BAB II URAIAN TEORITIS. dan nomy artinya aturan atau undang-undang, jadi autonomy artinya hak untuk

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

Teori Pengeluaran Pemerintah. Sayifullah, SE., M.Akt. Materi Presentasi. Teori Makro Rostow dan Musgrave Wagner Peacock dan Wiseman Teori Mikro

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdiri dari dua kata yakni antos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti Undang-

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

I. PENDAHULUAN. masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam,

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip menurut Devas, dkk (1989) sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari amanah yang diemban pemerintah dan menjadi faktor utama dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Otonomi Daerah 2.1.1 Pengertian Otonomi Daerah Otonomi daerah berasal dari kata autonomy dimana auto artinya sedia dan nomy artinya aturan atau undang-undang, jadi autonomy artinya hak untuk mengatur dan memerintah daerah sendiri atas inisiatif sendiri dan kemampuan sendiri dimana hak tersebut diperoleh dari pemerintah pusat. Dalam ketentuan umum undang-undang no.22 tahun 1999, pengertian otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemamfaatan sumberdaya nasional serta serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2.1.2 Tujuan Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia Tujuan desentralisasi dan otonomi berdasarkan dua sudut pandang kepentingan, yaitu kepentingan pemerintah pusat dan kepentingan pemerintah

daerah. Dilihat dari sudut pandang pemerintah pusat sedikitnya ada 4 (empat) tujuan utama dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yaitu: 1. Pendidikan politik 2. Pelatihan kepemimpinan 3. Menciptakan stabilitas politik 4. Mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di daerah. Sementara bisa dilihat dari sisi kepentingan daerah otonomi daerah adalah mewujudkan yang disebut dengan : 1. Politik quality, ini berarti bahwa melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam bebagai aktivitas politik ditingkat lokal. 2. Local accountability, ini berarti akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan masyarakatnya. 3. Local responsiveness, pemerintah daerah dianggap lebih banyak mengetahui berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya, maka kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan akan mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus meningkatkan percepatan pembangunan Sosial dan ekonomi. Dan lebih jauh lagi, tujuan utama dari konsep desentralisasi dan otonomi daerah dengan tidak hanya membatasinya pada konteks hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, maka semuanya bermuara pada pengaturan mekanisme hubungan antara Negara dan masyarakat. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah bertujuan untuk membuka akses yang lebih besar kepada

masyarakat sipil untuk berpartisipasi baik pada proses pengambilan keputusan di daerah maupun didalam pelaksanaannya. Gambaran umum tentang tujuan ideal dari kebijakan desentralisasi dan otonomi darah diatas, keberhasilan akan sangat bervariasi serta relative dan konseptual sifatnya pada tiap-tiap daerah. Seperti dari perspektif ekonomi politik, salah satu faktor penting yang dapat mengganggu pencapaian tujuan desentralisasi dan otonomi daerah. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena potensi sumberdaya, kelengkapan prasarana sosial ekonomi dan kemampuan kelembagaan daerah (masyarakat) masih sangat terbatas. Kemajuan antar daerah,antar kelompok pendapatan, dan antar sektor kegiatan ekonomi belum sepenuhnya berimbang. Sehingga pemerintah daerah dalam hal ini harus tetap berpegang pada koridor bahwa pembangunan daerah yang ada harus dilakukan dari, untuk dan oleh pelaku-pelaku pembangunan daerah yang bersangkutan. 2.2 Derajat Otonomi Fiskal Daerah Hubungan fiskal pemerintah daerah dan pusat dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi antar berbagai tingkat pemerintah, serta bagaimana cara mencari sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan- kegiatan sector publiknya (Devas, 1989: 179). Menurut Davey (1989:14) ada empat criteria yang perlu diperhatikan untuk menjamin adanya sistem hubungan pusat dan daerah, yaitu: 1. Sistem tersebut seharusnya memberikan kontribusi kekuasaan yang rasional diantara tingkat pemerintahan mengenai penggaliaan sumber-

