Dinamika Penyusunan UU Pendidikan Kedokteran dan Implikasi Hasilnya. Budi Sampurna

dokumen-dokumen yang mirip
2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HASIL KONSINYERING DENGAN PANJA KOMISI X DPR RI H. Century, Juni 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Sinkronisasi UU Pendidikan Kedokteran dengan Berbagai Peraturan Perundangan Pendidikan Tinggi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Tinjauan Umum Undang- Undang Pendidikan Kedokteran

Penelaahan RUU Pendidikan Kedokteran

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai Dosen di Rumah Sakit dan Wahana Pendidikan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 122/PUU-XII/2014 Uji Kompetensi Dokter dan Program Pendidikan Dokter Layanan Primer

2017, No Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 4.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

KRITERIA JENJANG KARIER DOSEN KLINIK DI RS PENDIDIKAN DAN JEJARING Oleh: Dr. Endro Basuki, SpBS (K), MKes

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan

No Pengaturan mengenai program Internsip diperlukan untuk menjamin penyelenggaraan program Internsip yang bermutu. Mengingat program Internsip

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kebijakan Kemristekdikti untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis-SubSpesialis

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SOSIALISASI UNDANG- UNDANG

SEMILOKA NASIONAL PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DAN PERAN DOKTER LAYANAN PRIMER

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/MENKES/PER/III/2010 TENTANG PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

REKAPITULASI OPINION CHANNELING : UU PENDIDIKAN KEDOKTERAN per 7 November 2013

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM INTERNSIP DOKTER DAN DOKTER GIGI INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lem

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2018 TENTANG BANTUAN BIAYA PENDIDIKAN PROGRAM DOKTER LAYANAN PRIMER

Djoko Santoso Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi

Konsep Pengelolaan SDM di RS PTN dan Wahana Pendidikan, Penelitian, dan Pelayanan

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Rumah Sakit Umum. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan.

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PERSETUJUAN ALIH ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KEDOKTERAN/KEDOKTERAN GIGI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

Pokok- pokok UU No.20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2017 TENTANG

i) Fasilitasi pembentukan organisasi profesi jabatan fungsional

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN KESEHATAN SAM MEDIKO LEGAL

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

2014, No Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lemb

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK. c. Unsur yuridis. Belum ada peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai pendidikan kedokteran.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

2 Menetapkan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pre

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN IZIN AKADEMI KOMUNITAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tingg

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG NOMOR IDENTITAS DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI DAN PERGURUAN TINGGI

2016, No Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

STANDAR PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SARAF

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rapat Kerja Kesehatan Nasional Regional Timur Makassar, 9 12 Maret 2015

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mengapa perlu informasi satuan biaya pendidikan? Kajian politik ekonomi dalam UU Pendidikan Kedokteran. Laksono Trisnantoro Fakultas Kedokteran UGM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA TENTANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

1 P : Menurut anda, apakah website Konsil Kedokteran Indonesia bermanfaat untuk kebutuhan informasi?

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEPERAWATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2017 TENTANG SERTIFIKASI PENDIDIK UNTUK DOSEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REGISTRASI TENAGA KESEHATAN

PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN DI INDONESIA

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengakuan Kualifikasi Lulusan Pendidikan Dokter, Dokter Gigi, dan Dokter/Dokter Gigi Spesialis WNI/WNA Lulusan Luar Negeri

Transkripsi:

Dinamika Penyusunan UU Pendidikan Kedokteran dan Implikasi Hasilnya Budi Sampurna

Peraturan perundangundangan Romli Artasasmita: bahwa proses legislasi dengan produk perundang-undangan bukanlah proses yang steril dari kepentingan politik karena ia merupakan proses politik. Menurut Zamrony, tolak ukur bagus tidaknya suatu produk hukum dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:[7] 1. 2. 3. 4. 5. 6. partisipasi publik dalam proses legislasi merepresentasikan kepentingan publik tingkat efisiensi anggaran dan tingkat efisiensi waktu dapat disesuaikan (harmonisasi dan sinkronisasi) dengan produk hukum di lain sektor (lintas sektoral) tidak mengandung cacat hukum bertahan dalam jangka waktu yang lama karena tidak banyak digugat substansi isinya

