PENYELIDIKAN LANJUTAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGASILAT DAN SEKITARNYA KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Soleh Basuki Rahmat 1

dokumen-dokumen yang mirip
PENYELIDIKAN PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGA DANGKAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

SURVEY PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DI KABUPATEN SANGGAU DAN KABUPATEN SEKADAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH SUNGAI BELINTANG DAN SUNGAI SAI, KABUPATEN SINTANG, KALIMANTAN BARAT

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BATUBARA DI DAERAH LONGIRAM DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II TINJAUAN UMUM

SURVEY PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DAERAH SUNGAI BENGALUN KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR. Oleh J. A. Eko Tjahjono Subdit Batubara, DIM

INVENTARISASI ENDAPAN BITUMEN PADAT DI DAERAH SAMPOLAWA DAN SEKITARNYA KABUPATEN BUTON, PROVINSI SULAWESI TENGGARA (LEMBAR PETA : )

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DI DAERAH TALAWI, KOTAMADYA SAWAHLUNTO PROVINSI SUMATRA BARAT Oleh : Syufra Ilyas dan Dahlan Ibrahim.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB II TINJAUAN UMUM

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN BATUBARA DI DAERAH MENUKUNG-NANGAPINOH KALIMANTAN BARAT

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Pemetaan Geologi Menggunakan Analisa Integrasi Citra Radarsat-2 dan Landsat (Daerah Studi : Puttusibau, Kalimantan Barat)

Bab II Geologi Regional

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTEM DAERAH SENYIUR, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (LEMBAR PETA I816-24

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB II TINJAUAN UMUM

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

USUL PENELITIAN ANALISIS KANDUNGAN BITUMEN PADAT DI DAERAH BANJARNEGARA OLEH: ADE AKHYAR NURDIN H1F007016

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

By : Kohyar de Sonearth 2009

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN ENDAPAN BITUMEN PADAT DAERAH SARMI KABUPATEN SARMI PROVINSI PAPUA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENYELIDIKAN PENDAHULUAN ENDAPAN BITUMEN PADAT DI DAERAH AYAH DAN SEKITARNYA, KABUPATEN KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH S A R I

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH PAINAN, KABUPATEN PAINAN PROPINSI SUMATERA BARAT

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

SURVEY PENDAHULUAN BITUMEN PADAT DI DAERAH ACEH BARAT KABUPATEN ACEH BARAT PROVINSI. NANGGROE ACEH DARUSALAM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

INVENTARISASI DAN EVALUASI ENDAPAN BITUMEN PADAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH DAN KABUPATEN LAMPUNG UTARA PROVINSI LAMPUNG

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH BAYUNG LINCIR, KABUPATEN MUSI BANYUASIN, PROPINSI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH UMUK DAN SEKITARNYA KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

EKPLORASI CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH HARUWAI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN TABALONG, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II TINJAUAN UMUM

KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH TABAK, KABUPATEN BARITO SELATAN PROVINSI KALIMATAN TENGAH

BAB II TINJAUAN UMUM

Subsatuan Punggungan Homoklin

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM CEKUNGAN TARAKAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB II KERANGKA GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGKAJIAN CEKUNGAN BATUBARA DI DAERAH LUBUK JAMBI DAN SEKITARNYA, KABUPATEN INDRAGIRI HULU, PROPINSI RIAU

Transkripsi:

