ABSTRACT ABSTRAK. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh A.A. Alit Mas Putri Dewanti Edward Thomas Lamury Hadjon Program Kekhususan Hukum Internasional ABSTRACT

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hukum internasional subyek-subyek tersebut termasuk negara, organisasi


2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

PENGATURAN PERLINDUNGAN SPECIES LANGKA DARI AKIBAT SINDIKASI PERDAGANGAN SPECIES LANGKA

BAB I PENDAHULUAN. utama terus mengalami pergeseran dan lebih membuka diri bagi aktor non-state

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan cenderung berpusat pada masalah pencemaran dan bencana-bencana

BAB I PENDAHULUAN. Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, hal 44.

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

DAFTAR PUSTAKA. Hardjasoemantri, Koesnadi.1995.Hukum Perlindungan Lingkungan: Koservasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara terbesar yang memiliki

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Kritis. Genting. Rentan. A: Penurunan tajam

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN PENYU DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI DENPASAR

Transnational Organized Crime (TOC)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transnational Organized Crime

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS

CATATAN ATAS RUU KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI (VERSI DPR)

BAB III METODE PENELITIAN. Jawa Timur, dilaksanakan pada bulan November sampai dengan bulan Desember

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam hayati merupakan unsur unsur alam yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada usia dini anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

BAB I PENDAHULUAN. hewan langka di Indonesia yang masuk dalam daftar merah kelompok critically

Bahan Kuliah Ke-10 Undang-undang dan Kebijakan Pembangunan Peternakan KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARANTINA

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

Andry Suryadi Dosen Pembimbing I: Maria Maya Lestari SH, M.Sc, MH Dosen Pembimbing II: Widia Edorita SH, MH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai keragaman jenis satwa seperti jenis

SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dengan biodiversity (keanekaragaman hayati) terkaya di dunia. suatu tempat akan membentuk populasi. Populasi-populasi yang ada akan

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemilihan Studi. Permainan menurut Joan Freeman dan Utami Munandar (dalam Andang

URGENSI PERLINDUNGAN SPESIES LANGKA BERDASARKAN CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN PENGENALAN SIRIP HIU APPENDIKS II CITES

I. TINJAUAN PUSTAKA. pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dipertanggungjawabkan

I. PENDAHULUAN. alam. Dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN)

ABSTRAK PERANCANGAN ARTBOOK MAMALIA ENDEMIK DI INDONESIA YANG TERANCAM PUNAH. Timoteus Soelistyo NRP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

POTRET KEBIJAKAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Oleh: Rony Megawanto

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2016, hal Online di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BENTUK-BENTUK DAN PERLINDUNGAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR TERHADAP PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING DI INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2005

TUGAS AKHIR PERANCANGAN KARAKTER GAME

BAB I PENDAHULUAN. dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menurut rilis terakhir dari

Kota, Negara Tanggal, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN SPECIES LANGKA DAN SINDIKAT PERDAGANGAN. 2.1 Pengertian Spesies Langka dan Perlindungan Species Langka

Ticker Range Signal IHSG Positive

Ticker Range Signal IHSG Negative

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Ticker Range Signal IHSG Negative

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

Ticker Range Signal IHSG Positive

Transkripsi:

KEDUDUKAN CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) SEBAGAI SALAH SATU KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG LINGKUNGAN HIDUP YANG MENGATUR PERDAGANGAN SPESIES LANGKA Oleh Deby Dwika Andriana Hukum Bisnis Internasional Faklutas Hukum Universitas Udayana Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional ABSTRACT Indonesia is one of three countries that have the greatest diversity of flora and fauna. It is known that 17,000 islands within its territory there are various types of unique and endemic species. The uniqueness of this species that eventually became the target of the Indonesian people to trade freely without thinking about the environment and the prevention of animal species of scarcity owned country, giving rise to several problems, such as the illegal trade in animals that is done just to gain a big advantage for some people or individuals because of it s uniqueness. ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara terbesar yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Yang diketahui bahwa 17.000 pulau yang didalam wilayahnya terdapat berbagai macam jenis spesies yang unik dan endemik. Keunikan dari spesies-spesies inilah yang akhirnya menjadi sasaran masyarakat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas tanpa memikirkan lingkungan hidup binatang tersebut dan pencegahan spesies dari kelangkaan yang dimiliki negaranya sehingga menimbulkan beberapa permasalahan, seperti perdagangan ilegal hewan yang dilakukan hanya untuk mendapat keuntungan yang besar bagi sebagian orang atau individu itu sendiri karena keunikan tersebut. Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal 1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan ilegal yang menyebabkan kepunahan satwa di kancah internasional menarik perhatian anggota IUCN (international Union for Conservation of Nature ) pada tahun 1963 untuk melakukan perjanjian internasional antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi sidang yaitu menghasilkan terbentuknya Convention on International Trade of Endangered species (CITES) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam punah. Naskah konvensi disepakati 3Maret 1973 pada pertemuan para wakil 80 negara diwashington D.C. Di bulan Agustus 2006 tercatat sejumlah 169 negara telah menjadi para pihak dalam CITES, Indonesia merupakan salah satu Negara yang meratifikasi Convention on International Trade of endangered species (CITES) yang diratifikasi melalui Keputusan Pemerintah No.43 Tahun 1978. Pengertian CITES ( Convention on International Trade of Endangered Species ) atau konvensi perdagangan internasional untuk tumbuhan dan satwa liar ada adalah suatu perjanjian global yang fokus pada perlindungan satwa dan tumbuhan liar untuk perdagangan internasional yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang mungkin dapat membahayakan kelestarian tumbuhan dan satwa liar. 1.2 Tujuan Penelitian Tulisan ilmiah ini bertujuan memberikan pemahaman tentang jenis hewan yang dilindungi dan adanya suatu badan yang melindungi hewan hewan langka dan terancam punah serta undang undang yang digunakan dalam melindungi hewan- hewan tersebut. II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah bersifat hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan peraturan perundang undangan serta penerapannya dalam peristiwa hukum. Pada penelitian hukum normatif acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 1 2.2 Hasil dan Pembahasan 1 Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 118. 2