sumber dana pemerintah dan kewenangannya, yaitu suatu pembagian yang sesuai dengan pola umum desentralisasi. 2. Sistem tersebut seharusnya menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber dana masyarakat secara keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 3. Sistem tersebut seharusnya sejaur mungkin mendistribusikan pengeluaran pemerintah secara adil diantara daerah daerah atau sekurang - kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu. 4. Pajak atau retribusi yang dikenakan oleh pemerintah daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber- sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelengaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga pendapatan asli daerahnya (PAD) harus menjadi sumber keuangan yang lebih besar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah akan mengatur secara pasti pengalokasian dana perimbangan yaitu

bagian dari penerimaan negara yang dihitung menurut kriteri atau formula berdasarkan obyektifitas, pemerataan dan keadilan. 2.3 Keuangan Pusat dan Daerah 2.3.1 Teori Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam undang-undang Nomor undang-undang 22 tahun 1999 terdapat dasar dan sistem hubungan pusat dan daerah yang dirangkum dalam 3(tiga) hal prinsip utama yaitu: a. Desentralisasi yang mengandung arti penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah tingkat atas ke pemerintah daeh. b. Dekonsentrasi yang berarti perlimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertical tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat daerah. c. Tugas pembantuan yang berarti pengkoordinasian prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi oleh kepala daerah yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa tunggal didaerah dan wakil pemerintah pusat didaerah. Akibat prinsip ini dikenal daerah otonom dan wilayah administratif. Selanjutnya menurut Menurut Kuncoro (1997), berpijak pada tiga azas di atas (desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan ), pengaturan hubungan keuangan pusat dan daerah didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Urusan yang merupakan tugas-tugas pemerintah daerah dalam rangka dekonsentrasi dibiayai dari dan atas APBN.

b. Urusan yang merupakan tugas-tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari atas APBD. c. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakannya dalam rangka tugas pembantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau pemerintah daerah tingkat atasnya atas baban APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan. Sepanjang potensi sumbeer-sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan. 2.3.2 Kemandirian Keuangan daerah Ketergantungan fiskal pemerintah daerah dari pemerintah pusat adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri, realitas tersebut ditandai dengan adanya hubungan fiskal antara pusat dan daerah yang memberlakukan adanya control pusat terhadap proses pembangunan daerah yang tinggi. Hubungan ini jelas terlihat dari rendahnya proporsi PAD (Pendapatan Asli Daerah ) terhadap total pendapatan daerah disbanding besarnya subsidi yang diterima dari pemerintah pusat. Untuk mengukur indicator kemampuan fiskal daerah sebagai cara mengetahui kemandirian pemerintah daerah dapat digunakan perbandingan antara kemampuan dalam menggali dana melalui sumber-sumber PAD terhadap total penerimaan daerah (kuncoro). Apabila rasio tersebut semakin besar. Persoalan kecilnya PAD ini menjadi sangat relevan ketika dikaitkan dengan otonomi daerah. Dengan kata lain, masih cukup banyak pemerintah kabupaten yang tidak siap menghadapi otonomi, jika otonomi itu dimaknai dengan kemampuan keuangan daerah membiayai pembangunan dari sumber-

sumber penerimaan daerah (PAD). Tetapi ketergantugan tersebut justru semakin tinggi terjadi pada daerah dimana titik berat otonomi dilaksanakan sesuai dengan undang-undang Nomor 22/1999. Tingkat kemandirian yang rendah tersebut dapat dicermati kembali dalam sumber-sumber pembiayaan pembangunan dalam suatu daerah. 2.4 Sumber Pendapatan Pemerintah Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pembentukan undang- undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Kadjatmiko (dalam Halim, 2007:194) mengatakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat yang didasarkan pada azas desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax assignment) serta bantuan keuangan (grant transfer) atau dikenal dengan dana perimbangan. Undang undang no 33tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pasal 5 ayat 2 menjelaskan, pendapatan daerah bersumber dari: 1) pendapatan asli daerah ;2) dana perimbangan.

