White Paper. i-tax - DASHBOARD NG. Abstrak.

dokumen-dokumen yang mirip
White Paper. PBB-P2 Payment Online System. Abstrak

White Paper. BPHTB Payment Online System. Abstrak

White Paper. Pajak Daerah Payment Online System. Abstrak

White Paper. i-tax - BPHTB NG. Abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

1 Universitas Bhayangkara Jaya

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

Kini PBB Menjadi Pajak Daerah!

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

I. PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah adanya

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI NOMOR : 213/PMK.07/2010 NOMOR : 58 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

I. PENDAHULUAN. banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Masyarakat. mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang.

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan/atau

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri serta

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2010 Pajak Bumi dan Bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Pajak Bumi dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Sejarah Singkat Organisasi Direktorat Jenderal Pajak. merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi, yaitu :

BAB II KAJIAN PUSTAKA

White Paper. Aplikasi RKPD Online. Abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya

Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

PERATURAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15/PMK.07/2014 NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

2 menyelesaikan berbagai permasalahan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendapatan atau penerimaan di Indonesia yang sangat penting dan potensial

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LANDAK

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang merupakan pungutan wajib

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

WALIKOTA SURAKARTA PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PENGELOLAANADMINISTRASIPAJAKBUMI DAN BANGUNAN PERDESAANDANPERKOTAAN WALIKOTASURAKARTA,

1 UNIVERSITAS INDONESIA

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR X9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN KOTA BATU

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 01 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 10 TAHUN 2012 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum DPPKAD Kabupaten Bone Bolango

BAB I PENDAHULUAN. utuh, sehingga wilayah negara Indonesia terbagi ke dalam daerah otonom.

Transkripsi:

2015 White Paper i-tax - DASHBOARD NG Abstrak Dokumen ini adalah white paper aplikasi i-tax - DASHBOARD NG yang ditujukan kepada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Adapun isi dari dokumen ini terdiri dari pendahuluan, manfaat penggunaan, dan ruang lingkup. www.cartenz.co.id

Daftar Isi Pendahuluan... 3 Latar belakang... 3 Pelimpahan PBB-P2... 4 Aplikasi Pendukung Untuk Aplikasi Pengelola PBB-P2 Pada Dinas Pendapatan Daerah... 7 Keunggulan... 8 Bisnis... 8 Teknologi... 9 Ruang Lingkup Pekerjaan... 9 Halaman 2 dari 10

Pendahuluan Latar belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan pemerintahan. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk pembangunan daerah adalah pemungutan pajak yang berasal dari masyarakat. Sebelum dilakukan pelimpahan beberapa pajak dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, pada saat itu banyak persoalan mengenai pengelolaan pendapatan negara serta permasalahan pemerintah pusat pada perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan kebutuhan masing-masing daerah, sehingga diterbitkannya UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang memungkinkan setiap pemerintah daerah dapat melakukan pemungutan pajak dalam rangka pembangunan daerah. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Komponen pendapatan daerah yaitu: 1. Pajak dan retribusi daerah 2. Dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat Halaman 3 dari 10

3. Pendapatan daerah lainnya yang sah. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pembagian keuangan, masalah pembagian keuangan, perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Adapun sumber-sumber pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 yang terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah yaitu pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. 2. Hasil retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratanpersyaratan formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar. Retribusi daerah merupakan pungutan yang sifatnya budgetair-nya tidak menonjol. Dalam hal-hal tertentu, retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat. 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Pendapatan daerah lain-lain yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak termasuk dalam jenisjenis pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan dinas-dinas. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber diluar pendapatan asli daerah, karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah, sedangkan bentuk pemberian pemerintah (non PAD) sifatnya lebih terikat. Dengan penggalian dan peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah juga mampu meningkatkan kemampuannya dalam penyelenggaraan urusan daerah. Pelimpahan PBB-P2 Wacana pelimpahan PBB sebenarnya sudah bergulir sejak tahun 1960-an, ketika masa Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) masih dalam lingkup Direktorat Jenderal Moneter. Karena kondisinya kurang kondusif, wacana tersebut terus menjadi wacana sampai dengan berlakunya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Halaman 4 dari 10