< 2009 2009-2011 2012 2013 2010 Naskah Akadem ik RUU Dikdok I (tahap awal) Penjelasa n & Masukan Ditjen Depdikna s thd Laporan Panja Dikdok Komisi X DPR (Juli 2008) Pembahasan DPR & stakeholders (kurang mendapat persetujuan stakeholders) PerKonsil No. 1/2010- tentang Registrasi Dokter Program Internsip Naskah Akademik RUU Dikdok II (Tim Ahli Komisi X DPR RI, Maret) Perubahan leading sector Kemkes ke Kemdikbud (Pengesahan SK Tim Panja Pemerintah,Juni )UU No.23/2011 tentang BPJS (terkait pemenuhan dokter pd tiap tingkatan layanan); November DETAIL KRONOLOGIS PENYUSUNAN RUU PENDIDIKAN KEDOKTERAN Perubahan SK Tim Panja Pemerintah (penambahan stakeholders dokter & dokter gigi) ; Januari Uji Publik RUU Dikdok ; USU, UNSRI, UNAIR (Maret) Penolakan resmi IDI thd RUU Dikdok & keluar Panja (Maret) Raker RUU Dikdok DPR Pemerintah (April) : Penundaan pengesahan dan pembahasan lanjutan pada masa sidang Mei 2012 UU No.12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Agts) Perpres No.72/2012 tentang SKN (Agts) Raker RUU Dikdok DPR Pemerintah (Oktober) : Persetujuan perbaikan RUU Dikdok & Perpanjangan masa pembahasan Perkonsil No.8/2012 ttg program pendidikan subspesialis Penolakan resmi KKI thd RUU Dikdok & keluar Panja RPP RSP RPP Pendidikan Profesi (integrasi akademik-profesi ; internsip) RPP Penugasan dosen & pemberian insentif RPP bentuk & mekanisme pendanaan Permen penerimaan, persyaratan & hak mahasiswa Permen SNPT Permen akreditasi PT Permen sertifikat kompetensi

Arahan Mendikbud (Raker RUU Dikdok 26 Feb 2013) Terobosan baru yang akan dihasilkan dengan adanya RUU Pendidikan Kedokteran : Peningkatan aksesibilitas publik terhadap pendidikan kedokteran Kualitas pendidikan kedokteran dan profesionalisme meningkat karena integrasi akademik-profesi Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan adanya dokter layanan primer

Isu Pokok RUU Dikdok (usulan tim panja pemerintah, 2013) 1. Pendidikan Dokter layanan primer 2. Integrasi akademik-profesi (termasuk integrasi dosen) 3. Integrasi FK-RSP (termasuk wahana pendidikan lainnya) 4. Pembiayaan pendidikan 5. Seleksi mahasiswa 6. Kuota mahasiswa 7. Uji kompetensi 8. Internsip (disesuaikan menjadi penempatan sementara: integrasi pendidikan-pelayanan) 9. Sistem penjaminan mutu 10. Afirmasi (distribusi dokter) 11. Rumah Sakit Universitas (disesuaikan menjadi Rumah Sakit PTN sesuai dengan PB tentang Rumah Sakit PTN )

UU Dikdok diharapkan: mampu mengatasi berbagai problem yang terkait dengan proses seleksi, proses belajar mengajar, ketersediaan sarana dan prasarana serta alat-alat laboratorium, tenaga kependidikan dan masalah pendanaan pendidikan kedokteran; memberi kepastian hukum, disamping undang-undang yang sudah ada yaitu Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undangundang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. memberikan acuan yang sama baik dari sisi kurikulum dan tenaga pengajar. menegaskan posisi pendidikan kedokteran sebagai pendidikan yang memerlukan penanganan secara komprehensif. menjaga kualitas pendidikan kedokteran