Ada empat hal pokok yang menjadi dasar terbentuknya konvensi CITES, yaitu: a. Perlunya perlindungan jangka panjang terhadap tumbuhan dan satwa liar bagi manusia b. Meningkatnya nilai sumber tumbuhan dan satwa liar bagi manusia c. Peran dari masyarakat dan negara dalam usaha perlindungan tumbuhan dan satwa liar sangat tinggi d. Makin mendsaknya kebutuhan suatu kerjasama internasional untuk melindungi jenis-jenis tersebut dari over eksploitasi melalui kontrol perdagangan internasional. Dan setelah terbentuk dan disahkannya konvensi ini CITES telah mendata dan mendaftarkan lebih dari 30.000 species 2, yang mencakup sekitar 5.000 spesies hewan dan 25.000 spesies tumbuhan. Sebagian dari jumlah species tersebut merupakan species yang hanya hidup di Indonesia, (spesies endemik) Spesies-spesies tersebut diklasifikasikan ke dalam appendik-appendik berdasarkan jumlah populasi dan tingkat ancaman terhadap spesies itu sendiri dari kepunahan. Appendiks tersebut digolongkan menjadi : 3 1. Appendiks I mencakup : "Appendix 1 shall include all species threatened with extinction which areor may be affected by trade. Trade in specimens of these species must besubject to particularly strict regulation in order not to endanger furthertheir survival and must only be authorized in exceptional circumstances. " Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin dipengaruhi oleh adanya perdagangan. Ketentuan perdagangan atas Spesies-spesies yang tercantum didalam appendiks I CITES harus diatur dengan ketat untuk menjaga kelangsungan hidup spesies tersebut dan hanya dapat diperdagangkan dalam kondisi-kondisi yang dikecualikan. 2. Appendiks II mencakup : "(a) all species which although not necessarily now threatened with extinction may become so unless trade in specimens of such species issubject to strict regulation in order to avoid utilization incompatible withtheir survival " Spesies yang tercantum di dalam appendiks II CITES merupakan spesies yang tingkat ancaman terhadap kepunahannya saat spesies tersebut dlklasifikasikan tidak setinggi spesies dalam appendiks I. Spesies-spesies ini dapat menjadi terancam oleh kepunahan apabila perdagangan terhadap spesies tersebut tidak diatur melalui ketentuan 2 Muhamad Erwin, 2008, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Grafika Media, Bandung, h. 154 3 Convention on the International Trade of Endangered Species, 1973, Pasal II 3

yang ketat. Ketentuan yang ketat tersebut ditujukan untuk menghindari pemanfaatan spesies tersebut yang tidak sesuai dengan kebutuhan spesies tersebut untuk bertahan hidup. 3. Appendiks III mencakup : "Appendix III shall include all species which any Party identifies asbeing subject to regulation withinits jurisdiction for the purpose of preventing or restricting exploitation, and as needing the co-operation of other Parties in the control of trade." Spesies yang diklasifikasikan ke dalam Appendiks III CITES merupakan spesies yang diatur melalui peraturan nasional dengan tujuan untuk menghindari atau melarang terjadinya eksploitasi terhadap spesies tersebut dan mengendalikan perdagangan. CITES dalam pelaksanaannya memberikan pengaturan larangan, keharusan, maupun kebolehan dari negara penandatangan konvensi ini dalam dalam melakukan perdagangan-perdagangan spesies yang terdaftar di dalam appendiks CITES. Pengaturan itu berbeda pada setiap golongan spesies. Dari sebagian besar spesies tersebut, mereka yang tergolong di dalam Appendiks I adalah spesies-spesies yang terancam punah dan dilarang menjadi objek di dalam segala jenis perdagangan komersial. Setiap Negara Peserta memiliki hak untuk mereservasi binatang-binatang yang telah diklasifikasikan baik yang termasuk di dalam appendiks I, II, maupun III. III. Kesimpulan Perdagangan terhadap spesies yang terancam punah dilakukan menurut Hukum Intemasional, salah satu contohnya adalah dengan adanya keberadaan CITES. CITES merupakan konvensi internasional yang bertujuan untuk menjaga keanekaragaman hayati di dunia, melalui pengaturan di bidang perdagangan. Pengaturan perdagangan tersebut berbeda-beda dan terbagi kedalam tiga klasifikasi yang menentukan tingkat populasi spesies tersebut (appendiks I, II, dan III). Spesies endemik yang terdapat di Indonesia, seperti komodo, badak, orang hutan, dan gajah, termasuk dalam kategori spesies yang terancam kepunahan menurut CITES, IUCN, maupun, WWF. Untuk itu kerjasama internasional menjadi sebuah faktor yang penting dan mendasar untuk menciptakan perlindungan bagi spesies yang terancam punah tersebut dari eksploitasi berlebihan yang di akibatkan oleh perdagangan Internasional. 4

DAFTAR PUSTAKA Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Muhamad Erwin, 2008, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Grafika Media, Bandung Convention on the International Trade of Endangered Species, 1973, Pasal II 5