu kontribusi ayam buras terhadap produksi daging lebih tinggi dibandingkan dengan ayam ras pedaging, namun terhadap produksi telur masih lebih rendah. Kendala pengembangan ayam buras antara lain : tingkat partisipasi petani masih rendah, terbatasnya modal, pemberian pakan seadanya, dan tingginya mortalitas (kematian) pada anak ayam dibawa umur 2 (dua) bulan. Pelung pengembangan antara lain : perlunya peemanfaatan lahan secara optimal, perbaikan sistem pemeliharaan kearah semi intensif dan intensif, perbaikan pemberian pakan dengan memanfaatkan bahan pakan lokal yang tersedia di daerah, pelaksanaan program vaksinasi harus

dilakukan secara teratur, dan peran kelembagaan terutama ditingkat desa seperti : penyuluh, KUD, dan lembaga donatur lainnya harus ditingkatkan. DAFTAR PUSTAKA Affandhy. L., Gunawan, D. Pamungkas, U. Umiyasih dan D.E. Wahyono. 1998. Pengkajian teknologi budidaya ayam buras bibit. Prosiding seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Sistem Usahatani. Balai pengkajian teknologi pertanian Karangploso, Jawa Timur. Badan Pusat Statistik, 2004. Papua Dalam Angka. Kantor Statistik Propinsi Papua. Dinas Peternakan Kabupaten Jayapura, 2000. Laporan Tahunan, Dinas Peternakan Kabupaten Jayapura. Ella, A., A.R. Lompengeng Ishak, M. Risman. 1997. Kajian Sistem Usahatani Ayam Buras yang Efisien di Sulawesi Tenggara. Prosiding Seminar Regional Hasil-Hasil Penelitian Pertanian Berbasis Perikanan, Peternakan, dan Sistem Usahatani Kawasan Timur Indonesia. Kupang 28 30 Juli 1997. Gunawan, D. Pamungkas, Lukman, A. Fadhly, S. Ainur Rasyid. 1998. Rakitan Teknologi Ayam Buras. Monograf Rakitan Teknologi. BPTP Karang Ploso, Jawa Timur. Marsum. D., Sudaryono, dan Mudjiono. 1993. Produktifitas Dan Prospek Varietas Jagung Hibrida. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Nataamijaya, A.G., D. Sugandhi, D. Muslich, U. Kusnadi, H. Supriyadi, I.G. Ismail. 1986. Peningkatan Keragaan Ayam Buras di daerah Transmigrasi Batumarta, Sumatera Selatan. Risalah Lokakarya Pola Usahatani. Badan Litbang Jakarta. Pamungkas, D., L. Affandhy, Gunawan, Mariyono, U. Umiyasih, H. Ariyanto. 2000. Pengkajian Sistem Usaha Pertanian Ayam Buras Berbasis Ekoregional lahan kering. Prosiding Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian BPTP Karang Ploso, Jawa Timur. Priyanti, A., A.R. Setioko, Y. Yusdja dan R.A. Saptati. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Ternak Unggas. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Rasyaf, M., 1998. Memelihara Ayam Buras. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Ronohardjo, P., dan Y. Halim, 1995. Pengendalian ND Pada Ayam Buras. Wartazoa. Majalah Semi ilmiah. Pebruari. Volume 4. Nomor 1-2 Tahun 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Salfina, N.A., dan D. D. Siswansyah, 2005. Prospek Pengembangan Ayam Buras berwawasan Agribisnis di Kalimantan Tengah. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi pengembangan Ayam Lokan. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro. Semarang. Sinurat, A.P., 1999. Penggunaan Bahan Pakan Lokal Dalam Pembuatan Ransum Ayam Buras. Wartazoa. Majalah Semi ilmiah. Volume 9. Nomor 1 Tahun 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Sumanto, E. Juarini, S. Iskandar, B. Wibowo, Ratnadi, dan N. Rusmana, 1990. Pengaruh Perbaikan Tatalaksana Terhadap penampilan Usaha Ayam Lokal di Desa Pangradin. Suatu Analisa Ekonomi. Ilmu dan Peternakan. Desember Vol. 4. No. 3. Balitnak Bogor.