II.TINJAUAN PUSTAKA. produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di

dokumen-dokumen yang mirip
II.TINJAUAN PUSTAKA. laut. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

TINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB I PENDAHULUAN. kasar yang tinggi. Ternak ruminansia dalam masa pertumbuhannya, menyusui,

TANAMAN PENGHASIL PATI

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Nenas dan Limbahnya Sebagai Bahan Pakan. Tanaman nenas ( Ananas comosus L. Merr) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. Limbah telah menjadi masalah utama di kota-kota besar Indonesia. Pada tahun

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt.) dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA Mahkota Nanas sebagai Bahan Pakan Ruminansia spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu Ananas comosus (Merr.

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi. Setiap ternak ruminansia membutuhkan makanan berupa hijauan karena

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

Aneka Limbah Pisang. - Daun Pisang. Alternatif Bahan Pakan Ternak Ruminansia pada Musim Kemarau

TINJAUAN PUSTAKA. Susu segar menurut Dewan Standardisasi Nasional (1998) dalam Standar

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Unsur-unsur Nutrien dalam Singkong (dalam As Fed)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan buah yang tumbuh berkelompok. Tanaman dari famili

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas tanaman ditentukan oleh interaksi antara lingkungan dan

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikonsumsi di Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

BAB I PENDAHULUAN. jenis pisang di hutan asli pulau yang ada di seluruh Indonesia.

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

UJI KANDUNGAN KARBOHIDRAT PADA PEMBUATAN KECAP DENGAN PENAMBAHAN AIR KELAPA PADA BERBAGAI KONSENTRASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. panjang cm dan garis tengah cm. Buah nangka terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Salah satu contoh sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Divisi : Spermatophyta ; Sub divisi : Angiospermae ; Kelas : Monocotyledoneae ;

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

KUALITAS NUTRISI SILASE LIMBAH PISANG (BATANG DAN BONGGOL) DAN LEVEL MOLASES YANG BERBEDA SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERNAK RUMINANSIA

Ransum Ternak Berkualitas (Sapi, Kambing, dan Domba)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

Transkripsi:

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Limbah Perkebunan Pisang di Riau 2.1.1 Pisang (Musa paradisiaca) Pisang merupakan salah satu komoditas buah unggulan Indonesia dengan luas panen dan produksi pisang selalu menempati posisi pertama (Badan Pusat Statistik, 200 3). Jenis pisang di Indonesia lebih dari 200 jenis, berupa pisang segar, olahan dan pisang liar. Pisang dibedakan menjadi tiga macam, berdasarkan manfaatnya bagi kehidupan manusia, yaitu pisang serat, pisang hias, dan pisang buah (Kaleka, 2013). Pisang umumnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 2000 m dpl. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan curah hujan optimal 1.520 3.800 mm/tahun dan 2 bulan kering (Rismunandar, 1990). Kedudukan tanaman pisang dalam taksonomi tumbuhan menurut (Kaleka, 2013). Tanaman pisang dapat dilihat pada Gambar 2.1. di bawah ini adalah sebagai berikut: Divisi Sub Divisi Kelas Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Musaceae : Musa : Musa paradisiaca L Gambar 2.1. Tanaman Pisang ( Sumber : Dokumentasi pribadi) 5

2.1.2 Lahan Di Provinsi Riau terdapat 1 juta Ha lahan tidur yang belum dimanfaatkan. Potensi luas lahan tidur ini bisa dikembangkan sebagai perkebunan pisang. Hal ini cukup beralasan pada tahun 1996 di Provinsi Riau dulu pernah ditanami pisang untuk ekspor oleh investor asing seluas 1.500 Ha (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2000). Di Provinsi Riau untuk saat ini memang belum terdapat perkebunan pisang sehingga belum bisa ditentukan luas areal lahan perkebunan, tetapi jumlah pohon pisang pada tahun 2012 berjumlah 703.379 rumpun yang ditanam di pekarangan dan perkebunan rakyat (BPS, 2013). 2.1.3. Produksi Pada tahun 2002 produksi pisang Indonesia 4.384.384 ton/ha, dengan nilai ekonomis sebesar Rp 6,5 triliun. Produksi tersebut sebagian besar dipanen dari pertanaman kebun rakyat seluas 269.000 Ha (Badan Pusat Statistik, 2003). Menurut DPPD (2012) data produksi pisang di Provinsi Riau tahun 2008-2011 secara berurutan adalah 29.008, 31.594, 25.244, dan 26.497 ton/tahun. Asumsi jumlah limbah batang dan bonggol pisang yang dihasilkan mencapai 2.649.700 ton/tahun. Jumlah pohon pisang, produksi buah pisang Provinsi Riau tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. 6