PENYELIDIKAN LANJUTAN BITUMEN PADAT DI DAERAH NANGASILAT DAN SEKITARNYA KABUPATEN KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Soleh Basuki Rahmat 1 1 Kelompok Kerja Energi Fosil S A R I Lokasi daerah penyelidikan endapan bitumen padat terletak di dalam wilayah Kecamatan Silat Hulu dan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Timur. Luas daerah penyelidikan sekitar 75.000 Ha dengan koordinat antara 111 42 00-111 57 00 Bujur Timur dan 00 08 00 00 23 00 Lintang Utara. Stratigrafi di daerah penyelidikan terdiri dari Kelompok Selangkai, Formasi Ingar, Batupasir Dangkan, Serpih Silat, Batuan Terobosan Sintang, dan Endapan Aluvial. Endapan serpih bitumen sebagian besar tersingkap pada Formasi Serpih Silat yang menempati sekitar 50% daerah penyelidikan. Secara umum struktur geologi yang terdapat di daerah penyelidikan relatif sederhana, hanya berupa perlipatan sinklin asimetris dengan sayap utara curam, tegak sampai membalik sedangkan sayap selatan memiliki kemiringan lebih landai, struktur antiklin umumnya kurang berkembang. Endapan serpih bitumen umumnya berwarna abu-abu tua kehitaman, berlapis, agak pejal, setempat karbonan. Ketebalan dari singkapan serpih bitumen berkisar dari beberapa meter sampai 13 meter. Endapan bitumen padat di daerah penyelidikan memiliki kemiringan yang relative landai, yaitu dibawah 20. Hasil analisis bakar (retort) menunjukkan bahwa kandungan minyak yang terdapat dalam batuan serpih tersebut sangat bervariasi yaitu berkisar dari 0.2 Liter sampai 40 Liter minyak per 1 Ton batuan, bahkan dibeberapa tempat kandungan minyak tersebut tidak terdeteksi. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingkat kematangan (maturity) minyak didaerah penyelidikan tersebut tidak merata, bahkan dibeberapa tempat mungkin telah mengalami perpindahan atau penguapan minyak. Sumberdaya endapan serpih bitumen dihitung berdasarkan ketebalannya, sedangkan sebaran kearah jurus dihitung sepanjang 500 m dari sebelah menyebelah singkapan batuan serpih yang diketemukan. Dengan berat jenis batuan yang beragam, maka sumberdaya serpih bitumen ini dikatagorikan tereka dan berjumlah lebih dari 22Juta Ton. 1. PENDAHULUAN Salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi makin menipisnya cadangan minyak bumi adalah dengan mengeluarkan kebijakan divesifikasi energi dengan cara mendorong pemakaian dan pencarian energi lain di luar minyak bumi. Bitumen padat adalah salah satu sumber energi yang diharapkan akan dapat dimanfaatkan di masa depan, mengingat keterdapatannya yang diperkirakan cukup potensial pada beberapa cekungan sedimentasi di Indonesia. Endapan bitumen padat (oil shale) didefinisikan sebagai batuan sedimen klastik halus dan/atau karbonat yang mengandung komponen organik dalam kuantitas yang signifikan. Biasanya berupa serpih yang kaya akan kandungan bahan organik dan bisa diekstrasi menghasilkan hidrokarbon cair seperti minyak bumi. Berdasarkan penyelidikan terdahulu, daerah Nanga Silat berpotensi mengandung endapan bitumen padat. Daerah penyelidikan terletak di daerah Nanga Silat dan sekitarnya, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Secara geografis daerah penyelidikan terletak diantara koordinat 111 42 00-111 57 00 Bujur