Penyelenggaraan Pasal 5 (1) Pendidikan Kedokteran diselenggarakan oleh perguruan tinggi. (2) Perguruan tinggi dalam menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi. (3) Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dibina oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Implikasi: Indonesia telah mengambil sikap bahwa pendidikan kedokteran diselenggarakan oleh perguruan tinggi Setiap penyelenggara pendidikan kedokteran harus menyediakan RS Pendidikan, berarti banyak Kualitas RS akan terdorong naik agar bisa menjadi RS Pendidikan Kementerian Kesehatan, selaku USER terbesar, akan berkewajiban turut serta membina pendidikan kedokteran dari sisi teknis

Persyaratan Pasal 6 (3) Pembentukan Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memenuhi syarat dan ketentuan sebagai berikut: a. memiliki Dosen dan Tenaga Kependidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; b. memilikigedung untuk penyelenggaraan pendidikan; c. memiliki laboratorium biomedis, laboratorium kedokteran klinis, laboratorium bioetika/humaniora kesehatan, serta laboratorium kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat; dan d. memiliki Rumah Sakit Pendidikan atau memiliki rumah sakit yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran. (5) Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi harus memberikan manfaat dan berperan aktif dalam mendukung program untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Harapan: Penyelenggara pendidikan kedokteran dengan jelas diwajibkan untuk mendukung Upaya Kesehatan Masyarakat yang merupakan tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah Upaya promotif dan preventif, serta rehabilitatif yang merupakan tonggak Upaya Kesehatan Masyarakat khususnya pada Pelayanan Kesehatan Primer, akan lebih cepat maju karena disertai pendidikan dan penelitian

Pendidikan Dokter Layanan Primer Pasal 7 UU Dikdok (5) Pendidikan Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas: a. program profesi dokter dan profesi dokter gigi; dan b. program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Percepatan Pasal 8 (2) Dalam hal mempercepat terpenuhinya kebutuhan dokter layanan primer, Fakultas Kedokteran dengan akreditasi kategori tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang akreditasinya setingkat lebih rendah dalam menjalankan program dokter layanan primer. (3) Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi Dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis. (4) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam menyelenggarakan program pendidikan dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialissubspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.

Harapan: Untuk menyukseskan program SJSN yang merupakan Revolusi Sistem Pelayanan Kesehatan: Stake-holders Pendidikan Kedokteran harus menyiapkan 2 program besar: Program pendidikan Dokter Layanan Primer Program Pendidikan dan Pelatihan bagi Dokter lulusan saat ini untuk ditingkatkan kompetensinya

Integrasi pendidikan akademik-profesi Pasal 7 (6) Program profesi dokter dan profesi dokter gigi merupakan program lanjutan yang tidak terpisahkan dari program sarjana. (7) Program profesi dokter dan profesi dokter gigi dilanjutkan dengan program internsip

Penguatan akademik Pasal 17 (1) Untuk pencapaian kompetensi lulusan, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi menjamin kelangsungan Dosen yang memiliki keilmuan biomedis, kedokteran klinis, bioetika/humaniora kesehatan, ilmu pendidikan kedokteran, serta kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat. (2) Jaminan kelangsungan Dosen yang memiliki keilmuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui penyelenggaraan program magister dan/atau program doktor di Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi yang memenuhi persyaratan.

Integrasi pendidikan - pelayanan Pasal 18 (1) Untuk pembelajaran klinik dan pembelajaran komunitas, Mahasiswa diberi kesempatan terlibat dalam pelayanan kesehatan dengan bimbingan dan pengawasan Dosen. (2) Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap harus mematuhi kode etik Dokter atau Dokter Gigi, dan/atau ketentuan Peraturan Perundangundangan yang mengatur keprofesian.