Tabel 2.1. Jumlah Pohon Pisang, Produksi Buah Pisang Provinsi Riau tahun 2012 No Jumlah Pohon Produksi Buah Kabupaten/Kota Pisang (pohon) Pisang (ton) 1 Kuantan Singngingi 60.059 2.573 2 Indragiri Hulu 115.056 1.957 3 Indragiri Hilir 185.645 4.034 4 Pelalawan 27.762 1.088 5 Siak 27.568 887 6 Kampar 162.550 2.717 7 Rokan Hulu 47.114 1.289 8 Bengkalis 36.210 569 9 Rokan Hilir 27.174 721 10 Kepulauan Meranti 15.808 244 11 Pekanbaru 21.186 1.912 12 Dumai 110.062 2.680 Jumlah 703.379 20.644 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Riau (2013) Produksi buah pisang tahun 2012 pada 12 kabupaten kota di Provinsi Riau jumlah total keseluruhannya yaitu 20.644 ton/tahun, dimana produksi terbesar berada di kabupaten Indragiri Hilir dengan jumlah produksi 4.034 ton/tahun. Produksi terkecil berada di kabupaten Kepulauan Meranti dengan jumlah produksi 244 ton/tahun (BPS, 2013). 2.1.4. Potensi Limbah Batang dan Bonggol Pisang Menurut Kaleka (2013) batang pi sang merupakan batang semu. Batang yang sesungguhnya atau batang sejati berada pada bagian dalam berbentuk bulat (teres). Batang pisang sebenarnya terletak di dalam tanah, yakni berupa umbi batang. Batang semu ini terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menutupi dengan kuat dan kompak sehingga bisa berdiri tegak layaknya batang tanaman, tinggi batang semu ini berkisar 3,5 7,5 m tergantung jenisnya. 7

Suryanti dan Ahmad (2012) menyatakan bahwa bonggol pisang adalah tanaman pisang yang berupa umbi batang (batang aslinya). Batang sejati atau bonggol yang berada di dalam tanah disebut rhizome, berdiameter sekitar 30 cm, merupakan organ penting yang mendukung pertumbuhan batang semu. Parakkasi (2006) menjelaskan potensi limbah pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan di Indonesia adalah batang semu, daun pisang, kulit pisang. Kendala yang dihadapi yaitu kandungan protein rendah dengan kadar air cukup tinggi sebesar 86% sehingga penggunaannya tidak dapat digunakan sebagai bahan tunggal tapi perlu adanya penambahan bahan pakan sumber protein tinggi misalnya konsentrat atau bungkil biji-bijian tanaman kacang, sedangkan kadar protein kasar untuk bahan supplemen yang baik sebesar 30%. Suroto (2013) menjelaskan bahwa tanaman pisang yang telah dipanen bonggol pisangnya tidak akan bertunas kembali. Suhartati (2013) menyatakan bahwa tanaman pisang akan ditebang dan bonggol pisangnya akan dibiarkan saja membusuk menjadi limbah pertanian yang tidak memiliki nilai tambah apabila tanaman ini sudah tidak produktif. Bonggol pisang hanya dimanfaatkan sebagai pakan dan bibit untuk tumbuh anakan baru (Amry, 2009). Gambar 2.2 memperlihatkan gambar bonggol dan batang pisang. Gambar 2.2. Bonggol dan Batang Pisang 8