Timur dan 00 08 00 00 23 00 Lintang Utara dengan luas daerah penyelidikan sekitar 75.000 ha. 2. GEOLOGI UMUM Secara umum, geologi daerah penyelidikan termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Sintang, Kalimantan, skala 1 : 250.000, terbitan Puslitbang Geologi Bandung (R. Heryanto, dkk, 1993). Lembar Sintang terletak di bagian tengah Provinsi Kalimantan Barat, secara fisiografi dicirikan oleh dataran rendah, kelompok perbukitan bergelombang rendah serta pegunungan yang mempunyai ketinggian hingga 1.100 m. Secara tektonik pada lembar ini terdapat tiga cekungan daratan muka yaitu Cekungan Ketungau dan Cekungan Mandai di bagian utara dan Cekungan Melawi di bagian selatan. Kedua bagian cekungan ini dipisahkan oleh Punggungan Semitau berumur Pra Tersier. Pada Eosen Akhir diperkirakan cekungancekungan tersebut awalnya menyatu, proses tektonik pada Oligo-Miosen membentuk Punggungan Semitau sehingga cekungan yang luas tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Daerah penyelidikan secara geologi termasuk ke dalam Cekungan Melawi. Secara umum batuan penyusun Cekungan Melawi terdiri atas batuan-batuan berumur Tersier dan Kuarter yang dialasi oleh batuan dasar Pra Tersier. Batuan Pra Teriser terdiri atas batuanbatuan berumur Karbon hingga Kapur Akhir yaitu Komplek Semitau, Komplek Busang, Batuan Gunungapi Jambu, Batuan Gunungapi Betung, Komplek Mafik Danau, Komplek Kapuas, Granit Menyukung dan Kelompok Selangkai. Batuan Tersier terdiri atas Batupasir Haloq; Satuan tak terbedakan dari Serpih Silat, Formasi Ingar dan Batupasir Dangkan; Formasi Ingar; Batupasir Dangkan; Serpih Silat; Formasi Payak; Formasi Tebidah dan Batupasir Sekayam. Endapan Aluvial adalah endapan paling muda berumur Kuarter yang merupakan endapan permukaan. 3. GEOLOGI DAERAH INVENTARISASI Dilihat dari morfologinya, daerah penyelidikan dapat dipisahkan menjadi satuan morfologi perbukitan bergelombang dan satuan morfologi perbukitan curam. Satuan morfologi bergelombang menempati sebagian besar daerah penyelidikan. Pola aliran sungai yang berkembang adalah dendritik. Litologi yang menyusun morfologi satuan ini adalah Formasi Ingar, Kelompok Selangkai dan Serpih Silat. Satuan morfologi perbukitan curam umumnya terdapat pada bagian tengah daerah penyelidikan yang menyebar hampir berarah barat timur, dengan pola aliran sungai dendritik hingga paralel. Menempati sekitar 30% daerah penyelidikan, umumnya berupa hutan lebat dan ladang penduduk. Satuan morfologi ini didominasi oleh batuan dari Formasi Batupasir Dangkan dan Batuan Terobosan Sintang. Stratigrafi di daerah penyelidikan, disusun berdasarkan urutan umur batuan dari yang tertua hingga yang termuda, terdiri dari Kelompok Selangkai, Formasi Ingar, Batupasir Dangkan, Serpih Silat, Batuan Terobosan Sintang, dan Endapan Aluvial. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran jurus kemiringan lapisan batuan di lapangan, daerah penyelidikan membentuk monoklin yang sumbunya berarah baratlauttenggara. Kemiringan lapisan batuan berkisar dibawah 20 o. 4. ENDAPAN BITUMEN PADAT Penyelidikan lapangan yang dilakukan terutama difokuskan terhadap Satuan Serpih Silat, dan Formasi Ingar. Untuk memperoleh data lapangan di daerah penyelidikan, harus melalui beberapa tahapan pekerjaan, yaitu pengamatan, pengukuran, pengambilan contoh batuan dan pencatatan atau plotting data singkapan endapan serpih di lapangan, baik data mengenai ketebalan, stratigrafi dan struktur sedimen serta penyebarannya ke arah lateral. Berdasarkan data lapangan,ditemukan 53 singkapan batuan, baik itu berupa serpih maupun batuan lainnya. Singkapan umumnya banyak ditemukan pada tebing tebing jalan yang telah terkupas, juga pada tebing sungai.