Berdasarkan Undang-Undang ini, Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang sebelumnya merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat dilimpahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah. Pelimpahan pengelolaan PBB-P2 kepada pemerintah daerah akan dilaksanakan selambat-lambatnya pada bulan Januari tahun 2014 (pasal 182 ayat (1) UU PDRD). Sebelum berlakunya UU PDRD, PBB adalah pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan/dibagihasilkan kepada pemerintah daerah. Di sini pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang sangat besar terhadap pengelolaan pajak ini, tidak hanya besar kecilnya penerimaan yang dipersoalkan, tetapi juga soal transparansi dan akuntabilitas. Dengan transparansi diharapkan tidak ada sedikitpun dana pajak properti (PBB) yang akan disembunyikan atau ditahan pengirimannya oleh pemerintah pusat sebagai pengelola kepada pemerintah daerah sebagai penerima hasil. Dengan akuntabilitas, diharapkan akan lebih mudah meminta pertanggungjawaban terhadap mereka yang tidak melaksanakan pengelolaan PBB dengan semestinya berdasarkan asas-asas kepatutan dan prinsip-prinsip perpajakan yang baik. Bagi sebagian kalangan yang mendukung pelimpahan (pendaerahan) PBB, transparansi dan akuntabilitas dinilai akan dapat lebih diwujudkan jika pengelolaan PBB diserahkan kepada masing-masing daerah otonom. Hal ini pada gilirannya akan membawa iklim demokrasi yang lebih baik dan berakar langsung pada persoalan-persoalan konkrit di daerah yang bersangkutan. Mereka melihat bahwa pembiayaan kebutuhan daerah yang sebagian besar dibiayai dana transfer dari pusat kurang mencerminkan akuntabilitas dari pengenaan pajak daerah dan tidak memberikan insentif bagi daerah untuk menggunakan anggaran secara efisien. Asumsinya jika pembiayaan kebutuhan daerah dibiayai sebagian besar dari alokasi dana pusat, maka otomatis kurang memberikan dorongan kepada daerah untuk menggunakan dana tersebut bagi peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Jika derajat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pajak tersebut tinggi, maka kesadaran untuk membayar pajak dan retribusi daerah atas pelayanan publik yang langsung mereka dapatkan juga semakin tinggi. Bersamaan dengan itu, pemerintah daerah akan terdorong untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat karena setiap pembebanan kepada masyarakat memerlukan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Argumen lainnya yang dilontarkan adalah bahwa objek pajak PBB-P2 bersifat immobile, dalam arti tidak dapat direlokasi ke daerah lainnya, sehingga lebih pantas apabila dijadikan pajak daerah. Sebaliknya bagi kalangan yang kontra terhadap pelimpahan PBB berargumen bahwa, walaupun selama ini PBB dikelola sebagai pajak pusat, namun dengan majunya teknologi informasi dan terbukanya iklim politik, tidak ada alasan yang cukup untuk menggugat masalah transparansi dan akuntabilitas pengelolaan kedua jenis pajak tersebut. Semua pihak dapat dengan mudah ikut mengawasi dan mengontrol pengelolaan kedua jenis pajak tersebut dan bagaimana mendistribusikannnya. Jika dilihat dari proses pemungutannya, pemerintah daerah telah terlibat aktif seperti pelaksanaan penyampaian SPPT PBB kepada wajib pajak, Halaman 5 dari 10

pelaksanaan penagihan yang dilakukan secara bersama-sama dengan dibentuknya tim intensifikasi penagihan PBB (yang anggotanya terdiri dari aparat pemerintah daerah dan aparat pajak), akan tetapi peran daerah yang signifikan tersebut tidak secara otomatis bahwa daerah mampu mengelola pajak ini dengan baik seperti yang selama ini dilakukan oleh pemerintah pusat. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, seperti masalah teknis administratif, Sumber Daya Manuasia (SDM), struktur organisasi, teknologi informasi dan masih banyak hal-hal lainnya. Demikian juga masalah bagaimana menjaga kesinambungan penerimaan negara (fiscal sustainability) dan beban pajak masyarakat, jangan sampai upaya pendaerahan PBB itu justru semakin menambah beban masyarakat daerah yang kesadaran pajaknya masih rendah. Sebagaimana diketahui bahwa PBB yang dikelola oleh pemerintah pusat terbagi atas 5 (lima) sektor yaitu Sektor Perdesaan, Perkotaan, Perkebunan, Perhutanan/Kehutanan, dan Pertambangan. Namun dari ke 5 (lima) sektor tersebut, berdasarkan UU PDRD, yang dilimpahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah hanya PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Berdasarkan analisis kami, ada beberapa hal yang menjadikan PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan saja yang dilimpahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah yaitu: 1. Objek PBB-P2 tersebut lokasinya berada di suatu daerah kabupaten/kota, dan aparat pemerintah daerah jelas lebih mengetahui dan lebih memahami karakteristik dari subjek dan objeknya sehingga kecil kemungkinan wajib pajak dapat menghindar dari kewajiban perpajakannya; 2. Lokasi objek PBB seperti: sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan dapat bersifat lintas batas kabupaten dalam arti objek tersebut kemungkinan besar berada di dalam lebih dari satu kabupaten sehingga perlu koordinasi yang lebih intensif dalam menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) perbatasan antar kabupaten yang bersangkutan. Koordinasi bisa tidak berjalan efektif apabila timbul sentimen kedaerahan, sehingga dapat menimbulkkan ketidakharmonisan penentuan NJOP daerah yang berbatasan; 3. Objek PBB-P2 terdiri dari berjuta-juta objek yang tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan berbagai permasalahan yang cukup menyita perhatian pengelola PBB-P2 tersebut, dengan kata lain pemerintah pusat ingin lebih berkonsentrasi dalam pemenuhan target penerimaan pajak pusat tanpa dibebani hal-hal yang mungkin sepele yang ditimbulkan oleh PBB-P2. Halaman 6 dari 10