Kandungan gizi batang pisang berdasarkan analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian dan Peternakan (2014) adalah bahan kering (BK) 8,00%, abu 19,50%, protein kasar (PK) 1,01%, serat kasar (SK) 19,50%, lemak kasar (LK) 0,75%, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 59,24%, dan kandungan gizi bonggol pisang adalah bahan kering (BK) 17,46%, abu 16,00%, protein kasar (PK) 0,96%, serat kasar (SK) 14,50%, lemak kasar (LK) 0,75%, bahan ektrak tanpa nitrogen (BETN) 67,79%. Komposisi kimia bonggol pisang dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2. Komposisi Kimia Bonggol Pisang (Setiap 100 gram) Komponen Komposisi Basah Kering Kalori (kkal) 43,00 245,00 Air (%) 86,00 20,00 Protein (g) 0,60 3,40 Lemak (g) - - Karbohidrat (g) 11,60 66,20 Kalsium (mg) 15,00 60,00 Fosfor (mg) 60,00 150,00 Besi (mg) 0,50 2,00 Vitamin A (SI) - - Vitamin B (mg) 0,01 0,04 Vitamin C (mg) 12,00 4,00 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I. (1996) 2.2. Silase Silase adalah hijauan makanan ternak (HMT) yang diawetkan dengan proses ensilasi (Simanihuruk dan Sirait, 2010). Siregar (1996) menyatakan bahwa teknologi silase adalah suatu 9

proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatif manis. Syarifudin (2008) menjelaskan tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan lainnya, agar bisa disimpan dalam waktu yang lama, kemudian diberikan sebagai pakan dan tabungan pakan untuk mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Laconi (1997) menyatakan bahwa kriteria silase yang baik mempunyai bau asam dengan ph 4,5 atau kurang, kandungan asam laktat 3 13 % dari bahan kering, tidak ada jamur warna coklat, tidak berbau amonia dan kandungan amonia rendah yaitu 5 % dari total nitrogen. Menurut Siregar (1996) warna silas e yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu warna hijau atau kecoklatan. Ditambahkan oleh Lado (2007), bau harum keasaman seperti bau tape merupakan ciri khas silase yang baik, bau silase berasal dari asam yang dihasilkan selama ensilasi. Produk akhir yang paling diharapkan dari proses ensilasi adalah asam asetat dan asam laktat. Produksi asam selama berlangsungnya proses fermentasi akan menurunkan ph pada material hijauan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan (Weinberg dan Muck, 1996, Merry dkk, 1997). Kualitas fisik silase batang pisang dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3. Penilaian Kualitas Fisik Silase Batang Pisang Perubahan fisik Skor 3 2 1 Bau Asam Tidak asam Busuk Warna Coklat Muda Coklat tua Kehitaman Jamur Tidak ada Cukup Banyak Tekstur Padat Agak padat Lunak Sumber: Murni dkk (2008) Murni dkk (2008) menjelaskan silase batang pisang tanpa molases menghasilkan silase yang tidak ada jamur tetapi berbau busuk, hal ini karena bukan jamur yang berkembang pada 10

silase batang pisang tanpa molases tetapi bakteri yaitu Clostridia yang menghasilkan asam butirat sehingga silase berbau busuk. 2.3. Molases Menurut Parakkasi (2006) molases adalah hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu ( Saccharum officinarum L) yang mempunyai sifat menyedapkan bahan makanan lain yang kurang enak dimakan. Molases berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Molases tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih mengandung gula dengan kadar tinggi 50-60%, asam amino dan mineral. Molases kaya akan biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor, dan sulfur, selain itu juga mengandung gula yang terdiri dari sukrosa 30-40%, glukosa 4-9%, dan fruktosa 5-12%. Tetes tebu digunakan secara luas sebagai sumber karbon untuk denitrifikasi, fermentasi anaerobik, pengolahan limbah aerobik, dan diaplikasikan pada budidaya perairan. Karbohidrat dalam tetes tebu telah siap digunakan untuk fermentasi tanpa perlakuan pendahuluan karena sudah berbentuk gula (Hidayat dan Suhartini, 2006). Penambahan molases menghasilkan persentase keberhasilan silasenya lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu berbau asam, berwarna coklat muda, tidak ada jamur, dan bertekstur padat, hal ini dikarenakan molases yang memiliki ciri fisik dan kimia bau yang asam, warna coklat, cair dan BETN 74% sedangkan untuk dedak padi, tepung gaplek kandungan BETN-nya 48,7% dan 76,3 % yang menjadi sumber energi bagi bakteri pembentuk asam laktat (Santi dkk, 2011). 11