Lebih lanjut akan diuraikan dan ditabulasikan pada tabel dibawah ini. Dari 53 singkapan batuan yang ada, batuan serpih (shale) yang diperkirakan berpotensi merupakan bitumen padat hanya ditemukan pada Satuan Serpih Silat. Selain itu juga dilakukan pemboran (outcrop drilling) sebanyak 6 (enam) titik untuk mengetahui ketebalan dan penyebaran dari serpih yang ada. Semua titik bor yang ada berada pada Formasi Serpih Silat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebaran dari batuan serpih (shale) dalam Formasi Serpih Silat yang diduga merupakan formasi pembawa bitumen padat. Berdasarkan data dari singkapan dan hasil dari pemboran dangkal, lapisan batuan yang dianggap sebagai bitumen padat, adalah batulempung menyerpih (shale), abu-abu kehitaman, keras, getas. Bitumen padat didaerah Nangasilat membentuk monoklin yang berarah baratlauttenggara. Apabila dilihat dari kenampakkan secara visual dari hasil pemboran, lapisan serpih bitumen padat hamper tidak bisa dibedakan dari lapisan pengapitnya yang berupa lempung atau lanau. Ini dikarenakan semuanya terdiri dari parallel laminasi dengan ketebalan kurang dari 3 cm. Makin kearah sebelah Barat daerah penyelidikan, batulempung menyerpih (shale) makin jarang ditemukan. Digantikan dengan batulempung batupasir sedang hingga batupasir kasar. Batulempung menyerpih makin banyak ditemukan kearah sebelah Timur daerah penyelidikan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh bedanya lingkungan pengendapan di bagian sebelah Timur dan Barat daerah penyelidikan. Jumlah lapisan bitumen padat pada beberapa tempat diketahui dari singkapan dan penampang bor. Pada penampang bor NS-01, ditemukan 2 (dua) lapisan yang terdiri dari shale, dengan tebal berkisar 2 7.2 m, panjang sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000 m. Kemudian pada bor NS 02 ditemukan 2 (dua) lapisan yang terdiri dari shale, dengan tebal berkisar 4 27.2 m dengan panjang sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000 m. Sedangkan pada bor NS 03 ditemukan 2 (dua) lapisan yang terdiri dari shale, dengan tebal berkisar 3 7 m, panjang sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000 m. Analisis yang dilakukan adalah analisis bakar atau analisis Retort. Dari hasil analisis retort ternyata kandungan minyak di daerah penyelidikan berkisar antara 0.2 l/ton 40 l/ton, yaitu dari conto batuan yang diambil dari pemboran pada titik NS 01 sampai NS 05. Kandungan minyak pada titik bor NS 01 adalah sebesar 0.2 l/ton 40 l/ton. Hasil kandungan minyak terbesar diketahui dari conto NS-01-06 pada kedalaman 16.0 m 18.0 m. Sedang pada titik NS 02, kandungan minyak berkisar antara 0.2 l/ton 14 l/ton. Pada titik NS 03, ditemukan kandungan minyak sebesar 0.2 l/ton 8 l/ton. Sumberdaya bitumen padat daerah Nangasilat dihitung berdasarkan kriteria sebagai berikut; 1. Tebal lapisan yang dihitung adalah 0,50 m keatas. 2. Panjang lapisan yang dihitung kearah jurus dibatasi sampai sejauh 500 m dari titik informasi paling ujung,dengan asumsi lapisan yang dihitung memiliki sifat homogen. 3. Lebar lapisan yang dihitung dibatasi sampai dengan lebar maksimum sekitar 150 m. 4. Apabila pada suatu titik informasi tidak ada data kemiringan lapisan, maka data kemiringannya diambil dari titik informasi terdekat. 5. Spesific gravity (SG) yang dihitung adalah berdasarkan hasil analisis. 6. Berdasarkan Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara Standar Nasional Indonesia (SNI) amandemen 1-SNI 135014-1998 dari Badan Standarisasi Nasional, sumberdaya bitumenpadat daerah Nangasilat termasuk kedalam sumberdaya tereka. 7. yang dihitung sumberdayanya, hanya merupakan lapisan yang memiliki nilai retort diatas 5 l/ton. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 1. Hasil perhitungan sumberdaya, menunjukkan bahwa sumberdaya tereka bitumen padat daerah Nangasilat adalah sebesar > 22 juta ton.