Integrasi pendidikan pelayanan 2 Pasal 19 (2) Mahasiswa program pendidikan dokter layanan primer, dokter spesialis subspesialis,dan dokter gigi spesialissubspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam tahap mandiri pendidikan dapat ditempatkan di rumah sakit selain Rumah Sakit Pendidikan setelah dilakukan visitasi. (3) Fakultas Kedokteran yang mengirim Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan program dokter gigi spesialissubspesialis bertanggung jawab melakukan supervisi dan pembinaan bagi Mahasiswa

Harapan: Integrasi akademik-profesi merupakan pangkal dari integrasi pendidikan-pelayanan, dalam arti menyiapkan lulusan yang tepat kompetensinya, sesuai dengan kebutuhan lapangan Pada tahap tersebut mahasiswa sudah diberi kesempatan terlibat dalam pelayanan Integrasi pendidikan-pelayanan dimatangkan melalui Internsip, penempatan tahap mandiri program layanan primer dan program spesialis, dll

Integrasi Dosen Pasal 21 (1) Dosen dapat berasal dari perguruan tinggi, Rumah Sakit Pendidikan,dan Wahana Pendidikan Kedokteran. (2) Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran melakukan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan pelayanan kesehatan. (3) Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran memiliki kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit yang memperhitungkan kegiatan pelayanan kesehatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Harapan: Teratasinya kebutuhan dosen Teratasinya ketidaksetaraan dosen PT dengan dosen RS Pendidikan Terciptanya atmosfir pendidikan dan penelitian yang lebih baik di RS Pendidikan

Integrasi FK-RS Pendidikan Pasal 11 (1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi atas nama perguruan tinggi dalam mewujudkan tujuan Pendidikan Kedokteran bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran, dan/atau lembaga lain, serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

RS Pendidikan Pasal 13 (2) Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan dan standar. (3) Persyaratan dan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit sebagai berikut: a. mempunyai Dosen dengan kualifikasi Dokter dan/atau Dokter Gigi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; b. memiliki teknologi kedokteran dan/atau kedokteran gigi yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran; c. mempunyai program penelitian secara rutin; dan d. persyaratan lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. (4) Penetapan rumah sakit menjadi Rumah Sakit Pendidikan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri.

Kerjasama Pasal 40 (1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Rumah Sakit Pendidikan Utama. (2) Dalam hal menyelenggarakan program pendidikan dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis dan dokter gigi spesialissubspesialis, Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dapat bekerja sama paling banyak dengan 2 (dua) Rumah Sakit Pendidikan Utama. (3) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dapat bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit. (4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan rumah sakit milik swasta, rumah sakit milik Pemerintah Daerah, dan rumah sakit milik instansi lainnya.

Integrasi fungsional Pasal 41 (1) Rumah Sakit Pendidikan dan/atau rumah sakit gigi dan mulut yang dimiliki Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (2) Rumah Sakit Pendidikan Utama hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagai rumah sakit pendidikan utamanya. (3) Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit Pendidikan Utama dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit bagi Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi lainnya. (4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara terintegrasi. (5) Integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa integrasi fungsional di bidang manajemen dan/atau integrasi struktural.

Harapan: Terdorongnya RS publik milik Pemerintah Daerah dan Masyarakat menjadi RS Pendidikan Terciptanya kerjasama FK-RSDik sedemikian rupa sehingga secara fungsional terintegrasi, bersatu untuk maju bersama RS Pendidikan Utama terfokus untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan pada satu FK Peningkatan kapasitas pendidikan dokter spesialis dapat dilakukan dengan penambahan RS Pendidikan (Afiliasi, Satelit)

Pendanaan Pasal 48 (1) Pendanaan Pendidikan Kedokteran menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Rumah Sakit Pendidikan, dan masyarakat (4) Pendanaan Pendidikan Kedokteran yang diperoleh dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk: a. hibah; b. zakat; c. wakaf; dan d. bentuk lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Satuan Biaya Pasal 51 (1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi wajib menentukan dan menyampaikan satuan biaya yang dikeluarkan untuk biaya investasi, biaya pegawai, biaya operasional dan biaya perawatan secara transparan, serta melaporkannya kepada Menteri melalui pemimpin perguruan tinggi. (2) Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, dan Rumah Sakit Pendidikan menetapkan besaran biaya Pendidikan Kedokteran bagi Mahasiswa Kedokteran warga negara asing dan melaporkannya kepada Menteri melalui pemimpin perguruan tinggi.

Biaya yg ditanggung Mahasiswa Pasal 52 (1) Menteri menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Kedokteran yang diberlakukan untuk semua perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran secara periodik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. (2) Penetapan biaya Pendidikan Kedokteran yang ditanggung Mahasiswa untuk semua perguruan tinggi penyelenggara Pendidikan Kedokteran harus dilakukan dengan persetujuan Menteri

Harapan: Keterbukaan dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kedokteran Standarisasi biaya pendidikan Peningkatan aksesibilitas pendidikan kedokteran

Kuota Mahasiswa Pasal 9 (1) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi hanya dapat menerima Mahasiswa sesuai dengan kuota nasional. (2) Ketentuan mengenai kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Harapan: Standarisasi Mutu Lulusan melalui penataan jumlah mahasiswa yang disesuaikan dengan kapasitas penyelenggara pendidikan kedokteran (dosen, sarana-prasarana, jumlah dan variasi pasien, dll) Pencukupan kebutuhan lulusan

Seleksi Mahasiswa Pasal 27 (1) Calon mahasiswa harus lulus seleksi penerimaan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. (2) Selain lulus seleksi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon mahasiswa harus lulus tes bakat dan tes kepribadian. (3) Seleksi penerimaan calon mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjamin adanya kesempatan bagi calon mahasiswa dari daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, kesetaraan gender, dan kondisi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Seleksi Mahasiswa 2 Pasal 27 (4) Seleksi penerimaan calon mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui jalur khusus. (5) Seleksi penerimaan calon mahasiswa melalui jalur khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditujukan untuk menjamin pemerataan penyebaran lulusan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (6) Seleksi penerimaan calon mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dalam Peraturan Menteri.

Harapan: Pengembangan tata cara seleksi Menjamin afirmasi / dukungan bagi calon mahasiswa dari daerah tertentu, atau yang akan mengabdi di daerah tertentu Menjamin penyebaran distribusi dokter dan dokter gigi dengan tingkat retensi yang lebih baik

Seleksi dokter layanan primer dan spesialis Pasal 28 (1) Dokter dapat mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa program dokter layanan primer, dan dokter spesialis-subspesialis serta Dokter Gigi dapat mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa program dokter layanan primer dan program dokter gigi spesialissubspesialis. (2) Dokter yang akan mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa program dokter layanan primer dan dokter spesialis-subspesialis serta Dokter Gigi yang akan mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa program dokter layanan primer dan program dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratansebagai berikut: a. memiliki surat tanda registrasi; dan b. mempunyai pengalaman klinis di fasilitas pelayanan kesehatan terutama di daerah terpencil, terdepan/terluar, tertinggal, perbatasan, atau kepulauan.

Seleksi 3 Pasal 29 (1) Seleksi penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) harus memperhatikan prinsip afirmatif, transparan, dan berkeadilan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi penerimaan mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Harapan: Menjamin afirmasi Menjamin pemerataan distribusi + retensi Menjamin ketersediaan dokter di tempattempat yang tidak menarik/diminati (DTPK)

Mahasiswa WNA Pasal 30 (2) Warga negara asing dapat menjadi Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kuota yang ditetapkan oleh Menteri. (3) Warga negara asing yang menjadi Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan khusus yang ditetapkan oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi. (4) Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar seluruh biaya pendidikan.

Hak Mahasiswa Pasal 31 (1) Setiap Mahasiswa berhak: a. memperoleh pelindungan hukum dalam mengikuti proses belajar mengajar, baik di Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi maupun di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran; b. memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialissubspesialis; dan c. memperoleh waktu istirahat sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Harapan: FK dan RS Pendidikan bersama-sama mengembangkan sistem perlindungan hukum bagi peserta didik FK dan RS Pendidikan bersama-sama mengembangkan sistem remunerasi bagi peserta PPDS dan program dokter layanan primer FK dan RS Pendidikan bersama-sama merumuskan kapasitas pendidikan program spesialis dan layanan primer agar terpenuhinya keadaan cukup istirahat demi patient safety

Beasiswa dan Ikatan Dinas Pasal 33 (1) Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk daerahnya. (3) Bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a dan huruf b diberikan kepada Mahasiswa tanpa kewajiban mengikat dalam rangka memenuhi program afirmasi.

