BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Global Health Observatory (GHO) melaporkan bahwa pada tahun 2013 diare merupakan penyebab kematian balita diurutan kedua setelah pneumonia (WHO, 2014). WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut dengan mortalitas 3-4 juta pertahun. Kejadian diare di Negara berkembang lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus diare endemis dan seringkali menjadi KLB disertai kematian, pada balita angka kematian sebanyak 100.000 pertahun. Hasil survei Sub Direktorat Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan (ISP) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, angka kesakitan diare tahun 2012 sebanyak 214 per 1.000 penduduk. Berdasarkan Laporan Tahunan Rumah Sakit tahun 2012, penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit umum pemerintah tipe B dan tipe D di Jawa Timur, diare diurutan pertama sebanyak 9.404 kasus (RS tipe B) dan 563 kasus (RS tipe D). Selain itu dilaporkan KLB diare di 8 kabupaten/kota daerah Jawa Timur sebanyak 1,13%, dengan case fatality rate (CFR) 4,58%, dari 10 kabupaten/kota se-jatim (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2013). Penyebab utama penyakit diare adalah akibat infeksi bakteri. Escherichia coli merupakan bakteri penyebab diare terbanyak sebanyak 20-30% (Widoyono, 2008). Escherichia coli merupakan flora normal yang hidup di usus manusia dan hewan. Sebagian besar jenis Escherechia coli tidak berbahaya atau mungkin menyebabkan diare yang relatif singkat. Escherichia 1
2 coli dapat menyebabkan diare dengan meproduksi toxin dalam makanan maupun secara langsung di dalam intestinal. Selain toxin yang diproduksi, terdapat faktor virulensi lain yang berperan yaitu adesin, protein penginvasi, intimin, pili, fimbriae, dan plasmid (CR Mahon et al., 2011 dan Mayo Book, 2014). Pengobatan utama diare yaitu dengan memberikan manajemen keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat. Pada kasus diare kronis akibat infeksi bakteri selain diberikan terapi cairan dan elektrolit yang adekuat, juga diberikan terapi antibiotik untuk mengatasi bakteri patogen penyebab infeksi. Meluasnya penggunaan antibiotik profilaksis pada diare kronis berpotensi menyebabkan toksisitas obat, dan adanya resistensi yang terjadi pada berbagai strain enteropatogen. Telah terbukti bahwa antibiotik tertentu dapat meningkatkan ekspresi toxin VT oleh strain VTEC, sehingga pemberian antibiotik sudah tidak efektif lagi (D Greenwood et al., 2007 dan CR Mahon et al., 2011). Hasil penelitian Krisni (2004) tentang pola dan sensitivitas antibiotik di RS Syaiful Anwar menunjukan bakteri Escherichia coli sensitive terhadap nitrofurantoin, asam nalidiksat, sefotaksim, amoksisilin-as Clavulanat, tetapi angka resistensi terhadap ampisilin dan kloramfenikol sangat tinggi yaitu sebanyak 97,8%. Adanya toksisitas dan resistensi dari pemberian antibiotik menyebabkan mulai digunakannya obat tradisional untuk mengatasi diare akibat bakteri. Contoh obat tradisional yang memiliki khasiat sebagai antimikroba di antaranya kayu manis, bawang putih, cengkih, dan lain sebagainya (Winarto, 2003).
3 Dari beberapa penelitian, ekstrak kayu manis terbukti mempunyai efek antimikroba. Natalia (2013) membuktikan ekstrak etanol daun kayu manis dapat menghambat Escherichia coli maupun Staphylococcus aureus, sedangkan ekstrak etanol kulit batang kayu manis hanya menghambat Staphylococcus aureus. Penelitian lain menunjukan bahwa kayu manis memiliki efek antimikroba terhadap bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli, serta terhadap jamur seperti Candida albicans dan Saccharomyces cerevisiae (P. V. Rao and S. H. Gan, 2014). Secara empiris masyarakat Indonesia telah lama menggunakan air rebusan kayu manis sebagai obat tradisional. Terbukti bahwa kulit batang, daun, dan akar kayu manis memiliki komponen fungsional yang dapat digunakan sebagai antimikroba, salah satunya yaitu minyak atsiri. Tetapi di setiap bagian tumbuhan memiliki kandungan kimia minyak atsiri yang berbeda, pada daun kayu manis mengandung senyawa Eugenol yang dominan sebanyak 70 95 %, sedangkan batang kayu manis mengandung senyawa Cinnamaldehyde yang lebih dominan sebanyak 65 80 % (Vangalapati et al, 2012). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun kayu manis memiliki aktivitas antibakteri, namun belum pernah ada penelitian yang menunjukkan bahwa rebusan daun kayu manis memiliki aktivitas yang sama seperti ekstrak. Pada penelitian bahan alam lain yaitu rebusan Sarang semut (Myrmecodia sp.) terhadap bakteri Escherichia coli menunjukkan bahwa metode rebusan terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli meskipun kekuatannya lebih rendah dari metode ekstrak
4 (Roslizawaty, dkk, 2013). Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan didapatkan hasil Kadar Hambat Minimal (KHM) tidak dapat dianalisis dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 90%. Dengan demikian peneliti melakukan penelitian dengan metode rebusan tentang efek air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli. 1.2.Rumusan Masalah Apakah pemberian air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) mempunyai efek antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli? 1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan umum: Mengetahui efek air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli. 1.3.2.Tujuan khusus: 1. Mengetahui kadar hambat minimum (KHM) air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli. 2. Mengetahui kadar bunuh minimum (KBM) air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
5 1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1.Manfaat praktis (aplikatif) Hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada tenaga medis bahwa air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) memiliki efek antimikroba terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli. 1.4.2.Manfaat teoritis (akademis) 1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi ilmiah tentang efek air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia Coli. 2. Dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii). 1.4.3.Manfaat masyarakat Memberikan informasi baru kepada masyarakat bahwa air rebusan daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) mempunyai efek terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia Coli.