Ketebalan lapisan batuan yang dianggap sebagai bitumen padat didaerah Nangasilat cukup memadai, namun kandungan minyak dari lapisan-lapisan tersebut tidak memadai. Sebaran perlapisan tidak terlalu luas karena cekungan yang dianggap sebagai wadah formasi pembawa bitumen padat hanya merupakan cekungan kecil. Lokasi daerah inventarisasi masih agak sulit untuk dicapai karena jalan masuk kearah Rmbeh yang jaraknya sekitar 20 km masih merupakan jalan tanah yang sudah diperkeras namun karena banyaknya kendaraan berat yang mengangkut karet dan sawit, maka jalan yang ada keadaannya rusak berat. Kandungan minyak dari hasil analisis retort bitumen padat berkisar antara 0.2 l/ton 40 l/ton, dengan kebanyakan lapisan hanya menghasilkan minyak < 14 l/ton. Bila dilihat dari data yang ada, bitumen padat daerah Nangasilat belum layak untuk dikembangkan, karena bitumen padat dapat dikatakan ekonomis bila kandungannya > 35 /ton dengan ketebalan > 1 m (Pedoman Teknis Eksplorasi Bitumen Padat, 2004). 5. KESIMPULAN 1. Daerah Nangasilat masuk kedalam cekungan Melawi yang disusun oleh batuan berumur Tersier dan Kuarter. 2. Formasi Serpih Silat yang berumur Eosen Atas, dianggap sebagai formasi yang mengandung endapan bitumen padat terdiri dari batulumpur hitam, karbonan, serpih, serpih sabakan, sedikit batulanau warna tua, batupasir berbutir halus sampai menengah, setempat lapisan tipis batubara. 3. Secara megaskopis, endapan serpih bitumen umumnya berwarna abu-abu tua sampai kehitaman, berlapis, agak pejal, sebagian bila dibakar bau menyengat seperti aroma aspal terbakar. 4. Hasil penyelidikan menunjukkan Makin kearah sebelah Barat daerah penyelidikan, batulempung menyerpih (shale) makin jarang ditemukan. Digantikan dengan batulempung batupasir sedang hingga batupasir kasar. Batulempung menyerpih makin banyak ditemukan kearah sebelah Timur daerah penyelidikan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh bedanya lingkungan pengendapan di bagian sebelah Timur dan Barat daerah penyelidikan. 5. Dari hasil pemetaan geologi ditemukan sekitar 53 singkapan batuan, sedangkan pemboran yang dapat dikerjakan sebanyak 6 (enam) lubang bor. 6. Jumlah lapisan bitumen padat pada beberapa tempat diketahui dari singkapan dan penampang bor. Pada penampang bor NS-01, ditemukan 2 (dua) lapisan yang terdiri dari shale, dengan tebal berkisar 2 7.2 m, panjang sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000 m. Kemudian pada bor NS 02 ditemukan 2 (dua) lapisan yang terdiri dari shale, dengan tebal berkisar 4 27.2 m dengan panjang sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000 m. Sedangkan pada bor NS 03 ditemukan 2 (dua) lapisan yang terdiri dari shale, dengan tebal berkisar 3 7 m, panjang sebaran kearah jurus diperkirakan sekitar 1000 m. 7. Sumberdaya Tereka endapan serpih bitumen di daerah penyelidikan diperkirakan lebih besar dari 16.9 juta Ton, dengan kandungan minyak secara kualitatif berkisar dari 0.2 sampai 40 Liter minyak per Ton batuan, meskipun dibeberapa tempat tidak teridentifikasi. 8. Ketebalan lapisan batuan yang dianggap sebagai bitumen padat didaerah Nangasilat cukup memadai, namun kandungan minyak dari lapisan-lapisan tersebut tidak memadai. Karena bila dilihat dari data yang ada, bitumen padat daerah Nangasilat belum layak untuk dikembangkan, karena bitumen padat dapat dikatakan ekonomis bila kandungannya > 35 //ton dengan ketebalan > 1 m (Pedoman Teknis Eksplorasi Bitumen Padat, 2004).

6. DAFTAR PUSTAKA. Hutton A.C.; A.J. Kantsler; A.C. Cook; 1980, Organic Matter in Oil Shale, APEA, Jurnal Vol 20. Mark P.; Stratigraphic Lexicon of Indonesia, Publikasi Keilmuan Seri Geologi, Pusat Jawatan Geologi, Bandung. Sukardi, N. Sikumbang dkk, 1995, Peta Geologi Lembar Sangata, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Teh Fu Yen and George V. Chilingarian.;1976, Introduction to Oil Shale, Developments in Petroleum Science Vol 5, Amsterdam. Untung Triono, Eddy R. Sumaatmadja, 2000, Penyelidikan Endapan Serpih Bitumen Daerah Sepaso, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung. Daerah Penyelidikan Gambar 1. Peta Lokasi Daerah Penyelidikan U Gambar 2. Morfologi daerah Nangasilat dan sekitarnya

Gambar 3. Peta Geologi Daerah Nanga Silat dan Sekitarnya Keterangan : Qa Endapan Aluvial Tei Formasi Ingar Toms Bat. Terobosan Sintang Kse Kelompok Selangkai Tesi Serpih Silat Ted Batupasir Dangkan

Tabel 1. Perhitungan Sumberdaya Tereka Bitumen Padat Daerah Nangasilat dan sekitarnya Titik Informasi NS 01 NS 02 NS 03 SS 03, SS 04, SS 15 Nomor Tebal (m) Panjang (m) Lebar (m) SG (Ton/m3) Sumber Daya (Ton) 1 7,2 1.000 150 2,33 2.520.000 2 2,0 1.000 150 2,51 753.000 1 4,0 1.000 150 2,46 1.476.000 2 23,2 1.000 150 2,39 8.317.200 1 7,0 1.000 150 2,66 2.789.500 2 3,0 1.000 150 2,43 1.093.500 1 5,0 3.500 150 2,30 6.037.500 Total Sumberdaya Tereka 22.986.700 Gambar 4. Peta Geoloi dan Sebaran Bitumen Padat Daerah Nangasilat dan sekitarnya