Aplikasi Pendukung Untuk Aplikasi Pengelola PBB-P2 Pada Dinas Pendapatan Daerah SISMIOP adalah sistem informasi yang mendukung penyediaan informasi dan mengintegrasikan seluruh aspek pengelolaan administrasi yang berhubungan dengan seluruh fungsi di dalam administrasi PBB, yaitu diperuntukkan bagi kegiatan operasional dan manajemen, pengambilan keputusan, evaluasi kerja, dan analisis kebijaksanaan melalui aplikasi komputer yang khusus dirancang untuk kebutuhan tersebut, serta sistem yang terintegrasi untuk mengolah informasi data objek dan subjek pajak dengan bantuan komputer, sejak pengumpulan data (dengan pendaftaran, pendataan dan penilaian), pemberian identitas (Nomor Objek Pajak), pemrosesan, pemeliharaan, sampai dengan pencetakan hasil keluaran berupa SPPT, STTS dan DHKP serta Pelayanan. Dalam hal pengelolaan PBB-P2 yang dialihkan menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sesuai dengan arahan yang disebutkan dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan RI dan Menteri Dalam Negeri RI No.213/PMK.07/2010, No. 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah, DJP menyerahkan Standard Operating Procedure (SOP), struktur, tugas dan fungsi organisasi, data piutang dan data pendukung, data peta, serta basis data dan aplikasi terkait PBB-P2 dan source code-nya. Dalam penggunaan aplikasi pengelola PBB-P2, diperlukan suatu aplikasi yang bersifat untuk mendukung fungsionalitas aplikasi pengelola PBB-P2. Dalam hal ini, aplikasi tersebut harus mudah digunakan dan dapat memberikan informasi yang komprehensif, agar data-data yang ditampilkan pada aplikasi tersebut dapat memudahkan pimpinan untuk mengambil keputusan. Halaman 7 dari 10

Keunggulan Dalam menawarkan solusi ini, tentunya memiliki keunggulan yang dapat bermanfaat Dispenda yang berminat untuk menggunakannya. Keunggulan yang kami tawarkan, dibedakan atas keunggulan dari sisi bisnis dan teknologi sebagai berikut: Bisnis Manfaat yang dirasakan oleh Dinas Pendapatan Daerah dengan adanya aplikasi i-tax DASHBOARD NG adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui Penerimaan PBB-P2 Dengan Mudah Dengan tampilan yang interaktif dan mudah digunakan, aplikasi i-tax DASHBOARD NG, memudahkan pengguna aplikasi dalam mengetahui besar penerimaan PBB-P2, serta dapat membandingkan penerimaan antar kecamatan/kelurahan pada Kabupaten Aceh Tamiang, sehingga dengan adanya data-data pendukung ini, dapat memudahkan Dispenda dalam menentukan potensi penerimaan dan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan. 2. Kemudahan Dalam Menyampaikan Pertanyaan Terkait Aplikasi i-tax DASHBOARD NG Salah satu keunggulan kami adalah kami mempunyai call center yang berfungsi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan permasalahan pada aplikasi. Dengan senang hati, customer service kami akan menjawab pertanyaan Bapak/Ibu. Halaman 8 dari 10

Teknologi Easy To Use Tampilan antar muka yang mudah digunakan (Easy to Use) untuk kemudahan pengoperasian Using HTTPS Interactive Menggunakan protokol HTTPS (Hypertext Transfer Protocol over Secure Socket Layer) guna menjaga keamanan dalam berkomunikasi Memiliki bentuk pelaporan yang interaktif dan dalam bentuk grafis yang dapat di filter secara periodik (hari, bulan, tahun) dan wilayah (kecamatan, kelurahan); Ruang Lingkup Pekerjaan Dalam melakukan implementasi aplikasi i-tax DASHBOARD NG ini akan didefinisikan ruang lingkup pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kami sebagai pihak penyedia barang. Adapun ruang lingkup pekerjaan tersebut adalah sebagai berikut: 1 Melakukan persiapan, instalasi dan konfigurasi aplikasi i-tax - DASHBOARD NG pada server yang dimiliki oleh Dispenda. 2 Melakukan pelatihan penggunaan selama 1-2 hari kepada pengguna aplikasi yang sudah ditunjuk oleh Dispenda tentang cara menggunakan aplikasi dan troubleshooting. Halaman 9 dari 10

3 Memberikan garansi aplikasi selama 1 tahun masa pemeliharan jika ditemukan kesalahan (error) pada aplikasi i-tax - DASHBOARD NG. Garansi ini bukan garansi dalam penambahan fitur aplikasi, request update data secara langsung ke database atau sejenisnya. Adapun pekerjaan yang bukan merupakan ruang lingkup kami sebagai penyedia solusi aplikasi pajak daerah terintegrasi, yaitu: Penawaran diluar dari perangkat keras (hardware), seperti server, jaringan internet, Printronix, printer dot matrix, switch, PC dan sebagainya. 1 Penataan kabel jaringan komputer, dan jaringan internet pada Dispenda. 2 Tidak menanggung biaya berlangganan jaringan internet/vpn Dispenda. 3 Halaman 10 dari 10