Harapan: Beasiswa mendorong peningkatan prestasi akademik dan membantu pendanaan pendidikan bagi mahasiswa Ikatan Dinas menjamin penempatan atau pemerataan, termasuk mendorong pihak Pemda dan Swasta untuk memperoleh dokter dengan tingkat kepastian tinggi Bantuan Pendidikan membantu mahasiswa yang kurang mampu di segi finansial

Uji Kompetensi Pasal 36 (1) Untuk menyelesaikan program profesi dokter atau dokter gigi, Mahasiswa harus lulus uji kompetensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi. (2) Mahasiswa yang lulus uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi. (3) Uji kompetensi Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dan berkoordinasi dengan Organisasi Profesi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri

Uji kompetensi 2 Pasal 39 (1) Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialissubspesialis, dan dokter gigi spesialissubspesialis harus mengikuti uji kompetensi dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis yang bersifat nasional dalam rangka memberi pengakuan pencapaian kompetensi profesi dokter layanan primer, dokter spesialissubspesialis dan dokter gigi spesialissubspesialis. (2) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bekerja sama dengan asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi dan berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.

Harapan: Harus ada kesepakatan untuk membedakan Uji Kompetensi pada akhir pendidikan dengan Resertifikasi Kompetensi berkala: Penyelenggara ujian Penerbit sertifikat profesi Penerbit sertifikat kompetensi

Sumpah Dokter Pasal 37 (1) Mahasiswa yang telah lulus program profesi dokter atau profesi dokter gigi wajib mengangkat sumpah sebagai pertanggungjawaban moral kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. (2) Sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada etika profesi kedokteran dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Internsip Pasal 38 (1) Mahasiswa yang telah lulus dan telah mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) harus mengikuti program internsip. (2) Penempatan wajib sementara pada program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai masa kerja.

Harapan: Pemahaman baru: Internsip bukan bagian dari pendidikan, meskipun merupakan kelanjutan dari pendidikan program profesi Masa internsip dianggap sebagai masa kerja Internsip menjadi penempatan sementara Harus dicari bentuknya: Lamanya tempatnya

Penjaminan Mutu Pasal 47 (1) Penyelenggara Pendidikan Kedokteran wajib mengembangkan sistem penjaminan mutu yang dilaksanakan secara internal dan eksternal. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Lihat juga UU 12/12 dan tentang: Perizinan, Standar Pendidikan, Akreditasi, dll

Afirmasi Kuota Mahasiswa Seleksi Mahasiswa (jalur khusus) Internsip Persyaratan seleksi program profesi layanan primer dan spesialis Penempatan mahasiswa program spesialis tahap mandiri Beasiswa dan ikatan dinas Bantuan Pendidikan

Dukungan Pemerintah Pasal 53 Pemerintah memfasilitasi program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi untuk mencapai akreditasi kategori tertinggi, baik dalam bentuk sumber daya manusia maupun dalam bentuk infrastruktur. Pasal 54 Pemerintah mendukung program pendidikan dokter layanan primer, dokter spesialissubspesialis, dan dokter gigi spesialissubspesialis yang lulusannya ditempatkan di daerah tertentu.

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 59 (1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang- Undang ini paling lama 5 (tiga) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan. (2) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi yang sudah ada sebelum Undang- Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Ketentuan Peralihan..2 Pasal 60 Rumah Sakit Pendidikan yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini, paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 61 Peraturan pelaksanaan mengenai perubahan dokter pendidik klinis menjadi Dosen wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

TAKE HOME MESSAGES In each culture, values are slightly different; people aspire after different aims, follow different impulses, yearn after a different form of happiness. In each culture, we find different institutions in which man pursues his life-interest, different customs by which he satisfies his aspirations, different codes of law and morality which reward his virtues or punish his defections. (Malinowski, 1922. Argonauts of the Western Pacific)