2.4.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah yang disebut dengan PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan (uu no. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 18). Sumber pendapatan asli daerah, di peroleh dari: a) pajak daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah tanpa memberikan timbal balik langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyeleggaraan pemerintah dalam pembangunan daerah. Selain itu Davey mengemukakan pendapatnya tentan pajak daerah yaitu: 1. pajak yang dipungut oleh pemerintah daerahdengan peraturan pemerintah daerah sendiri. 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tapipendapatan tarifnyadilakukan oleh pemda. 3. Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh pemda. 4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutantambahan(opsen) oleh pemda. b) Retribusi daerah Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pemberian ijin tertentu terkhusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Jenis jenis dari retribusi daerah adalah pajak jasa umum, pajak jasa usaha, retribusi perijinan tertentu.

Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut davey adalah: 1. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost daripada pelayanan pelayanan yang disediakan. 2. Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost daripada pelayanan-pelayanan yang disediakan. Disamping itu menurut kaho, ada beberapa cirri-ciri retribusi yaitu: 1. Retribusi dipungut oleh Negara. 2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis. 3. Adanya kontraprestasiyang secara langsung dapat ditunjuk. 4. Retribusi yang dikenakankepada setiap orang atau badan yang menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang dikeluarkan oleh Negara. Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan terdapat pula sumber-sumber pendapatan lain yaitu penerimaan lain-lain yang sah, namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantungpada potensi daerah itu sendiri. 2.4.2 Dana Perimbangan sebagai salah satu kesatuan Menurut undang undang No 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 19, 20, 21, dan 23 dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah untuk menandai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dapat digaris bawahi bahwa seyogianya semua pihak melihat dana perimbangan sebagai suatu kesatuan, yakni transfer pusat untuk

mengatasi sekaligus ketimpangan vertikal (pusat-daerah) dan ketimpangan horizontal (antar-daerah). Dana perimbangan terdiri dari: 1. Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk menandai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 2. Bagi hasil sumber daya alam, yang meliputi sector kehutanan, pertambangan umum, perikanan, minyak bumu, gas alam, dan panas bumi. 3. Dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. 4. Dana alokasi khusus(dak), selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping sekurang kurangnya 10% dari alokasi DAK (UU Otonomi Daerah 2004:221-222 ).

2.4.3. Dana Alokasi Umum Diera otonomi daerah, distribusi DAU adalah transfer bersifat umum yang jumlahnya sangat signifikan, dimana penggunaannya menjadi kewenangan daerah. Oleh karena itu DAU dapat dilihat sebagai respon pemerintah terhadap aspirasi daerah untuk mendapatkan bagian dan control yang lebih besar terhadap keuangan Negara. Jumlah yang sangat signifikan itu menyebabkab DAU menjadi sumber penerimaan terpenting bagi hampir semua pemerintah daerah di Indonesia. 2.5 Teori Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan Biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk melakukan kebijakan tersebut. Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu teori makro dan teori mikro (Guritno, 2001). 1. Teori Mikro Tujuan teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan barang publik tersebut. Interaksi antara permintaan dan penawaran barang public untuk menentukan jumlah barang publik yang harus disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang harus disediakan selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Sebagai contoh apabila pemerintah menetapkan akan membangun sebuah pelabuahan yang baru. Pembangunan pelabuhan akan menghasilkan permintaan

barang lain yang dihasilkan oleh sector swasta seperti, semen, baja, alat-alat angkutan dan sebagainya. Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa factor: a. Perubahan pemerintah akan barang publik b. Perubahan aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang public dan juga perubahan dari kombinasi yang digunakan dalam proses produksi. c. Perubahan kualitas barang public d. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi. 2. Teori Makro a) Model Pembangunan Tentang Pembangunan Pemerintah Model ini dikembangkan oleh W.W Rostow dan RA Musgrave yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahapan-tahapn ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional cukup besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi penbangunan tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan dan mencapai tahap lepas landas. Bersamaan dengan itu porsi investasi yang dilakukan swasta juga akan meningkat. Tetapi besarnya peranan pemerintah adalah pada tahap ini tidak seimbang dengan adanya banyak kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan pasar itu sendiri, yaitu kasus eksternalitas yang ditimbulkan misalnya pwencemaran lingkungan. Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap

pendapatan nasional semakin besar, tetapi rasio antara investasi pemerintah dan pendapatan nasional akan semakin kecil. a. Hukum Wagner Pengamatan Adolf Wagner terhadap Negara-negara Eropa Amerika, dan Jepang pada abad ke -19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian semakin meningkat. Wangner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menamakan hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat(the Low of increasing state of activity). Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk hukum, akan tetap dalam pandangannya tidak disebutkan dengan jelas apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pertumbuhan secara relative ataukah secara absolute. Apabila yang dimaksud oleh wagner adalah perkembangan pengeluaran secara relative sebagaimana teori Musgrae, maka hukum wagner adalah sebagai berikut dalam suatu perekonomian, apabila pendapat perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan menigkat. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dan masyarakat dan sebagainya akan semakin kompleks. Dalam hal ini wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul bagi masyarakat, hokum pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Kelemahan hukum Wangner adalah karena hukum tersebut didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik hokum wagner dapt di formulasikan sebagai berikut(guritno,2001):

< <..< Hukum wagner dapat ditunjukkan dengan kurva sebagai berikut: PkPP PPK Kurve 1 Kurve 2 0 1 2 3 4 Gambar 2.1 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner c. Teori Peacock dan Wiseman Peacock dan Wiseman adalah dua ahli yang mengemukakan teori perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Pandangan mereka mengenai pengeluaran pemerintah adalah bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluarannya sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang lebih besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut.

Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak akan semakin besar meskipun tariff pajaknya tetap (tidak berubah)yang pada gilirannya mengakibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah pula. Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional akan menaikkan pula penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Guritno, 2001). Apabila jadi terganggu, katakanlah karena perang eksternalitas lain, maka pemerintah-pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut. Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak yang lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dan swasta ikut untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek pengalihan (Displacement effect), yaitu adanya gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Jika pada saat terjadi gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian,maka sesudah gangguan berakhir akan timbul efek lain yang disebut efek infeksi (inspection effect), yang menyatakan gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam inilah menggugah kesadaran masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan pemerintah untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar pula. Inilah yang dimaksud dengan analisis sialetika pengeluaran pemerintah.

Pengeluaran Pemerintah (GDP) F C A D G 1) B 2) t t-1 Tahun Gambar 2.2 Teori Peacock dan Wiseman 1) Pengeluaran pemerintah 2) Pengeluaran Swasta 23

Wagne, Solow, Musgrave Peacock and wiseman Gambar 2.3 kurva perkembangan pengeluaran pemerintah Hipotesis Peacock dan Wiseman ini dikritik oleh Bird. Bird mengatakan bahwa selama ada gangguan sosial memang ada peralihan aktivitas pemerintah dari sebelum gangguan kreativitas yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah dalam presentasenya dalam GNP, akan tetap setelah terjadinya gangguan. Jadi menurut Bird efek pengalihan merupakan hanya gejala jangka pendek. Tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang. Suatu hal yang perlu diperhatikan dalm teori Peacock dan Wiseman adalah mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan akan tetap mereka tidak mengatakan pada tingkat berapakah toleransi perpajakan tersebut. 24

2.5.1 Klasifikasi pengeluaran pemerintah Sebelum tahun 2004 belanja daerah dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Pengeluaran rutin Pengeluaran rutin untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi: belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga), angsuran dan bunga utang pemerintah, serta sejumlah pengeluaran pemerintah lainnya. Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisien dan produktivitas pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan tiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi itu antara lain diupayakan melalui penjaminan lokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan dan pembelian barang dan jasa kebutuhan/departemen/ lembaga Negara non departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap. 2. Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non fisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggaranya selalu disesuaikan dengan mobilisasi. Dana ini kemudian

dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritasyang telah direncanakan. Namun setelahtahun 2004, pada periode 2004-2006 belanja daerah terdiri dari : 1. Belanja Aparatur Daerah Belanja aparatur daerah adalah bagian belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, mamfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat. 2. Belanja Pelayanan Publik Belanja pelayanan publik adalah bagian belanja administrasi, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, mamfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat.